Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 492/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto,
No. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan
dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di
Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta berdasarkan Surat
Kuasa Khusus Nomor SKU-173/PJ./2016 tanggal 15 Januari 2016;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT AAA, beralamat di Gd. QQQ X Lt. X Jalan WWW Kav. X0-XX Karet
Tengsin, Jakarta Pusat 10220;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
PUT.63909/PP/M.XIVA/13/2015, tanggal 12 Oktober 2015 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor: 113/FIN/SPN/08/2009
tanggal 26 Agustus 2009 pada pokoknya mengemukakan sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding dengan ini menyampaikan Permohonan Banding
terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-584/WPJ.06/BD.06/2009
tertanggal 8 Juni 2009 yang menetapkan menolak permohonan keberatan
Pemohon Banding atas SKPKB PPh Pasal 26 Nomor 00003/204/06/022/08
tertanggal 28 Maret 2008 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan
Desember 2006 yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Jakarta Tanah Abang Satu (―KPP Tanah Abang Satu‖) yang perinciannya
adalah sebagai berikut :
Uraian |
Semula
(Rp) |
Ditambah/(Dikurangi) |
Menjadi
(Rp) |
Objek Pajak |
2.390.415.499,00 |
0,00 |
2.390.415.499,00 |
PPh Terutang |
349.340.001,00 |
0,00 |
349.340.001,00 |
Kredit Pajak |
0,00 |
0,00 |
0,00 |
Kompensasi Tahun
Pajak/Masa Pajak Sebelumnya |
0,00 |
0,00 |
0,00 |
PPh Kurang (Lebih)
Bayar |
349.340.001,00 |
0,00 |
349.340.001,00 |
Sanksi Administrasi
|
104.802.000,00
|
0,00
|
104.802.000,00 |
Jumlah ymh (lebih)
bayar |
454.142.001,00 |
|
454.142.001,00 |
Bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14
tentang Pengadilan Pajak, atas jumlah pajak terutang sebesar Rp.
454.142.001,00 tersebut diatas telah Pemohon Banding lunasi sebesar Rp.
227.071.001,00 dengan penyetoran melalui SSP tanggal 25 April 2008
(fotocopy SSP terlampir);
Dasar Hukum Permohonan Banding
Bahwa Dasar Permohonan Banding ini kami ajukan sesuai dengan hak kami
sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2000;
I. |
Alasan
Permohonan Banding
A. |
Kronologis
Permohonan Banding
Bahwa sebelum Pemohon Banding uraikan alasan permohonan banding Pemohon
Banding perlu kiranya Pemohon Banding sampaikan kronologis banding
Pemohon Banding sebagai berikut:
1. |
Bahwa
KPP Tanah Abang Satu telah melakukan pemeriksaan atas kewajiban PPh
Pasal 26 Biznet untuk masa Pajak Januari - Desember 2006; |
2. |
Bahwa
atas hasil pemeriksaan tersebut, Pemohon Banding telah menerima SKPKB
PPh Pasal 26 Nomor 00003/204/06/022/08 tertanggal 28 Maret 2008 untuk
Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 sebesar Rp.
454.142.001,- yang diterbitkan oleh KPPTanah Abang Satu; |
3. |
Bahwa
Pemohon Banding mengajukan surat permohonan keberatan melalui surat
Nomor 035/FIN/SPN/05/2008 tertanggal 22 Mei 2008 atas SKPKB PPh Pasal
26 tersebut dan diterima oleh KPP TanahAbang Satu pada tanggal 9 Juni
2008; |
4. |
Bahwa
kemudian, atas surat permohonan keberatan Pemohon Banding, Terbanding
menerbitkan Surat Keberatan Terbanding Nomor :
KEP-584/WPJ.06/BD.06/2009 tertanggal 8 Juni 2009 yang memutuskan untuk
menolak permohonan keberatan PemohonBanding; |
5. |
Bahwa
adapun perbandingan antara ketetapan semula dengan keputusan keberatan
adalah sebagai berikut :
No. |
Penjelasan |
Jumlah
Menurut
|
SKPKB
(Rp.) |
SK
Terbanding
(Rp.) |
1 |
Objek
Pajak |
2.390.415.499,00 |
2.390.415.499,00 |
2 |
Pajak
Penghasilan Pasal 26 yang terhutang |
349.340.001,00
|
349.340.001,00 |
3 |
Tax
Credit |
|
|
|
a.
Setoran Masa dan Tahunan |
- |
- |
|
b.
Kompensasi Kelebihan dari tahun sebelumnya |
- |
- |
|
c.
STP (Pokok) |
- |
- |
|
d.
SKPKB (Pokok) |
- |
- |
|
e.
SKPKBT (Pokok) |
- |
- |
|
f.
Lain - Lain |
- |
- |
|
g.
Jumlah (a+b+c+d+e+f) |
- |
- |
|
h.
Dikurangi dengan |
|
|
|
h.1 Kompensasi Kelebihan ke tahun yang akan datang |
- |
- |
|
h.2 SKPLB |
- |
- |
|
h.3 Jumlah ( h.1 + h.2 ) |
- |
- |
|
i.
Jumlah Pajak yang dapat dikreditkan ( 3.g - h. 3 ) |
349.340.001,00 |
349.340.001,00 |
4 |
Pajak
yang tidak/ kurang bayar (2 - 3.i) |
|
|
5 |
Sanksi
Administrasi |
|
|
|
a.
Bunga Pasal 13 (2) KUP |
104.802.000,00 |
104.802.000,00 |
|
Jumlah
Sanksi Administrasi |
104.802.000,00 |
104.802.000,00 |
6 |
Jumlah
yang masih harus dibayar (4+5.b) |
454.142.001,00 |
454.142.001,00 |
|
|
B. |
Alasan
Banding
Bahwa adapun alasan-alasan permohonan Banding Pemohon Banding dapat
diuraikan sebagai berikut:
Menurut Pihak Terbanding
Bahwa berikut Pemohon Banding sajikan koreksi Pihak Terbanding
sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini:
Koreksi yang dilakukan Tim Pemeriksa atas PPh Pasal 26
Sewa Line |
COD |
Negara |
DPP |
Tarif |
PPh |
KDDI |
Ada |
Jepang |
219.633.146,00 |
10% |
21.963.315,00 |
JPIX |
Ada |
Jepang |
71.237.640,00
|
10% |
7.123.764,00 |
Temasek
(Pembayaran ke exelcom) |
Lokal |
Singapore |
0,00 |
15% |
0,00 |
Equinix |
Ada |
Singapore |
315.406.840,00 |
15% |
47.311.026,00 |
Sing-Tel |
Ada |
Singapore
|
32.199.669,00 |
15% |
4.829.950,00 |
PCCW |
Ada |
Singapore |
176.650.510,00 |
15% |
26.497.577,00 |
|
|
|
815.127.805,00
|
|
107.725.631,00 |
|
|
|
|
|
|
Sewa
Satelite |
COD |
Negara |
DPP |
Tarif |
PPh |
CABTN
(Bukan Treaty Partner) |
Tidak
Ada |
Hongkong |
106.424.305,00 |
20% |
21.284.861,00 |
SINGTEL |
Ada |
Singapore |
1.468.863.389,00 |
15% |
220.329.508,00 |
|
|
|
1.575.287.694,00 |
|
241.614.369,00 |
|
|
|
|
|
|
Total
Koreksi |
|
|
2.390.415.499,00 |
|
349.340.001,00 |
Bahwa menurut Pihak Terbanding terdapat pembayaran atas atas Sewa
Satelit dan Sewa Line yang dibayarkan keluar daerah pabean Indonesia
seharusnya terkena Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp.
2.390.415.499,00 yang digolongkan sebagai ―Royalty‖ dengan penetapan
tarif yang mengacu pada penerapan persetujuan penghindaran pajak
berganda (P3B) pada masing-masing Negara yang memiliki perjanjian
tersebut;
Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh
Pihak Terbanding terhadap PPh Pasal 26 atas Sewa Satelit dan Sewa Line
yang digolongkan sebagai ―Royalty‖ dengan alasan sebagai
berikut:
1. |
Bahwa
koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa atas Sewa Satelit dan Sewa Line
ke pihak luar negeri dengan nilai objek PPh sebesar Rp.
2.390.415.499,00 yang digolongkan sebagai royalty tidak sesuai dengan
substansi dari sewa satelit dan sewa line, yang pada dasarnya merupakan
pembayaran atas sewa penggunaan ―bandwith‖, pihak Pemeriksa seharusnya
tidak melakukan koreksi tersebut karena sewa bandwith tidak dapat
dimasukkan dalam pengertian ―Royalty‖ sesuai penjelasan pengertian
royalti dalamUndang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 huruf h; |
2. |
Bahwa
pada dasarnya yang dimaksud dengan Sewa Satelit dan Sewa Line yang
tercantum dalam Buku Besar (GL) Pemohon Banding, yang dikoreksi oleh
Pihak Terbanding, adalah sewa atas ―Bandwith‖ yang merupakan barang
tidak berwujud dan bukanmerupakan alat atau peralatan atau ―equipment‖;
|
3. |
Bahwa
definisi bandwith adalah “Ukuran kapasitas pengiriman yang
digunakan dalam dunia telepon, jaringan komputer, sinyal frekuensi
radio, dan monitor‖, bandwith biasanya diukur dalam satuan hertz (Hz)
dan bits atau bytes per second (bps), Hz diukur berdasarkan rentang
perbedaan frekuensi terendah dan frekuensi tertinggi yang dipancarkan,
Bps diukur berdasarkan jumlah bit atau byte dataterkirim per detik; |
4. |
Bahwa
sewa atas ―bandwith‖ yang merupakan barang tidak berwujud tersebut
tidak dapat digolongkan sebagai ―Royalty‖ sesuai dengan Penjelasan
Pasal 4 huruf h UU Nomor 17 Tahun 2000 Pajak Penghasilan definisi
―Royalty‖ adalah sebagai berikut :
Huruf h
Pada dasarnya imbalan berupa royalty terdiri dari tiga kelompok, yaitu
imbalan sehubungan dengan penggunaan:
1. |
"Hak
atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang,
formula, atau rahasia perusahaan; |
2. |
Hak
atas harta berwujud Misalnya hak atas alat — alat industri,
komersial,
dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat — alat
industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai
nilai intelektual, misalnya peralatan — peralatan yang
digunakan di
beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak ("drilling
rig') dan sebagainya; |
3. |
Informasi,
yaitu informasi yang belum
diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya
pengalaman dibidang industri, atau bidang usaha lainnya"; |
4. |
Bahwa
berdasarkan ketiga definisi tersebut diatas jelas bahwa barang tidak
berwujud yang termasuk sebagai royalty terbatas pada "Hak atas harta
tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula,
atau rahasia perusahaan", berdasarkan uraian diatas maka koreksi yang
dilakukan oleh Pihak Terbanding pada ketetapan semula jika ditinjau
dari hukum pajak nasional (Undang-Undang Pajak Penghasilan) jelas tidak
mempunyai dasar hukum; |
5. |
Bahwa
bila ditinjau dari Tax Treaty, baik Tax
Treaty antara Indonesia dengan Jepang maupun antara Indonesia dengan
Singapura, sewa atas bandwith, tidak termasuk dalam definisi Royalty
yang diatur dalam kedua Tax Treaty tersebut sebagai berikut :
Dalam Treaty
dengan Jepang
Article 12
The
term
"royalties" as used in this Article means payments of any kind received
as a consideration for the use of or the right to use, any copyright of
literary, artistic or scientific work including cinematograph films and
films or tapes for radio or television broadcasting, any patent, trade
mark, design or model, plan, secret formula or process, or for the use
of or the right to use, industrial, commercial or scientific equipment,
or for information concerning industrial, commercial or scientific
experience;
Dalam Treaty
dengan Singapura
Article 12
The
term
"royalties" as used in this Article means payments of any kind received
as a consideration for the use of or the right to use, any copyright of
literary, artistic or scientific work including cinematograph films and
films or tapes for radio or television broadcasting, any patent,
trademark, design or model, plan, secret formula or process, or for the
use of or the right to use, industrial, commercial or scientific
equipment, or for information concerning industrial, commercial or
scientific experience;
Bahwa berdasarkan ketentuan diatas
jelas
bahwa pengertian ―Royalty‖ dalam hukum pajak internasional, khususnya
tax treaty tidak memasukkan sewa bandwith yang merupakan barang tidak
berwujud sebagai unsur Royalty sehingga sewa bandwith tidak termasuk
dalam pengertian Royalty pada seluruh tax treaty antara Indonesia
dengan negara lain yang pada umumnya dibuat berdasarkan pada Model Tax
Treaty OECD 1977 atau Model UNO 1980; |
Bahwa dengan demikian sewa ―Bandwith‖ tidak termasuk sebagai royalty
dalam hukum pajak nasional maupun dalam hukum pajak internasional
sehingga Pihak Terbanding tidak dapat memasukkan sewa bandwith sebagai
―Royalty‖ berdasarkan asumsinya sendiri, secara prinsip pajak dikenakan
berdasarkan Undang-undang dan tidak berdasarkan asumsi;
Kesimpulan
Bahwa berdasarkan uraian penjelasan di atas, berikut Pemohon Banding
sandingkan perhitungan PPh Pasal 26 berdasarkan SK-Terbanding dengan
Pemohon Banding;
No. |
Penjelasan |
Jumlah
Menurut |
SK
Terbanding
(Rp.) |
Pemohon
Banding |
1. |
Objek
Pajak |
2.390.415.499,00 |
- |
2. |
Pajak
Penghasilan Pasal 26 yang terhutang |
349.340.001,00 |
- |
3. |
Tax
Credit |
|
|
|
a.
Setoran Masa dan Tahunan |
- |
- |
|
b.
Kompensasi Kelebihan dari tahun sebelumnya |
- |
- |
|
c.
STP (Pokok) |
- |
- |
|
d.
SKPKB (Pokok) |
- |
- |
|
e.
SKPKBT (Pokok) |
- |
- |
|
f.
Lain – Lain |
- |
- |
|
g.
Jumlah (a+b+c+d+e+f) |
- |
- |
|
h.
Dikurangi dengan |
|
|
|
h.1
Kompensasi Kelebihan ke tahun yang akan datang |
- |
- |
|
h.2
SKPLB |
- |
- |
|
h.3
Jumlah ( h.1 + h.2 ) |
- |
- |
|
i.
Jumlah Pajak yang dapat dikreditkan ( 3.g - h. 3 ) |
- |
- |
4. |
Pajak
yang tidak/ kurang bayar (2 - 3.i) |
349.340.001,00 |
- |
5. |
Sanksi
Administrasi |
|
|
|
a.
Bunga Pasal 13 (2) KUP |
104.802.000,00 |
- |
|
b.
Jumlah Sanksi Administrasi |
104.802.000,00 |
- |
6. |
Jumlah
yang masih harus dibayar (4+5.b) |
454.142.001,00 |
- |
|
|
|
Bahwa berdasarkan perhitungan sebagaimana tercantum dalam tabel di
atas, Pemohon Banding mohon dapatlah kiranya Majelis menyetujui
permohonan Banding Pemohon Banding, sehingga PPh Pasal 26 Kurang Bayar
sebesar Rp.454.142.001,00 dapat disetujui menjadi Nihil;
Bahwa demikian permohonan Banding Pemohon Banding terhadap
SK-Terbanding Nomor KEP-584/WPJ.06/BD.06/2009 tertanggal 8 Juni 2009,
apabila Majelis membutuhkan tambahan informasi ataupun data sehubungan
dengan hal-hal tersebut di atas, Pemohon Banding akan berusaha untuk
memenuhinya;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.
63909/PP/M.XIVA/13/2015, tanggal 12 Oktober 2015, yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-584/WPJ.06/BD.06/2009
tanggal 8 Juni 2009, mengenai Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai
dengan Desember 2006 nomor: 00003/204/06/022/08 tanggal 28 Maret 2008,
atas nama : PT. AAA, NPWP : 0X.XXX.0XX.X-0XX.000, Alamat : Jl. WWW Kav
X0-XX (QQQ Lt. X), Jakarta 10220, sehingga jumlah pajak dihitung
kembali menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan
Pajak
PPh Pasal 26 yang terutang
Kredit Pajak
Pajak yang tidak/kurang dibayar |
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.
63909/PP/M.XIVA/13/2015, tanggal 12 Oktober 2015, diberitahukan kepada
Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 2 November 2015, kemudian
terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-173/PJ./2016 tanggal 15
Januari 2016, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di
Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 25 Januari 2016, dengan
disertai alasanalasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
tersebut pada tanggal 25 Januari 2016;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 4 Maret
2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 1 April
2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. |
Tentang
Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali
ini adalah sebagai berikut:
Sengketa tentang koreksi Objek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa
Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 sebesar Rp2.390.415.499,00
yang tidak dapat dipertahankan dan dibatalkan oleh Majelis Hakim
Pengadilan Pajak; |
II. |
Tentang
Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali membaca, memeriksa dan
meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.63909/PP/M.XVA/13/2015
tanggal 12 Oktober 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan
atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang
keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan
banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu
kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat
pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan
penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta
menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan pertimbangan sebagai
berikut:
1. |
Bahwa
pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa a quo ini
sebagaimana tertuang dalam putusan a quo pada halaman 23 - 24 yang
antara lain berbunyi sebagai berikut:
Bahwa dari pemeriksaan Majelis atas data dan keterangan yang ada dalam
berkas banding dan keterangan dalam persidangan, Majelis meyakini bahwa
yang disewa Pemohon Banding adalah bandwith, yang sesuai definisinya
tidak termasuk dalam pengertian royalti sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah
Singapura, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah
Republik Indonesia dengan Pemerintah Jepang;
Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas Majelis berkesimpulan koreksi
Terbanding atas obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp. 2.390.415.499,00 tidak
dapat dipertahankan;
Bahwa obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp. 2.390.415.499,00 tersebut terkait
dengan tarif pajak dan Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang;
Bahwa oleh karena Majelis telah berkesimpulan bahwa koreksi Terbanding
atas obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp. 2.390.415.499,00 tidak dapat
dipertahankan, sehingga karenanya Majelis juga berpendapat tidak
terdapat tarif dan PPh Pasal 26 terutang atas obyek PPh Pasal 26
sebesar Rp. 2.390.415.499,00 yang telah dibatalkan oleh Majelis
tersebut; |
2. |
Bahwa
ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang
digunakan sebagai dasar hukum Peninjauan Kembali antara lain sebagai
berikut:
2.1. |
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU
Pengadilan Pajak), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Penjelasan:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil,
sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang
dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau
tanggapan, belum diungkapkan;
Pemohon Banding atau Penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena
itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan terbanding atau tergugat
harus diberitahukan kepada Pemohon Banding atau Penggugat untuk
diberikan jawaban;
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Penjelasan:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan; |
2.2. |
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh), antara lain mengatur
sebagai berikut:
Pasal 26 ayat (1) huruf c
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah,
Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar
20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
membayarkan: c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta; |
2.3. |
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret
1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
(SE-03), menyatakan antara lain:
Angka 2 huruf a
Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan
Domisili kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar
penghasilan dan menyampaikan fotokopi Surat Keterangan Domisili
tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang
membayar penghasilan terdaftar;
Angka 2 huruf b
Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadi dasar bagi pihak yang
membayar penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yang
ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat
kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut;
Dalam hal Surat Keterangan Domisili akan digunakan untuk lebih dari
satu pembayar penghasilan, maka Wajib Pajak luar negeri dapat
menyampaikan fotokopi yang telah dilegalisasi Kepala KPP tempat salah
satu pihak pembayar penghasilan terdaftar kepada pihak yang membayar
penghasilan. Kepala KPP yang melegalisasi fotokopi tersebut wajib
memegang aslinya; |
2.4. |
Pasal
12 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan Pemerintah Jepang dan Singapura; |
|
3. |
Bahwa
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan
berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak
sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor
: Put.63909/PP/M.XVA/13/2015 tanggal 12 Oktober 2015 serta berdasarkan
penelitian atas dokumendokumen milik Termohon Peninjauan Kembali dan
fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon
Peninjauan Kembali menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis
Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan dan membatalkan
koreksi Pemohon Peninjauan Kembali sebagaimanadiuraikan pada butir 1
tersebut di atas dengan alasan sebagai berikut:
3.1. |
Bahwa
yang menjadi pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi Pemohon
Peninjauan Kembali atas obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp2.390.415.499,00
berdasarkan hasil pemeriksaan atas perjanjian sewa, buku besar hutang
lain-lain, pembebanan biaya pada laporan laba rugi,
PerjanjianPenghindaran Pajak Berganda dan Surat Keterangan Domisili; |
3.2. |
Bahwa
kesimpulan hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali berdasarkan
perjanjian sewa, buku besar hutang lainlain, pembebanan biaya pada
laporan laba rugi dan P3B dan SKD terkait dengan transaksi, adalah
sebagai berikut:
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali menyatakan yang disewa adalah
―bandwith‖ dengan dalil Pemohon Peninjauan Kembali telah berasumsi
dengan mengenakan ―bandwith‖ sebagai obyek PPh 26 berupa royalty;
Bahwa pernyataan Termohon Peninjauan Kembali dan dalilnya tersebut
tidak sesuai dengan bukti-bukti hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan
Kembali sebagai berikut:
Bahwa
dari semua bukti berupa perjanjian sewa, buku besar hutang
lain-lain, pembebanan biaya pada laporan laba rugi, diketahui bahwa
Termohon Peninjauan Kembali membebankan sewa berupa sewa jaringan dan
sewa satelite sebagaimana disebutkan dan dinyatakan dengan terang dan
jelas di dalam perjanjian sewa terkait; |
Bahwa dengan demikian Majelis Hakim dalam kesimpulannya telah
mengabaikan bukti dan fakta hasil pemeriksaan Pemohon Peninjauan
Kembali; |
3.3. |
Bahwa
menurut Termohon Peninjauan Kembali sebagaimana dikutip dalam halaman
23 putusan definisi bandwith adalah ―Ukuran kapasitas pengiriman yang
digunakan dalam dunia telepon, jaringan komputer, sinyal frekuensi
radio, dan monitor‖ sehingga seharusnya Majelis Hakim mendalami
pernyataan Termohon Peninjauan Kembali tersebut bahwa yang disewa
adalah Jaringan dan satelite sedangkan ukuran penggunaan dari jaringan
dan satelite tersebut dihitung dalam satuan yang disebut bandwith;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali menyimpulkan dalil dan penggunaan kata
bandwith yang dikemukakan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam surat
keberatan dan surat bandingnya selain tidak sesuai dengan perjanjian
sewa dan bukti-bukti lainnya, adalah untuk mengaburkan substansi dari
perjanjian dan biaya sewa yang sebenarnya yaitu sewa atas jaringan dan
satelite yang tergolong dalam peralatan industri yang termasuk dalam
pengertian royalti dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh; |
3.4. |
Bahwa
dengan demikian koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas obyek PPh Pasal
26 sebesar Rp2.390.415.499,00 telah sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku dan sesuai dengan bukti dan fakta hasil pemeriksaan,
dengan rinciansebagai berikut:
3.4.1. |
Biaya
Sewa Jaringan sebesar Rp815.127.805,00 terdiri dari:
- Biaya sewa jaringan ke KDDI Jepang
Rp219.633.146,00;
- Biaya sewa jaringan ke Equinix
Singapura Rp315.406.840,00;
- Biaya sewa jaringan ke Sing Tel
Singapura Rp32.199.669,00;
- Biaya sewa jaringan ke PCCW
Singapura Rp176.650.510,00;
- Biaya sewa jaringan ke Japan
Internet Exchange Jepang Rp71.237.640,00;
|
3.4.2. |
Biaya
Sewa Satelite sebesar Rp1.575.287.694,00 terdiri dari:
- Biaya sewa satelit ke CABTN
Hongkong Rp106.424.305,00;
- Biaya sewa satelit ke Sing Tel
Singapura Rp1.468.863.389,00;
Bahwa penghitungan tarif PPh Pasal 26 dengan rincian sebagai berikut:
Biaya
Sewa Jaringan Ke |
DPP |
Tarif |
PPh
Terutang |
KDD
1 Jepang |
Rp.
219.633.146,00 |
10% |
Rp.
21.963.315,00 |
Japan
Internet Exchange Jepang |
Rp.
71.237.640,00 |
10% |
Rp.
7.123.764,00 |
Equinix
Singapura |
Rp.
315.406.840,00 |
15% |
Rp.
47.311.026,00 |
Sing-Tel
Singapura |
Rp
32.199.669,00 |
Jumlah Dokumen : 0 Dokumen
| | | | |