Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1340/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPh Pasal 4 ayat (2)

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 45028/PP/M.XVI/25/2013, tanggal 21 Mei 2013 yang telah berk


 

PUTUSAN
Nomor 1340/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:

  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1696/PJ/2013 tanggal 30 Juli 2013;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. XXX, tempat kedudukan di Jalan MM Kav.YY Jakarta 12xxx;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 45028/PP/M.XVI/25/2013, tanggal 21 Mei 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa banding Pemohon Banding ajukan berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 jo. Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
  1. Latar Belakang Banding;
    Bahwa Terbanding telah menerbitkan Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-758/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 28 Desember 2010 dengan rincian sebagai berikut:
    Uraian Semula (Rp) Ditambah (Dikurang)
    (Rp)
    Menjadi
    (Rp)
    Dasar Pengenaan Pajak 3.323.535.904,00 3.323.535.904,00
    PPh terutang 134.906.980,00 134.906.980,00
    Kredit Pajak 104.739.554,00 104.739.554,00
    PPh Kurang Dibayar
    Sanksi Administrasi Pasal 13 ayat (2) KUP 10.256.925,00 0 10.256.925,00
    Jumlah yang masih harus dibayar 40.424.351,00 0  40.424.351,00
    Bahwa Surat Keputusan tersebut menolak permohonan Pemohon Banding mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPh Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Oktober 2008 Nomor: 00024/240/08/091/10 tanggal 3 Maret 2010;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan hasil putusan keberatan tersebut di atas dengan alasan-alasan seperti dikemukakan berikut ini;
  2. Permasalahan Pokok Banding;
    Pendapat Terbanding;
    Bahwa Terbanding menetapkan koreksi atas tariff PPh Pasal 4 ayat (2) Final terhutang sebesar 4% dan 6% dengan alasan pihak pemberi jasa tidak memiliki sertifikat/kualifikasi usaha jasa konstruksi, sehingga jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) Final terutang pada Masa Oktober Tahun 2008 menurut Terbanding adalah Rp134.906.980,00;
    Pendapat Pemohon Banding;
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding ini karena para pemberi kerja tersebut adalah pengusaha jasa kontruksi, dan pemotongan PPh yang Pemohon Banding lakukan telah sesuai dengan ketentuan pemotongan PPh untuk jasa konstruksi, sehingga seharusnya jumlah PPh Pasal 4 (2) Final terutang pada Masa Oktober 2008 adalah sesuai dengan yang tercantum pada Surat Pemberitahuan Masa (SPM) Oktober 2008 yakni sejumlah Rp104.739.554,00;
  3. Kesimpulan:
    Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas dengan ini Pemohon Banding mohon agar Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-758/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 28 Desember 2010 yang isinya menolak seluruh keberatan yang Pemohon Banding ajukan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPh Pasal 4 ayat (2) Final Masa Oktober 2008 dapat ditinjau kembali dan ditetapkan menjadi sebagai berikut:
    Uraian Semula (Rp) Ditambah (Dikurang)
    (Rp)
    Menjadi
    (Rp)
    Dasar Pengenaan Pajak 3.323.535.904,00 3.323.535.904,00
    PPh terutang 134.906.980,00 (30.167.426,00) 104.739.554,00
    Kredit Pajak 104.739.554,00 104.739.554,00
    PPh Kurang Dibayar
    Sanksi Administrasi Pasal 13 ayat (2) KUP 10.256.925,00 (10.256.925,00) 10.256.925,00
    Jumlah yang masih harus dibayar 40.424.351,00  40.424.351,00
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 45028/PP/M.XVI/25/2013, tanggal 21 Mei 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-758/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 28 Desember 2010 tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) Final Nomor: 00024/240/08/091/10 tanggal 3 Maret 2010 Masa Pajak Oktober 2008, atas nama: PT. XXX, NPWP: 01.360.xxx, beralamat di Jalan MM Kav.YY Jakarta 12xxx;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.45028/PP/M.XVI/25/2013 tanggal 21 Mei 2013, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 30 Mei 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1696/PJ/2013 tanggal 30 Juli 2013, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 27 Agustus 2013, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27 Agustus 2013;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 19 Desember 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban (Kontra Memori) sebagaimana ternyata dalam Surat Keterangan dari Wakil Panitera Pengadilan Pajak Nomor TKM-619/PAN.Wk/2016 tanggal 16 November 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.45028/PP/M.XVI/25/2013 tanggal 21 Mei 2013, maka dengan ini menyatakan keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta dan pembuktian yang telah diajukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs), sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan dalildalil serta alasan-alasan hukum sebagai berikut :
    Tentang Sengketa Koreksi PPh Pasal 4 ayat (2) Final yang terutang Masa Pajak Oktober 2008 sebesar Rp30.167.426,00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Halaman 30 alinea ke-4:
      Bahwa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) UU PPh menurut Terbanding berjumlah Rp118.704.136,00 sedangkan menurut pendapat Majelis adalah sebesar Rp59.464.766,00, Majelis berkesimpulan bahwa penerapan tarif pengenaan/pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) UU PPh yang dilakukan Terbanding tidak tepat sehingga koreksi Terbanding sebesar Rp30.167.425,00 tidak dapat dipertahankan dan permohonan Banding Pemohon Banding dikabulkan seluruhnya;
    2. Bahwa Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan antara lain:
      Pasal 69 ayat (1):
      Alat bukti dapat berupa:
      1. Surat atau tulisan;
      2. Keterangan ahli;
      3. Keterangan para saksi;
      4. Pengakuan para pihak; dan/atau
      5. Pengetahuan Hakim;
      Penjelasan Pasal 69 ayat (1):
      Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain;
      Pasal 76:
      “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
      Penjelasan Pasal 76:
      “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak”;
      Pasal 77 ayat (3):
      Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung;
      Pasal 78:
      “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
      Penjelasan Pasal 78:
      “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
    3. Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan) menyatakan antara lain:
      Pasal 4 ayat (2):
      “Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah”;
    4. Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP) menyatakan antara lain:
      Pasal 26A ayat (4):
      “Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya”;
    5. Bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi menyatakan antara lain:
      Pasal 2:
      Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;
      Pasal 3:
      1. Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:
      1. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
      2. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
      3. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
      4. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
      5. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
      1. Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final;
      Pasal 5 ayat (1):
      Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:
      1. dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau
      2. disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak;
      Pasal 12:
      Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008;
    6. Bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi menyatakan antara lain:
      Pasal 10:
      Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:
      1. a. atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi ditentukan sebagai berikut:
      1. dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
      2. dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final bagi Wajib Pajak yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
      1. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) ditentukan sebagai berikut:
        1. dikenakan pemotongan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan oleh pengguna jasa dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 tersebut pada saat pembayaran uang muka dan termin;
        2. dikenakan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain sebagaimana dimaksud dalam angka 1);
      2. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2) ditentukan sebagai berikut:
        1. dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final sesuai dengan ketentuan dalam huruf d oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan pada saat pembayaran uang muka dan termin;
        2. dikenakan pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam huruf d, dengan cara menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang pada saat menerima pembayaran uang muka dan termin, dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain yang dimaksud dalam angka 1);
      3. Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang dan harus dipotong oleh pengguna jasa atau disetor sendiri oleh Wajib Pajak penyedia jasa yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam huruf c ditetapkan sebagai berikut:
        1. 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan konstruksi;
        2. 2% (dua persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi; atau
        3. 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pengawasan konstruksi;
      Pasal 10A:
      Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2008 berlaku ketentuan sebagai berikut:
      1. Dalam hal berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
      2. Dalam hal berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sejak tanggal 1 Januari 2009 atau penyelesaian pekerjaan tidak menggunakan berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan, pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;
      Pasal 10B:
      Terhadap kontrak yang ditandatangani sejak tanggal 1 Agustus 2008, pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;
      Pasal II:
      Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2008;
    7. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.45028/PP/M.XVI/25/2013 tanggal 21 Mei 2013 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat diketahui:
      1. Bahwa Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober 2008 adalah Rp3.323.535.904,00 dimana dalam hal ini tidak terdapat sengketa antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
      2. Bahwa sengketa banding adalah mengenai tarif, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengenakan tarif berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2008 karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat pemeriksaan tidak menyerahkan sertifikasi jasa konstruksi, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengenakan tarif 4% atas seluruh Jasa Pelaksanaan Konstruksi dan untuk Jasa Perencanaan Konstruksi dikenakan tarif 6%;
      3. Bahwa dalam penyampaian SPT PPh Pasal 4 Ayat (2) dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mencantumkan tarif pajak yang sesuai dengan PP Nomor 51 Tahun 2008 yaitu tarif untuk kualifikasi pengusaha lainnya (3%);
      4. Bahwa dalam proses pemeriksaan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah mengirimkan surat permintaan data kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terkait dengan proses pemeriksaan Tahun Pajak 2008 yaitu sebagai berikut:
        • Surat Permintaan Peminjaman buku, Catatan, dan dokumen nomor S-124/WPJJ 9/2009 tanggal 13 Juli 2009;
        • Surat Peringatan I nomor S-141/WPJ.19/KP.01/2009 tanggal 10 Agustus 2009;
        • Surat Peringatan II nomor S-1756/WPJ.19/KP.01/2009 tanggal 29 Oktober 2009;
      5. Bahwa dalam proses pemeriksaan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah meminta data kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yaitu sebagai berikut:
        1. Kontrak jasa konstruksi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pemberi jasa konstruksi; dan
        2.  Sertifikat kualifikasi usaha pemberi jasa konstruksi;
      6. Bahwa sampai dengan saat berakhirnya pemeriksaan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyampaikan kontrak jasa konstruksi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pemberi jasa konstruksi. Oleh karena itu Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat menerapkan ketentuan peralihan sebagaimana diatur dalam Pasal 10, Pasal 10A, dan Pasal 10B Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009;
      7. Bahwa sampai dengan saat berakhirnya pemeriksaan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyampaikan sertifikat kualifikasi usaha pemberi jasa konstruksi. Oleh karena itu Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menerapkan tarif tertinggi pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) Final atas masing-masing transaksi jasa konstruksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2008;
      8. Bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2008 maka untuk dapat diterapkan tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) Final sebagai berikut:
        1. 2% (dua persen) atau 3% (tiga persen) untuk pelaksanaan konstruksi; dan
        2. 4% (empat persen) untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi;
      9. Bahwa dalam proses keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyampaikan fotokopi sertifikat kualifikasi usaha sebagian pemberi jasa konstruksi, yaitu sebagai berikut:
        Nama Badan Usaha NPWP Sertifikat Kualifikasi Usaha Jasa Konstruksi
        Nomor Tanggal Jenis Usaha Golongan Usaha
        PT AAA 01.941.772.xxxx 10975/GABPEKNAS/13/09/08 4 Sept 2008 Jasa Pelaksana Besar
        PT BBB 01.574.455.xxxx 0013/GAPEKSINDO/06/04/08 2 Aprl 2008 Jasa Pelaksana Besar
        PT CCC 02.545.778.xxxx 09.71.10.1295.07.xxxx 1 Okt 2007 Jasa Pelaksana Tidak diketahui karena tidak menyerahkan lampiran sertifikat
      10. Bahwa dengan mempertimbangkan ketentuan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP yang menyatakan bahwa “pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya”, maka data dan informasi yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat keberatan tetapi tidak diberikan pada saat pemeriksaan yang berupa sertifikat kualifikasi usaha sebagian pemberi jasa konstruksi tersebut, tidak dipertimbangkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
      11. Bahwa karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memiliki kualifikasi usaha tersebut maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengenakan tarif 4% untuk pelaksanaan dan 6% untuk perencanaan;
      12. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut karena para pemberi jasa tersebut menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah pengusaha jasa konstruksi sesuai dengan sertifikasi, dan pemotongan PPh yang Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) lakukan telah sesuai dengan ketentuan pemotongan PPh untuk jasa konstruksi. Sehingga seharusnya jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) Final terhutang pada Masa Oktober 2008 adalah sesuai dengan yang tercantum pada Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Oktober 2008 yakni sejumlah Rp104.739.554,00;
      13. Bahwa Majelis mengabulkan permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut;
    8. Bahwa dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan:
      Halaman 30 alinea ke-4:
      Bahwa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) UU PPh menurut Terbanding berjumlah Rp118.704.136,00 sedangkan menurut pendapat Majelis adalah sebesar Rp59.464.766,00, Majelis berkesimpulan bahwa penerapan tarif pengenaan/pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) UU PPh yang dilakukan Terbanding tidak tepat sehingga koreksi Terbanding sebesar Rp30.167.425,00 tidak dapat dipertahankan dan permohonan Banding Pemohon Banding dikabulkan seluruhnya;
    9. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dan tidak setuju dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tersebut dengan alasan sebagai berikut:
      1. Bahwa faktanya, yang menjadi pokok sengketa adalah adanya perbedaan tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) Final atas Jasa Konstruksi, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengenakan tarif 4% atas seluruh Jasa Pelaksanaan Konstruksi dan untuk Jasa Perencanaan Konstruksi dikenakan tarif 6%, yaitu tarif untuk penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha, karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat pemeriksaan tidak menyerahkan sertifikasi jasa konstruksi;
      2. Bahwa dalam SPT PPh Pasal 4 Ayat (2), Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mencantumkan tarif pajak yang sesuai dengan PP Nomor 51 Tahun 2008 yaitu tarif untuk kualifikasi pengusaha lainnya (3% untuk jasa pelaksanaan konstruksi dan 4% untuk jasa perencanaan konstruksi);
      3. Bahwa Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober 2008 adalah Rp3.323.535.904,00 yang terdiri dari 20 transaksi jasa konstruksi dengan perincian sebagai berikut (menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) :
      • 7 transaksi dengan tarif 4% tidak diajukan banding;
      • 13 transaksi diajukan banding :
        • 11 transaksi dengan tarif 3% berupa jasa pelaksanaan konstruksi dengan kontrak sebelum 01 Agustus 2008;
        • 2 transaksi dengan tarif 4% berupa jasa perencanaan konstruksi dengan kontrak sejak 01 Agustus 2008;
      1. Bahwa fakta yuridis terkait jasa konstruksi untuk tahun 2008 adalah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 51 Tahun 2008 dan PP Nomor 40 Tahun 2009;
      2. Bahwa terkait digunakannya tarif tertentu atas jasa konstruksi sehubungan dengan PP Nomor 51 Tahun 2008 dan PP Nomor 40 tahun 2009 tersebut di atas, sangat tergantung pada saat ditandatanganinya kontrak yang mendasari pelaksanaan jasa konstruksi tersebut, apakah ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 atau sejak 1 Agustus 2008, dan tergantung juga pada sertifikat kualifikasi dari penyedia jasa konstruksi, apakah termasuk kualifikasi kecil, menengah, atau besar;
      3. Bahwa secara singkat, pengenaaan tarif pajak atas jasa konstruksi berdasarkan PP nomor 51 tahun 2008 dan PP Nomor 40 tahun 2009, adalah sebagai berikut :
        1. Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, dengan pembayaran kontrak dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 :
          1. Dikenakan PPh Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
          2. Dikenakan PPh Final bagi Wajib Pajak dengan kualifikasi usaha kecil dan nilai pengadaan s.d. Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan tarif:
            • 4% (empat persen) bagi penyedia jasa perencanaan konstruksi;
            • 2% (dua persen) bagi penyedia jasa pelaksanaan konstruksi;
            • 4% (empat persen) bagi penyedia jasa pengawasan konstruksi;
        2. Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, dengan pembayaran kontrak dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2008:
          1. Jika Berita Acara (BA) serah terima ditandatangani s.d. 31 Desember 2008, pengenaan PPh adalah sebagaimana pada butir a di atas;
          2. Jika BA serah terima ditandatangani sejak 1 Januari 2009 atau tidak menggunakan BA, pengenaan PPh adalah sebagai berikut:
            • 2% (dua persen) bagi Pelaksanaan Konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
            • 4% (empat persen) bagi Pelaksanaan Konstruksi yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
            • 3% (tiga persen) bagi Pelaksanaan Konstruksi selain dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
            • 4% (empat persen) bagi Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha;
            • 6% (enam persen) bagi Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
        3. Terhadap kontrak yang ditandatangani sejak tanggal 1 Agustus 2008, pengenaan Pajak Penghasilan adalah sebagaimana pada butir 2) huruf b) di atas;
      4. Bahwa faktanya atas 13 transaksi jasa konstruksi yang menjadi sengketa, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengenakan tarif 3% untuk jasa pelaksanaan konstruksi dan 4% untuk jasa perencanaan konstruksi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebelum Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) membuat Bukti Potong, pemberi jasa sudah harus menyerahkan sertifikat kualifikasi usaha jasa konstruksi kepada pihak yang membayar penghasilan (pemotong pajak/Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)). Sertifikat tersebutlah yang menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) Final tersebut. Dengan demikian fotokopi sertifikat kualifikasi usaha jasa kontruksi tersebut seharusnya sudah dimiliki oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sejak dilakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) Final. Oleh karena itu, pada saat pemeriksaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) seharusnya sudah dapat menyerahkan data tersebut kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
      5. Bahwa faktanya, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah mengirimkan surat permintaan data terkait dengan proses pemeriksaan Tahun Pajak 2008 yaitu sebagai berikut:
        1. Surat Permintaan Peminjaman buku, Catatan, dan dokumen Nomor S-124/WPJ.19/2009 tanggal 13 Juli 2009;
        2. Surat Peringatan I Nomor S-141/WPJ.19/KP.01/2009 tanggal 10 Agustus 2009;
        3. Surat Peringatan II Nomor S-1756/WPJ.19/KP.01/2009 tanggal 29 Oktober 2009;
      6. Bahwa faktanya, berdasarkan Berita Acara Nomor BA-284/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 26 Oktober 2010, dapat diketahui dengan jelas bahwa dalam proses pemeriksaan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah meminta data kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yaitu sebagai berikut:
        1. Kontrak jasa konstruksi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pemberi jasa konstruksi; dan
        2. Sertifikat kualifikasi usaha pemberi jasa konstruksi;
        namun sampai dengan saat berakhirnya pemeriksaan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyampaikan kontrak jasa konstruksi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pemberi jasa konstruksi sehingga tidak diketahui apakah kontrak ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 atau sejak 1 Agustus 2008, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat menerapkan ketentuan peralihan sebagaimana diatur dalam Pasal 10, Pasal 10A, dan Pasal 10B Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009;
        Selain itu, oleh karena sampai dengan saat berakhirnya pemeriksaan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyampaikan sertifikat kualifikasi usaha pemberi jasa konstruksi maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menerapkan tarif tertinggi pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) Final atas masing-masing transaksi jasa konstruksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2008;
      7. Bahwa fakta yuridis terkait dengan pengungkapan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain, adalah Pasal 26A ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009, yang telah mengatur bahwa, “Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan,catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya”;
        Bahwa dengan demikian, dengan mempertimbangkan ketentuan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP dan uraian di atas bahwa data yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan selain data dan informasi yang ada pada saat pemeriksaan belum diperoleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dari pihak ketiga, maka data dimaksud tidak dipertimbangkan;
      8. Bahwa dalam salah satu bagian pendapatnya, Majelis mengutip pernyataan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yakni:
        Halaman 26 alinea ke-2:
        “Bahwa menurut Terbanding, dalam proses pemeriksaan Terbanding telah meminta data kepada Pemohon Banding berupa Kontrak jasa konstruksi antara Pemohon Banding dengan pemberi jasa konstruksi dan sertifikat kualifikasi usaha pemberi jasa konstruksi namun sampai dengan saat berakhirnya pemeriksaan, Pemohon Banding tidak menyampaikan data tersebut dan Terbanding berpendapat tidak dapat menerapkan ketentuan peralihan sebagaimana diatur dalam Pasal 10, Pasal 10A, dan Pasal 10B Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 dan selanjutnya Terbanding menerapkan tarif tertinggi pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) Final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2008 atas masing-masing transaksi jasa konstruksi;
        Bahwa selanjutnya Majelis tidak memberikan pendapat apapun terkait dengan pernyataan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut di atas sehingga dapat disimpulkan bahwa Majelis setuju dengan pernyataan tersebut;
      9. Bahwa atas putusan Majelis yang berkesimpulan bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebesar Rp30.167.425,00 tidak dapat dipertahankan adalah tidak tepat karena kesimpulan dan keyakinan Majelis Hakim tersebut nyatanyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP yang mengatur “Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan,catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya”, sebagaimana yang diamanahkan dalam Pasal 78 dan penjelasannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
      10. Bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur bahwa, Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim, yang lebih lanjut ditegaskan dalam penjelasannya bahwa, Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      11. Bahwa sebagai bahan pertimbangan juga dengan ini disampaikan bahwa dengan dipertimbangkannya pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat pemeriksaan oleh Majelis pada saat persidangan akan menjadi preseden buruk bagi penerapan peraturan perpajakan yang yang berlaku dan bagi keadilan untuk negara dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak lain yang telah memenuhi prosedur pemeriksaan dengan benar sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan yang berlaku;
    10. Bahwa berdasarkan uraian di atas, pendapat Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi PPh Pasal 4 ayat (2) Final yang terutang Masa Pajak Oktober 2008 sebesar Rp30.167.426,00 telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan tidak didasarkan pada aturan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan; Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP; Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2008; Pasal 10, Pasal 10A, dan Pasal II Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009; serta Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Dengan demikian, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.45028/PP/M.XVI/25/2013 tanggal 21 Mei 2013 harus dibatalkan;
  2. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: Put.45028/PP/M.XVI/25/2013 tanggal 21 Mei 2013 yang menyatakan:
    Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-758/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 28 Desember 2010 tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) Final Nomor: 00024/240/08/091/10 tanggal 3 Maret 2010 Masa Pajak Oktober 2008, atas nama: PT. XXX, NPWP: 01.360.xxxx beralamat di Jalan MM Kav.YY Jakarta 12xxx;
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-758/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 28 Desember 2010, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) Final Masa Pajak Oktober 2008 Nomor 00024/240/08/091/10 tanggal 3 Maret 2010, atas nama Pemohon Banding, NPWP 01.360.xxxx, adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final yang terutang Masa Pajak Oktober 2008 sebesar Rp30.167.426,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo penerapan tarif pengenaan/pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) yang dilakukan Terbanding sekarang Pemohon Peninjauan Kembalitidak tepat karena Penyedia Jasa dikenakan pajak berdasar tarif masing-masing 3% dan 4% dalam Tabel 4 Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-45028/PP/M.XVI/25/2013 yang diucap dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Selasa tanggal 21 Mei 2013 pada halaman 30 dari 31 halaman sudah tepat dan benar dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yangnyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 20 Juli 2017 oleh Dr. H. GGG, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.DDD, S.H., M.S. dan Dr. FFF, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd.
Dr. H.DDD, S.H., M.S.

ttd.
Dr. FFF, S.H., C.N.

Ketua Majelis,

ttd.
Dr. H. GGG, S.H., M.H.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd.

HHH, S.H., M.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx