Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1651/B/PK/PJK/2016

Kategori : KUP

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-36457/PP/M.XIV/15/2012 Tanggal 01 Februari 2012, yang telah


 

PUTUSAN
Nomor 1651/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak.
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.

Keempatnya pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-614/PJ./2012 bertanggal 09 Mei 2012;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. AAA, beralamat di Jl. WWW Kav. X Wisma EEE Lt. XX, Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-36457/PP/M.XIV/15/2012 Tanggal 01 Februari 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Aspek Formal :

Bahwa Surat Keputusan Terbanding Nomor : KEP-279/WRJ.19/BD.05/2010 ditetapkan tanggal 14 Juni 2010, sehingga surat banding yang Pemohon Banding ajukan memenuhi jangka waktu 3 bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-undang No.14 Tahun 2002;

Aspek Material :

Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah ditetapkannya Surat Keputusan Terbanding Nomor : KEP-279/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 14 Juni 2010, yang tetap mempertahankan SKPLB Nomor : 00025/406/07/091/09 tanggal 19 Juni 2009 dimana dicantumkan bahwa Penghasilan Kena Pajak setelah koreksi basil pemeriksaan adalah Rugi Fiskal sebesar Rp40.295.231.512,00 (Empat puluh miliar dua ratus sembilan puluh lima juta dua ratus tiga puluh satu ribu lima ratus dua belas rupiah ), yang tidak sesuai dengan perhitungan Pemohon Banding yaitu Rugi fiskal sebesar Rp.40.870.261.267,00 (Empat puluh miliar delapan ratus tujuh puluh juta dua ratus enam puluh satu ribu dua ratus enam puluh tujuh rupiah);

Bahwa SKPLB tersebut merupakan hasil pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar Satu, dengan perhitungan sesuai dengan lampiran Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah sebagai berikut :

Peredaran Usaha
Penghasilan Netto
Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang
Kredit Pajak
PPh Kurang (Lebih) Bayar
Sanksi Administrasi
Jumlah PPh YME (Lebih) dibayar

:   Rp.   87.856.091.760,00
:  (Rp. 40.295.231.512,00)
:   Rp.                          0,00
:   Rp.   40.295.131.512,00
:   Rp.                          0,00
:   Rp.     1.796.572.750,00
:   Rp.     1.796.572.750,00
:   Rp.                          0,00

:   Rp.     1.796.572.750,00


Bahwa sedangkan menurut perhitungan Pemohon Banding, perhitungan PPh badan adalah sebagai berikut :

Peredaran Usaha
Penghasilan Netto
Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang
Kredit Pajak
PPh Kurang (Lebih) Bayar
Sanksi Administrasi
Jumlah PPh YME (Lebih) dibayar
:  Rp.   87.856.091.760,00
: (Rp. 40.870.261.267,00)
:  Rp.                          0,00
:  Rp.   40.870.261.267,00
:  Rp.                          0,00
:  Rp.     1.796.572.750,00
:  Rp.     1.796.572.750,00
:  Rp.                          0,00
:  Rp.     1.796.572.750,00

Bahwa perbedaan perhitungan yang utama adalah:
Bahwa koreksi Positip Selisih Penyusutan Komersial diatas Penyusutan Fiskal sebesar Rp.55.789.385,00, Pemohon Banding tidak setuju dengan jumlah koreksi positip yang dilakukan oleh pemeriksa, menurut Pemohon Banding terdapat koreksi perhitungan atas Rugi Laba Fiskal atas penjualan aktiva sebesar Rp. 575.029.755,00 yang hanya dikoreksi positip oleh Terbanding di rugi/laba penjualan aktiva tetapi belum diperhitungkan sebagai koreksi di biaya penyusutan secara fiskal yang akan menambah biaya penyusutan dan sebagai pengurang penghasilan kena pajak sehingga menurut Pemohon Banding seharusnya jumlah penghasilan kena pajak setelah koreksi hasil pemeriksaan adalah rugi fiskal sebesar Rp. 40.870.261.267,00;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-36457/PP/M.XIV/15/2012, Tanggal 01 Februari 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-279/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 14 Juni 2010, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Tahun Pajak 2007 Nomor : 00025/406/04/091/09 tanggal 19 Juni 2009, atas nama : PT. AAA, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jl. WWW Kav. X Wisma EEE Lt. XX, Bidara Cina Jatinegara, Jakarta Timur, sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang
Kredit Pajak :
PPh yang dibayar sendiri
PPh yang lebih dibayar
Rp (40.368.070.071)
Rp 0

Rp   1.796.572.750
Rp ( 1.796.572.750)

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-36457/PP/M.XIV/15/2012 Tanggal 01 Februari 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 24 Februari 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-614/PJ./2012 Tanggal 09 Mei 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 15 Mei 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 15 Mei 2012;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 14 Juni 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27 Juli 2012;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali Sengketa atas Koreksi Penyusutan Fiskal sebesar Rp575.029.755,00
II.  Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
1. Bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 9 ayat (2) serta Pasal 11 ayat (8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan s.t.d.d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan), menyatakan:
Pasal 4 ayat (1) huruf d
“Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
a. ..........
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasiyang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;”
Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
d. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;”
Penjelasan Pasal 6 ayat (1)
“Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Disamping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;”
huruf a
“Biaya-biaya yang dimaksud dalam ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak;”
huruf b
“Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Selanjutnya lihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 11, dan Pasal 11A beserta penjelasannya.
Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi;”
Pasal 9 ayat (2)
“Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11 A.”
Pasal 11 ayat (8)
“Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut;”
2. Bahwa Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan:
Pasal 31 ayat (2)
“Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
Pasal 78
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
Penjelasan Pasal 78
“Keyakinan Hakim harus didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain adalah sebagai berikut :
Halaman 20 alinea ke-4 dan 5
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berpendapat karena mobil-mobil tersebut digunakan sebagai kendaraan operasional, maka atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan termasuk penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2002 Lampiran II butir 1 huruf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002, hal tersebut juga diperkuat oleh pendapat Terbanding pada saat persidangan keempat, dimana penyusutan aktivanya seharusnya dimasukkan ke dalam Kelompok II;”
“Bahwa berdasar hasil pemeriksaan dan pembuktian tersebut, Majelis berkesimpulan terdapat cukup bukti bahwa biaya penyusutan tahun 2007 atas aktiva yang dijual adalah sebesar Rp259.772.273,00, sehingga koreksi Terbanding atas hal ini seharusnya adalah sebesar Rp75.907.924,00 (Rp335.680.197,00 - Rp259,772.273,00), oleh karena itu maka menurut Majelis koreksi biaya penyusutan yang tidak dapat dipertahankan adalah Rp72.838.559,00;”
4. Bahwa dari penelitian terhadap Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP), Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dan data pendukung, serta pelaksanaan sidang di Pengadilan Pajak berdasarkan Laporan Sidang, Pemohon PeninjauanKembali (semula Terbanding) menyampaikan data sebagai berikut:
4.1. Bahwa Sengketa yang terjadi adalah Koreksi Positif terhadap Nilai Akumulasi Penyusutan Fiskal sebesar Rp575.029.755,00, yang terjadi karena terdapat nilai buku yang keliru dari aktiva yang dijual selamatahun 2007;
4.2. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam permohonan bandingnya mengatakan tidak setuju dengan jumlah koreksi positif yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), dan menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terdapat koreksi perhitungan atas Rugi Laba Fiskal atas penjualan aktiva sebesar Rp575.029.755,00 yang hanya dikoreksi positif oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) di Rugi/Laba Penjualan Aktiva, tetapi belum diperhitungkan sebagai koreksi di biaya penyusutan secara fiskal yang akan menambah biaya penyusutan dan sebagai pengurang penghasilan kena pajak, sehingga menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) seharusnya jumlah Penghasilan Kena Pajak setelah koreksi hasil pemeriksaan adalah rugi fiskalsebesar (Rp40.870.261.267,00);
4.3. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat bahwa pada saat ikhtisar pembahasan pemeriksaan yang telah disetujui kedua belah pihak, koreksi positif Selisih PenyusutanKomersial diatas Penyusutan Fiskal sebesar Rp55.789.385,000;
4.4. Bahwa penelitian terhadap KKP dan Uraian Penelitian Keberatan (UPK), terdapat perbedaan pandangan mengenai nilai sengketa sebesar Rp575.029.755,00 ini, yaitu :
  1. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat bahwa koreksi ini adalah koreksi biaya penyusutan yang baru, setelah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyetujui bahwa nilai koreksi biaya penyusutan milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah hanya senilai Rp55.789.385,00 saja;
  2. Bahwa yang sesungguhnya yang terjadi, sengketa senilai Rp575.029.755,00 adalah selisih perbedaan nilai buku dari aktiva aktiva yang dijual pada tahun 2007, dimana nilai akumulasi penyusutan aktiva ini dihitung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dari bulan perolehan aktiva hingga akhirnya dijual oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Jadi sebenarnya tidak terjadi penambahan nilai koreksi biaya penyusutan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), melainkan suatu hal yang berbeda;
5. Bahwa berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan dan Daftar Aktiva Tetap yang telah Dijual/Dihapuskan Januari s.d. Desember 2007, diketahui hal-hal sebagai berikut :
No Penyesuaian Fiskal Positif Termohon PK (Rp) Pemohon PK (Rp) Koreksi (Rp)
1 Harga Perolehan Aktiva Tetap 22.421.547.838 22.421.547.838 -
2 Penyusutan 5.537.910.169 6.112.939.924 (575.029.755)
3 Nilai Sisa Buku 16.883.637.669 16.308.607.914 575.029.755
4 Harga Jual Aktiva Tetap 34.201.501.304 35.998.074.054 1.796.572.750
5 Laba (Rugi) Penjualan Aktiva Tetap 17.317.863.635 19.689.466.140 2.371.602.505
6. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam persidangan ke 8 tanggal 6 Juli 2011, melakukan pembelaan dengan menyatakan bahwa biaya penyusutan atas aktiva yang dijual tahun 2007 sesuai dengan yang dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh Badan 2007 adalah sebesar Rp335.680.197,00 dan setelah memperhitungkan penyusutan sebagaimana diatur KEP-220/PJ./2002, nilai penyusutan aktivayang dijual tersebut adalah Rp259.772.273,00;
7. Bahwa terkait pernyataan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada angka 6 di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan, berdasarkan perhitungan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan, nilai penyusutan 2007 atas aktiva yang dijual tahun 2007 yang dimaksudkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula PemohonBanding) adalah senilai Rp186.933.714,00;
8. Bahwa dalam persidangan ke 8 tersebut, Majelis langsung membuat keputusan dan mengambil kesimpulan bahwa sengketa telah mengerucut antara biaya penyusutan menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebesar Rp259.772.273,00 dan biaya penyusutan menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) senilai Rp186.933.714,00;
Setelah itu Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding diminta Majelis untuk membuktikan bahwa biaya penyusutannya telah sesuai dengan ketentuan dalam KEP-220/PJ./2002, karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa dari 35 (tiga puluh lima) kendaraan Suzuki Katana yang dijual di tahun 2007, kendaraan tersebut digunakan untuk kegiatan operasional kantor dan tidak digunakan oleh pegawai tertentu;
9. Bahwa telah terdapat kekeliruan yang dilakukan Majelis, yaitu telah terjadi pergeseran sengketa, sebab yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebagian kecil dari sengketa yang dikoreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding); Bahwa yang sebenarnya menjadi sengketa adalah nilai total akumulasi penyusutan aktiva yang dijual di tahun 2007, yang nantinya akan menentukan nilai buku aktiva yang dijual, dan bukan nilai biaya penyusutanditahun 2007 saja;
10. Bahwa perlu disampaikan perbedaan pengertian antara penyusutan dengan akumulasi penyusutan dalam kaitannya dengan akibat yang ditimbulkan secara fiskal;
Pada prinsipnya semua pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, dapat dibebankan sebagai biaya. Namun apabila pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, maka pembebanan atas pengeluaran tersebut sebagai biaya harus dilakukan melalui penyusutan. Dengan demikian penyusutan adalah merupakan suatu metode pembebanan biaya. Nilai penyusutan ini dapat dikurangkan sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b; Sedangkan Akumulasi Penyusutan, merupakan jumlah nilai penyusutan dari awal perolehan aktiva sampai dengan saat pelaporan nilai penyusutan atas aktiva dimaksud, yang menentukan nilai sisa buku aktiva. Berdasarkan prinsip dasar akuntansi yang berlaku umum, laba penjualan aktiva dihitung dari harga jual dikurangi dengan nilai sisa buku aktiva. Dalam kaitannya dengan sengketa ini, sengketa terjadi karena perbedaan perhitungan nilai sisa buku yang akan berpengaruh terhadap pengakuan laba atas penjualan aktiva di tahun 2007, dimana laba penjualan aktiva tersebut merupakan objek pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan;
11. Bahwa dalam lanjutan sidang ke 9 tanggal 13 Juli 2011, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyerahkan copy buku monitoring atas pemakaian kendaraan kendaraan tahun 2008 yang memuat tanggal pemkaian kendaraan, nama pengemudi, jam keberangkatan dan jam kembali ke kantor. Walaupun Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) merasa keberatan karena sengketa terjadi di tahun 2007 dan bukan 2008, sementara bukti yang ditunjukkan adalah untuk tahun 2008 dan berupa dokumen copy, Majelis menyatakan telah mendapatkan cukup datadan menyatakan sidang “DICUKUPKAN”;
12. Bahwa selanjutnya Majelis berkesimpulan terdapat cukup bukti bahwa biaya penyusutan tahun 2007 atas aktiva yang dijual adalah sebesar Rp259.772.273,00, sehingga koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas hal ini seharusnya adalah sebesar Rp75.907.924,00 (Rp335.680.197,00 - Rp259,772.273,00), oleh karena itu maka menurut Majelis koreksi biaya penyusutan yang tidak dapat dipertahankan adalahRp72.838.559,00;
13. Bahwa Majelis telah memutuskan sesuatu yang yang tidak menjadi sengketa sebelumnya, sebab yang menjadi sengketa adalah perbedaan nilai sisa buku dari aktiva yang dijual tahun 2007, yang nantinya akan menghasilkan labapenjualan aktiva;
14. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan penjelasan mengenai koreksi nilai akumulasi penyusutan atas aktiva yang dijual di tahun 2007, sehingga tidak ada pembuktian apakan penyusutan yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 11 Undang-UndangPajak Penghasilan;
15. Bahwa meskipun koreksi sengketa yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim adalah sebesar Rp72.838.559,00 dan tetap mempertahankan sisa sengketa sebesar Rp502.191.196,00, akan tetapi tetap saja Majelis telah memutuskan suatu perkara yang tidak dipersengketakan sebelumnya, sehingga melanggar ketentuan Pasal 31 ayat (2) Undang-UndangPengadilan Pajak;
16. Bahwa berdasarkan uraian tersebut, pendapat Majelis yang tidak mempertahankan Koreksi Penyusutan Fiskal sebesar Rp575.029.755,00, telah dibuat tanpa pertimbangan yang cukup dan bertentangan dengan fakta yang nyata-nyata terungkap dalam persidangan, serta aturan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 9 ayat (2) serta Pasal 11 ayat (8) Undang-Undang Pajak Penghasilan, sehingga melanggar ketentuan dalam Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.36457/PP/M.XIV/15/2012 tanggal 1 Pebruari 2012 tersebut harus dibatalkan;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-279/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 14 Juni 2010, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2007 Nomor : 00025/406/07/091/09 tanggal 19 Juni 2009, atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, sehingga pajak yang lebih dibayar menjadi Rp1.796.572.750,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :

a. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Penyusutan Fiskal sebesar Rp575.029.755,00; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa koreksi penyusutan fiskal akibat penjualan aktiva dikoreksi positif oleh Terbanding pada Rugi/Laba, sedangkan di sisi lain, belum diperhitungkan sebagai koreksi penyusutan fiskal, sehingga dapat dikurangkan sebagai biaya karena berhubungan langsung dengan 3M (Mendapatkan, Memelihara dan Menagih) penghasilan dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasam Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Undang-Undang Pajak Penghasilan jis. Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-220/PJ/2002.
b. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 30 November 2016, oleh Dr. H. KWP, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, CMX, S.H., M.Hum., dan Dr. TQJ, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis dan dibantu oleh GFL, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis:

ttd/.

CMX, S.H., M.Hum.

ttd/.

Dr. TQJ, S.H., CN.
Ketua Majelis,

ttd/.

Dr. H. KWP, S.H., MS.
Biaya-biaya 
1. Meterai ……................................... Rp       6.000,00
2. Redaksi …….................................. Rp       5.000,00
3. Administrasi …................................ Rp2.489.000,00
Jumlah …............................................ Rp2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd/.

GFL, S.H.



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara



(H. YIV, S.H.)
NIP. XX0000XXX.