Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 1651/B/PK/PJK/2016
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta
12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak.
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan
dan Banding.
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding.
Keempatnya pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan
Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus No. SKU-614/PJ./2012 bertanggal 09 Mei 2012;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT. AAA,
beralamat di Jl. WWW Kav. X Wisma EEE Lt. XX, Bidara Cina, Jatinegara,
Jakarta Timur;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-36457/PP/M.XIV/15/2012 Tanggal 01 Februari 2012, yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Aspek Formal :
Bahwa Surat Keputusan Terbanding Nomor : KEP-279/WRJ.19/BD.05/2010
ditetapkan tanggal 14 Juni 2010, sehingga surat banding yang Pemohon
Banding ajukan memenuhi jangka waktu 3 bulan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (2) Undang-undang No.14 Tahun 2002;
Aspek Material :
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah
ditetapkannya Surat Keputusan Terbanding Nomor :
KEP-279/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 14 Juni 2010, yang tetap
mempertahankan SKPLB Nomor : 00025/406/07/091/09 tanggal 19 Juni 2009
dimana dicantumkan bahwa Penghasilan Kena Pajak setelah koreksi basil
pemeriksaan adalah Rugi Fiskal sebesar Rp40.295.231.512,00 (Empat puluh
miliar dua ratus sembilan puluh lima juta dua ratus tiga puluh satu
ribu lima ratus dua belas rupiah ), yang tidak sesuai dengan
perhitungan Pemohon Banding yaitu Rugi fiskal sebesar
Rp.40.870.261.267,00 (Empat puluh miliar delapan ratus tujuh puluh juta
dua ratus enam puluh satu ribu dua ratus enam puluh tujuh rupiah);
Bahwa SKPLB tersebut merupakan hasil pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan
Pajak Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar Satu, dengan
perhitungan sesuai dengan lampiran Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan adalah sebagai berikut :
Peredaran
Usaha
Penghasilan Netto
Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang
Kredit Pajak
PPh Kurang (Lebih) Bayar
Sanksi Administrasi
Jumlah PPh YME (Lebih) dibayar |
:
Rp. 87.856.091.760,00
: (Rp. 40.295.231.512,00)
: Rp.
0,00
: Rp. 40.295.131.512,00
: Rp.
0,00
: Rp. 1.796.572.750,00
: Rp. 1.796.572.750,00
: Rp.
0,00
: Rp.
1.796.572.750,00
|
Bahwa sedangkan menurut perhitungan Pemohon Banding, perhitungan PPh
badan adalah sebagai berikut :
Peredaran
Usaha
Penghasilan Netto
Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang
Kredit Pajak
PPh Kurang (Lebih) Bayar
Sanksi Administrasi
Jumlah PPh YME (Lebih) dibayar |
:
Rp. 87.856.091.760,00
: (Rp. 40.870.261.267,00)
: Rp.
0,00
: Rp. 40.870.261.267,00
: Rp.
0,00
: Rp. 1.796.572.750,00
: Rp. 1.796.572.750,00
: Rp.
0,00
: Rp. 1.796.572.750,00 |
Bahwa perbedaan perhitungan yang utama adalah:
Bahwa koreksi Positip Selisih Penyusutan Komersial diatas Penyusutan
Fiskal sebesar Rp.55.789.385,00, Pemohon Banding tidak setuju dengan
jumlah koreksi positip yang dilakukan oleh pemeriksa, menurut Pemohon
Banding terdapat koreksi perhitungan atas Rugi Laba Fiskal atas
penjualan aktiva sebesar Rp. 575.029.755,00 yang hanya dikoreksi
positip oleh Terbanding di rugi/laba penjualan aktiva tetapi belum
diperhitungkan sebagai koreksi di biaya penyusutan secara fiskal yang
akan menambah biaya penyusutan dan sebagai pengurang penghasilan kena
pajak sehingga menurut Pemohon Banding seharusnya jumlah penghasilan
kena pajak setelah koreksi hasil pemeriksaan adalah rugi fiskal sebesar
Rp. 40.870.261.267,00;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-36457/PP/M.XIV/15/2012, Tanggal 01 Februari 2012 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-279/WPJ.19/BD.05/2010
tanggal 14 Juni 2010, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar Tahun Pajak 2007 Nomor : 00025/406/04/091/09 tanggal 19
Juni 2009, atas nama : PT. AAA, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, beralamat di
Jl. WWW Kav. X Wisma EEE Lt. XX, Bidara Cina Jatinegara, Jakarta Timur,
sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi
sebagai berikut :
Penghasilan
Kena Pajak
PPh Terutang
Kredit Pajak :
PPh yang dibayar sendiri
PPh yang lebih dibayar |
Rp
(40.368.070.071)
Rp 0
Rp 1.796.572.750
Rp ( 1.796.572.750) |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-36457/PP/M.XIV/15/2012
Tanggal 01 Februari 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada tanggal 24 Februari 2012, kemudian terhadapnya oleh
Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan
Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-614/PJ./2012 Tanggal 09 Mei 2012, diajukan
permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak pada tanggal 15 Mei 2012, dengan disertai
alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
tersebut pada tanggal 15 Mei 2012;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 14 Juni
2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27 Juli
2012;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. |
Tentang
Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali Sengketa atas
Koreksi Penyusutan Fiskal sebesar Rp575.029.755,00 |
II. |
Tentang
Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
1. |
Bahwa
Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 9 ayat
(2) serta Pasal 11 ayat (8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan s.t.d.d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
(selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan), menyatakan:
Pasal 4 ayat (1) huruf d
“Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
a. |
.......... |
d. |
keuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
1) |
keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; |
2) |
keuntungan
yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota; |
3) |
keuntungan
karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha; |
4) |
keuntungan
karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
atau pengusaha kecil termasuk koperasiyang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;”
Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri
dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi :
a. |
biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk
biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan,
biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak
kecuali Pajak Penghasilan. |
d. |
penyusutan
atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;”
Penjelasan Pasal 6 ayat (1)
“Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
dapat
dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai
masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat
tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang
bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin
pengolahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui
penyusutan atau melalui amortisasi. Disamping itu apabila dalam suatu
tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih
kurs, maka kerugian kerugian tersebut dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto;”
huruf a
“Biaya-biaya yang dimaksud dalam ayat ini lazim disebut biaya
sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat
dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek
Pajak;”
huruf b
“Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan
atau amortisasi. Selanjutnya lihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal
11, dan Pasal 11A beserta penjelasannya.
Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka,
misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus,
pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi;”
Pasal 9 ayat (2)
“Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak
dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui
penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau
Pasal 11 A.”
Pasal 11 ayat (8)
“Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena
sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan
sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya
yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun
terjadinya penarikan harta tersebut;” |
|
|
|
2. |
Bahwa
Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak,
menyatakan:
Pasal 31 ayat (2)
“Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan
memutus
sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
Pasal 78
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
Penjelasan Pasal 78
“Keyakinan Hakim harus didasarkan pada penilaian pembuktian
dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.” |
3. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan
pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain adalah
sebagai berikut :
Halaman 20 alinea ke-4 dan 5
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis
berpendapat
karena mobil-mobil tersebut digunakan sebagai kendaraan operasional,
maka atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar dapat
dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan termasuk penyusutan
aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 520/KMK.04/2002 Lampiran II butir 1 huruf b sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002,
hal tersebut juga diperkuat oleh pendapat Terbanding pada saat
persidangan keempat, dimana penyusutan aktivanya seharusnya dimasukkan
ke dalam Kelompok II;”
“Bahwa berdasar hasil pemeriksaan dan pembuktian tersebut,
Majelis berkesimpulan terdapat cukup bukti bahwa biaya penyusutan tahun
2007 atas aktiva yang dijual adalah sebesar Rp259.772.273,00, sehingga
koreksi Terbanding atas hal ini seharusnya adalah sebesar
Rp75.907.924,00 (Rp335.680.197,00 - Rp259,772.273,00), oleh karena itu
maka menurut Majelis koreksi biaya penyusutan yang tidak dapat
dipertahankan adalah Rp72.838.559,00;” |
4. |
Bahwa
dari penelitian terhadap Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP), Kertas Kerja
Pemeriksaan (KKP) dan data pendukung, serta pelaksanaan sidang di
Pengadilan Pajak berdasarkan Laporan Sidang, Pemohon PeninjauanKembali
(semula Terbanding) menyampaikan data sebagai berikut:
4.1. |
Bahwa
Sengketa yang terjadi adalah Koreksi Positif terhadap Nilai Akumulasi
Penyusutan Fiskal sebesar Rp575.029.755,00, yang terjadi karena
terdapat nilai buku yang keliru dari aktiva yang dijual selamatahun
2007; |
4.2. |
Bahwa
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam permohonan
bandingnya mengatakan tidak setuju dengan jumlah koreksi positif yang
dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), dan
menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terdapat
koreksi perhitungan atas Rugi Laba Fiskal atas penjualan aktiva sebesar
Rp575.029.755,00 yang hanya dikoreksi positif oleh Pemohon Peninjauan
Kembali (semula Terbanding) di Rugi/Laba Penjualan Aktiva, tetapi belum
diperhitungkan sebagai koreksi di biaya penyusutan secara fiskal yang
akan menambah biaya penyusutan dan sebagai pengurang penghasilan kena
pajak, sehingga menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) seharusnya jumlah Penghasilan Kena Pajak setelah koreksi hasil
pemeriksaan adalah rugi fiskalsebesar (Rp40.870.261.267,00); |
4.3. |
Bahwa
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat bahwa
pada saat ikhtisar pembahasan pemeriksaan yang telah disetujui kedua
belah pihak, koreksi positif Selisih PenyusutanKomersial diatas
Penyusutan Fiskal sebesar Rp55.789.385,000; |
4.4. |
Bahwa
penelitian terhadap KKP dan Uraian Penelitian Keberatan (UPK), terdapat
perbedaan pandangan mengenai nilai sengketa sebesar Rp575.029.755,00
ini, yaitu :
- Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) berpendapat
bahwa koreksi ini adalah koreksi biaya penyusutan yang baru, setelah
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyetujui bahwa nilai koreksi
biaya penyusutan milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) adalah hanya senilai Rp55.789.385,00 saja;
- Bahwa yang
sesungguhnya yang terjadi, sengketa senilai Rp575.029.755,00 adalah
selisih perbedaan nilai buku dari aktiva aktiva yang dijual pada tahun
2007, dimana nilai akumulasi penyusutan aktiva ini dihitung oleh
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dari bulan perolehan
aktiva hingga akhirnya dijual oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding). Jadi sebenarnya tidak terjadi penambahan nilai
koreksi biaya penyusutan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding), melainkan suatu hal yang berbeda;
|
|
5. |
Bahwa
berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan dan Daftar Aktiva Tetap yang
telah Dijual/Dihapuskan Januari s.d. Desember 2007, diketahui hal-hal
sebagai berikut :
No |
Penyesuaian
Fiskal Positif |
Termohon PK
(Rp) |
Pemohon PK
(Rp) |
Koreksi (Rp) |
1 |
Harga
Perolehan Aktiva Tetap |
22.421.547.838 |
22.421.547.838 |
- |
2 |
Penyusutan |
5.537.910.169 |
6.112.939.924 |
(575.029.755) |
3 |
Nilai
Sisa Buku |
16.883.637.669 |
16.308.607.914 |
575.029.755 |
4 |
Harga
Jual Aktiva Tetap |
34.201.501.304 |
35.998.074.054 |
1.796.572.750 |
5 |
Laba
(Rugi) Penjualan Aktiva Tetap |
17.317.863.635 |
19.689.466.140 |
2.371.602.505 |
|
6. |
Bahwa
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam persidangan
ke 8 tanggal 6 Juli 2011, melakukan pembelaan dengan menyatakan bahwa
biaya penyusutan atas aktiva yang dijual tahun 2007 sesuai dengan yang
dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh Badan 2007 adalah sebesar
Rp335.680.197,00 dan setelah memperhitungkan penyusutan sebagaimana
diatur KEP-220/PJ./2002, nilai penyusutan aktivayang dijual tersebut
adalah Rp259.772.273,00; |
7. |
Bahwa
terkait pernyataan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
pada angka 6 di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
menyatakan, berdasarkan perhitungan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan,
nilai penyusutan 2007 atas aktiva yang dijual tahun 2007 yang
dimaksudkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula PemohonBanding)
adalah senilai Rp186.933.714,00; |
8. |
Bahwa
dalam persidangan ke 8 tersebut, Majelis langsung membuat keputusan dan
mengambil kesimpulan bahwa sengketa telah mengerucut antara biaya
penyusutan menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
sebesar Rp259.772.273,00 dan biaya penyusutan menurut Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) senilai Rp186.933.714,00;
Setelah itu Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding diminta
Majelis untuk membuktikan bahwa biaya penyusutannya telah sesuai dengan
ketentuan dalam KEP-220/PJ./2002, karena Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa dari 35 (tiga puluh lima)
kendaraan Suzuki Katana yang dijual di tahun 2007, kendaraan tersebut
digunakan untuk kegiatan operasional kantor dan tidak digunakan oleh
pegawai tertentu; |
9. |
Bahwa
telah terdapat kekeliruan yang dilakukan Majelis, yaitu telah terjadi
pergeseran sengketa, sebab yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) adalah sebagian kecil dari sengketa yang
dikoreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding); Bahwa yang
sebenarnya menjadi sengketa adalah nilai total akumulasi penyusutan
aktiva yang dijual di tahun 2007, yang nantinya akan menentukan nilai
buku aktiva yang dijual, dan bukan nilai biaya penyusutanditahun 2007
saja; |
10. |
Bahwa
perlu disampaikan perbedaan pengertian antara penyusutan dengan
akumulasi penyusutan dalam kaitannya dengan akibat yang ditimbulkan
secara fiskal;
Pada prinsipnya semua pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud, yang
dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan, dapat dibebankan sebagai biaya. Namun apabila pengeluaran
untuk memperoleh harta berwujud tersebut mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun, maka pembebanan atas pengeluaran tersebut sebagai
biaya harus dilakukan melalui penyusutan. Dengan demikian penyusutan
adalah merupakan suatu metode pembebanan biaya. Nilai penyusutan ini
dapat dikurangkan sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b;
Sedangkan Akumulasi Penyusutan, merupakan jumlah nilai penyusutan dari
awal perolehan aktiva sampai dengan saat pelaporan nilai penyusutan
atas aktiva dimaksud, yang menentukan nilai sisa buku aktiva.
Berdasarkan prinsip dasar akuntansi yang berlaku umum, laba penjualan
aktiva dihitung dari harga jual dikurangi dengan nilai sisa buku
aktiva. Dalam kaitannya dengan sengketa ini, sengketa terjadi karena
perbedaan perhitungan nilai sisa buku yang akan berpengaruh terhadap
pengakuan laba atas penjualan aktiva di tahun 2007, dimana laba
penjualan aktiva tersebut merupakan objek pajak sesuai dengan ketentuan
Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan; |
11. |
Bahwa
dalam lanjutan sidang ke 9 tanggal 13 Juli 2011, Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) menyerahkan copy buku monitoring atas
pemakaian kendaraan kendaraan tahun 2008 yang memuat tanggal pemkaian
kendaraan, nama pengemudi, jam keberangkatan dan jam kembali ke kantor.
Walaupun Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) merasa
keberatan karena sengketa terjadi di tahun 2007 dan bukan 2008,
sementara bukti yang ditunjukkan adalah untuk tahun 2008 dan berupa
dokumen copy, Majelis menyatakan telah mendapatkan cukup datadan
menyatakan sidang “DICUKUPKAN”; |
12. |
Bahwa
selanjutnya Majelis berkesimpulan terdapat cukup bukti bahwa biaya
penyusutan tahun 2007 atas aktiva yang dijual adalah sebesar
Rp259.772.273,00, sehingga koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) atas hal ini seharusnya adalah sebesar Rp75.907.924,00
(Rp335.680.197,00 - Rp259,772.273,00), oleh karena itu maka menurut
Majelis koreksi biaya penyusutan yang tidak dapat dipertahankan
adalahRp72.838.559,00; |
13. |
Bahwa
Majelis telah memutuskan sesuatu yang yang tidak menjadi sengketa
sebelumnya, sebab yang menjadi sengketa adalah perbedaan nilai sisa
buku dari aktiva yang dijual tahun 2007, yang nantinya akan
menghasilkan labapenjualan aktiva; |
14. |
Bahwa
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan
penjelasan mengenai koreksi nilai akumulasi penyusutan atas aktiva yang
dijual di tahun 2007, sehingga tidak ada pembuktian apakan penyusutan
yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6
ayat (1) huruf b, Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 11 Undang-UndangPajak
Penghasilan; |
15. |
Bahwa
meskipun koreksi sengketa yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis
Hakim adalah sebesar Rp72.838.559,00 dan tetap mempertahankan sisa
sengketa sebesar Rp502.191.196,00, akan tetapi tetap saja Majelis telah
memutuskan suatu perkara yang tidak dipersengketakan sebelumnya,
sehingga melanggar ketentuan Pasal 31 ayat (2) Undang-UndangPengadilan
Pajak; |
16. |
Bahwa
berdasarkan uraian tersebut, pendapat Majelis yang tidak mempertahankan
Koreksi Penyusutan Fiskal sebesar Rp575.029.755,00, telah dibuat tanpa
pertimbangan yang cukup dan bertentangan dengan fakta yang nyata-nyata
terungkap dalam persidangan, serta aturan perpajakan yang berlaku yaitu
Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 9 ayat
(2) serta Pasal 11 ayat (8) Undang-Undang Pajak Penghasilan, sehingga
melanggar ketentuan dalam Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak.
Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor :
Put.36457/PP/M.XIV/15/2012 tanggal 1 Pebruari 2012 tersebut harus
dibatalkan; |
|
PERTIMBANGAN
HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan
sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Terbanding Nomor : KEP-279/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 14 Juni 2010,
mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak
Penghasilan Tahun Pajak 2007 Nomor : 00025/406/07/091/09 tanggal 19
Juni 2009, atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000,
sehingga pajak yang lebih dibayar menjadi Rp1.796.572.750,00; adalah
sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
a. |
Bahwa
alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara
a quo yaitu Koreksi Penyusutan Fiskal sebesar Rp575.029.755,00; tidak
dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali
dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon
Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan
bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum
Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa koreksi
penyusutan fiskal akibat penjualan aktiva dikoreksi positif oleh
Terbanding pada Rugi/Laba, sedangkan di sisi lain, belum diperhitungkan
sebagai koreksi penyusutan fiskal, sehingga dapat dikurangkan sebagai
biaya karena berhubungan langsung dengan 3M (Mendapatkan, Memelihara
dan Menagih) penghasilan dan oleh karenanya koreksi Terbanding
(sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat
dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasam
Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan jo. Undang-Undang Pajak Penghasilan jis. Pasal 2
Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-220/PJ/2002. |
b. |
Bahwa
dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang
nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. |
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan
sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Rabu, tanggal 30 November 2016, oleh Dr. H. KWP, S.H., M.S., Hakim
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,
CMX, S.H., M.Hum., dan Dr. TQJ, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai
Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis
dan dibantu oleh GFL, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri
oleh para pihak.
Anggota
Majelis:
ttd/.
CMX, S.H., M.Hum.
ttd/.
Dr. TQJ, S.H., CN. |
Ketua
Majelis,
ttd/.
Dr. H. KWP, S.H., MS. |
|
|
Biaya-biaya
1. Meterai ……...................................
Rp 6.000,00
2. Redaksi ……..................................
Rp 5.000,00
3. Administrasi …................................ Rp2.489.000,00
Jumlah …............................................
Rp2.500.000,00 |
Panitera Pengganti,
ttd/.
GFL, S.H. |
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara
(H. YIV, S.H.)
NIP. XX0000XXX.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.