Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1646/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.37499/PP/M.XII/99/2012 Tanggal 2 April 2012, yang telah berkek


 

PUTUSAN
Nomor 1646/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

Keempatnya pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-970/PJ/2012 tanggal 10 Juli 2012;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;

melawan:


PT. AAA, beralamat di Jalan WWW Baru No. XX, Semarang, diwakili oleh MMM selaku Direktur Utama, dalam hal ini memberi kuasa kepada NNN, S.E., beralamat di Jalan QQQ Barat VX RT. 00X RW. 00X, Bojong Salaman, Semarang Barat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 03/SKK/2012 bertanggal 1 Oktober 2012;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.37499/PP/M.XII/99/2012 Tanggal 2 April 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai diterbitkan karena Penggugat membuat Faktur Pajak Masa Juni 2008 ada yang tidak urut dari nomor urut 1 (satu), sehingga atas seluruh penyerahan dikenakan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai 2% x Rp.732.489.370,00 = Rp. 14.649.787,00;

Bahwa Penggugat sejak Masa Maret 2008 telah menerbitkan Faktur Pajak secara urut, dengan demikian menurut Penggugat seharusnya Surat Tagihan Pajak tidak diterbitkan;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.37499/PP/M.XII/99/2012 Tanggal 2 April 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan mengabulkan sebagian gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1063/WPJ.10/2011 tanggal 23 Juni 2011, tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00029/107/08/508/10 tanggal 8 Maret 2010 Masa Pajak Juni 2008, atas nama : PT. AAA , NPWP : 0X.XXX.XXX.X-X0X.000, alamat Jl. WWW Baru No. XX, Semarang, sehingga besarnya sanksi administrasi berupa denda berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP dihitung kembali menjadi sebesar Rp 3.383.727,00;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.37499/PP/M.XII/99/2012, Tanggal 2 April 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 26 April 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-970/PJ/2012 tanggal 10 Juli 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 20 Juli 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 20 Juli 2012;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 16 Agustus 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 8 Oktober 2012;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
  1. Tentang Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.37499/PP/M.XII/99/2012 tanggal 02 April 2012 yang telah melampaui kewenangannya dalam memutus.
  2. Tentang besarnya sanksi administrasi berupa denda berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebesar Rp6.150.980,00 (dari total denda sebesar Rp9.534.707,00) yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
II. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
A. Tentang Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.37499/PP/M.XII/99/2012 tanggal 02 April 2012 yang telah melampaui kewenangannya dalam memutus.
1. Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.37499/PP/M.XII/99/2012 tanggal 02 April 2012 tersebut, maka dengan ini menyatakan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam putusannya telah melampaui kewenangannya, karena telah mengurangkan sanksi administrasi berupa denda dari semula sebesar Rp9.534.707,00 menjadi sebesar Rp3.383.727,00 yang seharusnya merupakan kewenangan Direktur Jenderal Pajak.
2. Bahwa dalam amar putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
“Menyatakan mengabulkan sebagian gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor: KEP-1063/WPJ.10/2011 tanggal 23 Juni 2011, tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00029/107/08/508/10 tanggal 8 Maret 2010 Masa Pajak Juni 2008, atas nama: PT. AAA, NPWP: 0X.XXX.XXX.X-X0X.000, alamat Jl. WWW Baru No. XX, Semarang, sehingga besarnya sanksi administrasi berupa denda berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP dihitung kembali menjadi sebesar Rp3.383.727,00;”
3. Bahwa Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan sebagai berikut:
“(1) Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.
(3) Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.”
4. Bahwa Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (1) huruf a dan ayat (2) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP) menyatakan sebagai berikut:
Pasal 23 ayat (2)
“Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
b. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.”
Pasal 36
” (1) Direktur Jenderal Pajak dapat :
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
(2) Ketentuan pelaksanaan ayat (1), ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), ayat (1d), ayat (1e) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.”
5. Bahwa Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008 tanggal 6 Februari 2008 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar dan Pembatalan Hasil Pemeriksaan, sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang KUP menyatakan:
“Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi;”
6. Bahwa berdasarkan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Pasal 23 ayat (2) serta Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP, maka kewenangan untuk pengurangan atau penghapusan sanksiadministrasi merupakan kewenangan Direktur Jenderal Pajak.
7. Bahwa kewenangan untuk menerima atau menolak permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi adalah kewenangan absolute yang sepenuhnya diberikan Undang-Undang kepada Direktur Jenderal Pajak, khususnya dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP, dilakukan melalui proses penelitian dan menggunakan Standart Operating Prosedure yang telah diatur tata caranya, dimana pelaksanaan teknis tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008 tanggal 6 Februari 2008 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar dan Pembatalan Hasil Pemeriksaan.
Dalam pengertian sebagai kebijakan, hal ini berbeda dengan keharusan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu aturan. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatupekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan (Wikipedia ensiklopedia bebas);
8. Bahwa yang menjadi Objek gugatan adalah surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor: KEP-1063/WPJ.10/2011 tanggal 23 Juni 2011, sehingga pendapat Majelis seharusnya terbatas pada penilaian apakah surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau tidak. Namun dalam amar putusannya Majelis mengabulkan sebagian gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dan memutuskan besarnya sanksi administrasi berupa denda berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP dihitung kembali menjadi sebesar Rp3.383.727,00, sehingga dalamhal ini Majelis telah melebihi kewenangan Pengadilan Pajak.
9. Bahwa berdasarkan uraian di atas, nyata-nyata Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam putusannya telah melampaui kewenangannya, karena telah mengurangkan sanksi administrasi yang merupakan kewenangan Direktur Jenderal Pajak, sehingga putusan Majelis telah bertentangan dengan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Pasal 23 ayat (2) serta Pasal 36 ayat (1) huruf aUndang-Undang KUP.
B. Tentang besarnya sanksi administrasi berupa denda berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebesar Rp6.150.980,00 (dari total denda sebesar Rp9.534.707,00) yang tidak dipertahankan oleh MajelisHakim Pengadilan Pajak.
1. Bahwa jika seandainya-pun, Majelis Hakim Mahkamah Agung Yang Terhormat, yang memeriksa dan mengadili sengketa peninjauan kembali ini berpendapat lain selain daripada dalil-dalil yang disampaikan dan diuraikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tersebut di atas, namun pada pokoknya Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tetap tidak sependapat dan keberatan atas pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana yang dituangkan dalam Putusan PengadilanPajak Nomor: Put. 37499/PP/M.XII/99/2012 tanggal 02 April 2012.
2. Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.37499/PP/M.XII/99/2012 tanggal 02 April 2012 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menghitung sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari DPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) UU KUP adalah Rp3.383.727,00 adalah tidak tepat dan telah keliru, sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuaidengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 25 alinea ke-6
“Bahwa demikian Majelis berkesimpulan sebagai berikut :
  • Faktur Pajak Standar Tahun 2008 yang melanjutkan penomoran dari tahun 2007 dianggap sebagai Faktur Pajak cacat,
  • Faktur Pajak Standar Nomor 0X0.000-0X.0000000X tanggal 15 Januari 2008 sebagai Faktur Pajak nomor urut pertama,
  • Faktur Pajak Standar selanjutnya penomorannya mengikuti faktur Nomor 0X0.000-0X.0000000X sesuai dengan urut-urutannya tanggal penerbitannya, apabila tidak sesuai urutannya maka dinyatakan sebagai Faktur Pajak Standar yang cacat.;”
4. Bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PPN) menyebutkan:
Pasal 13 ayat (5)
”Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.”
Selanjutnya dalam penjelasannya disebutkan bahwa ”Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil.”
5. Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-159/PJ./2006 tanggal 31 Oktober 2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar menyebutkan diantaranya sebagai berikut:
Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2)
“(1) Keterangan dalam Faktur Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas dan benar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya.
(2) Faktur Pajak Standar yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak Cacat yaitu Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.”
Pasal 8 ayat (2) dan ayat (8)
“(2) Penerbitan Faktur Pajak standar dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) pada setiap awal tahun takwin mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, nomor urut 1 (satu) dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan.
(8) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun takwim bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak dimulai dari Nomor Urut (satu), maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).”
Pasal 11 ayat (1)
“Atas Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak Standar Pengganti yang tata caranya diatur dalam Lampiran VIII huruf A Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.”
Pasal 12 ayat (1)
“Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) atau pembatalan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), hanya dapat dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut diterbitkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, belum dilakukan pemeriksaan dan atas Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Standar tersebut belum dibebankan sebagai biaya.”
Pasal 14 ayat (1) huruf a
“Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dalam hal :
  1. Menerbitkkan Faktur Pajak Standar yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).”
6. Bahwa Pasal 14 ayat (1) huruf e dan ayat (4) Undang-Undang KUP menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 14 ayat (1) huruf e
“Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
  1. Identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya;atau
  2. Identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalamPasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hat penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;”
Pasal 14 ayat (4)
“Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.”
7. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, sertaberdasarkan Keyakinan Hakim.”
Kemudian dalam memori penjelasan pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
8. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.37499/PP/M.XII/99/2012 tanggal 02 April 2012 serta berdasarkan penelitian atas dokumendokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) terdapat fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, yaitu :
a. Bahwa selama Masa Juni 2008 terdapat Penyerahan Dalam Negeri sebagai berikut:
Uraian Jumlah (Rp)
- Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak
- Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak Sederhana
Jumlah Penyerahan Dalam Negeri
476.735.327,00
255.754.000.00
732.489.327,00
(selisih dengan perhitungan menurut Penggugat sebesar Rp 5,00 karena pembulatan);
b. Bahwa atas Penyerahan Dalam Negeri pada Masa Juni 2008 tersebut, terbagi menjadi 47 buah Faktur Pajak Standar yang dimulai dari nomor urut 0X0.000-0X.00000X0X dan 0X0.000-0X.00000XXX;
c. Bahwa dalam pemberian nomor urut Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006, antara lain:
- Tidak dimulai dari nomor urut 1 (satu) pada awal tahun takwim 2008;
- Pada awal tahun takwim 2008 (tanggal 3 Januari 2008) pemberian nomor urut Faktur Pajak melanjutkan nomor urut dari Tahun sebelumnya, yaitu 0X0.000-0X.00000XXX;
- Pada tanggal 15 Januari 2008 nomor urut Faktur Pajak dimulai dari nomor urut 0X0.000-0X.0000000X, dan pada tanggal itu juga diterbitkan Faktur Pajak dengan nomor urut melanjutkan dari Tahun sebelumnya yaitu 0X0.000-0X.00000X0X;
- Bahwa pada bulan Juni 2008 penomoran Faktur Pajak melanjutkan dari nomor urut yang baru yaitu 0X0.000-0X.00000X0X;
- Pemberian nomor urut tidak konsisten, misalnya:
Tanggal Nomor Urut FP Keterangan
4 0X0.000-0X.00000XXX dalam pemberian nomor urut Faktur Pajak tidak konsisten
5 0X0.000-0X.00000XX0
6 0X0.000-0X.00000XXX
7 0X0.000-0X.00000XXX
d. Bahwa atas kesalahan tersebut di atas, sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006, Wajib Pajak tidak menerbitkan Faktur Pajak Pengganti dan tidak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat(2);
e. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 14 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak cacat dan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UndangundangKetentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
f. Bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar serta Pasal 14 ayat (4) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka atas kesalahan pemberian nomor urut atas Faktur Pajak Standar tersebut dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% dari jumlah penyerahan yang menggunakan Faktur Pajak Standar, yaitu: 2% xRp 476.735.327,00 = Rp 9.534.707,00;
g. Bahwa menurut Penggugat seharusnya Surat Tagihan Pajak tidak diterbitkan karena sejak Masa Maret 2008 telah menerbitkan Faktur Pajak secara urut;
h. Bahwa alasan Penggugat tersebut tidak dapat diterima, karena:
-  Sesuai dengan uraian di atas, telah terjadi kesalahan penomoran Faktur Pajak sejak awal Tahun Takwim 2008;
-  Penggugat tidak melakukan penerbitan Faktur Pajak Standar pengganti dan tidak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
-  Mengingat bahwa Penggugat telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak sejak tanggal 20 Juni 1994, yang seharusnya telah memahami peraturan perpajakan;
i. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Majelis terhadap Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh Penggugat diketahui penyerahan yang penomoran Faktur Pajak Standarnya tidak urut sehingga dianggap cacat sebanyak Rp169.186.363,00, sehingga perhitungan sanksi adminitrasi berupa denda sebesar 2% dari DPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP adalah : 2% X Rp 169.186.363,00 =Rp 3.383.727,00.
9. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana telah dikutip pada angka 3 tersebut di atas, dengan alasan sebagai berikut:
  1. Bahwa nyata-nyata telah terbukti dalam persidangan faktur pajak standar dengan DPP sebesar Rp476.735.327,00 tidak memenuhi ketentuan pasal 13 ayat (5) UU PPN, karena faktanya pembuatannya tidak memenuhi tata cara pembuatan sebagaimana diatur dalam PER-159/PJ./2006 yaitu Nomor seri dan tanggal pembuatan yang tercantum di dalam faktur pajak-nya tidak dibuat secara berurutan sehingga merupakan Faktur Pajak cacat dan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
  2. Bahwa mengingat berdasarkan ketentuan yang berlaku dinyatakan bahwa pembuatan dan penomoran Faktur Pajak diserahkan kepada PKP (tidak seperti sebelum berlakunya PER-159/PJ./2006 dimana Kode Seri Faktur Pajak diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak) maka sebagai sarana pengawasan dan alat kontrol yang digunakan Direktur Jenderal Pajak atas penggunaan Faktur Pajak oleh PKP adalah penerbitan Faktur Pajak diawal tahun harus dimulai dari nomor urut 1 (satu) dan harus berurutan untuk nomor urut berikutnya.
  3. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak nyata-nyata telah keliru menafsirkan Pasal 8 ayat (8) PER-159/PJ./2006, karena atas kekeliruan penerbitan faktur pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (2) PER-159/PJ./2006 jelas disebutkan Faktur Pajak Standar yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Cacat, yang meliputi seluruh faktur pajak yang diterbitkan dalam tahun yang bersangkutan, dalam kasus ini adalah tahun 2008, karena start untuk dikatakan urut adalah dimulai dari awal tahun karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sudah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun pajak bukan dipilah-pilah sebagaimana pendapat Majelis, sehingga sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf e dan ayat (4) Undang-Undang KUP dikenakan sanksi sebesar 2% dari DPP;
  4. Bahwa Faktur Pajak adalah merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan oleh karena itu pembuatannya harus benar baik secara Formal maupun Material;
  5. Bahwa Faktur Pajak Standar harus dibuat secara berurutan dan dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) pada setiap awal tahun takwin mulai bulan Januari;
  6. Bahwa dalam hal Faktur Pajak Standar diterbitkan tidak mulai dari Nomor Urut 1 (satu), maka Faktur Pajak yang diterbitkan dalam tahun yang bersangkutan seluruhnya merupakan Faktur Pajak Cacat;
  7. Bahwa terbukti Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak sesuai dengan ketentuan berlaku, yaitu telah menerbitkan Faktur Pajak Standar yang tidak memenuhi ketentuan formal (tidak benar secara formal) : menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak dimulai dari nomor urut 1 (satu) dan tidak dibuat secara berurutan;
  8. Bahwa terbukti Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak melakukan penerbitan Faktur Pajak Standar pengganti dan tidak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diatur tata caranya dalam PER-159/PJ./2006;
  9. Bahwa mengingat Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan, maka Faktur Pajak harus benar baik secara Formal maupun secara Materiil, dalam persidangan Majelis Hakim dalam menetapkan Faktur Pajak yang diterbitkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya menilai dari sisi Formal saja, sedangkan kebenaran Materiil atas Faktur Pajak tersebut tidak dibuktikan, dengan demikian secara materiil pun kebenaran Faktur Pajak tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.
10. Bahwa sebagai informasi tambahan, ditetapkannya PER-159/PJ./2006 tanggal 31 Oktober 2006 adalah dalam rangka memberikan kemudahan dan kepastian hukum kepada Pengusaha Kena Pajak dalam membuat Faktur Pajak dan dalam rangka mengoptimalkan kegunaan sistem Faktur Pajak yang dianut dalam Undang-Undang PPN, dengan dukungan teknologi informasi, sehingga sudah sepatutnyalah ketentuan ini ditaati oleh seluruhPengusaha Kena Pajak.
11. Bahwa dengan demikian seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak mempertahankan keputusan Pemohon Peninjauan kembali (semula Tergugat) Nomor: KEP-1063/WPJ.10/2011 tanggal 23 Juni 2011 mengenai Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juni 2008 Nomor: 00029/107/08/508/10 tanggal 8 Maret 2010 karena telah terbukti secara jelas dan nyata-nyata bahwa pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari jumlah penyerahan yang menggunakan Faktur Pajak Standar, yaitu: 2% x Rp 476.735.327,00 = Rp 9.534.707,00 adalah sudah tepat dan sudah sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
III. Bahwa dengan demikian, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.37499/PP/M.XII/99/2012 tanggal 02 April 2012 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan telah mengabaikan ketentuan peraturan perundang-undangan serta Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.37499/PP/M.XII/99/2012 tanggal 02 April 2012 tersebut harus dibatalkan.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor : KEP-1063/WPJ.10/2011 tanggal 23 Juni 2011, tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juni 2008 Nomor : 00029/107/08/508/10 tanggal 8 Maret 2010, atas nama Penggugat, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-X0X.000, sehingga besarnya sanksi administrasi berupa denda berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP dihitung kembali menjadi sebesar Rp3.383.727,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu alasan butir A tentang Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.37499/PP/M.XII/99/2012 tanggal 02 April 2012 yang telah melampaui kewenangannya dalam memutus dan alasan butir B tentang besarnya sanksi administrasi berupa denda berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebesar Rp6.150.980,00; (dari total denda sebesar Rp9.534.707,00;) yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo pada alasan butir A tidak benar karena telah sesuai dengan diskresi/kewenangan hukum yang dimilikinya, sedangkan butir B mengenai substansi tidak dibenarkan penomoran Faktur Pajak Standar yang tidak berurutan bersifat administrasi semata yang tidak dapat membatalkan putusan dan oleh karenanya koreksi Tergugat (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 30 November 2016, oleh Dr. H. JNU, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, LWS, S.H., M.Hum., dan CKM, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh BGT, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis:

ttd/.

LWS, S.H., M.Hum.

ttd/.

CKM, S.H., M.H.
Ketua Majelis,

ttd/.

Dr. H. JNU, S.H., MS.
Panitera Pengganti,

ttd/.

BGT, S.H.
Biaya-biaya 
1. Meterai ……................................... Rp       6.000,00
2. Redaksi …….................................. Rp       5.000,00
3. Administrasi …................................ Rp2.489.000,00
Jumlah …............................................ Rp2.500.000,00



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara



(H. VRG, S.H.)
NIP. XX0000XXX