Putusan Mahkamah Agung Nomor : 180/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47103/PP/M.XIII/16/2013, tanggal 12 September 2013 yang tela


 

PUTUSAN
Nomor 180/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Kesemuanya pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2762/PJ/2013, tanggal 3 Desember 2013;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT XX, beralamat di M Building E Suite CC, Jalan Letjen B Kav. YY Pancoran, Jakarta Selatan 12xxx, dalam hal ini diwakili oleh AAA selaku Direktur;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47103/PP/M.XIII/16/2013, tanggal 12 September 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

bahwa Pemohon Banding mengajukan banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1401/WPJ.07/2012 tanggal 30 Juli 2012 , tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 Nomor: 00012/207/10/059/11 tanggal 28 September 2011 dengan penjelasan sebagai berikut:

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan pajak Tahun Pajak 2009 (periode April 2009 - Maret 2010), Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 Nomor: 00012/207/10/059/11 sejumlah Rp633.978.012,00 dengan rincian sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak Rp 63.443.656.267,00
Pajak Keluaran Rp   6.313.857.647,00
Pajak yang dapat Diperhitungkan:
- Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp   4.165.051.058,00
- Dibayar dengan NPWP sendiri Rp   1.685.086.352,00
PPN yang kurang/(Lebih) Dibayar Rp      463.720.237,00
Kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya Rp                        0,00
PPN yang Kurang Dibayar Rp      463.720.237,00
Sanksi Administrasi:
- Bunga Pasal 13 (2) KUP Rp      165.220.886,00
- Kenaikan Pasal 13 (3) KUP Rp          5.036.889,00
PPN yang masih harus dibayar Rp      633.978.012,00
 
bahwa tanggal 27 Desember 2011 Pemohon Banding mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 Nomor: 00012/207/10/059/11 tanggal 28 September 2011 atas koreksi Pemeriksa sebesar Rp633.978.012,00;

bahwa tanggal 31 Juli 2012 Pemohon Banding menerima Keputusan Terbanding Nomor KEP-1401/WPJ.07/2012 yang memutuskan menolak keberatan Pemohon Banding dan Mempertahankan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Nomor: 00012/207/10/059/11 tanggal 28 September 2011 Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010, dengan perincian sebagai berikut:
Uraian Semula (Rp) Ditambah/(Dikurangi)
(Rp)
Menjadi (Rp)
PPN Kurang/(Lebih) Dibayar   
Sanksi Bunga  0 
Sanksi Kenaikan   
463.720.237
165.220.886
5.036.889
0
0
0
463.720.237
165.220.886
5.036.889
Jumlah PPN yang masih harus (lebih) dibayar 633.978.012 0 633.978.012
 
bahwa atas Keputusan Nomor: KEP-1401/WPJ.07/2012 tersebut, Pemohon Banding mengajukan banding dengan penjelasan sebagai berikut:
Menurut Peneliti
bahwa Peneliti keberatan tetap mempertahankan koreksi positif atas Dasar Pengenaan Pajak penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri atas Revenue Commision sebesar Rp3.669.276.787,00 dengan alasan sebagai berikut:

bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dijelaskan sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1
Daerah Pabean adalah Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat – tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan;

Pasal 1 angka 5
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;

Pasal 1 angka 6
Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini;

Pasal 1 angka 7
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6;

Pasal 4 huruf c
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas : penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

Penjelasan. Pasal 4 huruf c
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan;

bahwa Penyerahan Jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut:
a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

bahwa Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, menetapkan jenis - jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b. Jasa di bidang pelayanan sosial;
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. Jasa di bidang keagamaan;
f. Jasa di bidang pendidikan;
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan
i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
j. Jasa di bidang tenaga kerja
k. Jasa di bidang perhotelan;
l. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

bahwa namun demikian jasa perdagangan tidak ditetapkan sebagai jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa aktivitas yang dilakukan Pemohon Banding adalah bertindak sebagai perantara yaitu menghubungkan antara pembeli di dalam daerah pabean dengan penjual di luar daerah pabean;
bahwa atas kegiatannya sebagai perantara tersebut, Pemohon Banding memperoleh komisi/fee langsung dari penjual di luar daerah pabean;
bahwa berdasarkan hal – hal di atas, Peneliti berpendapat sebagai berikut:
- Jasa yang dilakukan adalah jasa perantara yang merupakan Jasa Kena Pajak;
- Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean;
- Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

bahwa atas kegiatan jasa perdagangan yang dilakukan Pemohon Banding termasuk Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa karena jasa tersebut dilakukan di dalam daerah pabean sesuai Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;

bahwa berdasarkan uraian di atas Peneliti mengusulkan untuk menolak keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi Pemeriksa atas Revenue Commission sebesar Rp3.669.276.787,00 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010;
Menurut Pemohon Banding
bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Revenue Commission sebesar Rp3.669.276.787,00 dengan penjelasan sebagai berikut:
1. SE-08/P152/1996
bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-08/PJ.52/1996 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa atas Jasa Perdagangan menyebutkan bahwa:
Pasal 1
Yang dimaksud Jasa Perdagangan adalah Jasa yang diberikan oleh orang atau badan kepada pihak lain, karena menghubungkan pihak lain tersebut kepada pembeli barang pihak lain itu atau menghubungkan pihak lain tersebut kepada penjual barang yang akan dibeli pihak lain itu. Jasa perdagangan dengan demikian dapat berupa jasa perantara, jasa pemasaran, maupun jasa mencarikan penjual;
Pasal 2.2 huruf g
Jasa perdagangan tidak dikenakan PPN dalam hal : Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai BUT di Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan;
bahwa mengacu pada Pasal 2.2 huruf g Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.52/1996 maka seharusnya pendapatan komisi yang diterima Pemohon Banding dari penjual termasuk dalam pengertian jasa perdagangan yang tidak dikenakan PPN karena:
- Pemohon Banding selaku pengusaha perdagangan dan pembeli barang berada di dalam daerah pabean;
- Penjual selaku penerima jasa perdagangan berada di luar daerah pabean dan tidak memiliki BUT di Indonesia; dan
- Pembayaran atas jasa perdagangan dilakukan secara langsung oleh penjual kepada Pemohon Banding.
2. SE-145/PJ./2010
bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-145/PJ./2010 yang mengatur bahwa PPN dikenakan atas penyerahan jasa perdagangan yang dilakukan di dalam Daerah Pabean dimana pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang selaku penerima barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean baru diberlakukan pada tanggal 22 Desember 2010;
bahwa butir 6 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-145/PJ./2010 menyebutkan bahwa: "Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak dan surat-surat penegasan yang bertentangan dengan substansi ketentuan yang ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku";
Azas Keadilan
bahwa menurut Pemohon Banding sangatlah tidak adil apabila Terbanding mengenakan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa atas pendapatan komisi yang Pemohon Banding terima pada Masa Januari sampai dengan Maret 2010 sebesar Rp3.669.276.787,00 karena sesungguhnya SE-08/PJ.52/1996 masih berlaku sampai dengan Maret 2010 dan baru dicabut oleh Terbanding melalui SE-145/PJ./2010 yaitu pada tanggal 22 Desember 2010;
bahwa apabila Terbanding menganggap SE-08/PJ.52/1996 tidak dapat diterapkan pada Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010, maka seharusnya Terbanding sudah mencabut SE-08/PJ.52/1996 dalam tahun 2009 tersebut sehingga Pemohon Banding sebagai Wajib Pajak tidak salah dalam menerapkan peraturan perpajakan yang berlaku;
bahwa menurut Pemohon Banding ketentuan perpajakan sebagaimana dinyatakan pada SE-08/PJ.52/1996 tetap berlaku sepanjang tidak ada peraturan Terbanding yang mencabut SE-08/PJ.52/1996 tersebut;
bahwa Pemohon Banding tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa atas pendapatan komisi yang Pemohon Banding terima pada Masa Januari sampai dengan Maret 2010 sudah sejalan dan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku sebagaimana dinyatakan pada SE-08/PJ.52/1996;
bahwa berdasarkan penjelasan di atas dan penegasan pada butir 6 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-145/PJ./2010, menurut Pemohon Banding bahwa ketentuan sebagaimana disebutkan pada SE-08/PJ.52/1996 tersebut masih dapat dipergunakan pada Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010, sehingga atas Revenue Commission sebesar Rp3.669.276.787,00 seharusnya tidak dikenakan PPN;
bahwa berdasarkan uraian penjelasan Pemohon Banding di atas, maka perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak Rp 59.774.379.480,00
Pajak Keluaran Rp   5.946.929.968,00
Pajak yang dapat Diperhitungkan:
- Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp   4.165.051.058,00
- Dibayar dengan NPWP sendiri Rp   1.685.086.352,00
PPN yang kurang/(Lebih) Dibayar Rp        96.792.558,00
Kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya Rp                        0,00
PPN yang Kurang Dibayar Rp        96.792.558,00
Sanksi Administrasi:
- Bunga Pasal 13 (2) KUP Rp        34.490.622,00
- Kenaikan Pasal 13 (3) KUP Rp          1.222.000,00
PPN yang masih harus dibayar Rp      132.505.180,00

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47103/PP/M.XIII/16/2013, tanggal 12 September 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1401/WPJ.07/2012 tanggal 30 Juli 2012, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 Nomor: 00012/207/10/059/11 tanggal 28 September 2011, atas nama: PT XX, NPWP: 0x.xxx.xxx.x-xxx.000, beralamat di M Building E Suite CC, Jl. Letjen B Kav. YY Pancoran, Jakarta Selatan 12xxx, sehingga perhitungannya menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak Rp 59.774.379.480,00
Pajak Keluaran Rp   5.946.929.968,00
Pajak yang dapat Diperhitungkan:
- Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp   4.165.051.058,00
- Dibayar dengan NPWP sendiri Rp   1.685.086.352,00
PPN yang kurang/(Lebih) Dibayar Rp        96.792.558,00
Kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya Rp                        0,00
PPN yang Kurang Dibayar Rp        96.792.558,00
Sanksi Administrasi:
- Bunga Pasal 13 (2) KUP Rp        34.490.622,00
- Kenaikan Pasal 13 (3) KUP Rp          1.222.000,00
PPN yang masih harus dibayar Rp      132.505.180,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47103/PP/M.XIII/16/2013, tanggal 12 September 2013, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 26 September 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2762/PJ/2013, tanggal 3 Desember 2013, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 18 Desember 2013, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 18 Desember 2013;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 9 Oktober 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 30 Oktober 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

Keberatan atas tidak dipertahankannya Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 atas koreksi Revenue Commision sebesar Rp3.669.276.787,00

Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan terhadap pertimbangan hukum dan putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 atas koreksi Revenue Commision sebesar Rp3.669.276.787,00 sebagaimana tertuang dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim pada halaman 37 putusan a quo, sebagai berikut:
Dari fakta hukum kegiatan Pemohon Banding dan peraturan berkenaan, Majelis berpendapat:
1. Sebagaimana pendapat Terbanding dalam LHP/KKP/UPK, Pemohon Banding memberikan jasa perdagangan sehingga terjadi transaksi jual-beli antara Penjual/Pembeli di luar Daerah Pabean dengan Pembeli/Penjual didalam Daerah Pabean;
2. Pemohon Banding menerima komisi dari Penjual/Pembeli yang berada di luar daerah pabean;
3. Tidak ada BUT Penjual/Pembeli dari luar Daerah Pabean untuk kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan Pemohon Banding sebagaiamana jugadipersoalkan Terbanding dalam persidangan;
4. Mengingat komisi jasa perdagangan diterima dari Penjual/Pembeli yang berada di luar Daerah Pabean, jasa perdagangan yang dilakukan Pemohon Banding diberikan kepada Penjual/Pembeli yang berada di luar Daerah Pabean oleh karenanya jasa perdagangan diserahkan kepada penerimaa jasa yang berada di luar Daerah Pabean, dengan demikian tidak terutangPajak Pertambahan Nilai;
5. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp3.669.276.787,00 tidak dipertahankan;

bahwa berdasarkan atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding sehingga Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak cfm Terbanding Rp 63.443.656.267,00
koreksi yang tidak dipertahankan cfm Majelis;
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Rp   3.669.276.787.00
Dasar Pengenaan pajak cfm Majelis Rp 59.774.379.480,00

Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum Majelis Hakim tersebut dapat disampaikan bahwa Majelis Hakim dalam memutus sengketa a quo nyata-nyata tidak sesuai dengan data dan fakta yang ada serta tidak sesuai dengan pembuktian yang telah dilakukan di dalam persidangan dan menilai secara sepihak, dan tidak berimbang sehingga telah melanggar ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Bahwa atas hal tersebut dapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sampaikan sebagai berikut :
1. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan anak perusahaan dari YY B.V. dan ZZ LTD yang merupakan bagian dari JJ AG yang berpusat di Jerman. XX Indonesia sebagai Distributor Tunggal Mesin Printer di Indonesia, menjual mesin pencetak yang dibutuhkan untuk industri bisnis percetakan besar dan kecil. XX Indonesia menjual jenis mesin cetak dari prepress, offset printing machines, cutting machines, laminating coating, dan juga menyediakan printing industrial commercial lainnya. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga menjual sparepart dan consumable untuk kebutuhan percetakan.
2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi terhadap Dasar Pengenaan Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 atas koreksi Revenue Commision sebesarRp3.669.276.787,00;
3. Bahwa yang menjadi sengketa a quo adalah sengketa yuridis mengenai apakah jasa perdagangan berupa Revenue Commision sebesar Rp3.669.276.787,00 yang diterima Termohon Peninjauan Kembali (semulaPemohon Banding) tersebut merupakan jasa yang terutang PPN atau tidak.
4. Bahwa dilakukannya koreksi atas Revenue Commission oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)sebesar Rp3.669.276.787,00 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 adalah sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 huruf c Undang-Undang PPN;
Bahwa dalam ketentuan Pasal 4 tersebut dijelaskan bahwa penentuan suatu penyerahan Jasa Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN didasarkan kepada tempat terjadinya/dilakukannya penyerahan jasa atau berdasarkan kepada tempat kegiatan/ aktivitas/pengerjaan pelayanan (jasa) tersebut dilakukan oleh pemberi jasa, dan tidak didasarkan kepada tempat kedudukan/domisili dari penerima jasa;
Bahwa dengan demikian, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang PPN tersebut, PPN dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha kepada pihak manapun (termasuk kepada orang pribadi atau badan yang berada di luar Daerah Pabean);
5. Bahwa aktivitas yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terkait dengan Revenue Comission adalah bertindak sebagai perantara yaitu menghubungkan antara pembeli di dalam daerah pabean dengan penjual di luar daerah pabean;
Bahwa atas kegiatannya sebagai perantara tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memperoleh komisi/fee langsung dari penjual di luar daerah pabean yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), yang merupakan penghasilan yang terjadi dan dilakukan di dalam daerah pabean;
Bahwa kegiatan usaha yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan membantu mencarikan pembeli atau menjadi perantara antara pembeli dan penjual mesin cetak XX tersebut adalah termasuk dalam pengertian pemberian jasa sesuai dengan Pasal 1 angka 5 UU PPN yang mengatur bahwa “Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan”;
Bahwa oleh karena itu atas Revenue Comission tetap harus dipungut PPN.
6. Bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa (General Indirect Tax on Consumption);
7. Bahwa makna kalimat pajak konsumsi dalam negeri adalah bahwa, PPN sebagai pajak atas konsumsi barang atau jasa, dimaksudkan untuk dikenakan atas belanja barang atau jasa konsumen terakhir di dalam negeri. Prinsip dasar bahwa PPN hanya dikenakan atas konsumsi di dalam negeri menunjukkan bahwa Undang-Undang PPN tahun 1984 dan perubahannya menggunakan azas destinasi atau asas tujuan, azas yang dianut oleh hampir seluruh sistem pajak atas konsumsi atau Value Added Tax (VAT) di seluruh dunia;
8. Bahwa sesuai dengan Pasal 4 huruf c UU PPN yang mengatur bahwa “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha” menunjukkan bahwa penentuan suatu penyerahan Jasa Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah didasarkan kepada tempat terjadinya/tempat dilakukannya/tempat kegiatan penyerahan jasa dilakukan oleh pemberi jasa (Destination Principle) dan tidak didasarkan kepada tempat domisili/tempat kedudukan dari penerima jasa sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf c tersebut Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh pengusaha kepada pihak manapun (termasuk kepada orang pribadi ataubadan yang berada di luar Daerah Pabean);
9. Bahwa dengan demikian maka jasa perdagangan yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah termasuk ke dalam kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 huruf c UU PPN yang mengatur bahwa “Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak;
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
10. Bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 4 huruf c di atas diketahui bahwa penyerahan jasa kena pajak, termasuk jasa perdagangan yang dikenakan PPN, adalah didasarkan kepada tempat terjadinya/tempat dilakukannya/tempat kegiatan penyerahan jasa yang dilakukan oleh pemberi jasa (Destination Principle) dan tidak didasarkan kepada tempat domisili/tempat kedudukan dari penerima jasa (Origin Principle) sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf c tersebut PPN dikenakan atas penyerahan jasa kena pajak termasuk dalam hal ini jasa perdagangan yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh pengusaha kepada pihak manapun (termasuk kepada orang pribadi atau badan sebagai penerima jasa yang berada di dalam Daerah Pabean atau luar Daerah Pabean). Dalam hal ini penekanan terletak pada poin “Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean” (berdasarkan Destination Principle), bukan pada “dimana jasa tersebut dimanfaatkan” (berdasarkan Origin Principle);
11. Bahwa penerapan prinsip destinasi dalam pengenaan PPN untuk barang hampir tidak terjadi permasalahan yang signifikan, hal ini berkait dengan sifat barang yang nyata sehingga tempat terhutang PPN yaitu dimana barang tersebut di konsumsi dapat dengan mudah diketahui, karena proxy (tanda-tanda yang mewakili) yang menunjukkan tempat barang berpotensiuntuk dikonsumsi dapat dengan jelas diidentifikasi;
12. Bahwa berbeda dengan jasa, penerapan destination principle terhadap penyerahan jasa, sering kali menimbulkan kompleksitas permasalahan tersendiri, disebabkan sifat dasar dari jasa yang bersifat abstrak dan tidak dengan mudah dapat di identifikasi saat dan tempat jasa tersebut di konsumsi, sehingga dapat dimengerti walaupun Economic Europe Community (EEC) mendukung azas destinasi dalam penerapan VAT, namun mereka menetapkan general rule untuk jasa, VAT dikenakan ditempat penyedia jasa;
13. Bahwa tentu saja general rule tersebut tidak berlaku secara mutlak, yaitu VAT selalu dikenakan di tempat penyedia jasa, tetapi ada beberapa pengecualian yaitu VAT dikenakan di tempat penerima jasa, pengecualian ini dapat terjadi apabila ternyata proxy dimana jasa dikonsumsi telah dapatdiidentifikasi;
14. Bahwa uraian di atas merupakan upaya yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk mengetahui bagaimana seharusnya memaknai "penyerahan jasa" sebagaimana tertera pada Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN, mengingat belum ditemukannya penjelasan yang jelas terkait hal tersebut pada penjelasan Undang-undangataupun literatur dalam negeri;
15. Bahwa jika ada anggapan bahwa PPN seharusnya dikenakan berdasarkan asas manfaat, sehingga komisi yang diperoleh tidak terutang PPN disebabkan pihak yang memanfaatkan berada di luar daerah pabean, Pendapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebagaiberikut:
a. bahwa dasar hukum pengenaan PPN atas koreksi yang menjadi sengketa oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN yang menyatakan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yangdilakukan oleh pengusaha;
b. bahwa asas manfaat tidak menjawab pertanyaan dimana JKP diserahkan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN yang menjadi dasar hukum bagi koreksi yang dilakukanPemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
16. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat membuktikan dimana jasa dimaksud diserahkan, hanya mendalilkan bahwa jasa tersebut dimanfaatkan di luar daerah pabean, sehingga tidak sesuai dengan Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPN;
Bahwa seharusnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat membuktikan Jasa yang diserahkan tidak di dalam daerah pabean karena dari data yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dari data tersebut tidak terlihat kapan jasa itu diserahkan dan dimana;
17. Bahwa yang diminta oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui Majelis adalah mohon dibuktikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dimana jasa itu diserahkan karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mendalilkan pemanfaatan, dimanfaatkan di luar negeri namun belum dibuktikan dimana jasa tersebut diserahkan karena berdasarkan Undang-Undang PPN Pengenaan PPN atas penyerahan jasa di dalamdaerah pabean;
18. Bahwa sebagai ilustrasi mengenai perbedaan makna terkait asas pemanfaatan dan asas penyerahan sehubungan dengan saat terutangnya PPN, berikut disampaikan sebuah contoh permasalahan :
Jasa tambal ban atas ban cadangan
Penyerahan jasa terjadi pada saat dilakukannya penambalan atas ban cadangan yang bocor tersebut. Namun pemanfaatan atas jasa tersebut baru terjadi pada saat ban cadangan tersebut digunakan sebagai ban pengganti. Jika saat terutang PPN atas jasa tersebut ditentukan berdasarkan asas pemanfaatan, maka kapankah saat terutang tersebut akan terjadi ? kapankan ban cadangan tersebut akan dimanfaatkan ?
apakah saat terutangnya tetap akan menunggu pemanfaatan dari ban cadangan tersebut ?
Bahwa kesulitan-kesulitan seperti inilah sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mencari bagaimana memaknai dimana sebetulnya jasa itu diserahkan atau kapan jasa itu diserahkan;
19. Bahwa dari literatur yang ada dari Masyarakat Ekonomi Eropa menggunakan kesepakatan tempat dimana customer itu berada atau tempat dimana jasa itu dilakukan di situ dianggap telah terjadi penyerahanjasa;
20. Bahwa jika ditanyakan apakah jasa tersebut dilakukan di daerah pabean Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) akan mengutip dari ketentuan Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 yang menyatakan : Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai tersedianya fasifitas atau kemudahan untuk dipakaisecara nyata, baik sebagian atau seluruhnya;
21. Bahwa jika melihat dari kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah mencari pembeli yang ada di dalam daerah pabean artinya kegiatan untuk mencari pembeli itu adalah kegiatan jasa yang sudah terjadi sejak proses Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mencari pembeli artinya kegiatan jasa ada didalam daerah pabean;
22. Bahwa sesuai dengan Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 penyerahan jasa terjadi pada saat mulai tersedianya sehingga kegiatan mencari pembeli yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sudah dianggap adanya penyerahan jasa di dalam daerah pabean walaupun atas pembeli ini belum diserahkankepada pencari jasa di luar negeri;
23. Bahwa dengan memperhatikan uraian pertimbangan sebagaimana dijelaskan di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berkesimpulan bahwa putusan Majelis yang tidak dapat mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp3.669.276.787,00adalah tidak sesuai dengan peraturan dan ketentuan perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c dan Pasal 4A ayat (3) UU PPN, Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun2002;
24. Bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur bahwa, Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim, yang lebih lanjut ditegaskan dalam penjelasannya bahwa, Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dansesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
25. Bahwa dengan demikian maka putusan Majelis yang berkesimpulan bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp3.669.276.787,00 tidak dapat dipertahankan adalah tidak tepat karena kesimpulan Majelis Hakim tersebut nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan dan ketentuan perpajakan sebagaimana yang diamanahkan dalam Pasal 78 dan penjelasannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak sehingga diajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e UU Pengadilan Pajak antara lain diatur bahwa Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa Putusan Majelis Hakim telah bertentangan dengan data dan fakta serta ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga atas putusan Majelis Hakim a quo yang menerima sebagian permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)ajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
Bahwa Majelis Hakim juga telah melanggar asas Audio Et Alteram Partem (mendengarkan kedua belah pihak) dimana Majelis Hakim sepatutnya mendengarkan dua pihak yang bersengketa dalam membela
hak masing-masing. Bahwa kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama. Dengan kata lain para pihak yang berperkara harus diberikan kesempatan yang sama untuk membela kepentingannya atau pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan secara adil.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian yang cukup, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru.Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.47103/PP/M.XIII/16/2013 tanggal 12 September 2013 harus dibatalkan;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan Mengabulkan Seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1401/ WPJ.07/2012 tanggal 30 Juli 2012 tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 Nomor: 00012/207/10/059/11 tanggal 28 September 2011 atas nama Pemohon Banding, NPWP: 0x.xxx.xxx.x-xxx.000, sehingga Pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp132.505.180,00 adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
a. Bahwa alasan permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2010 atas Koreksi Revenue Commision sebesar Rp3.669.276.787,00 tidak dapat dibenarkan, karena dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena aktivitas Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali dilakukan di luar wilayah Daerah Pabean yang tidak terutang PPN dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) mengenai perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 17, 19 dan 22 jo Pasal 4 huruf cdan huruf e UU PPN;
b. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 30 Maret 2016, oleh Dr. H. AAA, S.H., MS., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, BBB, S.H., M.H., dan Dr. CCC, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.



Anggota Majelis :
ttd./
BBB, S.H., M.H.,

ttd.
Dr. CCC, S.H., C.N.,
Ketua Majelis :
ttd./
Dr. H. AAA, S.H., MS.,
 


 
Biaya - biaya :
1. Meterai ……...……Rp.        6.000,-
2. Redaksi ………..…Rp.        5.000,-
3. Administrasi …... ....Rp. 2.489.000,-
         Jumlah …….…. Rp. 2.500.000,-
Panitera Pengganti :
ttd./
DDD, S.H.,



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara



(AA, SH.)
Nip. XX00XXXXX.