Putusan Mahkamah Agung Nomor : 246/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51155/PP/M.XA/16/2014 tanggal 10 Maret 2014 yang telah berkek


 

PUTUSAN
Nomor 246/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal XX Nomor 40 - 42, Jakarta, XXXX0;
Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal XX Nomor 40 - 42, Jakarta, XXXX0, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1544/PJ./2014 tanggal 12 Juni 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. FGH INDONESIA, tempat kedudukan di Gedung DF Lantai 11, Jalan JS Kav. XX, Kelurahan Karet Setiabudi, Jakarta Selatan, XXXX0 (Alamat sesuai Keputusan: Jalan KLM KM. 4, IK, Rorotan, Jakarta, XXXX0);
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51155/PP/M.XA/16/2014 tanggal 10 Maret 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa bersama ini Pemohon Banding mengajukan banding atas Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-123/PJ/2013 tanggal 19 Maret 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor: 00190/207/07/059/12 tanggal 12 Januari 2012 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-00052/WPJ.07/KP.0903/2012 tanggal 1 Juni 2012 Masa Pajak November 2007 sebesar Rp.76.933.774,00. Pemohon Banding mengajukan banding karena keberatan yang Pemohon Banding ajukan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak November 2007 di atas disetujui sebagian oleh Terbanding;
Aspek Formal;
  1. Pengajuan banding Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-123/PJ/2013 tanggal 19 Maret 2013, sehingga surat banding yang Pemohon Banding ajukan masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksudkan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
  2. Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 menyebutkan:
    “Dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah pajak terutang dibayar 50%”.
    Untuk jelasnya akan Pemohon Banding uraikan sebagai berikut:
    Pajak Keluaran
    50% X Pajak Keluaran
    Pajak Masukan
    Lebih Bayar
    Rp. 670.068.757,00
    Rp. 335.034.378,00
    Rp. 592.503.577,00
    Rp. 257.469.199,00

Bahwa Pemohon Banding telah melunasi Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp.114.796.466,00 tanggal 2 Maret 2012. Sehingga surat banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak oleh sebab itu dimohon kepada Majelis yang terhormat untuk dapat membahas pokok sengketa materi;

Aspek Material;
  1. Bahwa yang menjadi pokok sengketa materi dalam pengajuan banding ini adalah koreksi Pajak Pertambahan Nilai Masukan Masa Pajak November 2007 sebesar Rp.76.933.774,00 yang mana menurut Terbanding bahwa dari Prosedur konfirmasi PK-PM jawaban dari KPP Penjual dijawab Tidak Ada;
  2. Sedangkan menurut Pemohon Banding sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau Pasal 16F Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah “antara lain menyebutkan sepanjang pembeli tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar”. Sedangkan Pemohon Banding dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51155/PP/M.XA/16/2014 tanggal 10 Maret 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-123/PJ/2013 tanggal 19 Maret 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak November 2007 Nomor : 00190/207/07/059/12 tanggal 12 Januari 2012 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-00052/WPJ.07/KP.0903/2012 tanggal 1 Juni 2012, atas nama PT. FGH Indonesia, NPWP: 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, Jenis Usaha: Jasa Konstruksi, beralamat di Jalan KLM KM 4, IK, Rorotan, Jakarta, XXXX0 (d/a Gedung DF Lantai 11, Jalan JS Kav. XX, Karet Setiabudi, Jakarta Selatan), sehingga penghitungan menjadi sebagai berikut:

No. Uraian Jumlah (Rp)
1
Dasar Pengenaan Pajak: 6.700.687.578,00
2
Pajak Keluaran: 670.068.757,00
3
Kredit Pajak 658.055.477,00
4
PPN yang kurang/(lebih) dibayar 12.013.280,00
5
Sanksi Administrasi 5.766.374,00
6
PPN yang masih harus dibayar 17.779.654,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51155/PP/M.XA/16/2014 tanggal 10 Maret 2014 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 1 April 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 12 Juni 2014 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 26 Juni 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 26 Juni 2014;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 19 Desember 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban Memori Peninjauan Kembali sebagaimana Surat Keterangan Tidak Menyerahkan Kontra Memori Peninjauan Kembali Nomor TKM-84/PAN.Wk/ 2016 Tanggal 12 Februari 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomorgh 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.51155/PP/M.XA/16/2014 Tanggal 10 Maret 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.51155/PP/M.XA/16/2014 Tanggal 10 Maret 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak):
“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51155/PP/M.XA/16/2014 Tanggal 10 Maret 2014, atas nama PT. Infratech Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui Surat Nomor P.392/PAN.Wk/2014 tanggal 27 Maret 2014 dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 3 April 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201404030452.
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 UU Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor:Put.51155/PP/M.XA/16/2014 Tanggal 10 Maret 2014 ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalahsebagai berikut: Sengketa Koreksi Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan Sebesar Rp51.982.280,00 terkait Jawaban Konfirmasi "Tidak Ada" yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.51155/PP/M.XA/16/2014 tanggal 10 Maret 2014, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum dan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Halaman 25:
      Bahwa berdasarkan data dan keterangan di atas serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, Majelis berpendapat:
      • Bahwa oleh karenanya atas hasil konfirmasi oleh terbanding yang jawabannya tidak ada, Pemohon Banding telah dapat menunjukan bukti arus uang dan yang membuktikan bahwa pajak masukan sebesar Rp39.969.000,00 telah dibayar oleh Pemohon Banding, sehingga berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan a quo, tidak lagi dapat dibebani tanggungjawab;
      • Bahwa Pajak Masukan sebesar Rp39.969.000,00 tersebut dapat dikreditkan;
      • Bahwa atas Pajak Masukan sebesar Rp9.500.000,00 dan Pajak Masukan sebesar Rp2.513.280,00 yang dikoreksi oleh Terbanding, dalam uji kebenaran Materil Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan bukti, sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan;

      Bahwa Majelis berkesimpulan, koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp. 51.982.280,00, maka sebesar Rp39.969.000,00 tidak dapat dipertahankan dan sebesar Rp12.013.280,00 (Rp2.513.280,00 + Rp9.500.000,00) tetap dipertahankan;
      Bahwa dengan demikian Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak November 2007 menurut Majelis adalah sebesar Rp 658.055.477,00 dengan perhitungan sebagai berikut:

      Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Terbanding Rp 618.086.477,00
      Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Rp 39.969.000,00
      Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Majelis Rp 658.055.477,00

    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
      2.1.
      Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak),
      antara lain menyatakan sebagai berikut:
      Pasal 69 ayat (1):
      Alat bukti dapat berupa:
      1. Surat atau tulisan;
      2. Keterangan ahli;
      3. Keterangan para saksi;
      4. Pengakuan para pihak; dan/atau
      5. Pengetahuan Hakim;
      Penjelasan Pasal 69 ayat (1):
      Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.
      Pasal 76:
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
      Penjelasan Pasal 76:
      Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan.
      Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
      Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan.
      Pemohon Banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan terbanding atau tergugat harus diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat untuk diberikan jawaban.
      Pasal 77 ayat (3) :
      Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
      Pasal 78:
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perUndang-Undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
      Penjelasan Pasal 78:
      Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
      Pasal 91 huruf c dan huruf e:
      Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
      1. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c;
      1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
      2.2.
      Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 :
      Pasal 28 ayat (1):
      Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.
      Pasal 28 ayat (11):
      Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan.
      2.3.
      Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewahsebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 1 angka 23:
      Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak,atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
      Pasal 1 angka 24:
      Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
      Pasal 9 ayat (2):
      Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
      Pasal 9 ayat (8) huruf f:
      Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).
      Pasal 13 ayat (1):
      "Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c."
      Penjelasan Pasal 13 ayat (1):
      Bahwa dalam hal terjadi penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP itu wajib memungut PPN yang terutang danmemberikan Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak;
      Pasal 13 ayat (5):
      “Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat”:
      1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
      2. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak;
      3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
      4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
      5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
      6. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
      7. Nama, Jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
      Penjelasan Pasal 13 ayat (5) antara lain menyatakan:
      Faktur Pajak merupakan bukti pemungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan;
      2.4.
      Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-754/PJ./2001 tgl. 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Sistem Informasi Perpajakan:
      Pasal 1:
      Konfirmasi Faktur Pajak dengan aplikasi Sistem Informasi Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan keterangan tentang keabsahan Faktur Pajak.
      Pasal 2:
      Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan adalah sebagaimana diatur dalam lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini;
      Lampiran I butir 1.4.1.3.2.:
      Apabila jawaban klarifikasi menyatakan "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
      Lampiran I butir 1.4.1.3.3.:
      Tindak lanjut yang harus dilakukan bagi unit/kantor yang meminta konfirmasi apabila jawaban konfirmasi dijawab "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena:
      • Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP; atau
      • PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang bersangkutan;
      Maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat, dikreditkan.
      Lampiran I butir 1.4.1.3.4.:
      Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman permintaan klarifikasi dikirimkan melalui faksimile jawaban klarifikasi belum/tidak diterima dan apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan atau arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
      2.5.
      Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-755/PJ./2001 tentang Penyampaian Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-754/PJ./2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Sistem Informasi Perpajakan:
      Konfirmasi Faktur Pajak merupakan salah satu prosedur administrasi yang dilakukan untuk mengawasi pemenuhan kewajiban PPN. Oleh karena itu Konfirmasi Faktur Pajak tidak hanya dilakukan dalam rangka tindakan
      pemeriksaan.
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan dalam butir V.I di atas, dengan alasan sebagai berikut:
      3.1.
      Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berdasarkan hasil pemeriksaan melakukan koreksi Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada Masa November 2007 senilai Rp77.656.180,00 karena berdasarkan hasil klarifikasi Faktur Pajak diperoleh jawaban “Tidak Ada” dengan rincian sebagaimana dalam table pada halaman 18 Putusan Pengadilan Pajak a quo.
      3.2.
      Bahwa didalam proses keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah memutuskan mempertahankan koreksi senilai Rp51.982.280,00 dengan rincian dan pertimbangan sebagaimana dalam table pada halaman 21 Putusan Pengadilan Pajak a quo.
      3.3.
      Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan hasil Keputusan Keberatan, dan mengajukan banding dengan alasan bahwa:
      • Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 UU KUP dan Pasal 16F UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat UU PPN, diatur bahwa Pembeli BKP dan atau penerima JKP bertanggung jawab secara renteng sepanjang tidak dapat membuktikan bahwa PPN telah dibayar;
      • Bahwa faktanya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat membuktikan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah membayar PPN senilai Rp51.982.280,00;
      3.4.
      Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk tidak mempertahankan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa November 2007 senilai Rp 51.982.280,0000 dengan pertimbangan berikut:
      • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (Pemohon Banding) dapat menunjukkan bukti untuk pengujian arus uang atas Pajak Masukan sebesar Rp39.969.000,00 akan tetapi tidak dapat melakukan uji arus barang;
      • Bahwa atas koreksi Pajak Masukan sebesar Rp9.500.000,00 dan Pajak Masukan sebesar Rp2.513.280,00 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan bukti;
      • Bahwa dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), diatur:
        "Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secararenteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukan bukti bahwa pajak telah dibayar”
      • Bahwa berdasarkan data dan keterangan di atas serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat:
      • Bahwa oleh karenanya atas hasil konfirmasi oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang jawabannya tidak ada, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah dapat menunjukan bukti arus uang dan yang membuktikan bahwa pajak masukan sebesar Rp39.969.000,00 telah dibayar oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan a quo, tidak lagi dapat dibebani tanggungjawab;
      • Bahwa Pajak Masukan sebesar Rp39.969.000,00 tersebut dapat dikreditkan;
      • Bahwa atas Pajak Masukan sebesar Rp9.500.000,00 dan Pajak Masukan sebesar Rp2.513.280,00 yang dikoreksi oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), dalam uji kebenaran Materil Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan bukti, sehingga koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap dipertahankan;
      • Bahwa Majelis berkesimpulan, koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Pajak Masukan sebesar Rp. 51.982.280,00, maka sebesar Rp39.969.000,00 tidak dapat dipertahankan dan sebesar Rp12.013.280,00 (Rp2.513.280,00 + Rp9.500.000,00) tetap dipertahankan;
      3.5.
      Bahwa atas pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan senilai Rp39.969.000,00 tersebut di atas, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagai berikut:
      1. Bahwa sesuai dengan ketentuan butir 1.4.1.3 .3. Lampiran I Keputusan Terbanding Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, antara lain diatur mengenai tindak lanjut yang harus dilakukan bagi unit/kantor yang meminta konfirmasi apabila jawaban konfirmasi dijawab "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena:
        • Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP; atau
        • PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang bersangkutan;
      Maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
      1. Bahwa sesuai dengan ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa:
        1. Faktur Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
        2. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan adanya penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;
        3. Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan PKP penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN.
      2. Bahwa diantara tujuan dari konfirmasi Faktur pajak adalah untuk mengetahui apakah Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan adanya penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan apakah Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan PKP penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN. Bahwa di dalam proses keberatan, Terbanding telah melakukan konfirmasi ulang ke KPP tempat PKP Penjual terdaftar, dan diperoleh jawaban “Tidak Ada”;
      3. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memerintahkan untuk dilakukan uji bukti antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), mengingat sengketa dimaksud adalah sengketa pembuktian;
      4. Bahwa berdasarkan hasil uji bukti diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat membuktikan melalui pengujian arus uang atas Pajak Masukan tersebut tetapi tidak dapat membuktikan melalui pengujian arus barang atas Pajak Masukan tersebut;
      5. Bahwa pengujian arus barang dilakukan untuk mengetahui apakah benar-benar terjadi penyerahan barang seperti yang dinyatakan dalam tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak;
      6. Bahwa Pajak Masukan merupakan PPN yang seharusnya sudah dibayar dan juga dikarenakan adanya penyerahan barang dan atau jasa yang dilakukan. Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 menyatakan:
        “Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak”;
      7. Bahwa dikarenakan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat melakukan uji arus barang untuk membuktikan adanya penyerahan barang yang dilakukan sebagai salah satu kriteria dari pengertian pajak masukan sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak meyakini Pajak Masukan tersebut;
      8. Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan UU 16 Tahun 2000 menyebutkan:
        Pasal 28:
        1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan;
        1. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan;
        Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (11) UU KUP, maka seharusnya kewajiban Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah menyimpan dokumen pembukuan selama 10 tahun. Dalam hal ini berarti bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memenuhi ketentuan Pasal 28 ayat (11) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2000. Dengan tidak adanya dokumen yang dapat digunakan untuk menguji arus barang, maka tidak dapat diyakini kebenaran transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari lawan transaksi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yaitu CV Pelita Kencana dan Pancamitra Perkasa Engineering;
      1. Bahwa selain hal di atas, berdasarkan hasil penelitian terhadap data SIDJP atas Wajib pajak Lawan Transaksi (CV Pelita Kencana), diketahui bahwa terhitung sejak tahun pajak 2007, CV Pelita Kencana tidak pernah melaporkan SPT Tahunan PPh Badan, Tidak melaporkan SPT Masa PPN/PPnBM serta tidak pernah menyampaikan kewajiban pelaporan SPT Masa Lainnya. Padahal untuk Tahun Pajak 2007, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), diketahui bahwa CV Pelita Kencana masih menerbitkan Faktur Pajak.
        Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), di mana CV Pelita Kencana dengan NPWP: 02.120.940.8-031.000 yang terdaftar pada KPP Pratama Jakarta Palmerah, diindikasikan sebagai penerbit Faktur Fiktif;
      1. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam putusannya berpendapat untuk menerima banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan senilai Rp39.969.000,00 dengan pertimbangan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat menunjukkan dokumen terkait arus uangnya;
      2. Bahwa Pasal 78 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan bahwa Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
      3. Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan senilai Rp39.969.000,00 dalam SPT PPN Masa Pajak November 2007 adalah tidak tepat karena tidak sesuai dengan fakta dan bukti yang ada, serta tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
      4. Dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali berkesimpulan bahwa berdasarkan seluruh uraian di atas, maka putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan senilai Rp39.969.000,00 didalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.51155/PP/M.XA/16/2014, tidak sesuai dengan bukti dan fakta yang ada serta tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 78 UU Nomor 14 Tahun 2002, sehingga diajukan Peninjauan Kembali ke Mahakamah Agung.
  1. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan (bersifat aktif), sehingga sudah seharusnya Majelis hakim Pengadilan Pajak meneliti dan memberikan pertimbangan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga harus mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak (Asas Audio Et Alterampartem) namun dalam sengketa a quo Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah bersikap tidak berimbang dalam pembuktian di persidangan, karena tanpa adanya pembuktian yang kuat (adanya bukti eksternal) atas dalil yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), akan tetapi dalam putusannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak tetap mengabulkan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
  2. Bahwa sesuai dengan Pasal 84 UU Pengadilan Pajak huruf f dinyatakan Putusan Pengadilan Pajak harus memuat pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa, sedangkan dalam sengketa banding ini tidak dapat diketahui apakah bukti yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah sesuai dengan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena terdapat bukti yang belum disampaikan dalam persidangan.
  3. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
    Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.51155/PP/M.XA/16/2014 tanggal 10 Maret 2014 harus dibatalkan.
  1. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.51155/PP/M.XA/16/2014 Tanggal 10 Maret 2014 yang menyatakan:
    • Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP- 123/PJ/2013 tanggal 19 Maret 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak November 2007 Nomor: 00190/207/07/059/12 tanggal 12 Januari 2012 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-00052/WPJ.07/KP.0903/2012 tanggal 1 Juni 2012, atas nama PT. Infratech Indonesia, NPWP: 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, Jenis Usaha :Jasa Konstruksi, beralamat di Jalan KLM KM 4, IK, Rorotan, Jakarta, XXXX0 (d/a Gedung DF Lantai 11, Jalan JS Kav. XX, Karet Setiabudi, Jakarta Selatan), sehingga penghitungan menjadi sebagaimana tersebut di atas;
Adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-123/PJ/2013 tanggal 19 Maret 2013, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak November 2007 Nomor : 00190/207/07/059/12 tanggal 12 Januari 2012 sebagaimana telah dibetulkan dengan Keputusan Terbanding Nomor : KEP-00052/WPJ.07/KP.0903/2012 tanggal 1 Juni 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp17.779.654,00;
adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp51.982.280,00; terkait Jawaban Konfirmasi "Tidak Ada" yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa klarifikasi atas jawaban konfirmasi dijawab "Tidak Ada" atau "ada tapi tidak sesuai" maka apabila mungkin akan terjadi kerugian yang akan timbul tidak dapat dilimpahkan kepada Pemohon Banding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali), sehingga Faktur Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 1 angka 23 jo. Pasal 13 ayat (5) jo. Pasal 16F Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 17 April 2017 oleh Dr. H. XYZ, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. FFF, S.H., M.S. dan Dr. GGG, S.H., M.Hum, Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis :

        ttd/

Dr. H. M. FFF, S.H., M.S.

        ttd/

Dr. GGG, S.H., M.Hum,






Biaya – biaya :
1.  M e t e r a i…………….. Rp        6.000,00
2.  R e d a k s i…………….. Rp        5.000,00
3.  Administrasi ………..….   Rp 2.489.000,00
Jumlah ……….                      Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

Dr. H. XYZ, S.H., M.H.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H., M.H.,



Untuk salinan
Mahkamah Agung RI
atas nama Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



H. RTY, S.H.
NIP. : XXXX0XXX XXXX0X X 00X