Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 1645/B/PK/PJK/2016
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta
12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan
Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit
Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan
Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus Nomor SKU-1332/PJ/2012 tanggal 27 Agustus 2012;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT. AAA,
beralamat di Jl. WWW No. XX BIP Lt. X Citarum, Bandung Wetan, Kota
Bandung;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put. 38295/PP/M.XIV/16/2012 Tanggal 25 Mei 2012, yang telah berkekuatan
hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali
dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Dasar Formal
1. |
Surat
Ketetapan Pajak
Bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Pertambahan Nilai Nomor : 00219/207/08/441/10 tanggal 22 Maret 2010
yang menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai Masa September 2008
dengan jumlah masih harus dibayar sebesar Rp. 96.333.678,00 adalah
sebagai berikut :
No |
Uraian |
Cfm.
Terbanding
(Rp) |
1 |
Dasar
Pengenaan Pajak |
|
|
a
Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN: |
|
|
a.l. Ekspor |
0,00 |
|
a.2. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri |
0,00 |
|
a.3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut Pemungut PPN |
0,00 |
|
a.4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut |
0,00 |
|
a.5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN |
0,00 |
|
a.6. Jumlah (a.1 + a.2 + a.3 + a.4 +a.5) |
0,00 |
|
b
Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN |
0,00 |
|
c
Jumlah Seluruh Penyerahan (a.6. + b) |
0,00 |
|
d
Atas Impor BKP/Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dad Luar Daerah
Pabean/Pemanfaatan JKP dad Luar Daerah Pabean/Pemungutan Pajak oleh
Pemungut Pajak/Kegiatan Membangun Sendiri/Penyerahan atas Aktiva Tetap
yangMenurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan |
|
|
d.l. 1mpor BKP |
0,00 |
|
d.2. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dr Luar Daerah Pabean |
0,00 |
|
d.3. Pemanfaatan JKP dad Luar Daerah Pabean |
0,00 |
|
d.4. Pemungutan Pajak oleh Pemungut PPN |
0,00 |
|
d.5. Kegiatan Membangun Sendiri |
0,00 |
|
d.6. Penyerahan atas aktiva y.m.t.s. tdk untuk diperjualbelikan |
0,00 |
|
d.7. Jumlah |
0,00 |
2 |
Penghitungan
PPN Kurang Bayar |
|
|
a
Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri (1.a.2/1.d.7) |
0,00 |
|
b
Dikurangi: |
|
|
b.1. PPN yang disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama |
0,00 |
|
b.2. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan |
4.796.822.250,00 |
|
b.3. STP (pokok kurang bayar) |
0,00 |
|
b.4. Dibayar dengan NPWP sendiri |
0,00 |
|
b.5. Lain-lain |
0,00 |
|
b.6. Jumlah (b.1 + b.2 + b.3 + b.4 +115) |
4.796.822.250,00 |
|
c
Diperhitungkan: |
|
|
c.1. SKPPKP |
0,00 |
|
d
Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan (b.6-c.1) |
4.796.822.250,00 |
|
e
Jumlah perhitungan PPN Kurang Bayar (a-d) |
(4.796.822.250,00) |
3 |
Kelebihan
Pajak yang sudah: |
|
|
a
Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya |
4.844.989.089,00 |
|
b
Dikompensaikan ke Masa Pajak (karena pembetulan) |
0,00 |
|
c.
Jumlah (a+b) |
4.844.989.089,00 |
4 |
Jumlah
PPN yang kurang dibayar (2.e + 3.c) |
48.166.839,00 |
5 |
Sanksi
Administrasi : |
|
|
a
Bunga Pasal 13 (2) KUP |
0,00 |
|
b
Kenaikan Pasal 13 (3) KUP |
48.166.839,00 |
|
c
Bunga Pasal 13 (5) KUP |
0,00 |
|
d
Kenaikan Pasal 13A KUP |
0,00 |
|
e
Kenaikan Pasal 170 (5) KUP |
0,00 |
|
f
Kenaikan Pasal 17D (5) KUP |
0,00 |
|
g
Jumlah (a+b+c+d+e+f) |
48.166.839,00 |
6 |
Jumlah
PPN yang masih harus dibayar (4+5.g) |
96.333.678,00 |
|
2. |
Surat
Keberatan
Bahwa terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan
Nilai Nomor : 00219/207/08/441/10 Tanggal 22 Maret 2010 tersebut, telah
diajukan Keberatan dengan Surat Nomor : 22/MMS/CORP/V/10 tertanggal 12
Mei 2010, dan disampaikan pada tanggal 19 Mei 2010 ke KPP Madya Bandung; |
3. |
Surat
Keputusan Keberatan
Bahwa pada tanggal 4 April 2011 telah diterima Surat Keputusan
Terbanding Nomor : KEP-608/WPJ.09/BD.06/2011 tanggal 31 Maret 2011 yang
isinya menolak seluruhnya permohonan Keberatan yang diajukan melalui
Surat Nomor : 22/MMS/CORP/V/10 tertanggal 12 Mei 2010 adalah sebagai
berikut :
Uraian |
Semula
(Rp) |
Ditambah/(Dikurangi)
(Rp) |
Menjadi
(Rp) |
PPN Kurang
(Lebih) Bayar |
48.166.839,00 |
- |
48.166.839,00 |
Sanksi Bunga |
- |
- |
- |
Sanksi
Kenaikan |
48.166.839,00 |
- |
48.166.839,00 |
Jumlah PPN
YMH Dibayar |
96.333.678,00 |
- |
96.333.678,00 |
|
Alasan Permohonan Banding
Bahwa alasan Banding yang diutarakan adalah didasarkan pada alasan
koreksi dalam surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor :
PEM-44/1.1/WPJ.09/KP.1100/2010 tanggal 5 Maret 2010 sebagaimana
dipaparkan di bawah ini;
Pokok Banding :
Koreksi atas Pajak Masukan Masa September 2008 adalah Sebesar Rp.
48.166.839,00
Bahwa alasan Pemeriksa atas koreksi tersebut adalah sebagai berikut :
Bahwa Pajak Masukan atas nama PT. BBB (NPWP.
0X.XX0.XXX.X0XX.000), Nomor Faktur Pajak : 0X0.000.0X-00000XXX tanggal
24 September 2008 dengan nilai PPN Rp. 48.166.839,00 tidak
ditandatangani oleh pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak
namun ditandatangani oleh Konsultan Pajak (Pihak Lain) sehingga Faktur
Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak cacat /tidak memenuhi ketentuan
formal pengisian kelengkapan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam
pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan Barang
Mewah sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, yang mengharuskan Faktur Pajak
ditandatangani oleh Pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak
Standar, oleh karena itu dilakukan koreksi positif atas Pajak Masukan
tersebut;
Bahwa dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Dirjen Pajak Nomor
: 159/PJ./2006 tanggal 31 Oktober 2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk
ukuran Pengadaan, Tatacara Penyampaian dan Tatacara Pembetulan Faktur
Pajak Standar dipertegas bahwa Pengusaha Kena Pajak Badan, Faktur Pajak
ditandatangani oleh Pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak
Standar yang termasuk dalam struktur organisasi, sedangkan untuk
Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur
organisasi dapat memberikan kuasa kepada pihak lain untuk
menandatangani Faktur Pajak Standar;
Alasan Menolak Koreksi
Bahwa alasan menolak koreksi sebagaimana dipaparkan di atas adalah
sebagai berikut :
1. |
Bahwa
Faktur Pajak Masukan yang dilakukan koreksi oleh Pemeriksa adalah
Faktur Pajak yang memenuhi syarat sebagai Faktur Pajak Standar dan
mempunyai hubungan langsung untuk mendapat, menagih dan memelihara
penghasilan; |
2. |
Bahwa
berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-754/PJ./2001,
tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi
Sistem Informasi Perpajakan, jawaban klarifikasi belum/tidak diterima
dan apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan atau arus uang
dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya, maka Faktur
Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan; |
3. |
Bahwa
berdasarkan SE DirJen Nomor : SE-16/PJ./2008 tanggal 10 Maret
2008 angka 3 berbunyi: “Yang dimaksud dengan urusan tertentu
sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah suatu proses perpajakan
tertentu
yang terkait dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak. Termasuk dalam pengertian urusan tertentu
antara lain pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dalam rangka
pemeriksaan, pengajuan keberatan, permohonan fasilitas perpajakan, dan
pengisian serta penandatanganan Surat Pemberitahuan (SPT)”;
Bahwa
jadi karena ada perkataan “antara lain”, menurut
Pemohon Banding
penandatangan Faktur Pajak termasuk kategori pemenuhan kewajiban
perpajakan, dan Pemohon Banding mohon bapak dapat memahami pendapat
Pemohon Banding; |
4. |
Bahwa
menurut Pemohon Banding Peraturan Mentri Keuangan Nomor :
22/PMK/.03/2008 tanggal 8 Februari 2008 tentang Persyaratan dan
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa, karena hirarki
peraturannya lebih tinggi dan tanggal pengeluarannya lebih baru dari
PER DirJen Pajak Nomor : 22/PMK./2008, dapat dijadikan pijakan atas hal
pokok surat ini, untuk itu dapat dilihat dari Pasal 2:
(1) |
Dalam
melaksanakan hak dan atau memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan
peraturan perpajakan, Wajib Pajak dapat menunjuk seorang Kuasa. |
(2) |
Seorang
Kuasa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Konsultan Pajak. |
|
5. |
Bahwa
mengingat Faktur Pajak asli dan tidak cacat serta berkaitan dengan
kegiatan usaha, maka sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka
adalah sah untuk dikreditkan, atas Faktur Pajak tersebut senilai
Rp.48.166.839,00 menjadi sah untuk dikreditkan; |
Perhitungan Menurut Pemohon Banding
Bahwa berdasarkan alasan di atas, maka dengan ini Pemohon Banding mohon
agar SKPKB PPN Masa September 2008 Nomor : 00219/207/08/441/10 tanggal
22 Maret 2010 atas nama PT. AAA, NPWP:
0X.XXX.XXX.X-XXX.00X, ditinjau kembali dan ditetapkan menjadi sebagai
berikut :
No |
Uraian |
Cfm.
Terbanding
(Rp) |
1 |
Dasar
Pengenaan Pajak |
|
|
a
Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN: |
|
|
a.l. Ekspor |
0,00 |
|
a.2. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri |
0,00 |
|
a.3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut Pemungut PPN |
0,00 |
|
a.4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut |
0,00 |
|
a.5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN |
0,00 |
|
a.6. Jumlah (a.1 + a.2 + a.3 + a.4 +a.5) |
0,00 |
|
b
Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN |
0,00 |
|
c
Jumlah Seluruh Penyerahan (a.6. + b) |
0,00 |
|
d
Atas Impor BKP/Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dad Luar Daerah
Pabean/Pemanfaatan JKP dad Luar Daerah Pabean/Pemungutan Pajak oleh
Pemungut Pajak/Kegiatan Membangun Sendiri/Penyerahan atas Aktiva Tetap
yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan |
|
|
d.l. 1mpor BKP |
0,00 |
|
d.2. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dr Luar Daerah Pabean |
0,00 |
|
d.3. Pemanfaatan JKP dad Luar Daerah Pabean |
0,00 |
|
d.4. Pemungutan Pajak oleh Pemungut PPN |
0,00 |
|
d.5. Kegiatan Membangun Sendiri |
0,00 |
|
d.6. Penyerahan atas aktiva y.m.t.s. tdk untuk |
0,00 |
|
d.7. Jumlah |
0,00 |
2 |
Penghitungan
PPN Kurang Bayar |
|
|
a
Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri (1.a.2/1.d.7) |
0,00 |
|
b
Dikurangi: |
|
|
b.1. PPN yang disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama |
0,00 |
|
b.2. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan |
4.844.989.089,00 |
|
b.3. STP (pokok kurang bayar) |
0,00 |
|
b.4. Dibayar dengan NPWP sendiri |
0,00 |
|
b.5. Lain-lain |
0,00 |
|
b.6. Jumlah (b.1 + b.2 + b.3 + b.4 +115) |
4.844.989.089,00 |
|
c
Diperhitungkan: |
|
|
c.1. SKPPKP |
0,00 |
|
d
Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan (b.6-c.1) |
4.844.989.089,00 |
|
e
Jumlah perhitungan PPN Kurang Bayar (a-d) |
(4.844.989.089,00) |
3 |
Kelebihan
Pajak yang sudah: |
|
|
a
Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya |
4.844.989.089,00 |
|
b
Dikompensaikan ke Masa Pajak (karena pembetulan) |
0,00 |
|
c.
Jumlah (a+b) |
4.844.989.089,00 |
4 |
Jumlah
PPN yang kurang dibayar (2.e + 3.c) |
0,00 |
5 |
Sanksi
Administrasi : |
|
|
a
Bunga Pasal 13 (2) KUP |
0,00 |
|
b
Kenaikan Pasal 13 (3) KUP |
0,00 |
|
c
Bunga Pasal 13 (5) KUP |
0,00 |
|
d
Kenaikan Pasal 13A KUP |
0,00 |
|
e
Kenaikan Pasal 170 (5) KUP |
0,00 |
|
f
Kenaikan Pasal 17D (5) KUP |
0,00 |
|
g
Jumlah (a+b+c+d+e+f) |
0,00 |
6 |
Jumlah
PPN yang masih harus dibayar (4+5.g) |
0,00 |
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.
38295/PP/M.XIV/16/2012 Tanggal 25 Mei 2012, yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-608/WPJ.09/BD.06/2011
tanggal 31 Maret 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP
dan/atau JKP Masa Pajak September 2008 Nomor : 00219/207/08/441/10
tanggal 22 Maret 2010, atas nama PT. AAA, NPWP
0X.XXX.XXX.X-XXX.001, beralamat di Jl. WWW No. XX BIP Lt. X
Citarum, Bandung Wetan, Kota Bandung, sehingga jumlah yang masih harus
dibayar adalah sebagai berikut :
Dasar Pengenaan
Pajak :
a. Ekspor
b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN
d. Jumlah
Pajak Keluaran :
Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri
Pajak yang dapat diperhitungkan :
a. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
b. Dibayar dengan NPWP sendiri
d. Kompensasi kelebihan PPN bulan lalu
e. Dikurangi :PPN atas retur pembelian
f. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan
PPN yang kurang /lebih dibayar
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke masa berikutnya
PPN yang kurang dibayar dibayar
Sanksi Administrasi
Jumlah yang masih harus dibayar |
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp 4.844.989.089,00
Rp
0,00
Rp
0,00
(Rp
0,00)
Rp 4.844.989.089,00
(Rp 4.844.989.089,00)
Rp
4.844.989.089,00
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00
|
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 38295/PP/M.XIV/16/2012
Tanggal 25 Mei 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali
pada tanggal 27 Juni 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan
Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus
Nomor SKU-1332/PJ/2012 tanggal 27 Agustus 2012, diajukan permohonan
peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
pada tanggal 13 September 2012, dengan disertai alasanalasannya yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 13
September 2012;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 12
November 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan
Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada
tanggal 11 Desember 2012;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. |
Tentang
Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Tentang Koreksi
Pajak Masukan sebesar Rp48.166.839,00 yang tidak dipertahankan oleh
Majelis Hakim Pengadilan Pajak. |
II. |
Tentang
Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali
1. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan
pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi
sebagai berikut :
Halaman 24 Alinea ke-4 dan 5
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat
penandatanganan Faktur Pajak Standar yang dilakukan oleh Konsultan
Pajak Drs. CCC sah atau tidak cacat karena sebelum dilakukan
penandatanganan Faktur Pajak Standar dimaksud telah diberitahukan
kepada KPP dimana lawan transaksi Pemohon Banding terdaftar menjadi PKP
dan KPP yang bersangkutan ternyata tidak merespons atau tidak melakukan
tindak apapun;
“Bahwa berdasarkan uraian diatas Majelis berkesimpulan
koreksi
Kredit Pajak sebesar Rp 48.166.839,00 tidak dapat dipertahankan; |
2. |
Bahwa
berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang
tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.38295/PP/M.XIV/16/2012 tanggal 25 Mei 2012 tersebut di atas, maka
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan
bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili
sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya
telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat
pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum
dan atau peraturan perpajakan yang berlaku khususnya atas dibatalkannya
koreksi Pajak Masukan sebesar Rp48.166.839,00 sehingga hal tersebut
nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang
perpajakan di Indonesia. |
3. |
Bahwa
Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak)
menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1)
“Alat bukti dapat berupa:
a. Surat atau tulisan;
b. Keterangan ahli;
c. Keterangan para saksi;
d. Pengakuan para pihak; dan/atau
e. Pengetahuan Hakim
Kemudian dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa
“Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis
atau
Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau
tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.” |
4. |
Bahwa
Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa
“Hakim
menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(1).”
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan
bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan
kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang
perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para
pihak.” |
5. |
Bahwa
Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan Keyakinan Hakim.”
Kemudian
dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan
Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan.” |
6. |
Bahwa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya
disebut dengan Undang-Undang PPN), menyatakan bahwa:
Pasal 13 ayat (5) huruf g
“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang
penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
paling sedikit memuat:
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur
Pajak”
Penjelasan Pasal 13 ayat (5),
“Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat
digunakan
sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu,
Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil.
Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan
ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak
untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan
Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur
Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat
mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak
dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf
f Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai
dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar”
Pasal 9 ayat (8) huruf f
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur
dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk :
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur
Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5); |
7. |
Bahwa
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 tentang Saat
Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata
Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar (selanjutnya disebut dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006), antara lain :
Pasal 5 Ayat (1):
“Keterangan dalam Faktur Pajak Standar harus diisi secara
lengkap, jelas dan benar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3,
serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha
Kena Pajak untuk menandatanganinya”
Pasal 5 Ayat (2):
“Faktur Pajak Standar yang tidak diisi secara lengkap, jelas,
benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Faktur Pajak Cacat yaitu Faktur Pajak yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000”
Pasal 5 Ayat (3):
Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Cacat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak
dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak;
Pasal 9 Ayat (1):
“Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar
disertai dengan contoh tanda tangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani mulai
menandatangani Faktur Pajak Standar dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini;”
Pasal 9 Ayat (2):
“Pengusaha Kena Pajak dapat menunjuk lebih dari 1 (satu)
orang
Pejabat untuk menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1);”
Pasal 9 Ayat (3):
“Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak
memiliki
struktur organisasi, memberikan kuasa kepada pihak lain untuk
menandatangani Faktur Pajak Standar, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut
wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama kuasa yang berhak
menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh
tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada
saat pihak yang diberi kuasa mulai menandatangani Faktur Pajak Standar,
dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dan menyertakan Surat Kuasa
Khusus dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;” |
8. |
Bahwa
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan
berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak
sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor
: Put.38295/PP/M.XIV/16/2012 tanggal 25 Mei 2012 dan fakta-fakta yang
telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada
persidangan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
8.1. |
Bahwa
koreksi Pajak Masukan sebesar Rp48.166.839,00 merupakan koreksi pajak
masukan atas nama PT. BBB (NPWP. 0X.XX0.XXX.X-0XX.000), dengan Nomor
Faktur Pajak : 0X0.000.0X-00000XXX tanggal 24 September 2008 nilai PPN
sebesar Rp48.166.839,00 dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) karena Faktur Pajak Masukan yang telah dikreditkan
oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut
tidak ditandatangani oleh pejabat yang berhak menandatangani Faktur
Pajak namun ditandatangani oleh konsultan pajak (pihak lain) yaitu Sdr.
Drs. CCC, sehingga tidak memenuhi ketentuan formal pengisian
kelengkapan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5)
huruf g Undang-Undang PPN dan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 yang menyatakan bahwa untuk
Pengusaha Kena Pajak Badan, Faktur Pajak ditandatangani oleh Pejabat
yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar yang termasuk dalam
struktur organisasi, sedangkan untuk Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi
yang tidak memiliki struktur organisasi dapat memberikan kuasa kepada
pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar; |
8.2. |
Bahwa
PT BBB (NPWP 0X.XX0.XXX.X-0XX.000) merupakan Wajib Pajak Badan,
sehingga berdasarkan ketentuan sebagaimana angka 8.1. tersebut diatas,
tidak memenuhi kriteria untuk dapat memberikan kuasa kepada pihak lain
(konsultan pajak) untuk menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan
demikan maka Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat
sehingga tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak / Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sesuai dengan Pasal 9 ayat
(8) huruf f Undang-Undang PPN; |
|
9. |
Bahwa
dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan
bahwa :
Halaman 23 Alinea ke-2
“Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Majelis terhadap
Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 yang merupakan peraturan
pelaksanaan berdasarkan kewenangan atribusi sebagaimana diatur dalam
Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang PPN yang mana dalam Pasal 9 ayat (1)
dinyatakan bahwa PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
pejabat yang berhak menandatangani FP Standar disertai contoh tanda
tangannya kepada KPP paling lambat pada saat pejabat yang berhak
menandatangani mulai menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan
menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam lampiran VIA menurut
Majelis tidak diatur secara tegas apakah ketentuan ini dimaksudkan
untuk PKP yang merupakan WP Badan;
Halaman 23 Alinea ke-5 dan 6
“Bahwa Penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN juga
tidak
menjelaskan apakah ketentuan jabatan terkait dengan penanda tangan
Faktur Pajak Standar adalah untuk PKP yang merupakan Wajib Pajak Badan,
bagaimana halnya PKP Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak mempunyai
jabatan karena tidak ada struktur organisasi, apakah FP Standar yang
dibuat tidak sah;
“Bahwa menurut Majelis, pendapat Terbanding terhadap
ketentuan
Pasal 9 ayat (1) PER Dirjen tersebut tentang Pejabat yang berhak
menandatangani Faktur Pajak Standar dimaksudkan untuk PKP yang
merupakan Wajib Pajak Badan karena yang mempunyai struktur organisasi
adalah kesimpulan Terbanding secara a contrario yang didasarkan
ketentuan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Dirjen dimaksud;
Bahwa atas amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut, Pemohon Peninjauan
Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan alasan sebagai
berikut :
Bahwa atas pertimbangan Majelis Hakim tersebut, Pemohon Peninjauan
Kembali (semula Tergugat) sangat keberatan oleh karena Majelis Hakim
telah tidak cermat dalam memahami peraturan perundang-undangan
perpajakan dan ketentuan perpajakan yang terkait;
Bahwa ketentuan mengenai nama, jabatan, dan tanda yang berhak
menandatangani Faktur Pajak selain diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU
PPN, juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat ayat (3) Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 yang merupakan aturan
pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-Undang khususnya Undang-Undang PPN;
Bahwa jika Majelis Hakim dapat memahami secara keseluruhan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dan ketentuan peraturan
perpajakan yang terkait, maka dapat dipahami bahwa Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 tersebut merupakan aturan lebih
lanjut atas peraturan perundang-undangan perpajakan diatasnya khususnya
Undang-Undang PPN, sebagaimana diuraikan sebagai berikut :
Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN
dinyatakan bahwa :
Pasal 13 ayat (5) huruf g
“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang
penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
paling sedikit memuat:
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur
Pajak”
Kemudian dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
PER-159/PJ./2006 menyatakan:
Pasal 9 Ayat (3):
“Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak
memiliki
struktur organisasi, memberikan kuasa kepada pihak lain untuk
menandatangani Faktur Pajak Standar, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut
wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama kuasa yang berhak
menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh
tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada
saat pihak yang diberi kuasa mulai menandatangani Faktur Pajak Standar,
dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dan menyertakan Surat Kuasa
Khusus dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;”
Berdasarkan hal tersebut, maka Wajib Pajak yang berhak memberikan kuasa
kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar adalah
hanya dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki
struktur organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)
Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-159/PJ./2006;
Bahwa nyata-nyata PT BBB (NPWP 0X.XX0.XXX.X-0XX.000) merupakan Wajib
Pajak Badan, sehingga tidak memenuhi kriteria untuk dapat memberikan
kuasa kepada pihak lain (konsultan pajak) untuk menandatangani Faktur
Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Peraturan
Dirjen Pajak Nomor : PER-159/PJ./2006, dengan demikan maka Faktur Pajak
tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat sehingga tidak dapat dikreditkan
oleh Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf f
Undang-Undang PPN;
Berdasarkan hal tersebut, maka amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut
telah bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dan ketentuan peraturan perpajakan yang
berlaku yaitu Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang PPN, Pasal 9 ayat
(8) huruf f Undang-Undang PPN, dan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006;
Berdasarkan hal tersebut, maka koreksi koreksi Pajak Masukan sebesar
Rp48.166.839,00 yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. |
10. |
Bahwa
dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan
bahwa :
Halaman 24 Alinea ke-1 s.d 3
“Bahwa berdasarkan keterangan Terbanding dalam persidangan
terhadap Surat Pemberitahuan tentang Sdr. Drs. CCC yang ditunjuk selaku
Kuasa Khusus untuk menandatangani Faktur Pajak Standar yang dibuat oleh
PT. BBB Terbanding tidak merespons atau tidak melakukan tindakan apapun;
“Bahwa adalah sudah sepatutnya Terbanding untuk memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada PT. BBB selaku Wajib Pajak atau
PKP, apalagi kalau apa yang dilakukan PT. BBB menyimpang dari ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku Terbanding hams menanggapinya
atau merespons sebagai perwujudan asas fair play;
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat
penandatanganan Faktur Pajak Standar yang dilakukan oleh Konsultan
Pajak Drs. CCC sah atau tidak cacat karena sebelum dilakukan
penandatanganan Faktur Pajak Standar dimaksud telah diberitahukan
kepada KPP dimana lawan transaksi Pemohon Banding terdaftar menjadi PKP
dan KPP yang bersangkutan ternyata tidak merespons atau tidak melakukan
tindak apapun;
Bahwa atas amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut, Pemohon Peninjauan
Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan alasan sebagai
berikut :
Bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 tersebut, tidak diatur adanya
kewajiban bagi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk
merespon atau meneliti penandatangan Faktur Pajak sebagaimana surat
pemberitahuan yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak;
Bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006
tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) hanya menerima
surat pemberitahuan dari Pengusaha Kena Pajak dan tidak ada kewajiban
untuk memeriksa kebenaran pejabat atau kuasa yang berhak menandatangani
Faktur Pajak tersebut;
Dengan demikian apabila surat pemberitahuan dari Pengusaha Kena Pajak
tidak direspon oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding),
bukan berarti bahwa pejabat atau kuasa yang diberitahukan tersebut
telah dinyatakan berhak untuk menandatangai Faktur Pajak;
Bahwa sah atau tidaknya penandatanganan Faktur Pajak sepatutnya
dikembalikan kembali kepada ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf g
Undang-Undang PPN dan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 sebagaimana tersebut diatas;
Berdasarkan hal tersebut, maka amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut
telah bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dan ketentuan peraturan
perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang
PPN, Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN, dan Pasal 9 ayat (3)
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006; |
11. |
Bahwa
berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas
secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyatanyata bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan
tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan
amar putusan Majelis Hakim pada Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah
salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang
perpajakan. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.38295/PP/M.XIV/16/2012 tanggal 25 Mei 2012 harus dibatalkan. |
|
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan
seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Terbanding Nomor : KEP-608/WPJ.09/BD.06/2011 tanggal 31 Maret 2011,
mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP
Masa Pajak September 2008 Nomor : 00219/207/08/441/10 tanggal 22 Maret
2010, atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-XXX.001, sehingga
pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan
benar dengan pertimbangan :
- Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali
dalam
perkara a quo yaitu Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp48.166.839,00; yang
tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat
dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil
dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon Peninjauan
Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti
yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis
Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo penandatangan Faktur Pajak
Standar yang dilakukan oleh Konsultan Pajak Drs CCC adalah sah dan
tidak cacat dan telah melaporkan sebagai Pajak Keluaran, oleh karenanya
koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara
a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan
Pajak
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohona
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.