Putusan Mahkamah Agung Nomor : 235/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-58517/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 16 Desember 2014 yang telah


 

PUTUSAN
Nomor 235/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal FF Nomor. 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak.
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal FF Nomor 40-42 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-1367/PJ./2015 tanggal 30 Maret 2015;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. AFG, beralamat di Jl. GG III No. 5 ZX II, Jakarta 14330;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-58517/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 16 Desember 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa bersama ini Pemohon Banding berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor: KEP-558/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 28 Juni 2011 tentang keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00240/207/08/092/10 tanggal 04 Juni 2010 untuk Masa Pajak Agustus 2008, yang Pemohon Banding terima pada tanggal 01 Juli 2011;

PEMENUHAN KETENTUAN FORMAL PENGAJUAN BANDING


Bahwa Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur bahwa :
“Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak”;
Bahwa selanjutnya, Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengatur bahwa:
“Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak”;
Bahwa selanjutnya, Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Pajak mengatur bahwa :
“Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding”;
Bahwa sehubungan dengan itu, Surat Banding dalam Bahasa Indonesia Pemohon Banding ajukan terhadap satu Keputusan Keberatan kepada Pengadilan Pajak dan Surat Banding Pemohon Banding hanya ditujukan untuk satu Keputusan Terbanding (Keputusan Keberatan). Dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Pajak ;
Bahwa Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur bahwa :
“Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak Keputusan diterima, dilampiri salinan dari Surat Keputusan tersebut”;
Bahwa Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Pengadilan Pajak mengatur bahwa:
“Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan”;
Bahwa selanjutnya, Pasal 36 ayat (3) Undang-undang Pengadilan Pajak mengatur bahwa :
“Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding”;
Bahwa sehubungan dengan itu, Surat Banding Pemohon Banding disusun secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan diajukan sebelum lewat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya Keputusan Keberatan yang fotokopinya Pemohon Banding lampirkan dalam Surat Banding ini. Keputusan Keberatan yang Pemohon Banding ajukan banding, baru Pemohon Banding terima tanggal 01 Juli 2011 sehingga Surat Banding yang Pemohon Banding ajukan ke Pengadilan Pajak masih belum melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya Surat Keputusan Keberatan tersebut. Dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (3) Undang-undang Pengadilan Pajak;
Bahwa Pasal 36 ayat (4) Undang-undang Pengadilan Pajak mengatur bahwa:
“Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen)”;
Bahwa Keputusan Keberatan yang Pemohon Banding banding menunjukkan pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp.7.462.729.424,00, sehubungan dengan persyaratan pengajuan permohonan banding ini, Pemohon Banding telah membayar ke Kas Negara sebesar Rp.3.731.364.712,00 pada tanggal 27 September 2011;
Bahwa dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat (4) Undang-undang Pengadilan Pajak;
Bahwa memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pengajuan Surat Banding atas Keputusan Keberatan di atas, telah dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah disyaratkan oleh Undang-undang, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (3) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 35 ayat (1) dan (2), dan Pasal 36 ayat (1), (2), (3), dan (4) Undang-undang Pengadilan Pajak;
Bahwa dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi semua ketentuan formal, sehingga Pemohon Banding memohon Majelis Yang Mulia berkenan memeriksa dan mengadili materi yang Pemohon Banding ajukan banding sebagai berikut:

ASPEK MATERIAL


Bahwa pada tanggal 04 Juni 2010, Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00240/207/08/092/10 untuk Masa Pajak Agustus 2008 dengan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang kurang dibayar sebesar Rp.17.261.008.700,00;

Bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai dimaksud dan oleh karena itu Pemohon Banding telah mengajukan permohonan keberatan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua melalui surat Nomor: ADM/FAD/ACC/163/VI/2010 tanggal 30 Juni 2010 yang diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua pada tanggal 01 Juli 2010;
Bahwa pada tanggal 28 Juni 2011, Terbanding menerbitkan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-558/WPJ.19/BD.05/2011 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00240/207/08/092/10 tanggal 04 Juni 2010 untuk Masa Pajak Agustus 2008 yang menetapkan “mengabulkan sebagian” permohonan keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00240/207/08/092/10 tanggal 04 Juni 2010 dengan perincian sebagai berikut:

Uraian Semula
(Rp)
Ditambah/
(Dikurangi)
(Rp)
Menjadi
(Rp)
PPN yang Kurang/(Lebih) Dibayar 9.321.411.013,00 (5.590.046.301,00) 3.731.364.712,00
Sanksi Bunga 1.085.710.471,00 (1.085.710.471,00) 0,00
Sanksi Kenaikan  6.853.887.216,00 (3.122.522.504,00) 3.731.364.712,00
Jumlah PPN yang Masih Harus (Lebih) Dibayar 17.261.008.700,00 (9.798.279.276,00) 7.462.729.424,00

Bahwa Keputusan Terbanding Nomor: KEP-558/WPJ.19/BD.05/2011 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00240/207/08/092/10 tanggal 04 Juni 2010 yang Keputusannya baru Pemohon Banding terima pada tanggal 01 Juli 2011;
Bahwa selanjutnya, Pemohon Banding tidak menyetujui Keputusan Keberatan dimaksud dan karenanya Pemohon Banding mengajukan Permohonan Banding atas Keputusan Terbanding Nomor: KEP-558/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 28 Juni 2011 dengan penjelasan sebagai berikut:

POKOK SENGKETA


Koreksi Positif atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.33.010.438.834,00
Bahwa karena Pemohon Banding tidak mendapatkan perincian perhitungan koreksi yang dibatalkan dan yang diterima oleh Terbanding, maka Pemohon Banding belum dapat menjelaskan secara terperinci masing-masing pos yang dikoreksi. Pada saatnya, setelah memperoleh rincian perhitungan dimaksud, Pemohon Banding mohon diperkenankan untuk melengkapi argumentasi Pemohon Banding dalam proses penyelesaian banding kasus ini;
Bahwa lebih lanjut, Pemohon Banding tidak setuju dengan sisa koreksi yang dipertahankan oleh Terbanding atas koreksi positif atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.33.010.438.834,00, dimana koreksi Terbanding pada saat pemeriksaan atas hal tersebut pada dasarnya berkaitan dengan koreksi Peredaran Usaha di Pajak Penghasilan Badan;
Bahwa selanjutnya, Pemohon Banding akan menjelaskan kembali alasan ketidaksetujuan atas koreksi Peredaran Usaha/koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai, dimana Pemohon Banding mencoba menjabarkan berdasarkan perhitungan Pemohon Banding dengan menggunakan data perusahaan dengan penjelasan sebagai berikut:
Metode Cost Plus (CPM) tidak dapat diterapkan di dalam Pemohon Banding Bahwa metode CPM bukanlah metode yang tepat untuk diterapkan karena tidak dapat ditemukannya data marjin kotor yang dapat diandalkan sehingga Terbanding tidak boleh menggunakan metode ini untuk melakukan koreksi;
Bahwa berdasarkan pendapat Pemohon Banding, metode CPM memerlukan tingkat kesebandingan yang tinggi. Perbedaan yang signifikan atas kesebandingan tersebut, contoh: perbedaan fungsi dan alokasi risiko, perbedaan produk, perbedaan kondisi pasar, dan lain-lain akan berpengaruh kepada keandalan hasil penggunaan metode analisa CPM. Konsistensi akuntansi juga harus dipertimbangkan antara controlled dan uncontrolled transactions. Karena perbedaan-perbedaan tersebut, Pemohon Banding berpendapat analisis dengan metode CPM tidak dapat diandalkan;
Bahwa selanjutnya, menurut OECD Guidelines paragraf 2.88 disebutkan “The denominator should be reasonably independent from controlled transactions, otherwise there would be no objective starting point”. Dalam hal ini, pembelian yang dilakukan Pemohon Banding (faktor-faktor yang termasuk dalam perhitungan COGS) seperti pembelian material dan jasa perakitan dan pressing 59,02% berasal dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Sehingga mengacu kepada pernyataan dari OECD, angka pembagi (COGS) Pemohon Banding masih dipengaruhi oleh transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehingga apabila pengujian dengan menggunakan metode CPM diterapkan akan menghasilkan hasil pengujian yang tidak dapat diandalkan;
Bahwa angka Gross Profit Margin (GPM) diterapkan ke masing-masing model yang dijual oleh Pemohon Banding, dimana Terbanding mempertahankan dan melakukan perhitungan ulang untuk model yang mempunyai GPM di bawah 6,98% dan melakukan perhitungan ulang dan koreksi positif atas hal tersebut.
Namun, Terbanding tidak melakukan koreksi negatif atas model dengan GPM di atas 6,98%;
Bahwa Terbanding menggunakan data pembanding eksternal berdasarkan database OSIRIS dengan rentang wajar laba bruto adalah minimum sebesar 6,98% dan maksimum sebesar 25,51%;
Bahwa Pemohon Banding belum mendapat perincian atas data pembanding eksternal yang dimaksud oleh Terbanding sebagaimana yang telah dijelaskan di atas;
Bahwa selanjutnya, Pemohon Banding tidak setuju Terbanding menggunakan data pembanding eksternal berdasarkan database OSIRIS dengan menggunakan metode CPM dengan penjelasan sebagai berikut:
  1. penggunaan Metode Cost Plus atas data pembanding eksternal dari database OSIRIS tidak dapat diterapkan karena klasifikasi laporan keuangan dan standar akuntansi di setiap negara adalah berbeda;
  2. apabila Terbanding pada saat pemeriksaan tetap menggunakan data pembanding tersebut, Terbanding pada saat pemeriksaan seharusnya terlebih dahulu melakukan verifikasi dan/atau penyesuaian atas data OSIRIS dengan laporan keuangan di website maupun dari sumber lainnya atas perusahaan yang diuji;
Perbedaan Fungsi
Bahwa produk yang dijual Pemohon Banding adalah menyangkut produk yang mempunyai brand, dimana Pemohon Banding tidak hanya menjual produk yang memiliki brand QWR saja namun brand lain selain QWR, sehingga fungsi seperti pemasaran serta riset dan pengembangan akan mengakibatkan tingkat laba yang berbeda dengan perusahaan pembanding;
Klasifikasi Manufaktur
Bahwa Terbanding pada saat pemeriksaan mengklasifikasi Pemohon Banding sebagai perusahaan manufaktur/pabrikasi dengan fungsi terbatas atau yang dikenal sebagai Contract Manufacturing. Kertas kerja Terbanding pada saat
pemeriksaan menyebutkan bahwa “Berdasarkan analisis Function, Assets, and Risks (FAR) fungsi yang dijalankan oleh Pemohon Banding adalah sebagai pabrikan, seluruh asset yang digunakan dimiliki oleh Pemohon Banding dan resiko yang ditanggung oleh Pemohon Banding, kecuali biaya pengiriman yang ditanggung oleh PT. PQR Manufacturing Indonesia (PQR), PT. OPQ, Tbk. (AI), dan QWR Motor, Co., Ltd. (DMC) untuk ekspor.
Dalam hal ini Pemohon Banding bertindak sebagai contract manufacturer, sehingga Terbanding pada saat pemeriksaan berpendapat bahwa penerapan metode Harga Pokok Plus (Cost Plus) adalah tepat untuk menentukan harga wajar;
Bahwa lebih lanjut, Pemohon Banding bukanlah contract manufacturer karena:
  1. Pemohon Banding memproduksi barang dan menanggung risiko produksinya sendiri; tidak ada jaminan bahwa barang yang diproduksi Pemohon Banding akan terjual habis;
  2. Pemohon Banding menentukan waktu jadwal produksinya sendiri tanpa adanya instruksi dari pihak lain;
  3. Pemohon Banding bertanggung jawab atas pemasaran kendaraan merk QWR di pasar dalam negeri;
  4. Pemohon Banding menanggung risiko pasar sepenuhnya atas penjualan dalam negeri;
Bahwa berdasarkan faktor-faktor tersebut, Pemohon Banding lebih tepat dikarakterisasikan sebagai perusahaan manufaktur yang memproduksi barang jadi dibawah perjanjian yang relatif panjang dan menggunakan tekhnologi seperti patent, industrial know-how, design dan lain lain yang dimiliki oleh pemberi lisensi atau lebih dikenal sebagai “licensed atau limited manufacturer”,
dan bukan “contract manufacturer”. Dengan demikian, pemilihan dan penerapan CPM yang dilakukan oleh Terbanding pada saat pemeriksaan tidak memiliki dasar dan tidak tepat;
Transactional Net Margin Method (TNMM) merupakan metode yang lebih tepat dan dapat diandalkan
Bahwa Surat Edaran Nomor: SE-04/PJ.7/1993 menyebutkan bahwa apabila terdapat hambatan dalam penerapan metode tertentu, metode lain harus digunakan. Seperti dijelaskan sebelumnya, terdapat kesulitan yang menyebabkan metode CPM tidak dapat diterapkan. Bahwa adanya metode lain yang dapat menyimpulkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi hubungan istimewa Pemohon Banding (apabila analisis dilakukan pada pihak lawan transaksi Pemohon Banding). Pada keadaan dimana lawan transaksi Pemohon Banding dianggap sesuai dengan prinsip kelaziman dan kewajaran usaha, maka dapat disimpulkan bahwa transaksi Pemohon Banding dengan pihak tersebut adalah juga dilakukan dengan sesuai prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
Bahwa marjin bersih tidak begitu sensitif terhadap perbedaan kesebandingan dibandingkan dengan marjin kotor. Oleh karena itu, metode TNMM menghasilkan tingkat fleksibilitas yang tinggi untuk mengakomodir pembanding yang tidak sempurna bila dibandingkan dengan metode CPM. Lebih dari itu, metode TNMM tidak begitu terpengaruh kepada perbedaan kebijakan akuntansi, misalnya pengklasifikasian biaya-biaya tertentu sebagai harga pokok penjualan dan biaya usaha. Selanjutnya, seperti kita ketahui dimana Pemohon Banding tidak hanya menjual produk yang memiliki brand QWR saja namun brand lain selain QWR, sehingga fungsi seperti pemasaran serta riset dan pengembangan (R&D) akan mengakibatkan perbedaan dan pengaruh yang material pada tingkat laba kotor sehingga penggunaan metode CPM tidak tepat digunakan;
Bahwa sebagai hasilnya, metode TNMM akan menghasilkan analisa yang lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan metode CPM dan diyakini sebagai metode Transfer Pricing yang lebih sesuai untuk menguji transaksi penjualan Pemohon Banding dibandingkan dengan menggunakan metode CPM;
Hasil Penggunaan Metode TNMM oleh Pemohon Banding dibandingkan dengan Hasil Terbanding pada saat pemeriksaan
Bahwa Pemohon Banding menunjuk PT. FGH (PwC Indonesia) sebagai konsultan yang independent untuk melakukan perhitungan rentang Return on Assets (RoA) untuk periode satu tahun untuk Tahun 2008 atas perusahaan-perusahaan pembanding secara terperinci dalam tabel di bawah ini:

RoA Perusahaan
Pembanding
Pemohon Banding
2008
Rentang Kewajaran Min -1,32%
Q1 1,50%
Median 6,36%
Q3 9,47%
Maks 16,97%
Pemohon Banding (fy 2008) 8,20%

Bahwa RoA Pemohon Banding adalah 8,20% untuk Tahun 2008, yaitu berada pada posisi menuju rentang akhir yang tertinggi;
Bahwa dari uraian tersebut di atas, maka Pemohon Banding telah menunjukkan bahwa hasil penggunaan metode TNMM menunjukkan bahwa Pemohon Banding telah mendapatkan penghasilan yang sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
Bahwa oleh karena itu, koreksi Terbanding pada saat pemeriksaan atas Peredaran Usaha yang masih dipertahankan oleh Terbanding seharusnya dibatalkan;
Bahwa dengan demikian, maka seharusnya perhitungan Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak Agustus 2008 menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut :

Uraian Jumlah
(Rp)
Dasar Pengenaan Pajak:
- Ekspor 167.338.684.848,00
- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 1.190.616.109.911,00
Jumlah seluruh Penyerahan 1.357.954.794.759,00
Pajak Keluaran 137.484.011.562,00
Pajak Masukan: 144.337.898.778,00
- Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan (6.853.887.216,00)
Jumlah PPN Kurang/(Lebih) Bayar
Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya 6.853.887.216,00
PPN yang Kurang/(Lebih) Dibayar 0,00
Sanksi Administrasi:
- Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP 0,00
- Kenaikan Pasal 13 ayat (3) KUP 0,00
Jumlah Sanksi Administrasi 0,00
PPN yang Kurang/(Lebih) Dibayar 0,00

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-58517/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 16 Desember 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-558/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 28 Juni 2011, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Agustus 2008 Nomor: 00240/207/08/092/10 tanggal 04 Juni 2010, atas nama: PT. AFG, NPWP: 0X.000.XXX.X-0XX.000, beralamat di: Jl. GG III No. 5 ZX II, Jakarta 14330, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Agustus 2008 menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak:
Ekspor
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Jumlah Seluruh Penyerahan
Pajak Keluaran yang dipungut sendiri
Pajak Masukan Yang Dapat Diperhitungkan
PPN Yang Kurang/(Lebih) dibayar
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
PPN Yang Kurang/(Lebih) dibayar
Sanksi Administrasi
Jumlah PPN yang masih harus dibayar

Rp.    167.338.684.848,00
Rp. 1.190.616.109.911,00
Rp. 1.357.954.794.759,00
Rp.    137.484.011.562,00
Rp.    144.337.898.778,00
(Rp.       6.853.887.216,00)
Rp.        6.853.887.216,00
Rp.                             0,00
Rp.                             0,00
Rp.                             0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-58517/PP/M.IIIB/16/2014, Tanggal 16 Desember 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 20 Januari 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1367/PJ./2015, Tanggal 30 Maret 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 10 April 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 10 April 2015;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 28 September 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 28 Oktober 2015;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
    Bahwa berdasarkan keterangan baik tertulis, maupun lisan yang disampaikan oleh para pihak, serta bukti-bukti yang terungkap di persidangan, maka Majelis berpendapat:
    Bahwa koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Agustus 2008 sebesar Rp33.010.438.834,00 menurut Terbanding dalam Surat Uraian Bandingnya maupun keterangan di dalam persidangan terkait langsung dengan koreksi Terbanding atas peredaran usaha di Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2008 yang juga diajukan banding dan diperiksa bersamaan dengan sengketa ini;
    Bahwa dapat diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan Majelis atas koreksi peredaran usaha dan berdasarkan pertimbangan hukum a quo Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan permohonan Pemohon Banding, oleh karenanya koreksi Terbanding atas Peredaran Usaha sebesar Rp361.793.757.212,00 harus dibatalkan;
    Bahwa dalam ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa, "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim
    Bahwa karenanya Majelis berkesimpulan, koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Agustus 2008 sebesar Rp33.010.438.834,00 harus dibatalkan;
  1. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
    2.1.
    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, antara lain mengatur :
    Pasal 69 ayat (1)
    Alat bukti dapat berupa:
    1. surat atau tulisan;
    2. keterangan ahli;
    3. keterangan para saksi;
    4. pengakuan para pihak; dan/atau
    5. pengetahuan Hakim
    Pasal 76
    Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
    Pasal 78
    Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
    Pasal 84 ayat (1)
    Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
    1. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
    Pasal 91
    Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    2..2.
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
    Pasal 4
    Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
    1. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
    2. impor Barang Kena Pajak;
    3. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
    4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
    5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
    6. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
    2.3.
    Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.7/1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
    2.4.
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-Kasus Transfer Pricing;
    2.5.
    P3B Indonesia-Jepang antara lain mengatur bahwa:
    Pasal 9
    Apabila;
    (a)
    suatu perusahaan dari salah satu Negarat baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara lainnya, atau
    (b)
    orang atau badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari salah satu Negara dan dalam suatu perusahaan dari Negara lainnya, dan tiap kedua hal itu, diantara kedua perusahaan itu di dalam hubungan dagangan atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya terjadi diantara perusahaan-perusahaan yang bebas, maka setiap keuntungan yang seharusnya jatuh pada safah satu perusahaan, tetapi tidak diperolehnya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan ke dalam laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak;
    Pasal 12 ayat (6)
    Apabila karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan penerima royalti atau antara keduanya dengan pihak ketiga maka jumlah royalti, dengan memperhatikan penggunaan, hak dan keterangan untuk mana royalti itu dibayar melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan penerima seandainya tidak terdapat hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir.
    Dalam hal demikian, jumlah pembayaran selebihnya tetap dikenakan pajak menurut perundang-undangan masing-masing Negara dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini.
    Pasal 24 ayat (3)
    Kecuali dimana ketentuan-ketentuan Pasal 9, Pasal 11 ayat 8, atau pasal 12 ayat 6 berlaku, bunga, royalti dan lain-lain pengeluaran yang dibayarkan oleh suatu perusahaan disuatu Negara kepada penduduk di Negara lainnya, maka untuk tujuan menentukan laba kena pajak perusahaan itu akan dapat dikurangkan berdasarkan keadaan yang sama, seolah-olah bunga, royalti dan lain-lain pengeluaran itu telah dibayarkan kepada penduduk dari Negara yang disebut pertama.
  1. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.58517/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 16 Desember 2014 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
    3.1.
    Bahwa Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Agustus 2008 ini adalah dikarenakan equalisasi koreksi peredaran usaha PPh Badan sebesar Rp361.793.757.212,00 cfm. hasil pemeriksaan Tahun Pajak 2008 yang juga diajukan banding oleh Termohon Peninjauan Kembali dan telah diputus oleh Pengadilan Pajak dengan Putusan Nomor: Put.58512/PP/M.III/15/2014 yang putusannya adalah Mengabulkan Seluruhnya dan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut telah dievaluasi dengan hasil rekomendasi : diajukan Peninjauan Kembali ke MA;
    3.2.
    Bahwa mengingat koreksi sejalan dengan koreksi Peredaran Usaha tersebut yang telah diputus oleh Majelis, maka pembahasan atas sengketa koreksi DPP PPN tersebut mengacu pada pembahasan atas sengketa PPh Badan;
    3.3.
    Bahwa substansi koreksi peredaran usaha sebesar Rp361.793.757.212,00 adalah perbedaan penerapan harga wajar antara Pemohon Peninjauan Kembali dengan Termohon Peninjauan Kembali atas peredaran usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh.
    3.4.
    Bahwa alasan Pemohon Peninjauan Kembali melakukan koreksi peredaran usaha sebesar Rp361.793.757.212,00 karena penjualan Termohon Peninjauan Kembali ke pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan harga yang tidak wajar dengan argumentasi sebagai berikut :
    1. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) Undang-undang Pajak Penghasilan terdapat hubungan istimewa antara Termohon Peninjauan Kembali sebagai penjual dengan PT PQR, PT. Al dan DMC sebagai pembeli.
    2. Bahwa berdasarkan analisis kesebandingan dan analisis fungsi, aset dan resiko substansi usaha Termohon Peninjauan Kembali adalah perusahaan contract manufacturer dengan fungsi tambahan yaitu fungsi research and development.
    3. Pemohon Peninjauan Kembali menerapkan metode Harga Pokok Plus (Cost Plus) untuk menentukan margin wajar karena Termohon Peninjauan Kembali bertindak sebagai contract manufacturer dengan fungsi tambahan yaitu fungsi research and development.
    4. Bahwa karena tidak terdapat data pembanding internal (Termohon Peninjauan Kembali tidak melakukan penjualan kepada pihak independen), maka pembanding yang akan dipakai untuk meneliti kewajaran tingkat laba Termohon Peninjauan Kembali adalah pembanding eksternal dari database OSIRIS yaitu perusahaan XZ dengan persentase laba bruto dari perusahaan pembanding tersebut yaitu sebesar 6,98%.
    3.5.
    Bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dengan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali tersebut dengan alasan sebagai berikut :
    1. Metode Cost Plus (CPM) tidak dapat diterapkan dengan alasan:
      1)
      Karena berdasarkan database OSIRIS tidak dapat ditemukannya data marjin kotor yang dapat diandalkan.
      2)
      Metode CPM memerlukan tingkat kesebandingan yang tinggi. Perbedaan yang signifikan atas kesebandingan tersebut, contoh: perbedaan fungsi dan alokasi risiko, perbedaan produk, perbedaan kondisi pasar, dll akan berpengaruh kepada keandalan hasil penggunaan metode analisa CPM. Konsistensi akuntansi juga harus dipertimbangkan antara controlled dan uncontrolled transactions.
      3)
      Pemohon Peninjauan Kembali melakukan perhitungan ulang dan koreksi positif untuk model yang mempunyai GPM di bawah 6,98%. Namun, Pemohon Peninjauan Kembali tidak melakukan koreksi negatif atas model dengan GPM di atas 6,98%.
      4)
      Pada saat proses pemeriksaan, peraturan perpajakan yang mengatur Transfer Pricing adalah KEP-01/PJ.7/1993 dan SE-04/PJ.7/1993, dimana mengacu contoh kasus dari peraturan tersebut disebutkan bahwa apabila barang tersebut mempunyai spesifikasi khusus, misalnya semi finished product ataupun produk tersebut diproses lebih lanjut, maka pendekatan harga pokok/CPM dapat digunakan. Sehingga, apabila mengacu kepada peraturan tersebut, produk yang dijual oleh Termohon Peninjauan Kembali adalah produk jadi sehingga penerapan metode CPM tidak dapat diterapkan.
      5)
      Bahwa selanjutnya, berdasarkan BAB IV, pasal 11 ayat (6) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-43/PJ./2010 disebutkan bahwa kondisi yang tepat dalam menerapkan metode biaya-plus (Cost Plus method/CVM) adalah:
      • barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
      • terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (Joint facility agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak- pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau
      • bentuk transaksi adalah penyediaan jasa;
      Bahwa berdasarkan peraturan tersebut di atas, Termohon Peninjauan Kembali tidak memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud, sehingga penerapan metode CPM tidak dapat diterapkan ke Termohon Peninjauan Kembali
      6)
      Bahwa lebih lanjut, pada paragraf 2,88 disebutkan “The denominator should be reasonably independent from controlled transactions, otherwise there would be no objective starting point*. Dalam hal ini, pembelian yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (faktor-faktor yang termasuk dalam perhitungan COGS) seperti pembelian material dan jasa perakitan dan pressing 59,02% berasal dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Sehingga mengacu kepada pernyataan dari OECD, angka pembagi (COGS) Termohon Peninjauan Kembali masih dipengaruhi oleh transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehingga apabila pengujian dengan menggunakan metode CPM diterapkan akan menghasilkan hasil pengujian yang tidak dapat diandaikan.
      7)
      Pihak Pemohon Peninjauan Kembali menggunakan data pembanding eksternal berdasarkan database OSIRIS dengan menggunakan pembanding perusahaan, yaitu Force Motor Limited dengan persentase mark up adalah sebesar 6,98%. Selanjutnya, Termohon Peninjauan Kembali tidak setuju Pihak Pemohon Peninjauan Kembali menggunakan data pembanding eksternal berdasarkan database OSIRIS dengan menggunakan metode CPM dengan penjelasan sebagai berikut:
      • Penggunaan metode CPM atas data pembanding eksternal dari database OSIRIS tidak dapat diterapkan karena klasifikasi laporan keuangan dan standar akuntansi di setiap negara adalah berbeda. Dimana penggunaan database OSIRIS sebagai data pembanding lebih tepat untuk digunakan dengan metode TNMM;
      • Apabila Pemohon Peninjauan Kembali tetap menggunakan data pembanding tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali seharusnya tertebih dahulu melakukan verifikasi dan/atau penyesuaian atas data OSIRIS dengan laporan keuangan di website maupun dari sumber lainnya atas perusahaan yang diuji.
      8)
      Bahwa produk yang dijual Termohon Peninjauan Kembali adalah menyangkut produk yang mempunyai brand, dimana Termohon Peninjauan Kembali tidak hanya menjual produk yang memiliki brand QWR saja namun brand lain selain QWR, sehingga fungsi seperti pemasaran serta riset dan pengembangan akan mengakibatkan tingkat laba yang berbeda dengan perusahaan pembanding.
      9)
      Termohon Peninjauan Kembali bukanlah contract manufacturer namun merupakan licensed atau limited manufacturer. Dengan demikian, pemilihan dan penerapan CPM yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tidak memiliki dasar dan tidak tepat.
    1. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali bukanlah contract manufacturer namun merupakan licensed atau limited manufacturer karena:
      1)
      Termohon Peninjauan Kembali memproduksi barang dan menanggung risiko produksinya sendiri; tidak ada jaminan bahwa barang yang diproduksi Termohon Peninjauan Kembali akan terjual habis;
      2)
      Termohon Peninjauan Kembali menentukan waktu jadwal produksinya sendiri tanpa adanya instruksi dari pihak lain;
      3)
      Termohon Peninjauan Kembali bertanggung jawab atas pemasaran kendaraan merk QWR di pasar dalam negeri; dan
      4)
      Termohon Peninjauan Kembali menanggung risiko pasar sepenuhnya atas penjualan dalam negeri;
    1. Bahwa Transactional Net Margin Method (TNMM) merupakan metode yang lebih tepat dan dapat diandalkan dengan alasan :
      1)
      Bahwa Surat Edaran Nomor; SE-04/PJ.7/1993 menyebutkan bahwa apabila terdapat hambatan dalam penerapan metode tertentu, metode lain harus digunakan. Seperti dijelaskan sebelumnya, terdapat kesulitan yang menyebabkan metode CPM tidak dapat diterapkan.
      2)
      Bahwa marjin bersih tidak begitu sensitif terhadap perbedaan kesebandingan dibandingkan dengan marjin kotor. Oleh karena itu, metode TNMM menghasilkan tingkat fleksibilitas yang tinggi untuk mengakomodir pembanding yang tidak sempurna bila dibandingkan dengan metode CPM.
      3)
      Metode TNMM tidak begitu terpengaruh kepada perbedaan kebijakan akuntansi, misalnya pengklasifikasian biaya-biaya tertentu sebagai harga pokok penjualan dan biaya usaha.
      Selanjutnya, seperti kita ketahui dimana Termohon Peninjauan Kembali tidak hanya menjual produk yang memiliki brand QWR saja namun brand lain selain QWR, sehingga fungsi seperti pemasaran serta riset dan pengembangan (R&D) akan mengakibatkan perbedaan dan pengaruh yang material pada tingkat laba kotor sehingga penggunaan metode CPM tidak tepat digunakan.
    3.6.
    Bahwa Majelis membatalkan koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp361.793.757.212,00 dengan pertimbangan sebagai berikut :
    1. Bahwa Majelis sependapat dengan Termohon Peninjauan Kembali bahwa jenis usaha Termohon Peninjauan Kembali adalah limited manufacturer hal ini dikuatkan dengan adanya penilaian dari pihak independen;
    2. Bahwa dengan demikian metode yang paling tepat digunakan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam menghitung tingkat kewajaran harga jual adalah dengan metode TNMM;
    3. Bahwa selanjutnya untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, para pihak sedikitnya harus mempunyai 2 (dua) alat bukti sesuai Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan, “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 Ayat (1)”;
    4. Bahwa ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa, 'Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";
    3.7.
    Berdasarkan alasan Pemohon Peninjauan Kembali, alasan Termohon Peninjauan Kembali dan pertimbangan Majelis, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagai berikut :
    1. Bahwa jenis usaha Termohon Peninjauan Kembali adalah contract manufacturer dengan fungsi tambahan yaitu research and development dengan alasan sebagai berikut:
      1)
      Sesuai dengan Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-153/PJ.4/2010 tentang Panduan Pemeriksaan Kewajaran Transaksi Afiliasi disebutkan bahwa klasifikasi substansi usaha perusahaan yang melakukan fungsi fabrikasi dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu:
      Manufaktur Fungsi Penuh (Fully Fledged Manufacturing), Manufaktur Fungsi Terbatas (Contract Manufacturing), dan Maklon (Toll Manufacturing), dengan karakter sebagai berikut :
      (lihat tabel 8)
      Dengan demikian, sesuai pengelompokan perusahaan fungsi pabrikasi tersebut diatas maka Pemohon Peninjauan Kembali melakukan analisis fungsi untuk mendapatkan substansi usaha Termohon Peninjauan Kembali apakah Manufaktur Fungsi Penuh (Fully Fledged Manufacturing), Manufaktur Fungsi Terbatas (Contract Manufacturing), atau Maklon (Toll Manufacturing). Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-153/PJ.4/2010 tidak menjelaskan mengenai jenis usaha limited manufacturer sebagaimana disebut oleh Termohon Peninjauan Kembali bahwa jenis usaha Termohon Peninjauan Kembali adalah limited manufacture. Termohon Peninjauan Kembali tidak menjelaskan secara detail literatur terkait jenis usaha limited manufacturer. Dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali berpedoman pada Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-153/PJ.4/2010 yang hanya mengelompokkan jenis usaha pabrikasi berdasarkan fungsi ke dalam 3 kelompok besar yaitu Manufaktur Fungsi Penuh (Fully Fledged Manufacturing), Manufaktur Fungsi Terbatas (Contract Manufacturing), atau Maklon (Toll Manufacturing).
      2)
      Berdasarkan Analisis Kesebandingan (Fungsi, Aset,dan Risiko) substansi usaha Termohon Peninjauan Kembali adalah contract manufacturer dengan fungsi tambahan berupa research and development :
      Proses Pemeriksaan
      Berdasarkan analisis Fungsi, Aset dan Risiko (FAR) yang telah diisi dan ditandatangani oleh Termohon Peninjauan Kembali, nampak bahwa fungsi yang dijalankan Termohon Peninjauan Kembali merupakan perusahaan pabrikasi dengan fungsi yang terbatas, maka substansi usaha Termohon Peninjauan Kembali adalah pabrikasi dengan fungsi terbatas atau yang umum disebut contract manufacturer, seluruh aset yang digunakan dimiliki oleh Termohon Peninjauan Kembali dan risiko ditanggung oleh Termohon Peninjauan Kembali dengan pertimbangan sebagai berikut: (lihat tabel 9) dan dengan kesimpulan bahwa:
      a).
      Termohon Peninjauan Kembali tidak melakukan penelitian dan pengembangan (R&D) karena tidak mempunyai intangible property disebabkan disain dan merek produk yang akan diproduksi dimiliki oleh perusahaan induk;
      b).
      Termohon Peninjauan Kembali mempunyai kemampuan atau keahlian untuk memproduksi kendaraan roda empat dan sparepart-nya;
      c).
      Termohon Peninjauan Kembali melakukan kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat strategis hanya dalam proses produksi;
      d).
      Termohon Peninjauan Kembali memiliki manajemen persediaan untuk bahan baku;
      e).
      Termohon Peninjauan Kembali juga tidak melakukan pemasaran karena dilakukan oleh PT AI untuk produk QWR dan PT PQR untuk produk PQR, sehingga Termohon Peninjauan Kembali tidak menanggung risiko pasar.
      Proses Penelitian Keberatan
      Berdasarkan penelitian terhadap laporan keuangan audited tahun pajak 2008 (periode 1 April 2008 s.d. 31 Maret 2009) diketahui Termohon Peninjauan Kembali melakukan fungsi research and development. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sesuai dengan Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-153/PJ.04/2010 tanggal 31 Maret 2010, Pemohon Peninjauan Kembali berkesimpulan Termohon Peninjauan Kembali dapat didentifikasikan sebagai contract manufacturer dengan fungsi tambahan yaitu fungsi research and development.
      Bahwa penentuan substansi usaha Termohon Peninjauan Kembali yaitu contract manufacturer pada saat proses pemeriksaan didasarkan pada dokumen analisis kesebandingan yang diisi dengan tulisan tangan oleh Termohon Peninjauan Kembali pada saat proses pemeriksaan. Hal ini menjadi bukti bahwa simpulan Pemohon Peninjauan Kembali mengenai substansi usaha Termohon Peninjauan Kembali bukan didasarkan pada pemikiran Pemohon Peninjauan Kembali saja tetapi didasarkan kepada alat bukti keterangan yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali sendiri pada saat pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan.
      Bahwa penambahan fungsi tambahan berupa research and development pada saat proses penelitian keberatan tidak berpengaruh terhadap langkah-langkah selanjutnya dalam menerapkan prinsip kewajaran.
      Bahwa berdasarkan analisis Fungsi, Aset dan Risiko (FAR) yang telah diisi dan ditandatangani oleh Termohon Peninjauan Kembali, nampak bahwa fungsi yang dijalankan Termohon Peninjauan Kembali adalah sebagai contract manufacturer dengan fungsi tambahan yaitu research and development.
    1. Bahwa Metode Cost Plus (CPM) sangat tepat diterapkan untuk menghitung harga wajar dibandingkan Motode TNMM dengan alasan sebagai berikut :
      1)
      Bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah mengakui sendiri Metode Cost Plus (CPM) yang diterapkan dalam menghitung harga wajar sebagaimana tertuang dalam Lampiran 3A SPT Tahunan PPh Badan tahun Pajak 2008.
      Bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU KUP beserta memori penjelasannya dan Pasal 4 ayat (1) UU KUP, Sura