Putusan Mahkamah Agung Nomor : 492/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPh Pasal 26

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.63909/PP/M.XIVA/13/2015, tanggal 12 Oktober 2015 yang telah


 

PUTUSAN
Nomor 492/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-173/PJ./2016 tanggal 15 Januari 2016;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT AAA, beralamat di Gd. QQQ X Lt. X Jalan WWW Kav. X0-XX Karet Tengsin, Jakarta Pusat 10220;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.63909/PP/M.XIVA/13/2015, tanggal 12 Oktober 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor: 113/FIN/SPN/08/2009 tanggal 26 Agustus 2009 pada pokoknya mengemukakan sebagai berikut:

Bahwa Pemohon Banding dengan ini menyampaikan Permohonan Banding terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-584/WPJ.06/BD.06/2009 tertanggal 8 Juni 2009 yang menetapkan menolak permohonan keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPh Pasal 26 Nomor 00003/204/06/022/08 tertanggal 28 Maret 2008 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Satu (―KPP Tanah Abang Satu‖) yang perinciannya adalah sebagai berikut :

Uraian Semula (Rp) Ditambah/(Dikurangi) Menjadi (Rp)
Objek Pajak 2.390.415.499,00  0,00  2.390.415.499,00 
PPh Terutang 349.340.001,00  0,00  349.340.001,00 
Kredit Pajak 0,00  0,00  0,00 
Kompensasi Tahun Pajak/Masa Pajak Sebelumnya 0,00  0,00  0,00 
PPh Kurang (Lebih) Bayar 349.340.001,00  0,00  349.340.001,00 
Sanksi Administrasi 104.802.000,00  0,00  104.802.000,00 
Jumlah ymh (lebih) bayar 454.142.001,00  454.142.001,00 
 
Bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 tentang Pengadilan Pajak, atas jumlah pajak terutang sebesar Rp. 454.142.001,00 tersebut diatas telah Pemohon Banding lunasi sebesar Rp. 227.071.001,00 dengan penyetoran melalui SSP tanggal 25 April 2008 (fotocopy SSP terlampir);

Dasar Hukum Permohonan Banding

Bahwa Dasar Permohonan Banding ini kami ajukan sesuai dengan hak kami sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000;
I. Alasan Permohonan Banding
A. Kronologis Permohonan Banding
Bahwa sebelum Pemohon Banding uraikan alasan permohonan banding Pemohon Banding perlu kiranya Pemohon Banding sampaikan kronologis banding Pemohon Banding sebagai berikut:
1. Bahwa KPP Tanah Abang Satu telah melakukan pemeriksaan atas kewajiban PPh Pasal 26 Biznet untuk masa Pajak Januari - Desember 2006;
2. Bahwa atas hasil pemeriksaan tersebut, Pemohon Banding telah menerima SKPKB PPh Pasal 26 Nomor 00003/204/06/022/08 tertanggal 28 Maret 2008 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 sebesar Rp. 454.142.001,- yang diterbitkan oleh KPPTanah Abang Satu;
3. Bahwa Pemohon Banding mengajukan surat permohonan keberatan melalui surat Nomor 035/FIN/SPN/05/2008 tertanggal 22 Mei 2008 atas SKPKB PPh Pasal 26 tersebut dan diterima oleh KPP TanahAbang Satu pada tanggal 9 Juni 2008;
4. Bahwa kemudian, atas surat permohonan keberatan Pemohon Banding, Terbanding menerbitkan Surat Keberatan Terbanding Nomor : KEP-584/WPJ.06/BD.06/2009 tertanggal 8 Juni 2009 yang memutuskan untuk menolak permohonan keberatan PemohonBanding;
5. Bahwa adapun perbandingan antara ketetapan semula dengan keputusan keberatan adalah sebagai berikut :
No. Penjelasan Jumlah Menurut
SKPKB
(Rp.)
SK Terbanding
(Rp.)
1 Objek Pajak 2.390.415.499,00 2.390.415.499,00
2 Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terhutang 349.340.001,00 349.340.001,00
3 Tax Credit
a. Setoran Masa dan Tahunan - -
b. Kompensasi Kelebihan dari tahun sebelumnya - -
c. STP (Pokok) - -
d. SKPKB (Pokok) - -
e. SKPKBT (Pokok) - -
f. Lain - Lain - -
g. Jumlah (a+b+c+d+e+f) - -
h. Dikurangi dengan
    h.1 Kompensasi Kelebihan ke tahun yang akan datang - -
    h.2 SKPLB - -
    h.3 Jumlah ( h.1 + h.2 ) - -
i. Jumlah Pajak yang dapat dikreditkan ( 3.g - h. 3 ) 349.340.001,00 349.340.001,00
4 Pajak yang tidak/ kurang bayar (2 - 3.i)
5 Sanksi Administrasi
a. Bunga Pasal 13 (2) KUP 104.802.000,00 104.802.000,00
Jumlah Sanksi Administrasi 104.802.000,00 104.802.000,00
6 Jumlah yang masih harus dibayar (4+5.b) 454.142.001,00 454.142.001,00
B. Alasan Banding
Bahwa adapun alasan-alasan permohonan Banding Pemohon Banding dapat diuraikan sebagai berikut:
Menurut Pihak Terbanding
Bahwa berikut Pemohon Banding sajikan koreksi Pihak Terbanding sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini:
Koreksi yang dilakukan Tim Pemeriksa atas PPh Pasal 26
Sewa Line COD Negara DPP Tarif PPh
KDDI Ada Jepang 219.633.146,00 10% 21.963.315,00
JPIX Ada Jepang 71.237.640,00 10% 7.123.764,00
Temasek (Pembayaran ke exelcom) Lokal Singapore 0,00 15% 0,00
Equinix   Ada Singapore 315.406.840,00 15% 47.311.026,00
Sing-Tel Ada Singapore 32.199.669,00 15% 4.829.950,00
PCCW Ada Singapore 176.650.510,00 15% 26.497.577,00
815.127.805,00 107.725.631,00
Sewa Satelite COD Negara DPP Tarif PPh
CABTN (Bukan Treaty Partner) Tidak Ada Hongkong 106.424.305,00 20% 21.284.861,00
SINGTEL Ada Singapore 1.468.863.389,00 15% 220.329.508,00
1.575.287.694,00 241.614.369,00
Total Koreksi 2.390.415.499,00 349.340.001,00
Bahwa menurut Pihak Terbanding terdapat pembayaran atas atas Sewa Satelit dan Sewa Line yang dibayarkan keluar daerah pabean Indonesia seharusnya terkena Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp. 2.390.415.499,00 yang digolongkan sebagai ―Royalty‖ dengan penetapan tarif yang mengacu pada penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) pada masing-masing Negara yang memiliki perjanjian tersebut;
Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Pihak Terbanding terhadap PPh Pasal 26 atas Sewa Satelit dan Sewa Line yang digolongkan sebagai ―Royalty‖ dengan alasan sebagai berikut:   
1. Bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa atas Sewa Satelit dan Sewa Line ke pihak luar negeri dengan nilai objek PPh sebesar Rp. 2.390.415.499,00 yang digolongkan sebagai royalty tidak sesuai dengan substansi dari sewa satelit dan sewa line, yang pada dasarnya merupakan pembayaran atas sewa penggunaan ―bandwith‖, pihak Pemeriksa seharusnya tidak melakukan koreksi tersebut karena sewa bandwith tidak dapat dimasukkan dalam pengertian ―Royalty‖ sesuai penjelasan pengertian royalti dalamUndang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 huruf h;
2. Bahwa pada dasarnya yang dimaksud dengan Sewa Satelit dan Sewa Line yang tercantum dalam Buku Besar (GL) Pemohon Banding, yang dikoreksi oleh Pihak Terbanding, adalah sewa atas ―Bandwith‖ yang merupakan barang tidak berwujud dan bukanmerupakan alat atau peralatan atau ―equipment‖;
3. Bahwa definisi bandwith adalah “Ukuran kapasitas pengiriman yang digunakan dalam dunia telepon, jaringan komputer, sinyal frekuensi radio, dan monitor‖, bandwith biasanya diukur dalam satuan hertz (Hz) dan bits atau bytes per second (bps), Hz diukur berdasarkan rentang perbedaan frekuensi terendah dan frekuensi tertinggi yang dipancarkan, Bps diukur berdasarkan jumlah bit atau byte dataterkirim per detik;
4. Bahwa sewa atas ―bandwith‖ yang merupakan barang tidak berwujud tersebut tidak dapat digolongkan sebagai ―Royalty‖ sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 huruf h UU Nomor 17 Tahun 2000 Pajak Penghasilan definisi ―Royalty‖ adalah sebagai berikut :

Huruf h


Pada dasarnya imbalan berupa royalty terdiri dari tiga kelompok, yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan:
1. "Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
2. Hak atas harta berwujud Misalnya hak atas alat — alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat — alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan — peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak ("drilling rig') dan sebagainya;
3. Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman dibidang industri, atau bidang usaha lainnya";
4. Bahwa berdasarkan ketiga definisi tersebut diatas jelas bahwa barang tidak berwujud yang termasuk sebagai royalty terbatas pada "Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan", berdasarkan uraian diatas maka koreksi yang dilakukan oleh Pihak Terbanding pada ketetapan semula jika ditinjau dari hukum pajak nasional (Undang-Undang Pajak Penghasilan) jelas tidak mempunyai dasar hukum;
5. Bahwa bila ditinjau dari Tax Treaty, baik Tax Treaty antara Indonesia dengan Jepang maupun antara Indonesia dengan Singapura, sewa atas bandwith, tidak termasuk dalam definisi Royalty yang diatur dalam kedua Tax Treaty tersebut sebagai berikut :

Dalam Treaty dengan Jepang
Article 12

The term "royalties" as used in this Article means payments of any kind received as a consideration for the use of or the right to use, any copyright of literary, artistic or scientific work including cinematograph films and films or tapes for radio or television broadcasting, any patent, trade mark, design or model, plan, secret formula or process, or for the use of or the right to use, industrial, commercial or scientific equipment, or for information concerning industrial, commercial or scientific experience;

Dalam Treaty dengan Singapura
Article 12

The term "royalties" as used in this Article means payments of any kind received as a consideration for the use of or the right to use, any copyright of literary, artistic or scientific work including cinematograph films and films or tapes for radio or television broadcasting, any patent, trademark, design or model, plan, secret formula or process, or for the use of or the right to use, industrial, commercial or scientific equipment, or for information concerning industrial, commercial or scientific experience;
Bahwa berdasarkan ketentuan diatas jelas bahwa pengertian ―Royalty‖ dalam hukum pajak internasional, khususnya tax treaty tidak memasukkan sewa bandwith yang merupakan barang tidak berwujud sebagai unsur Royalty sehingga sewa bandwith tidak termasuk dalam pengertian Royalty pada seluruh tax treaty antara Indonesia dengan negara lain yang pada umumnya dibuat berdasarkan pada Model Tax Treaty OECD 1977 atau Model UNO 1980;
Bahwa dengan demikian sewa ―Bandwith‖ tidak termasuk sebagai royalty dalam hukum pajak nasional maupun dalam hukum pajak internasional sehingga Pihak Terbanding tidak dapat memasukkan sewa bandwith sebagai ―Royalty‖ berdasarkan asumsinya sendiri, secara prinsip pajak dikenakan berdasarkan Undang-undang dan tidak berdasarkan asumsi;
Kesimpulan
Bahwa berdasarkan uraian penjelasan di atas, berikut Pemohon Banding sandingkan perhitungan PPh Pasal 26 berdasarkan SK-Terbanding dengan Pemohon Banding;
No. Penjelasan Jumlah Menurut
SK Terbanding
(Rp.)
Pemohon
Banding
1. Objek Pajak 2.390.415.499,00 -
2. Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terhutang 349.340.001,00 -
3. Tax Credit
a. Setoran Masa dan Tahunan - -
b. Kompensasi Kelebihan dari tahun sebelumnya - -
c. STP (Pokok) - -
d. SKPKB (Pokok) - -
e. SKPKBT (Pokok) - -
f. Lain – Lain - -
g. Jumlah (a+b+c+d+e+f) - -
h. Dikurangi dengan
h.1 Kompensasi Kelebihan ke tahun yang akan datang - -
h.2 SKPLB - -
h.3 Jumlah ( h.1 + h.2 ) - -
i. Jumlah Pajak yang dapat dikreditkan ( 3.g - h. 3 ) - -
4. Pajak yang tidak/ kurang bayar (2 - 3.i) 349.340.001,00 -
5. Sanksi Administrasi
a. Bunga Pasal 13 (2) KUP 104.802.000,00 -
b. Jumlah Sanksi Administrasi 104.802.000,00 -
6. Jumlah yang masih harus dibayar (4+5.b) 454.142.001,00 -
   
Bahwa berdasarkan perhitungan sebagaimana tercantum dalam tabel di atas, Pemohon Banding mohon dapatlah kiranya Majelis menyetujui permohonan Banding Pemohon Banding, sehingga PPh Pasal 26 Kurang Bayar sebesar Rp.454.142.001,00 dapat disetujui menjadi Nihil;

Bahwa demikian permohonan Banding Pemohon Banding terhadap SK-Terbanding Nomor KEP-584/WPJ.06/BD.06/2009 tertanggal 8 Juni 2009, apabila Majelis membutuhkan tambahan informasi ataupun data sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, Pemohon Banding akan berusaha untuk memenuhinya;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 63909/PP/M.XIVA/13/2015, tanggal 12 Oktober 2015, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-584/WPJ.06/BD.06/2009 tanggal 8 Juni 2009, mengenai Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 nomor: 00003/204/06/022/08 tanggal 28 Maret 2008, atas nama : PT. AAA, NPWP : 0X.XXX.0XX.X-0XX.000, Alamat : Jl. WWW Kav X0-XX (QQQ Lt. X), Jakarta 10220, sehingga jumlah pajak dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak
PPh Pasal 26 yang terutang
Kredit Pajak
Pajak yang tidak/kurang dibayar
Rp                0,00
Rp                0,00
Rp                0,00
Rp                0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 63909/PP/M.XIVA/13/2015, tanggal 12 Oktober 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 2 November 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-173/PJ./2016 tanggal 15 Januari 2016, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 25 Januari 2016, dengan disertai alasanalasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 25 Januari 2016;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 4 Maret 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 1 April 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Sengketa tentang koreksi Objek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 sebesar Rp2.390.415.499,00 yang tidak dapat dipertahankan dan dibatalkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
II. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.63909/PP/M.XVA/13/2015 tanggal 12 Oktober 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa a quo ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo pada halaman 23 - 24 yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Bahwa dari pemeriksaan Majelis atas data dan keterangan yang ada dalam berkas banding dan keterangan dalam persidangan, Majelis meyakini bahwa yang disewa Pemohon Banding adalah bandwith, yang sesuai definisinya tidak termasuk dalam pengertian royalti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Jepang;
Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp. 2.390.415.499,00 tidak dapat dipertahankan;
Bahwa obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp. 2.390.415.499,00 tersebut terkait dengan tarif pajak dan Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang;
Bahwa oleh karena Majelis telah berkesimpulan bahwa koreksi Terbanding atas obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp. 2.390.415.499,00 tidak dapat dipertahankan, sehingga karenanya Majelis juga berpendapat tidak terdapat tarif dan PPh Pasal 26 terutang atas obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp. 2.390.415.499,00 yang telah dibatalkan oleh Majelis tersebut;
2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum Peninjauan Kembali antara lain sebagai berikut:
2.1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Penjelasan:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan;
Pemohon Banding atau Penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan terbanding atau tergugat harus diberitahukan kepada Pemohon Banding atau Penggugat untuk diberikan jawaban;
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Penjelasan:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
2.2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 26 ayat (1) huruf c
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan: c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
2.3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) (SE-03), menyatakan antara lain:
Angka 2 huruf a
Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi Surat Keterangan Domisili tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar penghasilan terdaftar;
Angka 2 huruf b
Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut;
Dalam hal Surat Keterangan Domisili akan digunakan untuk lebih dari satu pembayar penghasilan, maka Wajib Pajak luar negeri dapat menyampaikan fotokopi yang telah dilegalisasi Kepala KPP tempat salah satu pihak pembayar penghasilan terdaftar kepada pihak yang membayar penghasilan. Kepala KPP yang melegalisasi fotokopi tersebut wajib memegang aslinya;
2.4. Pasal 12 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Jepang dan Singapura;
3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.63909/PP/M.XVA/13/2015 tanggal 12 Oktober 2015 serta berdasarkan penelitian atas dokumendokumen milik Termohon Peninjauan Kembali dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan dan membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali sebagaimanadiuraikan pada butir 1 tersebut di atas dengan alasan sebagai berikut:
3.1. Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp2.390.415.499,00 berdasarkan hasil pemeriksaan atas perjanjian sewa, buku besar hutang lain-lain, pembebanan biaya pada laporan laba rugi, PerjanjianPenghindaran Pajak Berganda dan Surat Keterangan Domisili;
3.2.  Bahwa kesimpulan hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali berdasarkan perjanjian sewa, buku besar hutang lainlain, pembebanan biaya pada laporan laba rugi dan P3B dan SKD terkait dengan transaksi, adalah sebagai berikut:
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali menyatakan yang disewa adalah ―bandwith‖ dengan dalil Pemohon Peninjauan Kembali telah berasumsi dengan mengenakan ―bandwith‖ sebagai obyek PPh 26 berupa royalty;
Bahwa pernyataan Termohon Peninjauan Kembali dan dalilnya tersebut tidak sesuai dengan bukti-bukti hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali sebagai berikut:
Bahwa dari semua bukti berupa perjanjian sewa, buku besar hutang lain-lain, pembebanan biaya pada laporan laba rugi, diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali membebankan sewa berupa sewa jaringan dan sewa satelite sebagaimana disebutkan dan dinyatakan dengan terang dan jelas di dalam perjanjian sewa terkait;
Bahwa dengan demikian Majelis Hakim dalam kesimpulannya telah mengabaikan bukti dan fakta hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali;
3.3. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali sebagaimana dikutip dalam halaman 23 putusan definisi bandwith adalah ―Ukuran kapasitas pengiriman yang digunakan dalam dunia telepon, jaringan komputer, sinyal frekuensi radio, dan monitor‖ sehingga seharusnya Majelis Hakim mendalami pernyataan Termohon Peninjauan Kembali tersebut bahwa yang disewa adalah Jaringan dan satelite sedangkan ukuran penggunaan dari jaringan dan satelite tersebut dihitung dalam satuan yang disebut bandwith;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali menyimpulkan dalil dan penggunaan kata bandwith yang dikemukakan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam surat keberatan dan surat bandingnya selain tidak sesuai dengan perjanjian sewa dan bukti-bukti lainnya, adalah untuk mengaburkan substansi dari perjanjian dan biaya sewa yang sebenarnya yaitu sewa atas jaringan dan satelite yang tergolong dalam peralatan industri yang termasuk dalam pengertian royalti dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh;
3.4. Bahwa dengan demikian koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp2.390.415.499,00 telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dan sesuai dengan bukti dan fakta hasil pemeriksaan, dengan rinciansebagai berikut:
3.4.1. Biaya Sewa Jaringan sebesar Rp815.127.805,00 terdiri dari:
  • Biaya sewa jaringan ke KDDI Jepang Rp219.633.146,00;
  • Biaya sewa jaringan ke Equinix Singapura Rp315.406.840,00;
  • Biaya sewa jaringan ke Sing Tel Singapura Rp32.199.669,00;
  • Biaya sewa jaringan ke PCCW Singapura Rp176.650.510,00;
  • Biaya sewa jaringan ke Japan Internet Exchange Jepang Rp71.237.640,00;
3.4.2. Biaya Sewa Satelite sebesar Rp1.575.287.694,00 terdiri dari:
  • Biaya sewa satelit ke CABTN Hongkong Rp106.424.305,00;
  • Biaya sewa satelit ke Sing Tel Singapura Rp1.468.863.389,00;
Bahwa penghitungan tarif PPh Pasal 26 dengan rincian sebagai berikut:
Biaya Sewa Jaringan Ke DPP Tarif PPh Terutang
KDD 1 Jepang Rp. 219.633.146,00 10% Rp. 21.963.315,00
Japan Internet Exchange Jepang Rp. 71.237.640,00 10% Rp. 7.123.764,00
Equinix Singapura Rp. 315.406.840,00 15% Rp. 47.311.026,00
Sing-Tel Singapura Rp 32.199.669,00