Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1645/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 38295/PP/M.XIV/16/2012 Tanggal 25 Mei 2012, yang telah berk


 

PUTUSAN
Nomor 1645/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1332/PJ/2012 tanggal 27 Agustus 2012;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. AAA, beralamat di Jl. WWW No. XX BIP Lt. X Citarum, Bandung Wetan, Kota Bandung;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 38295/PP/M.XIV/16/2012 Tanggal 25 Mei 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Dasar Formal
1. Surat Ketetapan Pajak
Bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Nomor : 00219/207/08/441/10 tanggal 22 Maret 2010 yang menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai Masa September 2008 dengan jumlah masih harus dibayar sebesar Rp. 96.333.678,00 adalah sebagai berikut :
No Uraian Cfm. Terbanding
(Rp)
1 Dasar Pengenaan Pajak
a Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN:
  a.l. Ekspor 0,00
  a.2. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 0,00
  a.3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut Pemungut PPN 0,00
  a.4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut 0,00
  a.5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN 0,00
  a.6. Jumlah (a.1 + a.2 + a.3 + a.4 +a.5) 0,00
b Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN 0,00
c Jumlah Seluruh Penyerahan (a.6. + b) 0,00
d Atas Impor BKP/Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dad Luar Daerah Pabean/Pemanfaatan JKP dad Luar Daerah Pabean/Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak/Kegiatan Membangun Sendiri/Penyerahan atas Aktiva Tetap yangMenurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan
  d.l. 1mpor BKP 0,00
  d.2. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dr Luar Daerah Pabean 0,00
  d.3. Pemanfaatan JKP dad Luar Daerah Pabean 0,00
  d.4. Pemungutan Pajak oleh Pemungut PPN 0,00
  d.5. Kegiatan Membangun Sendiri 0,00
  d.6. Penyerahan atas aktiva y.m.t.s. tdk untuk diperjualbelikan 0,00
  d.7. Jumlah 0,00
2 Penghitungan PPN Kurang Bayar
a Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri (1.a.2/1.d.7) 0,00
b Dikurangi:
  b.1. PPN yang disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama 0,00
  b.2. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 4.796.822.250,00
  b.3. STP (pokok kurang bayar) 0,00
  b.4. Dibayar dengan NPWP sendiri 0,00
  b.5. Lain-lain 0,00
  b.6. Jumlah (b.1 + b.2 + b.3 + b.4 +115) 4.796.822.250,00
c Diperhitungkan:
  c.1. SKPPKP 0,00
d Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan (b.6-c.1) 4.796.822.250,00
e Jumlah perhitungan PPN Kurang Bayar (a-d) (4.796.822.250,00)
3 Kelebihan Pajak yang sudah:
a Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya 4.844.989.089,00
b Dikompensaikan ke Masa Pajak (karena pembetulan) 0,00
c. Jumlah (a+b) 4.844.989.089,00
4 Jumlah PPN yang kurang dibayar (2.e + 3.c) 48.166.839,00
5 Sanksi Administrasi :
a Bunga Pasal 13 (2) KUP 0,00
b Kenaikan Pasal 13 (3) KUP 48.166.839,00
c Bunga Pasal 13 (5) KUP 0,00
d Kenaikan Pasal 13A KUP 0,00
e Kenaikan Pasal 170 (5) KUP 0,00
f Kenaikan Pasal 17D (5) KUP 0,00
g Jumlah (a+b+c+d+e+f) 48.166.839,00
6 Jumlah PPN yang masih harus dibayar (4+5.g) 96.333.678,00
2. Surat Keberatan
Bahwa terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Nomor : 00219/207/08/441/10 Tanggal 22 Maret 2010 tersebut, telah diajukan Keberatan dengan Surat Nomor : 22/MMS/CORP/V/10 tertanggal 12 Mei 2010, dan disampaikan pada tanggal 19 Mei 2010 ke KPP Madya Bandung;
3. Surat Keputusan Keberatan
Bahwa pada tanggal 4 April 2011 telah diterima Surat Keputusan Terbanding Nomor : KEP-608/WPJ.09/BD.06/2011 tanggal 31 Maret 2011 yang isinya menolak seluruhnya permohonan Keberatan yang diajukan melalui Surat Nomor : 22/MMS/CORP/V/10 tertanggal 12 Mei 2010 adalah sebagai berikut :
Uraian Semula
(Rp)
Ditambah/(Dikurangi)
(Rp)
Menjadi
(Rp)
PPN Kurang (Lebih) Bayar 48.166.839,00 - 48.166.839,00
Sanksi Bunga - - -
Sanksi Kenaikan 48.166.839,00 - 48.166.839,00
Jumlah PPN YMH Dibayar 96.333.678,00 - 96.333.678,00
   
Alasan Permohonan Banding
Bahwa alasan Banding yang diutarakan adalah didasarkan pada alasan koreksi dalam surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor : PEM-44/1.1/WPJ.09/KP.1100/2010 tanggal 5 Maret 2010 sebagaimana dipaparkan di bawah ini;

Pokok Banding :
Koreksi atas Pajak Masukan Masa September 2008 adalah Sebesar Rp. 48.166.839,00
Bahwa alasan Pemeriksa atas koreksi tersebut adalah sebagai berikut :
Bahwa Pajak Masukan atas nama PT. BBB (NPWP. 0X.XX0.XXX.X0XX.000), Nomor Faktur Pajak : 0X0.000.0X-00000XXX tanggal 24 September 2008 dengan nilai PPN Rp. 48.166.839,00 tidak ditandatangani oleh pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak namun ditandatangani oleh Konsultan Pajak (Pihak Lain) sehingga Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak cacat /tidak memenuhi ketentuan formal pengisian kelengkapan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, yang mengharuskan Faktur Pajak ditandatangani oleh Pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar, oleh karena itu dilakukan koreksi positif atas Pajak Masukan tersebut;

Bahwa dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 159/PJ./2006 tanggal 31 Oktober 2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk ukuran Pengadaan, Tatacara Penyampaian dan Tatacara Pembetulan Faktur Pajak Standar dipertegas bahwa Pengusaha Kena Pajak Badan, Faktur Pajak ditandatangani oleh Pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar yang termasuk dalam struktur organisasi, sedangkan untuk Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi dapat memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar;

Alasan Menolak Koreksi
Bahwa alasan menolak koreksi sebagaimana dipaparkan di atas adalah sebagai berikut :
1. Bahwa Faktur Pajak Masukan yang dilakukan koreksi oleh Pemeriksa adalah Faktur Pajak yang memenuhi syarat sebagai Faktur Pajak Standar dan mempunyai hubungan langsung untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan;
2. Bahwa berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-754/PJ./2001, tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, jawaban klarifikasi belum/tidak diterima dan apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan atau arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya, maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
3. Bahwa berdasarkan SE DirJen Nomor : SE-16/PJ./2008 tanggal 10 Maret 2008 angka 3 berbunyi: “Yang dimaksud dengan urusan tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah suatu proses perpajakan tertentu yang terkait dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Termasuk dalam pengertian urusan tertentu antara lain pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dalam rangka pemeriksaan, pengajuan keberatan, permohonan fasilitas perpajakan, dan pengisian serta penandatanganan Surat Pemberitahuan (SPT)”;
Bahwa jadi karena ada perkataan “antara lain”, menurut Pemohon Banding penandatangan Faktur Pajak termasuk kategori pemenuhan kewajiban perpajakan, dan Pemohon Banding mohon bapak dapat memahami pendapat Pemohon Banding;
4. Bahwa menurut Pemohon Banding Peraturan Mentri Keuangan Nomor : 22/PMK/.03/2008 tanggal 8 Februari 2008 tentang Persyaratan dan Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa, karena hirarki peraturannya lebih tinggi dan tanggal pengeluarannya lebih baru dari PER DirJen Pajak Nomor : 22/PMK./2008, dapat dijadikan pijakan atas hal pokok surat ini, untuk itu dapat dilihat dari Pasal 2:
(1) Dalam melaksanakan hak dan atau memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perpajakan, Wajib Pajak dapat menunjuk seorang Kuasa.
(2) Seorang Kuasa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Konsultan Pajak.
5. Bahwa mengingat Faktur Pajak asli dan tidak cacat serta berkaitan dengan kegiatan usaha, maka sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka adalah sah untuk dikreditkan, atas Faktur Pajak tersebut senilai Rp.48.166.839,00 menjadi sah untuk dikreditkan;

Perhitungan Menurut Pemohon Banding
Bahwa berdasarkan alasan di atas, maka dengan ini Pemohon Banding mohon agar SKPKB PPN Masa September 2008 Nomor : 00219/207/08/441/10 tanggal 22 Maret 2010 atas nama PT. AAA, NPWP: 0X.XXX.XXX.X-XXX.00X, ditinjau kembali dan ditetapkan menjadi sebagai berikut :

No Uraian Cfm. Terbanding
(Rp)
1 Dasar Pengenaan Pajak
a Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN:
  a.l. Ekspor 0,00
  a.2. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 0,00
  a.3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut Pemungut PPN 0,00
  a.4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut 0,00
  a.5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN 0,00
  a.6. Jumlah (a.1 + a.2 + a.3 + a.4 +a.5) 0,00
b Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN 0,00
c Jumlah Seluruh Penyerahan (a.6. + b) 0,00
d Atas Impor BKP/Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dad Luar Daerah Pabean/Pemanfaatan JKP dad Luar Daerah Pabean/Pemungutan Pajak oleh Pemungut Pajak/Kegiatan Membangun Sendiri/Penyerahan atas Aktiva Tetap yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan
  d.l. 1mpor BKP 0,00
  d.2. Pemanfaatan BKP Tdk Berwujud dr Luar Daerah Pabean 0,00
  d.3. Pemanfaatan JKP dad Luar Daerah Pabean 0,00
  d.4. Pemungutan Pajak oleh Pemungut PPN 0,00
  d.5. Kegiatan Membangun Sendiri 0,00
  d.6. Penyerahan atas aktiva y.m.t.s. tdk untuk  0,00
  d.7. Jumlah 0,00
2 Penghitungan PPN Kurang Bayar
a Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri (1.a.2/1.d.7) 0,00
b Dikurangi:
  b.1. PPN yang disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama 0,00
  b.2. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 4.844.989.089,00
  b.3. STP (pokok kurang bayar) 0,00
  b.4. Dibayar dengan NPWP sendiri 0,00
  b.5. Lain-lain 0,00
  b.6. Jumlah (b.1 + b.2 + b.3 + b.4 +115) 4.844.989.089,00
c Diperhitungkan:
  c.1. SKPPKP 0,00
d Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan (b.6-c.1) 4.844.989.089,00
e Jumlah perhitungan PPN Kurang Bayar (a-d) (4.844.989.089,00)
3 Kelebihan Pajak yang sudah:
a Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya 4.844.989.089,00
b Dikompensaikan ke Masa Pajak (karena pembetulan) 0,00
c. Jumlah (a+b) 4.844.989.089,00
4 Jumlah PPN yang kurang dibayar (2.e + 3.c) 0,00
5 Sanksi Administrasi :
a Bunga Pasal 13 (2) KUP 0,00
b Kenaikan Pasal 13 (3) KUP 0,00
c Bunga Pasal 13 (5) KUP 0,00
d Kenaikan Pasal 13A KUP 0,00
e Kenaikan Pasal 170 (5) KUP 0,00
f Kenaikan Pasal 17D (5) KUP 0,00
g Jumlah (a+b+c+d+e+f) 0,00
6 Jumlah PPN yang masih harus dibayar (4+5.g) 0,00

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 38295/PP/M.XIV/16/2012 Tanggal 25 Mei 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-608/WPJ.09/BD.06/2011 tanggal 31 Maret 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak September 2008 Nomor : 00219/207/08/441/10 tanggal 22 Maret 2010, atas nama PT. AAA, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.001, beralamat di Jl. WWW No. XX BIP Lt. X Citarum, Bandung Wetan, Kota Bandung, sehingga jumlah yang masih harus dibayar adalah sebagai berikut :

Dasar Pengenaan Pajak :
a. Ekspor
b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN
d. Jumlah
Pajak Keluaran :
Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri
Pajak yang dapat diperhitungkan :
a. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
b. Dibayar dengan NPWP sendiri
d. Kompensasi kelebihan PPN bulan lalu
e. Dikurangi :PPN atas retur pembelian
f. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan

PPN yang kurang /lebih dibayar
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke masa berikutnya
PPN yang kurang dibayar dibayar
Sanksi Administrasi
Jumlah yang masih harus dibayar

Rp                        0,00
Rp                        0,00
Rp                        0,00
Rp                        0,00

Rp                        0,00

Rp   4.844.989.089,00
Rp                        0,00
Rp                        0,00
(Rp                       0,00)
Rp   4.844.989.089,00

(Rp  4.844.989.089,00)
Rp   4.844.989.089,00
Rp                        0,00
Rp                        0,00
Rp                        0,00

 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 38295/PP/M.XIV/16/2012 Tanggal 25 Mei 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 27 Juni 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1332/PJ/2012 tanggal 27 Agustus 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 13 September 2012, dengan disertai alasanalasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 13 September 2012;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 12 November 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 11 Desember 2012;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Tentang Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp48.166.839,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
II. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali
1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
Halaman 24 Alinea ke-4 dan 5
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat penandatanganan Faktur Pajak Standar yang dilakukan oleh Konsultan Pajak Drs. CCC sah atau tidak cacat karena sebelum dilakukan penandatanganan Faktur Pajak Standar dimaksud telah diberitahukan kepada KPP dimana lawan transaksi Pemohon Banding terdaftar menjadi PKP dan KPP yang bersangkutan ternyata tidak merespons atau tidak melakukan tindak apapun;
“Bahwa berdasarkan uraian diatas Majelis berkesimpulan koreksi Kredit Pajak sebesar Rp 48.166.839,00 tidak dapat dipertahankan;
2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.38295/PP/M.XIV/16/2012 tanggal 25 Mei 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku khususnya atas dibatalkannya koreksi Pajak Masukan sebesar Rp48.166.839,00 sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
3. Bahwa Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1)
“Alat bukti dapat berupa:
a. Surat atau tulisan;
b. Keterangan ahli;
c. Keterangan para saksi;
d. Pengakuan para pihak; dan/atau
e. Pengetahuan Hakim
Kemudian dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.”
4. Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
5. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan Keyakinan Hakim.” Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
6. Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PPN), menyatakan bahwa:
Pasal 13 ayat (5) huruf g
“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak”
Penjelasan Pasal 13 ayat (5),
“Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil.
Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar”
Pasal 9 ayat (8) huruf f
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk :
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
7. Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar (selanjutnya disebut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006), antara lain :
Pasal 5 Ayat (1):
“Keterangan dalam Faktur Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas dan benar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya”
Pasal 5 Ayat (2):
“Faktur Pajak Standar yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak Cacat yaitu Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000”
Pasal 5 Ayat (3):
Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak;
Pasal 9 Ayat (1):
“Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh tanda tangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani mulai menandatangani Faktur Pajak Standar dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;”
Pasal 9 Ayat (2):
“Pengusaha Kena Pajak dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang Pejabat untuk menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1);”
Pasal 9 Ayat (3):
“Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi, memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada saat pihak yang diberi kuasa mulai menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dan menyertakan Surat Kuasa Khusus dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;”
8. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.38295/PP/M.XIV/16/2012 tanggal 25 Mei 2012 dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
8.1. Bahwa koreksi Pajak Masukan sebesar Rp48.166.839,00 merupakan koreksi pajak masukan atas nama PT. BBB (NPWP. 0X.XX0.XXX.X-0XX.000), dengan Nomor Faktur Pajak : 0X0.000.0X-00000XXX tanggal 24 September 2008 nilai PPN sebesar Rp48.166.839,00 dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena Faktur Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut tidak ditandatangani oleh pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak namun ditandatangani oleh konsultan pajak (pihak lain) yaitu Sdr. Drs. CCC, sehingga tidak memenuhi ketentuan formal pengisian kelengkapan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang PPN dan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 yang menyatakan bahwa untuk Pengusaha Kena Pajak Badan, Faktur Pajak ditandatangani oleh Pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar yang termasuk dalam struktur organisasi, sedangkan untuk Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi dapat memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar;
8.2. Bahwa PT BBB (NPWP 0X.XX0.XXX.X-0XX.000) merupakan Wajib Pajak Badan, sehingga berdasarkan ketentuan sebagaimana angka 8.1. tersebut diatas, tidak memenuhi kriteria untuk dapat memberikan kuasa kepada pihak lain (konsultan pajak) untuk menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan demikan maka Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat sehingga tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak / Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN;
9. Bahwa dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan bahwa :
Halaman 23 Alinea ke-2
“Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Majelis terhadap Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 yang merupakan peraturan pelaksanaan berdasarkan kewenangan atribusi sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang PPN yang mana dalam Pasal 9 ayat (1) dinyatakan bahwa PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis pejabat yang berhak menandatangani FP Standar disertai contoh tanda tangannya kepada KPP paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani mulai menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam lampiran VIA menurut Majelis tidak diatur secara tegas apakah ketentuan ini dimaksudkan untuk PKP yang merupakan WP Badan;
Halaman 23 Alinea ke-5 dan 6
“Bahwa Penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN juga tidak menjelaskan apakah ketentuan jabatan terkait dengan penanda tangan Faktur Pajak Standar adalah untuk PKP yang merupakan Wajib Pajak Badan, bagaimana halnya PKP Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak mempunyai jabatan karena tidak ada struktur organisasi, apakah FP Standar yang dibuat tidak sah;
“Bahwa menurut Majelis, pendapat Terbanding terhadap ketentuan Pasal 9 ayat (1) PER Dirjen tersebut tentang Pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar dimaksudkan untuk PKP yang merupakan Wajib Pajak Badan karena yang mempunyai struktur organisasi adalah kesimpulan Terbanding secara a contrario yang didasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Dirjen dimaksud;
Bahwa atas amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan alasan sebagai berikut :
Bahwa atas pertimbangan Majelis Hakim tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat keberatan oleh karena Majelis Hakim telah tidak cermat dalam memahami peraturan perundang-undangan perpajakan dan ketentuan perpajakan yang terkait;
Bahwa ketentuan mengenai nama, jabatan, dan tanda yang berhak menandatangani Faktur Pajak selain diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN, juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 yang merupakan aturan pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-Undang khususnya Undang-Undang PPN;
Bahwa jika Majelis Hakim dapat memahami secara keseluruhan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan ketentuan peraturan perpajakan yang terkait, maka dapat dipahami bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 tersebut merupakan aturan lebih lanjut atas peraturan perundang-undangan perpajakan diatasnya khususnya Undang-Undang PPN, sebagaimana diuraikan sebagai berikut :
Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN dinyatakan bahwa :
Pasal 13 ayat (5) huruf g
“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak”
Kemudian dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 menyatakan:
Pasal 9 Ayat (3):
“Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi, memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada saat pihak yang diberi kuasa mulai menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dan menyertakan Surat Kuasa Khusus dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;”
Berdasarkan hal tersebut, maka Wajib Pajak yang berhak memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar adalah hanya dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-159/PJ./2006;
Bahwa nyata-nyata PT BBB (NPWP 0X.XX0.XXX.X-0XX.000) merupakan Wajib Pajak Badan, sehingga tidak memenuhi kriteria untuk dapat memberikan kuasa kepada pihak lain (konsultan pajak) untuk menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-159/PJ./2006, dengan demikan maka Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat sehingga tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN;
Berdasarkan hal tersebut, maka amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut telah bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang PPN, Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN, dan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006;
Berdasarkan hal tersebut, maka koreksi koreksi Pajak Masukan sebesar Rp48.166.839,00 yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
10. Bahwa dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan bahwa :
Halaman 24 Alinea ke-1 s.d 3
“Bahwa berdasarkan keterangan Terbanding dalam persidangan terhadap Surat Pemberitahuan tentang Sdr. Drs. CCC yang ditunjuk selaku Kuasa Khusus untuk menandatangani Faktur Pajak Standar yang dibuat oleh PT. BBB Terbanding tidak merespons atau tidak melakukan tindakan apapun;
“Bahwa adalah sudah sepatutnya Terbanding untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada PT. BBB selaku Wajib Pajak atau PKP, apalagi kalau apa yang dilakukan PT. BBB menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Terbanding hams menanggapinya atau merespons sebagai perwujudan asas fair play;
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat penandatanganan Faktur Pajak Standar yang dilakukan oleh Konsultan Pajak Drs. CCC sah atau tidak cacat karena sebelum dilakukan penandatanganan Faktur Pajak Standar dimaksud telah diberitahukan kepada KPP dimana lawan transaksi Pemohon Banding terdaftar menjadi PKP dan KPP yang bersangkutan ternyata tidak merespons atau tidak melakukan tindak apapun;
Bahwa atas amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan alasan sebagai berikut :
Bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 tersebut, tidak diatur adanya kewajiban bagi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk merespon atau meneliti penandatangan Faktur Pajak sebagaimana surat pemberitahuan yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak;
Bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) hanya menerima surat pemberitahuan dari Pengusaha Kena Pajak dan tidak ada kewajiban untuk memeriksa kebenaran pejabat atau kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak tersebut;
Dengan demikian apabila surat pemberitahuan dari Pengusaha Kena Pajak tidak direspon oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), bukan berarti bahwa pejabat atau kuasa yang diberitahukan tersebut telah dinyatakan berhak untuk menandatangai Faktur Pajak;
Bahwa sah atau tidaknya penandatanganan Faktur Pajak sepatutnya dikembalikan kembali kepada ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang PPN dan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 sebagaimana tersebut diatas;
Berdasarkan hal tersebut, maka amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut telah bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan ketentuan peraturan
perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang PPN, Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN, dan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006;
11. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyatanyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.38295/PP/M.XIV/16/2012 tanggal 25 Mei 2012 harus dibatalkan.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-608/WPJ.09/BD.06/2011 tanggal 31 Maret 2011, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak September 2008 Nomor : 00219/207/08/441/10 tanggal 22 Maret 2010, atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-XXX.001, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp48.166.839,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo penandatangan Faktur Pajak Standar yang dilakukan oleh Konsultan Pajak Drs CCC adalah sah dan tidak cacat dan telah melaporkan sebagai Pajak Keluaran, oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohona