Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-70676/PP/M.XIB/12/2016

Kategori : PPh Pasal 23

bahwa berdasarkan penelitian atas data dan keterangan yang ada dalam berkas banding dapat diketahui bahwa yang menjadi sengketa adalah koreksi Terbanding terhadap Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Mei 2011 sebesar Rp344.000.000,0


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-70676/PP/M.XIB/12/2016

Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23
     
Tahun Pajak : 2011
     
Pokok Sengketa : bahwa berdasarkan penelitian atas data dan keterangan yang ada dalam berkas banding dapat diketahui bahwa yang menjadi sengketa adalah koreksi Terbanding terhadap Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Mei 2011 sebesar Rp344.000.000,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
     
     
Menurut Terbanding : bahwa menurut Terbanding koreksi dilakukan atas jasa instalasi listrik. Biaya Penyambungan Listrik merupakan Objek PPh Pasal 23 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 yang menyatakan jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi termasuk jenis jasa lain, dan imbalan atas jasa tersebut dipotong PPh sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
     
Menurut Pemohon  : bahwa di dalam perjanjian antara Pemohon Banding dengan PT BBB, Pemohon Banding melakukan penyambungan dengan daya sebesar 800 kVA, di dalam perjanjian tersebut terdapat Biaya Penyambungan - Jaringan sebesar Rp430,00/VA, Biaya Penyambungan - Fasilitas Gardu sebesar USD35.000,00. Atas yang telah dibayarkan Pemohon Banding tersebut fasilitas menjadi milik PT BBB. Setelah PT BBB menyelesaikan instalasi di gardu PT BBB, PT BBB menyambungkan gardunya ke gardu Pemohon Banding. Biaya penyambungan jaringan dan gardu tersebut oleh Pemohon Banding dimasukkan ke dalam aktiva bangunan karena menurut Pemohon Banding uang yang telah dibayarkan tidak mungkin dikembalikan, Pemohon Banding menyusutkan selama 20 tahun;
     
Menurut Majelis : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pembayaran sebesar Rp344.000.000,00 dari Pemohon Banding kepada PT BBB;

bahwa menurut Terbanding transaksi tersebut merupakan objek PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 jo PMK Nomor 244/PMK.03/2008;

bahwa berdasar ketentuan tersebut di atas PT BBB memberikan jasa instalasi listrik sebagaimana dimaksud yang nilainya tidak dipisahkan oleh Pemohon Banding didalam pembayarannya sehingga seluruh nilai transaksi menjadi Dasar Pengenaan Pajak;

bahwa menurut Terbanding berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik disebutkan bahwa instalasi tenaga listrik adalah bangunan-bangunan sipil dan elektronik, mesin-mesin peralatan, saluran-saluran dan perlengkapannya yang digunakan untuk pembangkitan konversi, transformasi penyaluran distribusi dan pemanfaatan tenaga listrik;

bahwa dari definisi tersebut diketahui bahwa definisi instalasi listrik sangat luas tidak hanya instalasi yang berada didalam rumah namun termasuk juga penyaluran dan distribusi listrik;

bahwa menurut Pemohon Banding biaya sebesar Rp344.000.000.00 (Rp430/VA x 800.000VA) adalah biaya penyambungan;

bahwa disamping hal tersebut di atas Pemohon Banding menyampaikan penjelasan sebagaimana disampaikan dalam perundangan a quo;

bahwa berdasar pemeriksaan Majelis atas penjelasan dan bukti yang disampaikan para pihak a quo Majelis berpendapat:
  • bahwa tidak terdapat bukti PT BBB adalah perusahaan konstruksi atau instalasi listrik, tetapi adalah pengusaha yang menjual tenaga listrik sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (3) PP 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;
  • atas pendapat Terbanding yang merujuk PP 14 Tahun 2012 dimana dinyatakan bukan hanya instalasi yang berada didalam rumah namun termasuk juga penyaluran dan dari distribusi listrik (diluar rumah) Majelis berpendapat tidak terdapat bukti instalasi listrik pabrik Pemohon Banding adalah miliknya melainkan milik dari PT BBB;
  • bahwa berdasar hal tersebut di atas Majelis bependapat biaya sebesar Rp344.000.000.00 adalah biayabiaya penyambungan listrik dari gardu PT CCC ke gardu Pemohon Banding sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan dan tidak terdapat bukti untuk biaya instalasi listrik di pabrik Pemohon Banding;
  • bahwa oleh karena itu Majelis berkesimpulan untuk tidak mempertahankan koreksi Terbanding;

bahwa dalam musyawarah Majelis, Hakim DDD menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) atas koreksi DPP Pasal 23 yang terkait dengan penyediaan gardu dan pembuatan instalasi listrik dengan uraian sebagai berikut:
I. Dasar Hukum
A. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 selanjutnya disebut Undang-Undang PPh:
1. Pasal 4 ayat (1)
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: ...;
2. Pasal 4 ayat (3)
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a.1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
a.2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
  1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
  2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. dihapus;
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
  1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;dan
  2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
m. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
3. Pasal 23 ayat (1) huruf c
(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
  1. Dstnya.................;
  2. Dihapus;
  3. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
    1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
(1a) Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
(3) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
(4) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan atas:
  1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
  2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
  3. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
  4. dihapus;
  5. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
  6. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
  7. dihapus; dan
  8. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
4. Pasal 23 ayat (2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
B. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf C angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
1. Pasal 1
(1) Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
(2) Jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
  1. Jasa penilai (appraisal);
  2. Jasa aktuaris;
  3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
  4. Jasa perancang (design);
  5. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
  6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
  7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
  8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
  9. Jasa penebangan hutan;
  10. Jasa pengolahan limbah;
  11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services);
  12. Jasa perantara dan/atau keagenan;
  13. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek,KSEI, dan KPEI;
  14. Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
  15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
  16. Jasa mixing film;
  17. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan;
  18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
  19. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
  20. Jasa maklon;
  21. Jasa penyelidikan dan keamanan;
  22. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
  23. Jasa pengepakan;
  24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang, atau media lain untuk penyampaian informasi;
  25. Jasa pembasmian hama;
  26. Jasa kebersihan atau BBB eaning service;
  27. Jasa catering atau tata boga.
C. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Jumlah Bruto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
1. Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
2. Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
  1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
  2. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
  3. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
  4. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga;
3. Jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 2 tidak berlaku:
  1. atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering; atau
  2. dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud dalam butir 1, telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final;
4. Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 2 harus dapat dibuktikan dengan:
  1. kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a;
  2. faktur pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b;
  3. faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf c;
  4. faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf d.

Pendapat Hakim DDD

bahwa yang menjadi Pokok Masalah adalah Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 masa Mei Tahun 2011 sebesar Rp344.000..000,00 berupa biaya penyambungan jaringan listrik yang merupakan obyek PPh Pasal 23 Undang-Undang PPh jo. Pasal 1 ayat (2) huruf (r) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008;

Bahwa Terbanding melakukan koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 a quo yang belum dipotong dan disetor oleh Pemohon Banding;

bahwa menurut Terbanding pembayaran untuk penyambungan fasilitas gardu adalah obyek PPh Pasal 23 Undang-Undang PPh yang telah didukung dengan bukti sbb:
  1. Dalam faktur, tagihan tertulis biaya penyambungan fasilitas gardu;
  2. Berdasarkan keterangan dan penelitian ke lokasi Pemohon Banding diketahui bahwa PT BBB membangun sebuah bangunan berupa gardu di lokasi Pemohon Banding;
  3. Bangunan gardu tersebut diakui oleh Pemohon Banding di akun bangunan dalam Neraca Pemohon Banding menjadi kesatuan antara biaya gardu, biaya penyambungan, dan uang jaminan Iangganan dan disusutkan jadi satu dengan bangunan (20 tahun);
        
bahwa Pemohon Banding tidak setuju koreksi positif Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 masa Mei Tahun 2011 sebesar Rp344.000.000,00 karena pembayaran tersebut untuk penyambungan jaringan listrik yang bukan pembayaran jasa instalasi/penyambungan listrik sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (2) huruf (r) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008;

bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, maka Majelis memerintahkan kepada para pihak untuk melakukan uji bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak “ Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 (1) “

bahwa sesuai ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Pemohon Banding diberikan kesempatan untuk menyerahkan data dan dokumen dalam persidangan yaitu data dan dokumen P.1 sampai dengan P.48;

Berdasarkan bukti bukti yang diserahkan Pemohon Banding dalam persidangan berupa data dan dokumen P.1 sampai dengan P.48, maka Hakim Masdi menyimpulkan sebagai berikut:
  1. Bahwa Pemohon Banding melakukan Pembelian untuk Penyambungan Jaringan 8.00 KVA dengan tarif Rp430/VA; dengan perjanjian pada tangal 8 Februari 2011;
  2. Bahwa Pemohon Banding membayar kepada PT.BBB Rp344.000.000 adalah pembayaran untuk Penyambungan Jaringan Listrik yang berhubungan dengan fasilitas pemasangan jaringan dari PT.BBB ke gardu yang berlokasi di Pabrik Pemohon Banding berdasarkan faktur pajak yang dikeluarkan oleh PT.BBB;
  3. Bahwa menurut fakta seluruh fasilitas jaringan listrik ke gardu dan gardu sudah dibayar oleh Pemohon Banding, namun Gardu tersebut digembok, dimilki dan dikuasai oleh PT.BBB;
  4. Bahwa Pemohon Banding telah mengkelompokkan pembelian Penyambungan Jaringan sebagai Aktiva Tetap atau harta Pemohon Banding yang disusutkan setiap tahun dan diallokasikan sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
   
bahwa Pemohon Banding mengakui terdapat pembayaran Penyambungan Jaringan Listrik sebesar Rp344.000.000,00, namun menurut Pemohon Banding pembayaran tersebut tidak termasuk sebagai obyek PPh Pasal 23 Undang-Undang PPh jo. Pasal 1 ayat (2) huruf (r) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 dan tidak seharusnya Pemohon Banding memotong dan menyetor PPh Pasal 23 Undang-Undang PPh;

bahwa menurut pendapat Hakim DDD Pembayaran Penyambungan Jaringan Listrik merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto oleh Pemohon Banding sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang PPh dan sebaliknya merupakan penghasilan bagi PT DDD yang merupakan penghasilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh yakni:
“Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: ...dstnya”;

bahwa penghasilan penyambungan jaringan listrik tidak termasuk sebagai penghasilan yang dikecualikan dari obyek pajak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh dan juga tidak termasuk sebagai penghasilan yang dikecualikan untuk dipotong sebagaimana ditentukan Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang PPh;

bahwa berdasarkan fakta, data dan dokumen yang diserahkan kedua pihak, maka menurut pendapat Hakim Masdi, Pembayaran untuk Penyambungan Jaringan Listrik merupakan obyek PPh Pasal 23 Undang-Undang PPh jo. Pasal 1 ayat (2) huruf (r) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 yang harus dipotong dan disetor oleh Pemohon Banding sesuai ketentuan Pasal 23 Undang-Undang PPh;

bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";

bahwa memperhatikan hal di atas, maka tidak terdapat cukup data atau bukti-bukti yang meyakinkan Hakim Masdi untuk mempertimbangkan Banding dari Pemohon Banding. Dengan demikian, maka koreksi Terbanding atas Pajak Masukan “tetap dipertahankan” karena koreksi Terbanding telah sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang PPh jo. Pasal 1 ayat (2) huruf (r) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008;
     
Menimbang : bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur: “Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak”;
     
Menimbang : bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain, maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak, dengan demikian pendapat berdasarkan suara terbanyak Majelis Hakim bahwa berdasar hal-hal tersebut di atas Majelis bependapat biaya sebesar Rp344.000.000.00 adalah biaya-biaya penyambungan listrik dari gardu PT CCC ke gardu Pemohon Banding sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan dan tidak terdapat bukti untuk biaya instalasi listrik dipabrik Pemohon Banding;
     
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit pajak bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi kecuali besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;
     
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, maka Jumlah Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 menjadi sebagai berikut:

Perhitungan DPP Pasal 23
Jumlah Dasar Pengenaan Pajak menurut Terbanding Rp. 404.720.000,00
Koreksi Dasar Pengenaan Pajak yang tidak dipertahankan Rp. 344.000.000,00
Jumlah Dasar Pengenaan Pajak menurut Majelis Rp.   60.720.000,00
     
Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
     
Memutuskan : Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Nomor KEP-476/WPJ.22/BD.06/2014 tanggal 12 Mei 2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Mei 2011 Nomor 00034/203/11/413/13 tanggal 22 April 2013 atas XXX dihitung kembali dengan perhitungan menjadi sebagai berikut:

Obyek PPh Pasal 23 Rp 60.720.000,00
PPh Terutang Rp   2.428.800,00
Kredit Pajak Rp -
Pajak Penghasilan yang (lebih) /kurang dibayar Rp 2.428.800,00
Sanksi Administrasi Pasal 13 ayat (2) Rp 1.117.248,00
Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar Rp 3.546.048,00
 
Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu tanggal 04 Maret 2015 berdasarkan musyawarah Majelis XI Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

RTV,
JNW,
DDD,
LCF,
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Panitera Pengganti,
    
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 04 Mei 2016 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding;