Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1634/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 9 Juli 2012 yang telah berkekuatan


 

PUTUSAN
Nomor 1634/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190;

Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. ABC, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1645/PJ./2012 tanggal 19 Oktober 2012;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;

melawan:


BUT. XXX, tempat kedudukan di Gedung M Lantai YY, Jalan SS Kav. YY, Karet Tengsin, Jakarta Pusat;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 9 Juli 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 tentang Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar Atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, maka melalui surat ini Penggugat mengajukan permohonan gugatan;

Bahwa Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 Penggugat terima pada tanggal 9 Juni 2011 via pos;

Bahwa gugatan Penggugat ajukan karena Tergugat dengan Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 menolak seluruhnya permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Nomor: 00006/107/08/053/10 yang sudah Penggugat ajukan;

Bahwa berikut penjelasan Penggugat atas gugatan tersebut:

Kronologis Sengketa Pajak dan Uraian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00006/107/08/053/10 Bahwa secara kronologis, awal sengketa pajak timbul dan terbitnya Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00006/107/08/053/10 terbit tanggal 23 April 2010 dengan rincian jumlah yang masih harus dibayar sebagai berikut:

No Uraian Penggugat (Rp) Tergugat (Rp)
1. Sanksi Administrasi:
a. Denda Pasal 14 (4) KUP 0,00 1.482.157.288,00
2. Jumlah pajak ymh (lebih) dibayar 0,00 1.482.157.288,00

Bahwa atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai tersebut Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai tersebut melalui Surat Nomor: 186/PCI-FPJ/VI/2010 tanggal 21 Juni 2010. Atas surat Penggugat tersebut Tergugat kemudian menerbitkan surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1421/WPJ.07/2010 tanggal 9 Desember 2010 yang menetapkan penolakan seluruhnya dan tetap mempertahankan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai tersebut;

Bahwa tanggal 04 Januari 2011 Penggugat kembali mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ke dua atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai melalui surat Penggugat Nomor: 209/PCI-FPJ/I/2011. Atas surat Penggugat tersebut Tergugat kemudian menerbitkan surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 yang menetapkan penolakan seluruhnya dan tetap mempertahankan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai tersebut;

Bahwa dari Risalah Pembahasan diketahui Tergugat menetapkan sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 Pasal 8 angka 8 yang menyatakan:
“Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun takwim bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak dimulai dari Nomor Unit 1 (satu), maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)”;

Bahwa lebih lanjut Pasal 5 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 menyatakan:
“Faktur Pajak Standar yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak Cacat yaitu Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000”;

Bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 menyatakan:
“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak”;
Bahwa pada surat permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai yang Penggugat ajukkan melalui surat Penggugat Nomor: 186/PCI-FPJ/I/2010 tanggal 21 Juni 2010 dan surat kedua Nomor: 209/PCI-FPJ/I/2011 tanggal 4 Januari 2011 Penggugat menyatakan:

Bahwa terkait dengan tidak urutnya nomor seri faktur pajak yang dilaporkan sehingga Tergugat menganggap telah terjadi keterlambatan pelaporan menurut Penggugat tidak demikian karena sesuai dengan KEP-382/PJ/2002 tanggal 13 Agustus 2002 mengenai Pedoman Pelaksanaan Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Dan Pengusaha Kena Pajak Rekanan, PKP penjual wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Keluaran atas penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak diterimanya pembayaran dari Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Penggugat telah melaporkan Faktur Pajak Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan saat pembayaran oleh PKP Pemungut. Dengan demikian, saat pelaporan tersebut telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh sebab itu, Penggugat menyampaikan keberatan atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar tersebut diatas;

Bahwa menurut Penggugat seharusnya nilai Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai tahun 2008 hanya sebesar Rp.2.200.000,00 yang merupakan denda keterlambatan pembuatan faktur pajak atas penjualan aktiva tetap Kendaraan sebesar Rp.110.000.000,00;

Bahwa namun demikian seluruh alasan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai yang Penggugat ajukkan ditolak seluruhnya, terakhir Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP 1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 tentang Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar Atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Brang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;

Alasan Pengajuan Gugatan;
Bahwa Tergugat menetapkan sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 Pasal 8 angka 8 yang menyatakan:
“Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun takwim bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Paiak Standar tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu), maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)”;

Bahwa lebih lanjut Pasal 5 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 menyatakan:
“Faktur Pajak Standar yang tidak diisi secara jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak Cacat yaitu Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000”;

Bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 menyatakan:
“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak”;
Bahwa alasan gugatan Penggugat:
  1. Tergugat menyatakan bahwa Penggugat menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) adalah tidak benar karena faktur pajak standar untuk nomor urut 1 dan nomor urut 2 sudah Penggugat terbitkan untuk klien (penerima jasa) Penggugat yang merupakan Bendaharawan Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan faktur pajak tersebut telah diakui (distempel oleh KPPN Khusus Jakarta VII, diterima, serta Pajak Pertambahan Nilai-nya pun mendapat fasilitas tidak dipungut karena pembayaran oleh klien Penggugat adalah pembayaran atas proyek pemerintah yang dananya bersumber dari hibah/pinjaman luar negeri.
    Berikut data faktur pajak nomor urut 1 dan 2 yang dianggap tidak diterbitkan oleh Tergugat sehingga Tergugat menganggap seluruh faktur pajak yang Penggugat terbitkan selama masa Januari sampai dengan Desember 2008 adalah faktur cacat:
    Kode & No Seri Faktur Pajak TgI Faktur Pajak Penerima JKP Harga Jual/Pengantian (Rp) PPN (Rp) Jenis Proyek
    070.000-08.00000001 2 Mei 2008

    Bendahara Pengeluaran anggaran kantor

    Meneg PPN/BAPPENAS

    408.085.705,00 40.808.570,00 Bantuan LN
    070.000-08.00000002 2 Mei 2008 Bendahara Pengeluaran anggaran kantor Meneg
    PPN/BAPPENAS
    24.591.600,00 2.459.160,00 Bantuan LN
    Bahwa Faktur pajak Nomor seri 070.000-08.00000001 & 070.000-08.00000002 Penggugat buat pada Januari 2008 tetapi tanggal yang tercantum adalah tanggal 2 Mei 2008, hal ini dikarenakan untuk keperluan penagihan kepada Pihak Bendaharawan, mereka meminta Penggugat untuk membuat tanggal pada faktur pajak menjadi tanggal 2 Mei 2008 yang merupakan tanggal estimasi pelunasan pembayaran tagihan Penggugat oleh Bendaharawan. Penggugat memenuhi permintaan pembubuhan tanggal pada faktur pajak sesuai tanggal estimasi yang dimintakan oleh Bendaharawan (bukan tanggal dibuatnya faktur pajak) dikarenakan jika Penggugat menolak maka tagihan Penggugat tidak dapat diproses dan Penggugat tidak dapat menerima pelunasan pembayaran;
    Bahwa selain itu Penggugat pun menerima permintaan Bendaharawan Pemerintah ini dikarenakan seluruh Pajak Pertambahan Nilai atas pembayaran tagihan Penggugat, Pajak Pertambahan Nilai-nya mendapat fasilitas Tidak Dipungut dan atas seluruh penghasilan yang Penggugat terima atas faktur pajak Nomor seri 070.000-08.00000001 & 070.000-08.00000002 seluruhnya telah Penggugat laporkan sebagai penghasilan di SPT 1771 Tahun 2008;
  2. Lebih lanjut alasan Tergugat yang mengenakan sanksi Pasal 14(4) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan karena Ketidakurutan pelaporan nomor seri faktur pajak pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai selama masa Januari sampai dengan Desember 2008 adalah tidak tepat, hal ini dikarenakan sebagian besar penerima jasa dari Penggugat adalah Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-382/PJ/2002 tanggal 13 Agustus 2002 mengenai Pedoman Pelaksanaan Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Dan Pengusaha Kena Pajak Rekanan, PKP Penjual wajib melaporkan PPN Keluaran atas penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak diterimanva pembayaran dari Pemunqut Pajak Pertambahan Nilai. Penggugat telah melaporkan Faktur Pajak Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan saat pembayaran oleh PKP Pemungut;
  3. Penggugat sudah membuktikan kepada Tergugat bahwa faktur pajak yang Penggugat buat dan Penggugat terbitkan sudah lengkap dan sudah memperhatikan ketentuan sebagaimana yang diatur oleh Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang terakhir diubah dan diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 sehingga tidak ada satu pun faktur pajak standar yang Penggugat terbitkan cacat karena tidak memenuhi Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  4. Sebagian besar klien (penerima jasa) Penggugat adalah Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, sehingga andaipun terjadi adanya nomor seri faktur pajak yang tidak urut maka tidak ada kerugian negara akibat hal ini;
Pemenuhan Ketentuan Formal Pasal 40 Ayat (1), (3), (6) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak Juncto Pasal 27 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000;

Bahwa berikut Petikan Pasal 40 ayat (1), (3), (6) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
(1) Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;
(3) Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat;
(6) Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan;
 
Bahwa pemenuhannya:
  1. Surat Gugatan ini berbahasa Indonesia dan ditujukan ke Pengadilan Pajak;
  2. Tanggal diterimanya Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 adalah tanggal 9 Juni 2011 via pos, berarti batas akhir 30 hari adalah tanggal 8 Juli 2011, sementara surat Gugatan ini ini akan Penggugat ajukan secara langsung ke Pengadilan Pajak pada tanggal 6 Juli 2011;
  3. Surat Gugatan ini hanya untuk 1 (satu) Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011;
Lampiran;
Bahwa bersama dengan surat gugatan ini Penggugat lampirkan pula fotokopi:
  1. Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 tentang Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar Atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak;
  2. Faktur Pajak Nomor Seri 070.000-08.00000001 & 070.000-08.00000002;
  3. Keputusan Dewan Direksi Pacific Consultants International untuk Penunjukan Team Likuidator Kantor Perwakilan Jakarta tanggal 31 Maret 2010;

Simpulan dan Permohonan;
Bahwa berikut Denda Pasal 14 (4) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atas Pajak Pertambahan Nilai menurut penghitungan Penggugat dibandingkan dengan penghitungan Tergugat:
No Uraian Penggugat (Rp) Tergugat (Rp)
1. Sanksi Administrasi:
a. Denda Pasal 14 (4) KUP 1.482.157.288,00 2.200.000,00
2. Jumlah pajak ymh (lebih) dibayar 1.482.157.288,00 2.200.000,00

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 9 Juli 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan gugatan Penggugat terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 08 Juni 2011, tentang Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010, atas nama BUT. XXX, NPWP: 01.xxxx, beralamat di Gedung M Lantai YY, Jalan SS Kav. YY, Karet Tengsin, Jakarta Pusat, sehingga perhitungan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut:

No Uraian Semula
(Rp)
Dikurangkan/
Dibatalkan (Rp)
Menjadi
(Rp)
1. Pajak yang harus dibayar 0,00 0,00 0,00
2. Telah dibayar 0,00 0,00 0,00
3. Kurang dibayar 0,00 0,00 0,00
4. Sanksi Administrasi:
a. Denda Pasal 14 (4) KUP 1.482.157.288,00 1.460.490.274,00 21,667.014,00
5. Jumlah pajak yang masih harus dibayar 1.482.157.288,00 1.460.490.274,00 21,667.014,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.39112/PP/M.X/99/ 2012 tanggal 9 Juli 2012 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 30 Juli 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 19 Oktober 2012 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 25 Oktober 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 25 Oktober 2012;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 11 Maret 2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 11 April 2013;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
      “Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.”
    2. Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
      “Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
    3. Bahwa dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: Put.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 09 Juli2012 yang amarnya memutuskanMenyatakan mengabulkan sebagian permohonan gugatan Penggugat terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 08 Juni 2011, tentang Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010, atas nama BUT. XXX, NPWP: 01.002.416.4-053.000,tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tersebut,sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
    4. Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim pada prosesGugatan di Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundangundangan yang berlaku sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil.
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
      “Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”.
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
      “Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.”
    3. Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.39112/PP/M.X/ 99/2012 tanggal 09Juli2012, atas nama: BUT. XXX, (Termohon Peninjauan Kembali/semula Penggugat), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan dengan cara disampaikan secara langsung oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor: P.950/SP.23/2012 tanggal 26 Juli 2012, dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) pada tanggal 01 Agustus 2012 sesuai surat Tanda Terima Dokumen Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen: 2012080104240001.
    4. Bahwa dengan demikian, mengingat permohonan Peninjauan Kembali ini diajukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, makapengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 09 Juli  012 ini, masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    5. Bahwa oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
    • Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 tentang Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010 berupa Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp.1.482.157.288,00;
  4. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 09 Juli 2012 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Gugatan di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyatanyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
    Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 tentang Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010berupa Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp.1.482.157.288,00;
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Halaman 42 alinea ke-7:
      Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Majelis berpendapat Faktur Pajak yang diterbitkan Penggugat berkaitan dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak Pasal 14 ayat (4) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebesar Rp 1.460.490.274,00 dengan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 73.024.513.700,00 adalah telah sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 sehingganilai atas Sural Tagihan Pajak tersebut tidak dapat dipertahankan, sedangkan sisanya sebesar Rp 21.667.014,00 = (Rp 2.600.000,00 + Rp 19.067.014,00) tetap dipertahankan;
    2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 09 Juli 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa gugatan tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku khususnya atas dikabulkannya permohonan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 tentang Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010berupa Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp.1.482.157.288,00 oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
    3. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), antara lain diatur sebagai berikut:
      1) Pasal 14 ayat (1),Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
      d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajakatau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
      e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
      2) Pasal 14 ayat (4), terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d atau huruf e masing-masing, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
    4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000:
      Pasal 13 ayat (1):
      “Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c”
      Pasal 13 ayat (5) :
      “Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
      1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
      2. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak;
      3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
      4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
      5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
      6. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
      7. Nama, Jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
      Penjelasan Pasal 13 ayat (5):
      “Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil.
      Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya.”
    5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar;
      Pasal 2:
      Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat :
      e. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
      Pasal 5 ayat (2):
      “Faktur Pajak Standar yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak Cacat yaitu Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.”
      Pasal 8 ayat (1):
      “Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b dan tanggal Faktur Pajak Standar harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak Standar dan mata uang yang digunakan.”
      Pasal 8 ayat (2):
      “Penerbitan Faktur Pajak Standar dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) pada setiap awal tahun takwim mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 1 (satu) dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan.”
      Pasal 8 ayat (8):
      “Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun takwim bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu), maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).”
    6. Bahwa pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
      Kemudian dalam memori penjelasan pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    7. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 09 Juli 2012 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) terdapat fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, yaitu:
      7.1. Bahwa pokok sengketa dalam perkara gugatan ini adalah penerbitan Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 tentang Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010 berupa Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp1.482.157.288,00 yang putusannya menolak permohonan pengurangan atau pembatalan atas STP yang tidak benar yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat);
      7.2. Bahwa sengketa atas pengenaan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp.1.482.157.288,00 terdiri dari:
      • Sanksi Administrasi atas kesalahan membuat Faktur Pajak sebesar Rp.1.460.490.274,00;
      1. Bahwa dasar pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp1.460.490.274,00 oleh Terbanding adalah ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf d UU KUP, yaitu Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak membuat faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) sehingga sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dikenai sanksi administrasi berupa denda;
      2. Bahwa berdasarkan penelitian terhadap data Faktur Pajak Keluaran yang diterbitkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) selama Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008, dapat diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Keluaran dengan jumlah Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp73.024.513.700,00, dimana penerbitan Faktur Pajak Keluaran pada Masa Pajak Januari 2008 tidak dimulai dari nomor urut 1, tetapi dari nomor urut 5. Selain itu, penerbitan Faktur Pajak Keluaran untuk Masa Pajak berikutnya juga nomornya tidak berurutan;
      3. Bahwa berdasarkan penelitian SPT Masa PPN Pemohon Banding Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 diketahui bahwa Faktur Pajak Keluaran dengan nomor urut 1 dan 2 tidak pernah dilaporkan dalam SPT Masa PPN, sedangkan untuk Faktur Pajak Keluaran dengan nomor urut 3 dan 4 diterbitkan pada Masa Pajak Maret 2008. Menurut keterangan Pemohon Banding, Faktur Pajak Keluaran dengan nomor urut 1 dan 2 sudah diterbitkan pada Masa Pajak Mei 2008, namun belum terlaporkan dalam SPT Masa PPN;
      7.3. Bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti yang tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
      1. Bahwa Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak dengan benar, baik secara formal maupun secara materiil. Keterangan dalam Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya;
      2. Bahwa dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Bendaharawan Pemerintahsebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat Pengusaha Kena Pajak tersebut menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
      3. Bahwa Faktur Pajak Standar harus dibuat dengan benar, baik secara formal maupun secara materiil. Keterangan dalam Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Apabila Faktur Pajak Standar tersebut tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani, maka Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat yaitu Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
      4. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 8 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006, Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar dan tanggal Faktur Pajak Standar harus dibuat secara berurutan dan penerbitan Faktur Pajak Standar dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) pada setiap awal tahun takwim mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 1 (satu) dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu), maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Cacat;
      7.4. Bahwa berdasarkan penelitian atas data-Faktur Pajak Keluaran yang diterbitkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) selama Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 diketahui hal-hal sebagai berikut:
      1. Bahwa Pengugat menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak yang tidak berurutan. Contohnya adalah sebagai berikut:
      • Faktur Pajak dengan nomor urut 1 (satu) dan 2 (dua) diterbitkan pada tanggal 2 Mei 2008, sedangkan Faktur Pajak dengan nomor urut 3 (tiga) dan 4 (empat) diterbitkan pada tanggal 26 Maret 2008.
      • Faktur Pajak dengan nomor urut 12, 13, dan 14 diterbitkan pada tanggal 25 Februari 2008, sedangkan Faktur Pajak dengan nomor urut 9 (sembilan) dan 10 (sepuluh) diterbitkan pada tanggal 25 Maret 2008. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006;
      1. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Standar pada Masa Pajak Januari 2008 tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu), tetapi dari Nomor Urut 5 (lima), sedangkan Faktur Pajak dengan nomor urut 1 (satu) diterbitkan pada tanggal 2 Mei 2008. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006, sehingga sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006, Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat, yaituFaktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN;
      7.5. Bahwa untuk transaksi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dengan Bendaharawan Pemerintah selaku Pemungut PPN, Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Standar melewati tanggal invoicenya, yang berarti bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak tidak tepat waktu.
      Contohnya adalah sebagai berikut :
      1. Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menyampaikan tagihan kepada Universitas Hasanudin sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai pada tanggal 21 Januari 2008 (sesuai tanggal invoicenya) sebesar Rp.6.466.733.268,00 dan Rp.4.167.174.000,00, namun Faktur Pajak baru diterbitkan oleh Pengugat pada tanggal 26 Maret 2008 dengan nomor faktur 010.000-08.00000003 dan 010.000-08.00000004;
      2. Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pengeluaran Anggaran Kantor Bappenas sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai pada tanggal 15 Januari 2008 (sesuai tanggal invoicenya) sebesar Rp.226.176.038,00, namun Faktur Pajak baru diterbitkan oleh Pengugat pada tanggal 24 September 2008 dengan nomor faktur 010.000-08.00000033;
      Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Standar melewati tanggal invoicenya atau tanggal pada saat tagihan disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN, sehingga penerbitan Faktur Pajak tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf e Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006.
      7.6. Bahwa berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengenaan sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar Rp.1.460.490.274,00 atas kesalahan penerbitan Faktur Pajak oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah sesuai karena:
      1. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak yang tidak berurutan sehingga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006;
      2. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Standar pada Masa Pajak Januari 2008 tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu), tetapi dari Nomor Urut 5 (lima), sedangkan Faktur Pajak dengan nomor urut 1 (satu) diterbitkan pada tanggal 2 Mei 2008, sehingga sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006, Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat, yaituFaktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN. Dengan demikian sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf e dan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP, Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dikenai sanksi administrasi sebesar 2 % (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak;
      3. Bahwa untuk transaksi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dengan Bendaharawan Pemerintah selaku Pemungut PPN, Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Standar melewati tanggal invoicenya, yang berarti bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak tidak tepat waktu, sehingga sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf d dan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP, Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dikenai sanksi administrasi sebesar 2 % (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
    8. Bahwa putusan Majelis yang tidak mempertahankan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar Rp1.460.490.274,00 dengan alasan bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 adalah tidak tepat karena :
      1. Bahwa Majelis Hakim tidak cermat dalam menerapkan ketentuan Pasal 13 UU PPN, dimana keputusan Majelis semata-mata hanya didasarkan pada ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN yang hanya mengatur mengenai keterangan yang harus dimuat dalam Faktur Pajak, sedangkan ketentuan Pasal 13 ayat yang lainnya yang merupakan satu kesatuan ketentuan yang mengatur mengenai penerbitan Faktur Pajak, diabaikan oleh Majelis, padahal sengketa mengenai pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp1.460.490.274,00 ini terkait dengan saat pembuatan dan tata cara penerbitan Faktur Pajak, sehingga tidak relevan apabila Majelis hanya mendasarkan putusannya pada ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN yang tidak mengatur mengenai saat pembuatan maupun tata cara penerbitan Faktur Pajak. Dalam Pasal 13 ayat (4) UU PPN diatur bahwa “Saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dengan demikian, ketentuan mengenai saat pembuatan Faktur Pajak berikut tata cara penerbitannya harus mengacu pada peraturan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang, dimana Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenaisaat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006 tanggal 31 Oktober 2006. Namun demikian, dalam amar pertimbangannya, Majelis sama sekali tidak mempergunakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006 sebagai dasar hukum dalam pengambilan putusan;
      2. Bahwa Majelis mengabaikan fakta bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak menerbitkan Faktur Pajak sesuai ketentuan yang diatur Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006, yaitu Faktur Pajak diterbitkan dengan Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak yang tidak berurutan dan Faktur Pajak yang diterbitkan pada Masa Pajak Januari 2008 tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu), tetapi dari Nomor Urut 5 (lima). Disamping itu, Majelis juga mengabaikan fakta bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Standar melewati tanggal invoicenya, yang berarti bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak tidak tepat waktu, sehingga keputusan Majelis yang menghapuskan sanksi administrasi sebesar Rp1.460.490.274,00 nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf d dan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP;
      3. Bahwa dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa “Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar”. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum dalamSurat Tagihan Pajak adalah wewenang dari Direktur Jenderal Pajak. Dengan demikian, putusan Majelis yang mengurangkan sanksi administrasi yang tercantum dalam STP PPN Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 Nomor : 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010 tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
      4. Sanksi Administrasi karena tidak membuat Faktur Pajak sebesar Rp21.667.014,00. (sanksi administrasi ini terkait dengan koreksi DPP PPN sebesar Rp1.083.350.716,00);
      • Bahwa dasar pengenaan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar Rp21.667.014,00ini adalah terkait dengan koreksi DPP PPN sebesar Rp1.083.350.716,00 yang berasal dari penyerahan yang belum dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan rincian sebagai berikut :
        1. Gain on disposal of Fixed Assets Rp    110.000.000,00
        2. Miscellaneous Income PCI Project Rp      20.000.000,00
        3. Satker Prasarana KA Jabotabek Rp    303.200.716,00
        4. Satker Prasarana KA Jabotabek Rp    650.150.000,00
        Rp 1.083.350.716,00
      • Bahwa atas koreksi DPP PPN sebesar Rp1.083.350.716,00 tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) juga mengajukan keberatan namun telah ditolak oleh Kanwil DJP Jakarta Khusus dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-774/WPJ.07/2011 tanggal 5 April 2011;
      • Bahwa atas sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar Rp21.667.014,00, Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dalam Surat Bantahannya menyatakan setuju atas pengenaan sanksi tersebut, sehingga putusan Majelis yang tetap mempertahankan sanksi administrasi sebesar Rp.21.667.014,00 sudah tepat;
    9. Bahwa putusan Majelis yang mengabulkan sebagian Gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) terhadap Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 tentang Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010 adalah tidak tepat karena:
      9 1. Bahwa Majelis Hakim tidak cermat dalam menerapkan ketentuan Pasal 13 UU PPN, dimana keputusan Majelis yang tidak mempertahankan sanksi administrasi sebesar Rp1.460.490.274,00 atas kesalahan penerbitan Faktur Pajak, semata-mata hanya didasarkan pada ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN yang hanya mengatur mengenai keterangan yang harus dimuat dalam Faktur Pajak, sedangkan ketentuan Pasal 13 ayat yang lainnya yang merupakan satu kesatuan ketentuan yang mengatur mengenai penerbitan Faktur Pajak, diabaikan oleh Majelis, padahal sengketa mengenai pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.1.460.490.274,00 ini terkait dengan saat pembuatan dan tata cara penerbitan Faktur Pajak, sehingga tidak relevan apabila Majelis hanya mendasarkan putusannya pada ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN yang tidak mengatur mengenai saat pembuatan maupun tata cara penerbitan Faktur Pajak. Dalam Pasal 13 ayat (4) UU PPN diatur bahwa “Saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dengan demikian, ketentuan mengenai saat pembuatan Faktur Pajak berikut tata cara penerbitannya harus mengacu pada peraturan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang, dimana Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006 tanggal 31 Oktober 2006. Namun demikian, dalam amar pertimbangannya, Majelis sama sekali tidak mempergunakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006 sebagai dasar hukum dalam pengambilan putusan;
      9.2. Bahwa Majelis mengabaikan fakta bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak menerbitkan Faktur Pajak sesuai ketentuan yang diatur Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ/2006, yaitu Faktur Pajak diterbitkan dengan Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak yang tidak berurutan dan Faktur Pajak yang diterbitkan pada Masa Pajak Januari 2008 tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu), tetapi dari Nomor Urut 5 (lima). Disamping itu, Majelis juga mengabaikan fakta bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak Standar melewati tanggal invoicenya, yang berarti bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak tidak tepat waktu, sehingga keputusan Majelis yang menghapuskan sanksi administrasi sebesar Rp.1.460.490.274,00 nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf d dan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP;
      9.3. Bahwa dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa “Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar”.
      Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak adalah wewenang dari Direktur Jenderal Pajak. Dengan demikian, putusan Majelis yang mengurangkan sanksi administrasi yang tercantum dalam STP PPN Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 Nomor : 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010 tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
  5. Bahwa dengan demikian, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 09 Juli 2012 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan telah mengabaikan ketentuan peraturan perundang-undangan serta Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 09 Juli 2012 tersebut harus dibatalkan;
  6. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: Put.39112/PP/M.X/99/2012 tanggal 09 Juli 2012 yang menyatakan:
    • Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan gugatan Penggugat terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011, tentang Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010, atas nama BUT. XXX, NPWP: 01.xxxx, beralamat di Gedung M Lantai YY, Jalan SS Kav. YY, Karet Tengsin, Jakarta Pusat, sebagaimana tersebut di atas Adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 mengenai Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak (STP) yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor : 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010 atas nama Penggugat, NPWP : 01.xxxx, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp21.667.014,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Penerbitan Surat Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor KEP-1277/WPJ.07/2011 tanggal 8 Juni 2011 tentang Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00006/107/08/053/10 tanggal 23 April 2010 berupa Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp1.482.157.288,00; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan buktibukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Faktur Pajak Standar telah diuji keabsahan dan kebenarannya oleh Majelis Pengadilan Pajak, dan oleh karenanya koreksi Tergugat (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan, sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 19 Desember 2016 oleh H. CCC, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. AAA, S.H., M.S. dan BBB, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd./Dr. H. AAA, S.H., M.S.

ttd./BBB, S.H., M.H.

Ketua Majelis,

ttd./H. CCC, S.H., M.H.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd./DDD, S.H., M.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx