Putusan Mahkamah Agung Nomor : 166/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54072/PP/M.IIIA/99/2014, tanggal 15 Juli 2014 yang telah berk


 

PUTUSAN
Nomor 166/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DRS. ADF, beralamat di Jalan FG. GF, Kotamobagu Barat, Kotamobagu, Sulawesi Utara;
Selanjutnya memberi kuasa kepada DF, Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak, beralamat di FD Blok A1/68, RT.009/026, DDF, Kota Bekasi, Jawa Barat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22 Oktober 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat ;

melawan:


DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan AF Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Kesemuanya berkantor di Jalan Jenderal AF Nomor 40-42 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1518/PJ./2015 tanggal 20 April 2015;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54072/PP/M.IIIA/99/2014, tanggal 15 Juli 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, dengan posita perkara sebagai berikut:
  1. Formal Pengajuan Gugatan
  1. Dasar Pengajuan Gugatan
    bahwa Dasar Pengajuan Gugatan terhadap Keputusan Tergugat Nomor KEP-2227/WPJ.16/2013 tanggal penerbitan 31 Oktober 2013 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas SKPKB PPN Nomor 00011/207/09/824/13 Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b Karena Permohonan Wajib Pajak;
    bahwa Surat keputusan seperti tersebut diatas diterima oleh Penggugat pada tanggal 6 November 2013, sehingga menurut Penggugat batas waktu pengajuan gugatan adalah selambat-lambatnya 30 hari sejak surat diterima yaitu tanggal 5 Desember 2013;
    bahwa dengan demikian jangka waktu penerimaan surat dan jangka waktu pengajuan gugatan Penggugat masih memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yaitu Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat;
  2. Nilai Sengketa Gugatan
    bahwa nilai sengketa gugatan berdasarkan Surat Keputusan Tergugat tersebut dengan perincian sebagai berikut :
    PPN yang tidak/kurang (Lebih) Bayar
    Sanksi Administrasi
    Jumlah
    Rp21.231.629,00
    Rp10.191.182,00
    Rp31.422.811,00

  3. Dasar Pengajuan Gugatan Pasal 36 ayat (1) huruf b bahwa sebelum mengajukan Gugatan, Penggugat sudah mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak;
  4. Penandatangan Surat Gugatan
    bahwa penandatangan Surat Gugatan ini telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 41 (1) Undang-Undang Pengadilan pajak yaitu "Gugatan dapat diajukan oleh Penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya".
  5. Ketentuan Formal Pengajuan Gugatan
    bahwa pemenuhan syarat formal Pengajuan Gugatan ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak khususnya pada:
    1. Pasal 40 (1) Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;
    2. Pasal 40 (3) Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat;
    3. Pasal 40 (6) Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan;
    4. Pasal 41 (1) Gugatan dapat diajukan oleh Penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat;
  1. Alasan Pengajuan Gugatan Oleh Penggugat bahwa alasan Penggugat mengajukan gugatan adalah:
    bahwa penerbitan keputusan Tergugat Nomor KEP-2227/WPJ.16/2013 tanggal penerbitan 31 Oktober 2013 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas SKPKB PPN Nomor 00011/207/09/824/13 Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b Karena Permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi syarat formal;
    bahwa menurut Penggugat Tahun Pajak yang diperiksa adalah 2009 sehingga Undang-undang yang digunakan seharusnya adalah tahun yang sesuai dengan tahun pajak;
    bahwa Penggugat telah mengajukan permohonan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai dengan surat permohonan yang diterbitkan tanggal 11 Februari 2004;
    bahwa sampai dengan saat ini Kantor Pelayanan Pajak belum menjawab Surat Penggugat tersebut;
    bahwa berdasarkan ketentuan perpajakan, bilamana surat permohonan tersebut tidak dijawab maka KPP mengabulkan permohonan Penggugat tersebut;
    bahwa perhitungan Dasar Pengenaan Pajak yang dilakukan oleh Pemeriksa adalah berdasarkan asumsi dan tidak melihat data-data yang ada;
    bahwa menurut Penggugat surat ketetapan pajak diterbitkan harus sesuai dengan data-data dan/atau fakta-fakta;
    bahwa Penggugat telah melaporkan kegiatannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
    bahwa pengajuan pencabutan PKP belum dijawab lebih dan 12 bulan sehingga secara otomatis permohonan Penggugat dikabulkan. Dengan demikian Penggugat tidak berhak menerbitkan Faktur Pajak;
    bahwa sampai dengan pemeriksaan Penggugat tidak menerima pemberitahuan mengenai PKP;
  1. Perhitungan Pajak Menurut Penggugat bahwa perhitungan Penggugat sebagai berikut:
    PPN yang tidak/kurang (Lebih) Bayar
    Sanksi Administrasi
    Jumlah
    Rp0,00
    Rp0,00
    Rp0,00

    bahwa Penggugat tetap berpendapat bahwa perhitungan Penggugat telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga tidak mempunyai tunggakan pajak yang masih harus dibayar;
  1. Penutup
    bahwa demikian Permohonan Gugatan ini dibuat, dengan benar dan berdasarkan peraturan dan ketentuan yang berlaku;
    Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54072/PP/M.IIIA/99/2014, tanggal 15 Juli 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
    Menyatakan menolak Gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-2227/WPJ.16/2013 tanggal 31 Oktober 2013, tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas SKPKB PPN Masa Pajak November 2009 Nomor 00011/207/09/824/13 Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b Karena Permohonan Wajib Pajak, Drs. ADF, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, beralamat di Jl. FG. I, GF, Kotamobagu Barat, Kotamobagu, Sulawesi Utara;
    Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54072/PP/M.IIIA/99/2014, tanggal 15 Juli 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 12 Agustus 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22 Oktober 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 22 Oktober 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 22 Oktober 2014;
    Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 1 April 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 29 April 2015;
    Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Pembiaran yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan tidak memberikan Surat Himbauan dan/atau Surat Teguran dan/atau Surat Tagihan Pajak (STP) karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak menyampaikan SPT Masa PPN sejak tahun 2004.
  1. Bahwa sejak Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menyampaikan Surat Permohonan Pencabutan PKP maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak pernah menyampaikan SPT Masa PPN sampai saat pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ini.
  2. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak pernah menyampaikan SPT Masa PPN sejak tahun 2004 sampai dengan pengajuan PK ini seharusnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) menerbitkan Surat Himbauan ataupun Surat Tagihan Pajak (STP) akibat tidak pernah menyampaikan SPT Masa PPN.
  3. Bahwa dengan tidak pernah menerima Surat Himbauan dan/atau Surat Teguran dan/atau Surat Tagihan Pajak (STP) akibat tidak pernah menyampaikan SPT Masa PPN maka menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) surat Permohonan Pencabutan PKP yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah dikabulkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  4. Bahwa Pasal 13 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 berbunyi sebagai berikut :
    (2)
    Dalam hal jumlah peredaran bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran bruto untuk Pengusaha Kecil, maka Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan.
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan paling lama 2 (dua) bulan sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima.
    (4)
    Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan dan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.

  5. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah mengajukan permohonan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai surat permohonan pada tanggal 11 Februari 2004 (lampiran -1) yang diposkan/dikirim ke kantor Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) melalui pos tercatat (lampiran -2).
  6. Bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 maka Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) wajib melakukan pemeriksaan dan setelah melakukan pemeriksaan maka wajib memberikan keputusan paling lama 2 (dua) bulan sejak permohonan diterima. Permohonan diajukan adalah 11 Februari 2011 melalui pos hal ini sekaligus menjadi tanda terima antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  7. Bahwa mengacu pada Pasal 13 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 tersebut maka paling lama Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) harus menerbitkan Surat Keputusan paling lambat tanggal 10 April 2004.
  8. Bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 tersebut karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) belum memberikan keputusan sampai dengan tanggal 10 April 2004 maka permohonan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sudah dikabulkan.
  9. Bahwa dengan tidak diberikan Surat Himbauan atau Surat Tagihan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) hal ini menunjukkan adanya pembiaran oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  10. Bahwa pembiaran ini menyebabkan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menderita kerugian akibat hal ini.
  11. Bahwa seharusnya hal ini merupakan kesalahan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  12. Bahwa hal-hal di atas tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam memutuskan sengketa ini.
  1. Materi Gugatan dan Penjelasan Tambahan pada Closing Statement yang tidak dipertimbangkan oleh Majelis Pengadilan Pajak.
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sangat keberatan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak karena tidak membahas, mempertimbangkan, dan memutuskan materi Gugatan yang disampaikan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  2. Bahwa disamping hal tersebut di atas Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) juga sangat keberatan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak karena tidak membahas, mempertimbangkan, dan memutuskan Penjelasan Tambahan pada Closing Statement yang disampaikan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  3. Bahwa pada persidangan di Pengadilan Pajak Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menyerahkan dokumen yaitu:
    1. Surat Gugatan (lampiran-3)
    2. Pengganti Bantahan Atas Surat Tanggapan Gugatan (lampiran -4)
    3. Tanggapan atas persidangan tanggal 08 April 2014 (lampiran -5).
    4. Closing Statement atas Sengketa Pajak atas nama Drs. ADF khususnya Sengketa Pajak Atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Tahun Pajak 2009 (lampiran -6).
  4. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) melampirkan dokumen-dokumen yang diserahkan ke Pengadilan Pajak supaya Majelis Hakim Mahkamah Agung dapat membaca, melihat, dan mempelajari hubungan antar dokumen yang tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hadim Pengadilan Pajak.
  5. Bahwa untuk mempermudah Majelis Hakim Mahkamah Agung mempelajari sengketa ini, maka pada permohonan Peninjauan Kembali ini Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) melampirkan Matriks Sengketa (lampiran -7).
  6. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) isi dari dokumen-dokumen yang diserahkan tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya.
  7. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) isi dari dokumen-dokumen yang diserahkan tersebut saling menjelaskan mengenai pokok sengketa.
  8. Bahwa tidak beralasan dan tidak mendasar Majelis Hakim Pengadilan Pajak menganggap dokumen-dokumen yang disampaikan tersebut merupakan alasan baru sehingga tidak menjadi bahan pertimbangan.
  9. Bahwa dengan tidak dipertimbangkannya dokumen-dokumen tersebut maka Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat memahami permasalahan atau pokok gugatan yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  10. Bahwa Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tentang Pengadilan Pajak mengatur sebagai berikut :
    Pasal 69 Ayat (1)
    Alat bukti dapat berupa :
    1. surat atau tulisan;
    2. keterangan ahli;
    3. keterangan para saksi;
    4. pengakuan para pihak; dan/atau
    5. pengetahuan Hakim.
  11. Bahwa Pasal 70 Undang-Undang Nomor 14 tentang Pengadilan Pajak mengatur sebagai berikut :
    Pasal 70
    Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
    1. akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
    2. akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
    3. surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang;
    4. surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan.
  12. Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut :
    Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
    Penjelasan pasal tersebut sebagai berikut :
    Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
    Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
    Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan.
    Pemohon Banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal- hal baru yang dikemukakan terbanding atau tergugat harus diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat untuk diberikan jawaban.
  13. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dokumen yang diserahkan sewaktu persidangan memenuhi Pasal 69, Pasal 70, dan Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak.
  14. Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak juga mempersilahkan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) atau Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) untuk menyampaikan hal baru, yang dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan.
  15. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dokumen-dokumen yang diserahkan ke Pengadilan Pajak bukan hal-hal yang baru yang belum diungkapkan melainkan penjelasan yang lebih mendetail mengenai pokok sengketa.
  16. Bahwa dengan penjelasan yang lebih mendetail tersebut menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sangat membantu Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk memahami pokok sengketa yang terjadi.
  17. Bahwa dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan dokumen-dokumen yang diserahkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyebabkan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat memahami sengketa yang terjadi.
  18. Bahwa dengan tidak memahami sengketa yang terjadi maka putusan yang diambil oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak menjadi tidak mendasar.
  1. Kekeliruan dalam penerbitan SKPKB PPN karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah mengajukan Permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP sejak tahun 2004 sesuai dengan KEP-161/PJ./2001 sehingga atas SKPKB tersebut menjadi cacat secara hukum (halaman 65 par. 4).
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sangat keberatan dengan pernyataan Majelis Pengadilan Pajak sebagaimana tercantum dalam putusannya khususnya halaman 65 paragraf ke-4 yang menyatakan “ bahwa selain dari itu khusus untuk pengajuan penghapusan PKP sebagaimana dimaksud oleh Penggugat, Tergugat mensyaratkan penggunaan formulir permohonan yang khusus untuk itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001 yang antara lain mengatur bahwa pencabutan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dilakukan dengan cara mengisi formulir yang ditentukan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau kuasanya dengan melampirkan Surat Kuasa Khusus”.
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah mengajukan permohonan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai surat permohonan yang diterbitkan tanggal 11 Februari 2004 ditujukan kepada Kepala KPP Manado (lampiran -1) melalui pos tercatat (lampiran -2). Bahwa surat tersebut telah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) serahkan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) (Pemeriksa dan Penelaah).
  3. Bahwa sewaktu Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada tanggal 1 September 2000 peredaran bruto Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) adalah Rp. 213.000.000,-, hal ini masih di bawah dari batasan Pengusaha Kena Pajak.
  4. Bahwa sewaktu Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) mengajukan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada tanggal 11 Februari 2004 peredaran bruto Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak lebih batasan Pengusaha Kena Pajak.
  5. Bahwa Pasal 13 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak berbunyi sebagai berikut:
    (2)
    Dalam hal jumlah peredaran bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran bruto untuk Pengusaha Kecil, maka Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan.
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan paling lama 2 (dua) bulan sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima.
    (4)
    Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan dan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.

  6. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah mengajukan permohonan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai surat permohonan yang dikirim pada tanggal 11 Februari 2004.
  7. Bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 maka Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) wajib melakukan pemeriksaan dan setelah melakukan pemeriksaan maka wajib memberikan keputusan paling lama 2 (dua) bulan sejak permohonan diterima. Permohonan diajukan adalah 11 Februari 2011 melalui pos hal ini sekaligus menjadi tanda terima antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  8. Bahwa mengacu pada Pasal 13 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 tersebut maka paling lama Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) harus menerbitkan Surat Keputusan paling lambat tanggal 10 April 2004.
  9. Bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 tersebut karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) belum memberikan keputusan sampai dengan tanggal 10 April 2004 maka permohonan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sudah dikabulkan.
  10. Bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 13 ayat (4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 tersebut maka Pemohon  Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak lagi terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak tanggal 11 April 2004.
  11. Bahwa karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat)tidak terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak tanggal 11 April 2004 maka sejak tanggal tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak dapat melakukan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  12. Perlu juga diinformasikan bahwa sejak Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) mengajukan pencabutan PKP pada tanggal 11 Februari 2004 maka sejak masa tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak pernah melakukan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak, yaitu memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai sampai saat ini.
  13. Bahwa jika Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) melakukan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak setelah tanggal 10 April 2004 maka kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) akan dikenakan sanksi pidana karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah dicabut PKPnya pada tanggal 10 April 2004.
  14. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) juga tidak pernah menerbitkan Surat Tagihan Pajak dan/atau Surat Himbauan dan/atau Surat Teguran kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) karena tidak melaporkan SPT Masa PPN.
  15. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) juga tidak pernah menerbitkan Surat Himbauan karena tidak melakukan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak.
  16. Bahwa Penggugat baru menyadari mengenai status PKP Penggugat pada saat dilakukan pemeriksaan Pajak yaitu setelah menerima Surat Perintah Pemeriksaan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  17. Bahwa hal-hal di atas tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  18. Bahwa dengan tidak dipertimbangkannya data-data, fakta-fakta, dan ketentuan yang berlaku maka putusan Pengadilan Pajak ini menjadi cacat secara hukum.
  19. Bahwa dengan terjadinya kekeliruan dalam penerbitan SKPKB PPN karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah mengajukan Permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP sejak tahun 2004 maka SKPKB yang menjadi pokok sengketa ini menjadi cacat secara hukum.
  1. Kekeliruan yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam menginterpretasikan alamat surat sebagaimana tertulis pada Surat Permohonan Pencabutan PKP (halaman 65 par. 2).
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sangat keberatan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak khususnya tercantum pada halaman 65 paragraf 2 mengatakan “bahwa menurut Majelis surat yang dikirim kepada perseorangan/pribadi yang beralamat di suatu kantor/instansi, tidak dapat disamakan dengan surat dinas yang nyata-nyata ditujukan kepada Kepala Kantor/Instansi, karena surat yang secara resmi ditujukan kepada pimpinan/kepala kantor/instansi wajib hukumnya untuk diadministrasikan/diagendakan”.
  2. Bahwa surat yang Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) kirimkan tanggal 11 Februari 2004 adalah surat yang ditujukan kepada Kepala KPP Manado (lampiran -1). Hal ini dapat dilihat pada tujuan surat sebagaimana tercantum pada isi surat.
  3. Bahwa pada alamat surat ditujukan kepada Bpk. QR dengan alamat KPP Manado.
  4. Bahwa Bpk. QR pada saat ini merupakan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Manado, maka sudah sewajarnyalah surat-menyurat ditujukan kepada yang bersangkutan selama yang bersangkutan menjadi Kepala KPP Manado.
  5. Bahwa dengan demikian hal ini membantah putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  1. Kekeliruan yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam menginterpretasikan Surat Permohonan Pencabutan PKP yang dianggap tidak secara jelas dan tegas menyatakan permohonan pencabutan PKP (halaman 65 par. 5)
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sangat keberatan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak khususnya tercantum pada halaman 65 paragraf ke-5 mengatakan “bahwa surat yang dimaksud Penggugat sebagai surat permohonan Penggugat tanggal 11 Februari 2004 yang disampaikan Penggugat dalam persidangan juga tidak secara jelas dan tegas menyatakan permohonan pencabutan Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak melampirkan data-data yang mendukung”.
  2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah mengajukan permohonan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai surat permohonan yang diterbitkan tanggal 11 Februari 2004 ditujukan kepada Kepala KPP Manado (lampiran -1);
  3. Bahwa surat tersebut juga sebagaimana tercantum pada Halaman 66 mulai paragraf 10 pada Putusan Pengadilan Pajak tersebut merupakan surat permohonan pencabutan PKP.
  4. Bahwa surat sebagaimana pada lampiran -1 merupakan surat permohonan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dimana pada surat tersebut dilampirkan dengan Formulir Pencabutan PKP.
  5. Bahwa karena hanya surat tersebut yang difotocopy sedangkan Formulir Pencabutan PKP tidak di fotocopy oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  6. Bahwa maksud surat sebagaimana dilampirkan pada Lampiran -1 merupakan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) supaya Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) melakukan pencabutan Pengukuhan PKP.
  7. Bahwa pada surat sebagaimana Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) lampirkan pada Lampiran – 1 juga secara nyata-nyata mencantumkan kata “permohonan”, hal ini dapat dilihat pada “Demikian surat ini saya buat dan saya mengharapkan kebijaksanaan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak Manado dan Bapak bisa menerima permohonan saya ini”.
  8. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak hanya menekankan kata “memberitahukan” sebagaimana tercantum pada surat tersebut paragraf 7 (tujuh) bagian akhir yang berbunyi “…. maka melalui surat ini saya memberitahukan bahwa saya tidak sanggup lagi menjadi PKP”.
  9. Bahwa pada kalimat tersebut juga secara nyata mencantumkan kata “tidak sanggup lagi menjadi PKP”, hal ini menunjukkan bahwa permohonan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) untuk dicabut PKPnya.
  10. Bahwa hal-hal di atas tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  11. Bahwa dengan dianggapnya surat biasa oleh Majelis Pengadilan Pajak maka Majelis Pengadilan Pajak telah mengabaikan isi dan maksud surat tersebut.
  1. Terjadi kelalaian Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) karena Surat Permohonan Pencabutan PKP belum diterbitkan Surat Pencabutan Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh Termohon Peninjauan Kembali (Semula Tergugat) sehingga merugikan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  1. Bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 maka Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) wajib melakukan pemeriksaan dan setelah melakukan pemeriksaan maka wajib memberikan keputusan paling lama 2 (dua) bulan sejak permohonan diterima. Permohonan diajukan adalah 11 Februari 2011 melalui pos hal ini sekaligus menjadi tanda terima antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  2. Bahwa mengacu pada Pasal 13 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 tersebut maka paling lama Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) harus menerbitkan Surat Keputusan paling lambat tanggal 10 April 2004.
  3. Bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 tersebut karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) belum memberikan keputusan sampai dengan tanggal 10 April 2004 maka permohonan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sudah dikabulkan.
  4. Bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 13 ayat (4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001 tersebut maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak lagi terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak tanggal 11 April 2004.
  5. Bahwa karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak tanggal 11 April 2004 maka sejak tanggal tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak dapat melakukan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  6. Bahwa sampai dengan persidangan di Pengadilan Pajak jawaban atas surat permohonan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) belum dijawab oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  7. Bahwa dengan belum menjawab permohonan pencabutan pengukuhan PKP tersebut maka terjadi kelalaian yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  8. Bahwa terjadi kelalaian Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) karena Surat Permohonan Pencabutan PKP belum diterbitkan Surat Pencabutan Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh Termohon Peninjauan Kembali (Semula Tergugat) sehingga merugikan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  9. Bahwa kelalaian yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) mohon jangan bebankan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  10. Bahwa kelalaian yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  1. Terjadi pembiaran yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan cara tidak menginformasikan tindak lanjut mengenai Surat Permohonan Pencabutan PKP.
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah mengajukan permohonan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai surat permohonan yang diterbitkan tanggal 11 Februari 2004 ditujukan kepada Kepala KPP Manado (lampiran -1) melalui pos tercatat (lampiran -2).
  2. Bahwa beberapa hari setelah mengirimkan surat sebagaimana dimaksud di atas Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) melakukan kunjungan untuk pengecekan ke kantor Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  3. Bahwa atas surat yang Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) kirimkan tersebut telah diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) bahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) menunjukkan surat tersebut kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  4. Bahwa pada waktu kunjungan tersebut Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tidak menginformasikan apapun atau langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) supaya surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) segera di respon oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
  5. Bahwa dengan tidak menginformasikan apapun tersebut menunjukkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) melakukan pembiaran atas upaya yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  6. Bahwa atas pembiaran tersebut sangat merugikan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  1. Terjadi kelalaian Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) karena mengabaikan Tatacara atau Prosedur Penerbitan Surat Keputusan Pembatalan SKPKB sehingga bertentangan dengan ketentuan yang berlaku yang menyebabkan Surat Keputusan tersebut menjadi cacat secara hukum.
  1. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) Tatacara dan/atau prosedur penerbitan surat keputusan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu:
    1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
    2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 187/KMK.01/2010 tanggal 3 Mei 2010 mengenai Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Kementerian Keuangan.
    3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. 79/PJ/2010 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan.
  2. Bahwa Konsideran pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengatur sebagai berikut :
    Menimbang:
    1. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik;
    3. bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas;
    4. bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan pengaturan hukum yang mendukungnya;
    5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Pelayanan Publik;
  3. Bahwa yang dimaksud dengan konsideran dalam suatu peraturan perundang-undangan adalah pada bagian “menimbang” yang berisi pertimbangan aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis dibuatnya peraturan tersebut. Bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, maka diperlukan pengaturan hukum yang mendukungnya.
  4. Bahwa Pasal 5 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2009 berbunyi sebagai berikut : Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
  5. Bahwa Pasal 5 ayat (7) huruf a UU No. 25 Tahun 2009 berbunyi sebagai berikut : Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda.
  6. Bahwa Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2009 maka untuk memperoleh kepastian hukum dalam pelayanan administrative maka perlu di atur prosedurnya.
  7. Bahwa Berdasarkan dengan UU No. 25 Tahun 2009 maka diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 187/KMK.01/2010 tanggal 3 Mei 2010 mengenai Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Kementerian Keuangan.
  8. Bahwa Bagian Pertama dan Ketiga dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 187/KMK.01/2010 berbunyi sebagai berikut:
    Pertama: Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut SOP Layanan Unggulan, adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dibakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan eksternal dan/atau internal sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk kepentingan masyarakat atau para pemangku kepentingan lainnya atas jasa dan/atau pelayanan administrative yang disediakan oleh Kementerian Keuangan
    Ketiga: SOP Layanan Unggulan digunakan sebagai acuan bagi seluruh unit Eselon I, baik di kantor pusat maupun instansi vertikal dan unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka pelaksanaan pelayanan publik.
  9. Bahwa dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 187/KMK.01/2010 ini sebagai petunjuk pelaksanaan bagi UU No. 25 Tahun 2009 khususnya untuk memperoleh kepastian hukum dalam segi pelayanan administratif publik.
  10. Bahwa pada KMK No. 187/KMK.01/2010 khususnya Lampiran II di atur khusus Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan Kementerian Keuangan (lampiran – 8).
  11. Bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. 79/PJ/2010 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan merupakan tindak lanjut atas pelaksanaan Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan Nomor 187/KMK.01/2010 tanggal 3 Mei 2010 mengenai Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan Kementerian Keuangan (lampiran – 9).
  12. Bahwa SE No. 79/PJ/2010 khususnya angka 1 dan 2 menetapkan:
    (1)
    Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan yang selanjutnya disebut SOP Layanan Unggulan, adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dibakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan eksternal dan/atau internal sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk kepentingan masyarakat atau para pemangku kepentingan lainnya atas jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
    (2)
    SOP Layanan Unggulan disusun dan ditetapkan guna memberikan kepastian pelayanan, antara lain terhadap proses, jangka waktu penyelesaian, biaya atas jasa pelayanan, dan persyaratan administrasi dan digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan publik bagi unit pelaksana teknis.

  13. Bahwa Salah satu pelayanan yang menjadi keunggulan Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) adalah pada angka 16 Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar sebagaimana tercantum pada SE No-79/PJ/2010 khususnya Lampiran I - Daftar 16 (Enam Belas) Jenis Layanan Unggulan Bidang Perpajakan (lampiran – 10).
  14. Bahwa Lampiran II - Standard Operating Procedur (SOP) 16 (enam belas) Jenis Layanan Unggulan Bidang Perpajakan khususnya Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar PPh, PPN, dan PPNBM di Kanwil (lampiran – 11)
  15. Bahwa KMK No. 187/KMK.01/2010 dan SE No-79/PJ/2010 menegaskan bahwa :
    1. Untuk memberikan kepastian hukum maka diterbitkannya Surat Edaran ini mengenai Standard Operating Procedur (SOP) salah satunya adalah penerbitan Surat Keputusan atas Pembatalan SKPKB dan/atau STP oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat).
    2. Tujuan SOP tersebut adalah untuk memberikan kepastian pelayanan, antara lain terhadap proses, jangka waktu penyelesaian, biaya atas jasa pelayanan, dan persyaratan administrasi dan digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan publik.
    3. Pada Lampiran I SE No-79/PJ/2010 menegaskan bahwa salah satu Jenis Layanan Unggulan Bidang Perpajakan adalah Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar.
    4. Pada Lampiran II KMK No. 187/KMK.01/2010 dan SE No-79/PJ/2010 menegaskan Standar Operating Procedur (SOP) khususnya Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar.
  16. Bahwa SOP mengenai Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar PPh, PPN, dan PPNBM di Kanwil diatur pada tanda mulai angka 2 sebagai berikut :
    1. Peneliti mengirimkan Surat Pemberitahuan Hasil Penelitian sekaligus merupakan undangan untuk menghadiri pembahasan akhir kepada Wajib Pajak.
    2. Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan tertulis.
    3. Wajib Pajak diberi kesempatan menghadiri undangan pembahasan akhir.
    4. Apabila Wajib Pajak hadir maka dilakukan Pembahasan Akhir dan membuat Berita Acara.
    5. Apabila Wajib Pajak hadir namun tidak memberikan Tanggapan Tertulis maka Peneliti membuat Berita Acara Kehadiran Wajib Pajak Namun Tidak Memberikan Tanggapan Tertulis.
    6. Peneliti membuat Daftar Hasil Akhir Penelitian.
    7. Peneliti mengirimkan Daftar Hasil Akhir Penelitian kepada Wajib Pajak..
    8. Peneliti mengirimkan Surat Keputusan kepada Wajib Pajak.
  17. Bahwa pada tanggal 29 Oktober 2013 Pemohon Peninjauan Kembali semula Penggugat) hadir untuk memberikan tanggapan secara lisan.
    Kehadiran Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) pada tanggal 29 Oktober 2013 tidak membuat Berita Acara Kehadiran Wajib Pajak Tapi Tidak Memberikan Tanggapan.
  18. Bahwa dengan tidak membuat Berita Acara maka hal tersebut tidak sesuai dengan :
    1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
    2. KMK No. 187/KMK.01/2010 khususnya Lampiran II di atur khusus Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan Kementerian Keuangan.
    3. SE No-79/PJ/2010 khususnya Lampiran II mengenai Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar
  19. Bahwa sesuai dengan fakta, keadaan yang terjadi, dan ketentuan perundang-undangan maka secara nyata Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dalam menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas SKPKB dan STP baik Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak mengikuti Standard Operating Procedur (SOP) yang berlaku.
  20. Bahwa karena kelalaian Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) yang mengabaikan Tatacara atau Prosedur Penerbitan Surat Keputusan Pembatalan SKPKB sehingga bertentangan dengan ketentuan yang berlaku yang menyebabkan Surat Keputusan tersebut menjadi cacat secara hukum.
  21. Bahwa hal-hal di atas tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam memutuskan sengketa ini.
  1. Terjadi kelalaian Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) karena Format atau Isi Surat Keputusan Pembatalan Termohon Peninjauan Kembali (Semula Tergugat) tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
    1. Bahwa Isi surat keputusan tergugat tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu :
      1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya Lampiran II angka 44 sampai dengan 52.
      2. Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.03/2013 khususnya :
        1. lampiran IV huruf C Format Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf B Karena Permohonan Wajib Pajak.
        2. lampiran IV huruf E Format Surat Keputusan Pembatalan Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak.
    2. Bahwa Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.03/2013 Pasal 38 ayat (4) mengatur bahwa Surat Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6), Pasal 16 ayat (8), Pasal 20 ayat (6), Pasal 24 ayat (7), Pasal 29 ayat (3), Pasal 32 ayat (3), Pasal 35 ayat (3), dan Pasal 37 ayat (3), dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    3. Bahwa Lampiran IV huruf C PMK No. 8/PMK.03/2013 mengatur mengenai Format Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf B Karena Permohonan Wajib Pajak (lampiran – 12).
    4. Bahwa Petunjuk Pengisiannya Lampiran IV huruf C PMK No. 8/PMK.03/2013 dapat dilihat pada (lampiran -13). Dimana pada petunjuk pengisian tersebut khususnya Nomor (15) menegaskan pengisian bagian “Mengingat” khususnya angka 1. sebagai berikut :
      Pilih salah satu:
      1. Dalam hal Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak diterbitkan untuk Pajak Penghasilan, diisi dengan "Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893)".
      2. Dalam hal Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak diterbitkan untuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, diisi dengan "Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069)".
    5. Bahwa penulisan pada bagian “Mengingat” yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268); merupakan penulisan yang baku karena tidak ada pada petunjuk pengisiannya.
    6. Bahwa Lampiran IV huruf E PMK No. 8/PMK.03/2013 mengatur mengenai Format Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak (lampiran – 14).
    7. Bahwa petunjuk Pengisiannya Lampiran IV huruf E PMK No. 8/PMK.03/2013 dapat dilihat pada (lampiran -15). Dimana pada petunjuk pengisian tersebut khususnya Nomor (14) menegaskan pengisian bagian “Mengingat” khususnya angka 1. sebagai berikut :
      Pilih salah satu:
      1. Dalam hal Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak diterbitkan untuk Pajak Penghasilan, diisi dengan "Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893)".
      2. Dalam hal Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak diterbitkan untuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, diisi dengan "Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069)".
    8. Bahwa penulisan pada bagian “Mengingat” yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268); karena penulisan ini merupakan hal yang baku maka pada Petunjuk Pengisian tidak diberikan panduan mengenai mekanisme penulisannya.
    9. Bahwa mengacu pada Petunjuk Pengisian Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana diatur pada Lampiran IV huruf C dan E PMK No. 8/PMK.03/2013 menunjukkan bahwa penulisan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah WAJIB dan HARUS dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung.
    10. Bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Lampiran II angka 44 sampai dengan 52 memberikan panduan tentang bagaimana menuliskan Peraturan Perundang-undangan di dalam dasar hukum “mengingat”.
    11. Bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Lampiran II angka 47 menyatakan bahwa:
      Penulisan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, dalam dasar hukum dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung.
      Contoh :
      Mengingat :
      1. …;
      2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216);
    12. Bahwa Penulisan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung selain diatur pada PMK No. 8/PMK.03/2013 juga selaras dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
    13. Bahwa Sesuai dengan fakta, keadaan yang terjadi, dan ketentuan perundang-undangan maka secara nyata Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dalam menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas SKPKB dan STP baik Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak mengikuti kaidah penulisan keputusan yang tepat.
    14. Bahwa karena penerbitan surat keputusan tersebut baik atas SKPKB (PPh dan PPN) maupun STP (PPh dan PPN) tersebut tidak sesuai dengan kaidah penulisan pada surat keputusan maka surat keputusan tersebut cacat secara hukum.
    15. Bahwa dengan tidak mengikuti ketentuan yang berlaku maka hal ini sangat merugikan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
    16. Bahwa hal-hal di atas tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam memutuskan sengketa ini.
  1. Terjadi kekeliruan dalam melakukan Pemeriksaan dimana seharusnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dalam melakukan pemeriksaan menggunakan prosedur pemeriksaan atas tujuan lain bukan pemeriksaan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan sehingga pemeriksaan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku yang menyebabkan Surat Ketetapan Pajak tersebut menjadi cacat secara hukum.
  1. Bahwa Karena 10 April 2004 sudah tidak PKP maka pemeriksaan yang dilakukan pada tahun 2012 seharusnya pemeriksaan atas tujuan lain (bukan pemeriksaan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan).
  2. Menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) khususnya untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehingga menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah tidak tepat karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah dicabut Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sejak tanggal 11 April 2004.
  3. Bahwa PMK No. 199/PMK.03/2007 sebagaimana diubah terakhir dengan PMK No. 82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak khususnya pada Pasal 1 angka 2 berbunyi sebagai berikut :
    Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
  4. Bahwa PMK No. 199/PMK.03/2007 khususnya pada Pasal 30 ayat (1) berbunyi sebagai berikut : Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan.
  5. Bahwa PMK No. 199/PMK.03/2007 khususnya pada Pasal 30 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
    Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
  1. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
  2. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
  3. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  4. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
  5. pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
  6. pencocokan data dan/ atau alat keterangan;
  7. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
  8. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
  9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
  10. penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
  11. memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
  1. Bahwa Tergugat pada tanggal 8 Mei 2012 melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
  2. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) karena pada tanggal 11 April 2004 Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sudah tidak terdaftar lagi sebagai PKP maka pemeriksaan yang dilakukan Tergugat pada tanggal 8 Mei 2012 seharusnya Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain yaitu Dalam Rangka Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur pada Pasal 30 ayat (2) huruf c PMK No. 199/PMK.03/2007.
  3. Dengan demikian pemeriksaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) ini tidak sesuai dengan Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana diatur pada PMK No. 199/PMK.03/2007 sebagaimana diubah terakhir dengan PMK No. 82/PMK.03/2011.
  4. Bahwa karena Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) yang diterbitkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) berhubungan dengan SKPKB PPN maka menurut Penggugat hal tersebut juga tidak sesuai dengan PMK No. 199/PMK.03/2007 sebagaimana diubah terakhir dengan PMK No. 82/PMK.03/2011.
  5. Bahwa karena penerbitan SKPKB dan STP PPN tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka surat ketetapan dan surat tagihan tersebut cacat secara hukum.
  6. Bahwa Tata Cara Pemeriksaan atas Pajak Pertambahan Nilai sehingga menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Surat Tagihan Pajak (STP) PPN tidak sesuai dengan PMK No. 199/PMK.03/2007 sebagaimana diubah terakhir dengan PMK No. 82/PMK.03/2011.
  7. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka secara nyata dan fakta bahwa telah terjadi kesalahan penerapan Tata Cara Pemeriksaan Pajak sehingga SKPKB dan STP yang diterbitkan menjadi cacat hukum.
  8. Bahwa karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) telah menerbitkan produk hukum yang cacat maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) berharap Majelis Hakim Mahkamah Agung dapat memutuskan mengabulkan seluruh permohonan gugatan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  9. Bahwa hal-hal di atas tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam memutuskan sengketa ini.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang,