Putusan Mahkamah Agung Nomor : 788/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 50373/PP/M.X/16/2014, Tanggal 10 Februari 2014 yang telah b


 

PUTUSAN
Nomor 788/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1279/PJ/2014 tanggal 8 Mei 2014;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. XXX, beralamat di Jalan W KM.YY, Watutumou, Kalawat, Minahasa Utara, Sulawesi Utara 95xxx, diwakili oleh RRR, Direktur Utama PT. XXX, dalam hal ini memberikan kuasa kepada MMM, beralamat di Jalan RR Nomor DD Blok C, Surabaya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 2 Maret 2015,

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 50373/PP/M.X/16/2014, Tanggal 10 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Bahwa bersama ini Pemohon Banding mengajukan banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-39/WPJ.16/BD.06/2012 tanggal 24 Februari 2012 yang menolak keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juni 2009 Nomor: 00009/207/09/823/11 tanggal 11 April 2011;

Bahwa adapun rincian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor: 00009/207/09/823/11 tanggal 11 April 2011:

Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Rp. 11.123.715.429,00
PPN Keluaran yang harus dipungut sendiri Rp. 1.112.371.543,00
Kredit Pajak Rp. 1.271.413.476,00
PPN yang kurang (lebih) dibayar Rp. (159.041.933,00)
PPN yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya Rp. 187.550.648,00
PPN yang tidak seharusnya dikompensasikan Rp. 28.508.715,00
Sanksi kenaikan Pasal 13 ayat (3) KUP Rp. 28.508.715,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp. 57.015.958,00

Bahwa sedangkan rincian KEP-39/WPJ.16/BD.06/2012 tanggal 24 Februari 2012 yang menolak keberatan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
PPN kurang (lebih) dibayar Rp. 28.507.979,00
Sanksi kenaikan Pasal 13 (3) KUP Rp. 28.508.715,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp. 57.015.958,00

Bahwa adapun alasan banding Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
Bahwa Terbanding melakukan koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.285.087.168,00 atau Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai menurut Pemohon Banding Rp.10.838.628.261,00, yang oleh Terbanding dianggap sebagai Dasar Pengenaan Pajak setelah dikurangi Retur Penjualan yang dihitung dari Nota Retur Penjualan sebesar Rp.285.087.168,00 sehingga Dasar Pengenaan Pajak sebelum Retur Penjualan sebesar Rp.11.123.715.429,00;

Bahwa oleh karena Retur Penjualan yang nota returnya tidak memenuhi ketentuan Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994 maka PPN Keluaran atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tidak dapat dikurangkan dari PPN Keluaran, sehingga Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai menjadi sebesar Rp.11.123.715.429,00;

Bahwa Pemohon Banding tidak setuju terhadap koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai tersebut dengan alasan sebagai berikut:
  1. Bahwa Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp.10.838.628.261,00 sebagaimana Pemohon Banding laporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juni 2009 adalah sudah benar (DPP sesungguhnya);
  2. Anggapan Terbanding bahwa Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp.10.838.628.261,00 adalah Dasar Pengenaan Pajak setelah dikurangi Retur Barang Kena Pajak dari Pembeli sebesar Rp.285.087.168,00 adalah tidak benar karena dalam jumlah tersebut terakhir berasal dari:
    1. Barang Kena Pajak yang seluruhnya batal dikirim karena berbagai sebab misalnya kendaraan pengiriman (milik Pemohon Banding sendiri) rusak padahal barang sudah dimuat dalam mobil kiriman, atau mobil tidak bisa berangkat karena supir tidak masuk, atau mobil pengiriman sudah berangkat tetapi ditengah jalan kendaraan rusak sehingga pengiriman Barang Kena Pajak menjadi batal, atau mobil pengiriman sampai pada alamat yang dituju tetapi Barang Kena Pajak tidak bisa diserahkan karena toko yang dituju tutup, atau Barang Kena Pajak yang dikirim salah sehingga Barang Kena Pajak tersebut dibawa kembali; Bahwa jumlah Dasar Pengenaan Pajak yang 100% batal dikirim/batal diserahkan adalah sebesar Rp.183.903.691,00 dengan PPN Keluaran sebesar Rp.18.390.369,00;
    2. Mobil pengiriman sampai ditujuan namun pembeli hanya mengambil/membeli sebagian dan Barang Kena Pajak yang dikirim karena berbagai sebab misalnya:
      1. Pembeli tidak cukup mempunyai uang kas, sehingga hanya mengambil sebagian dari barang yang dikirim;
      2. Sebagian barang yang dikirim rusak dalam perjalanan;
      3. Sebagian barang yang dikirim kadaluarsa;
      4. dan lain-lain;
      Bahwa atas alasan-alasan tersebut diatas maka untuk Barang Kena Pajak yang tidak diambil pembeli, tidak terjadi penyerahan dan dibawa pulang;
      Bahwa adapun nilai Barang Kena Pajak yang gagal diserahkan (dibawa pulang) sebesar Rp.54.203.073,00 serta PPN keluarannya sebesar Rp.5.420.307,00. Pemohon Banding berpendapat bahwa barang yang batal dikirim dan barang yang tidak jadi dibeli dan dibawa kembali atau gagal diserahkan adalah belum merupakan Objek Pajak Pertambahan Nilai, karena belum terjadi penyerahan dan juga belum adanya penerimaan uang muka;
      Bahwa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
      1. Penyerahan Barang Kena Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Sedangkan apa yang disampaikan Pemohon Banding diatas adalah belum terjadi penyerahan sehingga tidak ada obyek Pajak Pertambahan Nilai;
      2. Bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saat penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 11 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000). Oleh karena sebagaimana diuraikan diatas belum terjadi penyerahan sehingga tentunya belum terutang Pajak Pertambahan Nilai dan karena tidak ada uang muka tidak memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
      Bahwa sehubungan dengan itu maka koreksi Terbanding atas kondisi huruf a dan b yang menganggap barang yang batal dikirim dan yang batal diserahkan kemudian dikembalikan ke gudang sebagai Retur Penjualan Barang Kena Pajak adalah tidak benar karena Retur Penjualan baru bisa terjadi apabila telah terjadi penyerahan (Penjualan), sehingga dalam Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp.10.838.628.261,00 tidak termasuk jumlah Barang Kena Pajak yang betul dikirim maupun dikirim tetapi tidak dibeli oleh Calon Pembeli (tidak terjadi penyerahan), yang oleh Terbanding dianggap sebagai Barang Kena Pajak yang Retur. Oleh sebab itu anggapan Terbanding adalah tidak benar, oleh karena itu mohon Majelis yang terhormat berkenan untuk membatalkan koreksi Terbanding;
    3. Retur penjualan yang benar-benar terjadi dari pelanggan, Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp.45.100.137,00 dan PPN keluaran sebesar Rp.4.510.014,00 yang oleh Terbanding tidak boleh dikurangkan dari Dasar Pengenaan Pajak maupun PPN Keluaran pada masa pajak Juni 2009, karena dokumen Retur (Nota Returnya) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994, sehingga baik Dasar Pengenaan Pajak maupun PPN Keluaran atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan/diretur tidak boleh dikurangkan dari Dasar Pengenaan Pajak maupun PPN Keluaran pada masa pajak Juni 2009;
Bahwa terhadap alasan koreksi tersebut Pemohon Banding tidak setuju dengan alasan sebagai berikut:
  • Bahwa faktanya benar-benar telah terjadi Retur Penjualan dari pembeli sehingga mengacu pada ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan oleh Pembeli pengurangi PPN Keluaran bagi PKP Penjual sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut telah dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai;
  • Ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf a ini menunjukkan bahwa Keputusan Menteri Keuangan tersebut menganut azas material (Fakta yang terjadi) dan karena faktanya benar terjadi retur maka sesuai dengan azas material (substance over name and form) maka baik Dasar Pengenaan Pajak maupun PPN Keluaran atau barang yang dikembalikan dapat dikurangkan dari Pajak Keluaran pada Masa Pajak Juni 2009;
  • Bahwa atas retur Barang Kena Pajak tersebut sudah dibuatkan Nota Retur oleh Pembeli yang mengembalikan Barang Kena Pajak yang mereka beli, walaupun pencetakan Formulir Nota Retur dan pengisiannya dilakukan oleh Pemohon Banding, hal ini sematamata dilakukan dalam rangka memberi pelayanan kepada pembeli, namun identitas dan penandatanganan Nota Retur dilakukan oleh Pembeli yang mengembalikan Barang Kena Pajak yang sebelumnya mereka beli sehingga secara substansi Nota Retur tersebut dibuat oleh Pembeli yang mengembalikan Barang Kena Pajak;
  • Bahwa disamping itu Nota Retur tersebut juga telah memenuhi syarat minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 karena dalam Nota Retur tersebut telah mencantumkan:
    1. Nomor urut;
    2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;
    3. Nama, alamat dan NPWP Pembeli;
    4. Nama, Alamat, NPWP, serta nomor dan tanggal pengukuhan PKP yang menerbitkan Faktur Pajak;
    5. Macam, jenis, kuantum, dan harga jual BKP yang dikembalikan;
    6. PPN atas BKP yang dikembalikan;
    7. PPn BM atas BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan;
    8. Tanggal pembuatan Nota Retur;
    9. Tanda tangan pembeli;
Disamping itu Nota Retur juga sudah dibuat dua rangkap dimana lembar ke-1 untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak (PKP Penjual) dan lembar ke-2 untuk arsip pembeli;

Bahwa oleh sebab itu maka Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat dikurangkan terhadap Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai maupun PPN Keluaran Penerbit Faktur Pajak, pada masa pajak terjadinya Retur atau diterimanya Nota Retur;

Bahwa oleh karena itu mohon dengan hormat kiranya Majelis yang terhormat berkenan membatalkan koreksi Terbanding dan menghitung kembali besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang untuk Masa Pajak Juni 2009 menjadi sebagai berikut:

Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Rp. 10.838.628.261,00
PPN Keluaran yang harus dipungut sendiri Rp. 1.083.862.826,00
Kredit Pajak Rp. 1.271.413.476,00
PPN yang kurang (lebih) dibayar Rp. 187.550.650,00
Pajak Pertambahan Nilai yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya Rp. 187.550.648,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp. 2,00
Dibulatkan menjadi Rp. Nihil

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50373/PP/M.X/16/2014, Tanggal 10 Februari 2014, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-39/WPJ.16/BD.06/2012 tanggal 24 Februari 2012, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juni 2009 Nomor: 00009/207/09/823/11 tanggal 11 April 2011, atas nama : PT. XXX, NPWP: 01.537.443.2-823.000, alamat: di Jl. Raya Walanda Maramis KM.10, Watutumou, Kalawat, Minahasa Utara, Sulawesi Utara 95371, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut :

No Uraian Jumlah Rp
1 Dasar Pengenaan Pajak:
Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sendiri 10,852,707,362
2 Penghitungan PPN Kurang Bayar:
a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri 1,085,270,736
b. Dikurangi:
b. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan 1,271,413,476
Jumlah perhitungan PPN Kurang Bayar (186,142,740)
3 Kelebihan pajak yg sudah dikompensasikan 187,550,648
4 PPN yang kurang dibayar 1,407,908
5 Sanksi administrasi:
-Kenaikan Pasal 13 (3) KUP 1,407,908
Jumlah pajak yang masih harus dibayar 2,815,816

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50373/PP/M.X/16/2014, Tanggal 10 Februari 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 27 Februari 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1279/PJ/2014 tanggal 8 Mei 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 19 Mei 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 19 Mei 2014;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 5 Februari 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 12 Maret 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah :
    Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juni 2009 sebesar Rp. 285.079.804,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  2. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.50373/PP/M.X/16/2014 tanggal 10 Februari 2014, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku.
    1. Bahwa pendapat dan kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Halaman 42 dan 44:
      1. Barang yang tidak jadi dikirim/dijual (SKR) sebesar Rp263.977.642,00 (include PPN, DPP = Rp239.979.675,00); Bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Banding atas Barang yang tidak jadi dikirim/dijual (SKR), diketahui:
        • Bahwa barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli akan dicoret pada dañar surat jalan pengiriman barang dan dibuatkan faktur pajak atas barang yang jadi dibeli;
        • Bahwa barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli tersebut merupakan sisa kiriman dan belum terjadi penyerahan Barang kena Pajak;
        • Bahwa Barang yang tidak jadi dikirim/dijual (SKR) bukan merupakan Nota Retur;
        Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 mengatur:
        Pasal 5a:
        "Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut yang tata caranya ditetapkan oleh Menteri Keuangan”;
        Pasal 11:
        1. Terutangnya pajak terjadi pada saat:
        1. Penyerahan Barang Kena Pajak;
        2. Impor Barang Kena Pajak;
        3. Penyerahan Jasa Kena Pajak;
        4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d;
        5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atau
        6. Ekspor Barang Kena Pajak;
        1. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran;
        2. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan;
        Bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan, barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisa kiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belum terjadi penyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas Barang yang tidak jadi dikirim/dijual (SKR) sebesar Rp239.979.6757,00 tidak dapat dipertahankan;
      2. Retur Penjualan dari Pembeli yang PKP (Retur PKP) sebesar Rp34.123.130,00 (include PPN, DPP = Rp 31.021.028,00)
        bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Banding atas Retur Penjualan dari Pembeli yang PKP yang dikoreksi Terbanding diketahui bahwa Nota Retur dibuat oleh Pemohon Banding dan yang menandatangani adalah pembeli yang mengembalikan barang yang tidak jadi dijual;
        Bahwa dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk Barang Kena Pajak yang Dikembalikan disebutkan:
        1. Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur kepada Pengusaha Kena Pajak penjual;
        2. Atas pengembalian Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat tidak dibuat Nota retur.
        3. Nota Retur sekurang-kurangnya mencantumkan :
        1. Nomor urut;
        2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena P ajak yang dikembalikan;
        3. Nama, alamat dan NPWP pembeli;
        4. Nama, alamat, NPWP, serta nomor dan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak;
        5. Macam, jenis, kuantum dan harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
        6. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
        7. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan;
        8. Tanggal pembuatan Nota retur;
        9. Tanda tangan pembeli;
        1. Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur;
        Bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berkesimpulan Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa Nota Retur telah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas Retur PKP sebesar Rp31.021.028,00 tidak dapat dipertahankan;
      3. Retur Penjualan dari Pembeli yang Non PKP (Retur Non PKP) sebesar Rp14.079.110,00
      Bahwa Pemohon Banding menyatakan menerima koreksi Terbanding atas Retur Penjualan dari Pembeli yang Non PKP (Retur Non PKP) sebesar Rp14.079.110,00, (exclude PPN), sehingga Majelis berpendapat koreksi Terbanding sebesar Rp14.079.110,00 tetap dipertahankan;
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
      2.1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak :
      Pasal 69 ayat (1):
      “Alat bukti dapat berupa :
      1. Surat atau tulisan;
      2. Keterangan ahli;
      3. Keterangan para saksi
      4. Pengakuan para pihak; dan/atau
      5. Pengetahuan hakim”
      Pasal 76:
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
      Pasal 78:
      “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
      2.2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000
      Pasal 5a:
      “Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut yang tata caranya ditetapkan oleh Menteri Keuangan”;
      Pasal 11:
      1. Terutangnya pajak terjadi pada saat:
      1. Penyerahan Barang Kena Pajak;
      2. Impor Barang Kena Pajak;
      3. Penyerahan Jasa Kena Pajak;
      4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d;
      5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atau
      6. Ekspor Barang Kena Pajak;
      1. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran;
      2. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan;
      2.3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk Barang Kena Pajak yang Dikembalikan
      Pasal 3:
      1. Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak; maka pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur kepada Pengusaha Kena Pajak penjual;
      2. Atas pengembalian Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat tidak dibuat Nota retur;
      3. Nota Retur sekurang-kurangnya mencantumkan:
      1. Nomor urut;
      2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
      3. Nama, alamat dan NPWP pembeli;
      4. Nama, alamat, NPWP, serta nomor dan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak;
      5. Macam, jenis, kuantum dan harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
      6. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
      7. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan;
      8. Tanggal pembuatan Nota retur;
      9. Tanda tangan pembeli.
      1. Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur;
    3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.50373/PP/M.X/16/2014 tanggal 10 Februari 2014 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan penjelasan sebagai berikut:
      3.1 Bahwa pokok sengketa adalah Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juni 2009 berupa Nota Retur Penjualan yang seharusnya dibuat pembeli pada kenyataannya dibuat dan diisi tidak lengkap oleh Pemohon Banding;
      3.2 Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan antara lain adalah sebagai berikut:
      a. Bahwa Pemohon Banding menyatakan bahwa atas retur Barang Kena Pajak tersebut sudah dibuatkan Nota Retur oleh Pembeli yang mengembalikan Barang Kena Pajak yang mereka beli, walaupun pencetakan Formulir Nota Retur dan pengisiannya dilakukan oleh Pemohon Banding, hal ini semata-mata dilakukan dalam rangka memberi pelayanan kepada pembeli, namun identitas dan penandatanganan Nota Retur dilakukan oleh Pembeli yang mengembalikan Barang Kena Pajak yang sebelumnya mereka beli sehingga secara substansi Nota Retur tersebut dibuat oleh Pembeli yang mengembalikan Barang Kena Pajak;
      b. Bahwa Pemohon Banding juga menyatakan untuk barang yang dikembalikan oleh pembeli (barang sisa kiriman) tidak sama dengan retur penjualan karena belum terjadi penyerahan;
      3.3 Bahwa Majelis Hakim dalam persidangan memerintahkan para pihak untuk melakukan uji kebenaran bukti materi (uji bukti);
      3.4 Bahwa dalam putusannya Majelis Hakim berpendapat sebagai berikut:
      1. Barang yang tidak jadi dikirim/dijual (SKR) sebesar Rp263.977.642,00 (include PPN, DPP = Rp239.979.675,00);
        bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Banding atas Barang yang tidak jadi dikirim/dijual (SKR), diketahui:
        • Bahwa barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli akan dicoret pada dañar surat jalan pengiriman barang dan dibuatkan faktur pajak atas barang yang jadi dibeli;
        • Bahwa barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli tersebut merupakan sisa kiriman dan belum terjadi penyerahan Barang kena Pajak;
        • Bahwa Barang yang tidak jadi dikirim/dijual (SKR) bukan merupakan Nota Retur;
        Bahwa Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 mengatur:
        Pasal 5a:
        "Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut yang tata caranya ditetapkan oleh Menteri Keuangan”;
        Pasal 11:
        1. Terutangnya pajak terjadi pada saat:
        1. Penyerahan Barang Kena Pajak;
        2. Impor Barang Kena Pajak;
        3. Penyerahan Jasa Kena Pajak;
        4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d;
        5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atau
        6. Ekspor Barang Kena Pajak;
        1. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran;
        2. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan;
        Bahwa berdasarkan uraian di atas maka Majelis berkesimpulan, barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli yang merupakan sisa kiriman, tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena belum terjadi penyerahan Barang kena Pajak, sehingga Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas Barang yang tidak jadi dikirim/dijual (SKR ) sebesar Rp239.979.675,00 tidak dapat dipertahankan;
      2. Retur Penjualan dari Pembeli yang PKP (Retur PKP) sebesar Rp34.123.130,00 (include PPN, DPP = Rp31.021.028,00) bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Banding atas Retur Penjualan dari Pembeli yang PKP yang dikoreksi Terbanding diketahui bahwa Nota Retur dibuat oleh Pemohon Banding dan yang menandatangani adalah pembeli yang mengembalikan barang yang tidak jadi dijual;
        Bahwa dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk Barang Kena Pajak yang Dikembalikan disebutkan:
        1. Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur kepada Pengusaha Kena Pajak penjual;
        2. Atas pengembalian Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat tidak dibuat Nota retur.
        3. Nota Retur sekurang-kurangnya mencantumkan :
        1. Nomor urut;
        2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
        3. Nama, alamat dan NPWP pembeli;
        4. Nama, alamat, NPWP, serta nomor dan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak;
        5. Macam, jenis, kuantum dan harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
        6. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
        7. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan;
        8. h. Tanggal pembuatan Nota retur;
        9. Tanda tangan pembeli;
        1. Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur;
        Bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berkesimpulan Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa Nota Retur telah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas Retur PKP sebesar Rp31.021.028,00 tidak dapat dipertahankan;
      3. Retur Penjualan dari Pembeli yang Non PKP (Retur Non PKP) sebesar Rp14.079.110,00
      bahwa Pemohon Banding menyatakan menerima koreksi Terbanding atas Retur Penjualan dari Pembeli yang Non PKP (Retur Non PKP) sebesar Rp14.079.110,00, (exclude PPN), sehingga Majelis berpendapat koreksi Terbanding sebesar Rp14.079.110,00 tetap dipertahankan.
      3.5 Bahwa terhadap pendapat Majelis Hakim tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai berikut:
      Bahwa sengketa DPP PPN pada pokoknya adalah sengketa atas formal dan materil Nota Retur yang diterbitkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      Bahwa Retur Penjualan yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terdiri dari 3 (tiga) kelompok bagian sengketa dengan penjelasan menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah sebagai berikut:
      1. Barang yang tidak jadi dikirim/dijual (SKR) sebesar Rp 263.977.642,00 (include PPN, DPP = Rp 239.979.675,00);
      1. Bahwa dalam persidangan terungkap timbulnya SKR menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah karena beberapa hal sebagai berikut: bahwa barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli akan dicoret pada daftar surat jalan pengiriman barang dan dibuatkan faktur pajak atas barang yang jadi dibeli; bahwa barang yang tidak jadi dibeli oleh pembeli tersebut merupakan sisa kiriman dan belum terjadi penyerahan Barang kena Pajak;
      2. bahwa Majelis Hakim mengutip Pasal 11 UU PPN, Terutangnya pajak terjadi pada saat: a) penyerahan Barang Kena Pajak;
      3. Bahwa Pasal 1A UU PPN, Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
          1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian; penjelasan: yang dimaksud dengan “perjanjian” meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang;
        1. Bahwa dalam persidangan terungkap pengakuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) antara lain adalah sebagai berikut:
      • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menjelaskan bahwa saat penyerahan barang yang bergerak dan berwujud adalah pada saat barang itu disampaikan langsung pada pembeli, sedangkan Sisa kiriman menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak sampai ke pembeli, barang kembali karena barang tidak sampai ke pembeli misalkan karena macet atau alamat yang dituju tidak ketemu....; bahwa berdasarkan Pasal 1A UU PPN pemahaman Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengenai penyerahan BKP jelas telah keliru, karena pengertian penyerahan BKP tidak harus barang disampaikan langsung kepada pembeli, pada saat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan pembeli bersepakat yang ditandai dengan dokumen berupa pesanan dengan kuantitas dan harga yang telah disepakati kemudian pembeli mengirimkan Purchase Order dan Penjual dalam hal ini Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menerbitkan Faktur Penjualan, pada saat itulah pada prinsipnya telah terjadi perjanjian berupa jual beli yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak;
      • Bahwa mengenai telah terjadinya penyerahan BKP dalam transaksi ini diperkuat dengan keterangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam persidangan yaitu berupa Alur Sistem Penjualan dimana dalam alur tersebut dijelaskan bahwa telah terjadi pemesanan barang oleh pembeli melalui sales (tenaga pemasaran Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) dan atas pesanan tersebut telah dibuatkan surat perintah muat (SPM) dan faktur penjualan (invoice/quotation), dengan demikian seharusnya apabila terjadi pengembalian barang dari pembeli dilakukan dengan mekanisme nota retur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) KMK No. 596/KMK.04/1994, bukan dengan SKR sebagaimana dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      • Bahwa dalam persidangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menjelaskan bahwa waktu Faktur Penjualan pertama kembali untuk barang-barang yang tidak diserahkan, fakturnya dicoret, bahwa berdasarkan hal tersebut diterbitkan faktur pajak sederhana yang baru hasil editan;
      • Bahwa Terbanding telah menjelaskan dalam proses pemeriksaan memang Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah menyerahkan Faktur Penjualan namun tidak ada keterangan ataupun tanda/kode sebagaimana didalilkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bahwa Faktur Penjualan tersebut adalah Faktur Penjualan editan;
      • Bahwa Majelis selanjutnya meminta Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk membawa contoh dari Faktur Pajak Sederhana yang lama sebelum diedit dengan Faktur Pajak Sederhana yang baru setelah diedit, bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak pernah menunjukkan Faktur Penjualan / Faktur Pajak Sederhana yang lama yang didalilkan hanya dicoret, oleh karena itu dalil yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat diyakini kebenarannya;
      • Bahwa dalam persidangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan “dimana mekanisme pembukuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memang berbeda dengan yang berlaku secara umum” pernyataan ini jelas merupakan pengakuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang mengindikasikan Bahwa pembukuannya tidak sesuai dengan kaidah akuntansi yang lazim digunakan di Indonesia, oleh karena itu antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memiliki pemahaman berbeda mengenai pengertian retur penjualan dan dokumen nota retur sebagaimana dimaksud dalam KMK No. 596/KMK.04/1994;
      • Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat istilah Sisa Kirim (SKR) yang didalilkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada hakikatnya adalah Retur Penjualan yang penerbitannya tidak sesuai dengan menurut peraturan perpajakan yang berlaku yaitu KMK No. 596/KMK.04/1994;
      • Bahwa dalam persidangan seharusnya Majelis Hakim melakukan pemeriksaan terkait dengan kebenaran materil dalil Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang menyatakan bahwa SKR timbul karena barang yang dipesan dibatalkan sepihak oleh pembeli karena tidak adanya dana untuk membeli barang tersebut karena hal ini nyata-nyata merupakan alasan yang tidak logis mengingat berdasarkan Alur Sistem Penjualan yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sendiri bahwa sebelum pengiriman barang berdasarkan faktur penjualan telah terlebih dahulu terjadi pemesanan barang oleh pembeli melalui sales Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), jadi sangat tidak mungkin pembeli yang memesan barang tiba-tiba tidak jadi membeli karena tidak adanya dana;
      • Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam memutus sengketa tidak mengacu dan tidak mempertimbangkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 3 ayat (3) KMK No. 596/KMK.04/1994;
      • Bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur bahwa, “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”. Lebih lanjut dalam penjelasannya ditegaskan bahwa, “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”
      • Bahwa oleh karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam putusannya tidak mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 3 ayat (3) KMK No. 596/KMK.04/1994, maka Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam memutus sengketa nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
      • Bahwa dengan demikian putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang berkesimpulan bahwa atas Koreksi Retur Penjualan dari Barang yang tidak jadi dikirim/dijual (SKR) sebesar Rp 239.979.675,00, adalah tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan serta ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 78 dan Penjelasannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta Pasal 3 ayat (3) KMK No. 596/KMK.04/1994, sehingga diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
      1. Retur Penjualan dari Pembeli yang PKP (Retur PKP) sebesar Rp 34.123.130,00 (include PPN, DPP = Rp 31.021.028,00);
      1. Bahwa sengketa ini terkait dengan penerbit Nota Retur yang dalam persidangan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ditegaskan bahwa Nota Retur memang dibuat sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) akan tetapi ditandatangani oleh Pembeli;
      2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengutip kembali pernyataan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam uji bukti dan pernyataan salah satu pegawai Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat pemeriksaan sebagai berikut: bahwa pada saat Uji Kebenaran Materi, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa Nota Retur untuk Retur Penjualan ini dibuat sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) selaku Penjual; Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), hal ini dilakukan karena PKP Pembeli tidak paham dalam pembuatan nota retur. Selain itu, pada saat pemeriksaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah memberikan pernyataan tertulis yang ditandatangani di atas meterai oleh Sdr. Benyamin Andi Mulyono selaku pengurus pada tanggal 2 Maret 2011 yang intinya menyatakan bahwa penerbitan nota retur penjualan Tahun Pajak 2009 oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) (selaku penjual BKP) adalah untuk membantu toko, kios, dan warung kelontongan (selaku pembeli BKP) karena toko, kios, dan warung kelontongan tersebut tidak mempunyai administrasi dan tidak bisa membuat nota retur;
      3. Bahwa dari pernyataan tersebut di atas nyata-nyata Majelis Hakim telah mengabaikan fakta yang terungkap dalam hasil pemeriksaan Terbanding;
      4. Bahwa dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah benar karena nyata-nyata Nota Retur yang dibuat oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sendiri sebagai PKP Penjual adalah Nota Retur yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) KMK-596/1994;
      5. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam memutus sengketa tidak mengacu dan tidak mempertimbangkan Undang-undang Perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 3 ayat (1) KMK-596/1994;
      6. Bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur bahwa, “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”. Lebih lanjut dalam penjelasannya ditegaskan bahwa, “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”
      7. Bahwa oleh karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam putusannya tidak mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, yaitu 3 ayat (1) KMK-596/1994, maka Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam memutus sengketa nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
      8. Bahwa dengan demikian putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang berkesimpulan bahwa atas Koreksi Retur Penjualan dari Pembeli yang PKP (Retur PKP) sebesar Rp 31.021.028,00, adalah tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan serta ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 78 dan Penjelasannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta Pasal 3 ayat (1) KMK-596/1994, sehingga diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
      1. Retur Penjualan dari Pembeli yang Non PKP (Retur Non PKP) sebesar Rp14.079.110,00
      1. Bahwa dasar koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah Nota Retur yang disengketakan tidak sesuai dengan KMK.596/1994 hal ini diakui oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan ditegaskan kembali dalam persidangan sebagai berikut: bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan menerima koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Retur Penjualan dari Pembeli yang Non PKP (Retur Non PKP) sebesar Rp14.079.110,00, (exclude PPN);
      2. Bahwa dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah benar dan sependapat dengan Majelis Hakim yang berpendapat koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebesar Rp14.079.110,00 tetap dipertahankan, oleh karena itu atas sengketa ini tidak diajukan Peninjauan Kembali;
    4. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.50373/PP/M.X/16/2014 tanggal 10 Februari 2014 harus dibatalkan.
  1. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.50373/PP/M.X/16/2014 tanggal 10 Februari 2014 yang menyatakan:
    Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor. : KEP-39/WPJ.16/BD.06/2012 tanggal 24 Februari 2012, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juni 2009 Nomor: 00009/207/09/823/11 tanggal 11 April 2011, atas nama : PT. XXX, NPWP: 01.xxxx, alamat: di Jalan W KM.YY, Watutumou, Kalawat, Minahasa Utara, Sulawesi Utara 95xxx, dengan perhitungan menjadi sebagaimana tersebut diatas :
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-39/WPJ.16/BD.06/2012 tanggal 24 Februari 2012, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juni 2009 Nomor 00009/207/09/823/11 tanggal 11 April 2011 atas nama Pemohon Banding NPWP : 01.537.443.2-823.000 sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp2.815.816,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juni 2009 sebesar Rp285.079.804,00; yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali telah menunjukkan bukti pendukung di antaranya Nota Reteur yang telah dibuat menurut ketentuan yang berlaku dan olehkarenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) mengenai perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam UU PPN juncto Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994.
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 24 Mei 2017, oleh Dr. H. CCC, SH., MS., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, AAA, SH., MH. dan Dr. BBB, SH., CN. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, SH. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.



Anggota Majelis :

ttd./
AAA, SH., MH.

ttd./
Dr. BBB, SH., CN.

Ketua Majelis,

ttd./
Dr. H. CCC, SH., MS.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd./
DDD, SH.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx