Putusan Pengadilan Pajak Nomor : 72784/PP/M.IVB/16/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp.301.274.483,00;


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor : 72784/PP/M.IVB/16/2016

Jenis Pajak : PPN
     
Tahun Pajak : 2012
     
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp.301.274.483,00;
     
     
Menurut Terbanding : bahwa Pemeriksa telah memisahkan Pajak Masukan yang terkait dengan unit kegiatan untuk memproduksi TBS yang atas penyerahannya dibebaskan PPN seperti pembelian pupuk, maupun Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan seperti pembelian solar, Internet, pembelian karung, ban dalam dan jasa manajemen, serta Pajak Masukan yang dasar pengenaan PPN menggunakan nilai lain seperti jasa pengiriman paket;
     
Menurut Pemohon Banding : bahwa pada Masa Pajak Agustus 2011 Pemohon Banding sama sekali tidak melakukan penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang dibebaskan dari pengenaan PPN dan juga telah diakui oleh Terbanding pada Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN, bahwa tidak ada penyerahan yang dibebaskan PPN-nya. Maka dengan menggunakan formula sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut, tidak ada pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan dan menurut pendapat Pemohon Banding telah benar dan sesuai dengan peraturan perpajakan;
     
Menurut Majelis : bahwa yang menjadi sengketa dalam banding ini adalah Koreksi Terbanding atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak Maret 2012 sebesar Rp.301.274.483,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan kelapa sawit terpadu, yang bergerak di bidang industri minyak kelapa sawit dimana produk yang dijual oleh Pemohon Banding adalah minyak kelapa sawit (CPO) dan inti sawit (PK), yang dalam melakukan kegiatan usahanya tersebut, Pemohon Banding mengelola perkebunan sawit yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, yang selanjutnya diolah menjadi produk minyak kelapa sawit (CPO) dan Inti Sawit (PK) sebagai produk akhir yang kemudian dijual kepada pihak lain;

bahwa dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tanggal 1 Mei 2007, disebutkan bahwa Tandan Buah Segar kelapa sawit merupakan barang hasil pertanian yang termasuk Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, yang atas penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan PPN;

bahwa menurut Terbanding, Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Pasal 16B ayat (3) Undang-undang PPN;

bahwa menurut Terbanding, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/KMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 diatur bahwa Pajak Masukan yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan, sehingga Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dalam rangka menghasilkan TBS, yang dalam hal ini adalah Pajak Masukan atas seperti pembelian solar, Internet, pembelian karung, ban dalam dan jasa manajemen tidak dapat dikreditkan;

bahwa menurut Terbanding, Pajak Masukan dalam rangka menghasilkan TBS yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaaan PPN tidak dapat dikreditkan, berlaku sama terhadap semua perusahaan, baik bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terpadu (integrated) maupun bagi perusahaan kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated), hal tersebut sudah sesuai dengan prinsip/filosofi/jiwa perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1) huruf b Undang-undang PPN;

bahwa menurut Terbanding, Pajak Masukan yang dikoreksi tersebut adalah Pajak masukan yang nyata-nyata digunakan oleh Pemohon Banding untuk menghasilkan TBS, sehingga tidak dapat dikreditkan;

bahwa selama Masa Pajak Maret 2012, Pemohon Banding melakukan penyerahan sebagai berikut:

No Uraian Jumlah (Rp)
1
2
3
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
4.969.539.000,00
16.038.420.814,00
0,00
  Jumlah penyerahan 21.007.959.814,00

bahwa Pemohon Banding, mengkreditkan seluruh Pajak Masukan sebesar Rp.372.467.241,00 tersebut pada Masa Pajak Maret 2012;

bahwa peraturan perundang-undangan perpajakan dan peraturan pelaksanaannya, yang terkait dengan sengketa ini adalah sebagai berikut:

bahwa Pasal 9 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-undang PPN), mengatur bahwa:
" Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui secara pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak";

bahwa dalam penjelasan Pasal 9 ayat (5) Undang-undang PPN a quo, dinyatakan sebagai berikut:
“ Yang dimaksud dengan “penyerahan yang terutang pajak” adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Yang dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B.
Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.

bahwa Pasal 9 ayat (6) Undang-undang PPN a quo, mengatur bahwa:
" Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri keuangan";

Bahwa dalam penjelasan Pasal 9 ayat (6) a quo, dinyatakan:
“ Dalam hal Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, cara pengkreditan Pajak Masukan dihitung berdasarkan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kepastian kepada Pengusaha Kena Pajak.

bahwa Peraturan Menteri Keuangan nomor: 78/KMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak merupakan pedoman yang digunakan untuk menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak bagi Pengusaha Kena Pajak yang selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak dapat diketahui secara pasti, sebagaimana diamanatkan Pasal 9 ayat (6) Undangundang PPN;

bahwa dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 78/KMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 a quo, diatur:

Pasal 2
“Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan :
  1. usaha terpadu (integrated), terdiri dari :
    1. unit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak; dan
    2. unit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak.
  2. usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak;
  3. usaha untuk menghasilkan, memperdagangkan barang, dan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak; atau
  4. usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak terutang pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

bahwa dalam penjelasan Pasal 16B ayat (3) Undang-undang PPN a quo, dinyatakan :
“ Berbeda dengan ketentuan pada ayat (2), adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan”;
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak B memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal ataupun sebagai komponen biaya lain.
Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut.
Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak B kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, karena tidak ada Pajak Keluaran berhubung diberikannya fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pajak Masukan tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan”;

bahwa Pasal 9 ayat (2) Undang-undang PPN, mengatur bahwa:
“ Pajak Masukan dalam suatu Masa pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama “;

bahwa terkait equal treatment, dalam AAA International Tax Glosary 6th Ed halaman 160, dinyatakan:
“General principle in a tax context that taxes should impose equal sacrifice. This principle may be considered as the underlying rationale for the principles of horizontal equity and vertical equity”;

bahwa terkait prinsip keadilan dalam AAA International Tax Glosary 6th Ed, dinyatakan:
pada halaman 221
“A variant of principle of individual equity which holds that similarly situated taxpayers should receive similar tax treatment”;
       
pada halaman 472
“A variant individual equity, which holds that differently situated taxpayers should be treated differently”;

bahwa terkait netralitas PPN, dalam Generally Accepted Principles of Tax Policy to VAT:
Ottawa Taxation Framework Conditions, dinyatakan:
“Taxation should seek to be neutral and equitable between ………….. Business decisions should be motivated by economic rather than tax condiderations. Taxpayers ini similar situations carrying out similar transactions, should be subject to similar levels of taxation”;

bahwa terkait netralitas PPN, dalam OECD International VAT/GST Guidelines, dinyatakan Guideline 2.2
“Business in similar situations carrying out similar transactions should be subject to similar levels of taxation”;

bahwa berdasarkan fakta dan peraturan perundang-undangan diatas, Majelis mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. bahwa Pemohon Banding merupakan perusahaan terpadu industri kelapa sawit yang produk akhirnya adalah CPO dan PK, yang merupakan Barang Kena Pajak yang terutang PPN;
2. bahwa Pasal 16B Undang-undang PPN, merupakan ketentuan khusus yang mengatur tentang pemberian fasilitas perpajakan, berupa Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya;
3. bahwa karena TBS adalah Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, maka bagi Wajib Pajak yang menghasilkan atau menyerahkan TBS tidak ada Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan, sebagaiman dinyatakan dalam penjelasan Pasal 16B;
4. bahwa dalam hal perusahaan yang melakukan kegiatan terpadu maka pengkreditan Pajak Masukan mengacu pada Pasal 9 ayat (5) dan ayat (6) Undang-undang PPN jo Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/PMK.03/2010, yang juga meliputi ketentuan Pasal 16B sebagaimana penjelasan Pasal 9 ayat (5) Undang-undang PPN a quo;
5. bahwa dalam Pasal 9 ayat (5) Undang-undang PPN dinyatakan, “apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak...”, oleh karenanya Majelis berpendapat bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (5) ini berlaku jika Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan yaitu selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak;
6. bahwa dalam Pasal 9 ayat (6) Undang-undang PPN dinyatakan “apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti,….”, oleh karenanya Majelis berpendapat ketentuan Pasal 9 ayat (6) ini berlaku jika Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan yaitu selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak
7. bahwa Peraturan Menteri Keuangan nomor: 78/KMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang melakukan Penyerahan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak, adalah merupakan pedoman yang digunakan untuk menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak bagi Pengusaha Kena Pajak yang selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak dapat diketahui secara pasti;
8. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (5) dan ayat (6) Undang-undang PPN a quo, maka apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, maka yang harus dihitung adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan penyerahan yang terutang pajak;
9. bahwa, dapat dikreditkannya Pajak Masukan adalah karena adanya Pajak Keluaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang PPN, sehingga apabila produk akhir Wajib Pajak adalah BKP/JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN, maka atas penyerahannya tidak ada Pajak Keluaran, oleh karenanya Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 16B ayat (3) Undang-undang PPN;
10. bahwa prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) dan prinsip keadilan harus diterapkan dengan dasar kepada orang/badan yang dalam kondisi atau situasi yang sama harus diperlakukan sama, dan kepada orang/badan yang tidak pada kondisi atau situasi yang sama harus diperlakukan tidak sama pula, sehingga prinsip umum perpajakan bisa diterapkan dimana pajak harus mengenakan beban yang setara untuk Wajib Pajak yang berada pada kondisi atau situasi yang sama, dan pajak harus mengenakan beban yang berbeda untuk Wajib Pajak yang berada pada kondisi atau situasi yang berbeda, sehingga prinsip pajak yang adil dapat tercapai.
11. bahwa dengan memperhatikan equal treatment dan prinsip keadilan tersebut pada angka 10, Majelis berpendapat bahwa beban Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha perkebunan kelapa sawit dengan produk akhirnya berupa penyerahan produk kelapa sawit berupa TBS yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (tidak ada Pajak Keluaran), tidak dapat dipersamakan perlakukannya dengan Wajib pajak yang bergerak dibidang usaha terintegrasi antara perkebunan dengan pengolahan TBS yang produk akhirnya berupa CPO dan PK ataupun produk turunan lainnya yang atas penyerahannya dikenakan PPN (ada Pajak Keluaran) karena tidak pada situasi dan kondisi yang sama/setara;
12. bahwa perlakuan yang sama antara Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu, dengan Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang tidak terpadu (non integrated) , akan terjadi dalam hal;
1) dalam hal unsur Pajak Masukan atas TBS
  • bahwa perlakuan yang sama terjadi apabila Wajib Pajak selain melakukan penyerahan CPO dan PK juga melakukan penyerahan TBS, maka Pajak Masukan yang terkait dengan penyerahan TBS tersebut tidak dapat dikreditkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) dan ayat (6) Undang-undang PPN a quo;
2) dalam hal Pajak Masukan atas pengolahan TBS menjadi CPO dan PK;
  • bahwa perlakuan yang sama terjadi apabila Pemohon Banding selain mengolah TBS hasil kebun sendiri, juga melakukan pembelian/menerima penyerahan TBS dari pihak lain untuk diolah menjadi CPO/PK, misalnya TBS dari Petani Plasma;
  • bahwa Pajak Keluaran dari penjual/yang menyerahkan, merupakan Pajak Masukan bagi pembeli/yang menerima penyerahan,
  • bahwa karena atas penyerahan TBS dibebaskan dari pengenaan PPN maka tidak ada Pajak Keluaran dari yang menyerahkan TBS, sehingga tidak ada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari pembelian TBS tersebut, baik bagi perusahaan yang terpadu (integrated) maupun yang tidak terpadu (non integrated);
13 bahwa pertimbangan pada angka 12 di atas, adalah merupakan perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1) Undang-undang PPN a quo;
14 bahwa untuk masa pajak Maret 2012, Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN;
15 bahwa dalam pembahasan hasil pemeriksaan, diketahui bahwa Pemohon Banding menyatakan jumlah Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan (yang disetujui oleh Pemohon Banding) adalah sebesar Rp355.317.515,00, dan dalam surat keberatan nomor 143/SNP-HO/TAX/XII/2013 tanggal 24 Desember 2014 Pemohon Banding juga mencantumkan jumlah pajak yang disetujui dalam pembahasan akhir pemeriksaan, dengan demikian atas koreksi Terbanding sebesar Rp301.274.483,00 Pemohon Banding telah setuju sebesar Rp17.149.726,00 sehingga Pajak Masukan yang masih menjadi sengketa adalah sebesar Rp284.124.757,00 

bahwa Majelis berpendapat, atas koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan yang masih menjadi sengketa untuk Masa Pajak Maret 2012 sebesar Rp284.124.757,00 tidak dapat dipertahankan;
     
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding, sehingga Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan dihitung kembali menjadi sebagai berikut :

Pajak Masukan menurut Keputusan Terbanding             Rp  71,192,758.00
Koreksi positif yang tidak dapat dipertahankan         Rp 284,124,757.00
Pajak Masukan menurut Majelis                                    Rp 355,317,515.00
     
Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan peraturan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
     
Memutuskan : Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-19/WPJ.07/2015 tanggal 5 Januari 2015 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2012 Nomor 00027/207/12/058/13 tanggal 9 Oktober 2013, atas nama XXX, sehingga Pajak dihitung kembali sebagai berikut :

Dasar Pengenaan Pajak
- Penyerahan yang PPN harus dipungut sendiri
- Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
Jumlah Rp
Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN
Jumlah seluruh penyerahan
Penghitungan PPN kurang/lebih bayar
Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri
Dikurangi :
- PPN yang disetor dimuka dalam masa pajak yang sama
- Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
- Dibayar dengan NPWP sendiri
- Lain-Lain
Jumlah
Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan
Jumlah perhitungan PPN kurang/(lebih) bayar
Kelebihan pajak yang sudah :
- dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
- dikompensasikan ke Masa Pajak .... (karena pembetulan)
PPN yang kurang/(lebih) dibayar
Sanksi administrasi :
- Bunga Pasal 13 (2) KUP
- Kenaikan Pas al 13 (3) KUP
Jumlah PPN yang mas ih harus dibayar 

Rp      4.969.539.000,00
Rp    16.038.420.814,00
Rp    21.007.959.814,00
Rp                                 
Rp    21.007.959.814,00

Rp         496.953.900,00

Rp                           0,00
Rp         355.317.515,00
Rp         955.083.763,00
Rp                           0,00
Rp      1.310.401.278,00
Rp      1.310.401.278,00
Rp      (813.447.378,00)

Rp         830.597.104,00
Rp                           0,00
Rp           17.149.726,00

Rp                           0,00
Rp           17.149.726,00
Rp           34.299.452,00

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Kamis tanggal 12 Mei 2016 oleh Hakim Majelis IVB Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis sebagai berikut:

WZD S.E, M.Si -----------------------------     
Drs. RTF, M.M ------------------------------     
GHY, S.IP,M.M ------------------------------

dengan dibantu oleh
JNK, S.E, M.M ------------------------------   
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,


sebagai Panitera Pengganti,

Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Kamis tanggal 4 Agustus 2016 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Pemohon Banding serta tidak dihadiri oleh Terbanding;