Putusan Mahkamah Agung Nomor : 221/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-49836/PP/M.III/16/2013, Tanggal 20 Desember 2013 yang telah


 

PUTUSAN
Nomor 221/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal AF Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak.
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal AF No. 40-42 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-934/PJ./2014 tanggal 02 April 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. AFG, beralamat di Komp. XZ Blok Q.9/29, Dadap, Tangerang;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-49836/PP/M.III/16/2013, Tanggal 20 Desember 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut :
Bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Pasal 35 s.d. Pasal 39
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dengan ini Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor : KEP-618/WPJ.08/2011 tanggal 13 Juli 2011 tentang Keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPN yang diterima pada tanggal 15 Juli 2011 dengan penjelasan sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 7 Juni 2010, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kosambi menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai (SKPKB PPN) Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP Masa Pajak Juli 2009 Nomor : 00013/207/09/418/10 sebesar Rp106.422.430,00 sebagai basil pemeriksaan Surat Pemberitahuan Masa Lebih Bayar Kompensasi PPN Masa Pajak Juli 2009 dengan perincian sebagai berikut :

Uraian (Rp)
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 1.099.574.506,00
PPN yang harus diupungut sendiri 109.957.450,60
Kompensasi bulan yang lalu 1.237.217.632,00
Pajak masukan bulan ini 18.849.418,00
Pajak masukan yang dapat diperhitungkan 1.256.067.050,00
Kelebihan PPN (1.146.109.599,40)
Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya 1.199.320.815,00
PPN yang kurang dibayar 53.211.215,60
Kenaikan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP 53.211.215,60
PPN yang masih harus dibayar 106.422.431,20

Bahwa lebih lanjut atas SKPKB PPN Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP Masa Pajak Juli 2009 Nomor : 00013/207/09/418/10 tanggal 7 Juni 2010 sebesar Rp106.422.431,20 belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5c) Undang-Undang KUP yang berbunyi jumlah pajak yang belum dibayar pada mat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan sehingga tidak ada kewajiban untuk membayar 50% dari jumlah pajak yang terutang pada saat pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Bahwa Pemohon Banding mengajukan keberatan atas SKPKB PPN Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP Masa Pajak Juli 2009 Nomor : 00013/207/09/418/10 tanggal 7 Juni 2010 sebesar Rp106.422.431,20 sesuai dengan surat Pemohon Banding tanggal 30 Juli 2010 yang diterima KPP Pratama Kosambi pada tanggal 9 Agustus 2010 sesuai dengan LPAD Nomor : PEM : 01001625\418\aug\2010;

Bahwa pada tanggal 13 Juli 2011 Terbanding menerbitkan Keputusan Nomor : KEP-618/WPJ.08/2011 tentang Keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPN yang memutuskan untuk mempertahankan SKPKB PPN Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP Masa Pajak Juli 2009 Nomor : 00013/207/09/418/10 tanggal 7 Juni 2010 sebesar Rp106.422.431,20 dan menolak permohonan keberatan Pemohon Banding, dengan perincian sebagai berikut :

Uraian  Semula
(Rp)
Ditambah/
(Dikurangi)
(Rp)
Menjadi
(Rp)
PPN Kurang/(Lebih) Bayar 53.211.215,00
53.211.215,00
Sanksi Bunga 0,00 0,00 0,00
Sanksi Kenaikan 53.211.215,00 0,00 53.211.215,00
PPN Kurang/(Lebih) Bayar 106.422.430,00 0,00 106.422.430,00

Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Nomor : KEP-618/WPJ.08/2011 tanggal 13 Juli 2011 tentang Keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPN yang diterima pada tanggal 15 Juli 2011 dengan penjelasan sebagai berikut:
Penyerahan Barang Kena Pajak
Menurut Pemeriksa
Bahwa SKPKB PPN Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP Masa Pajak Juli 2009 Nomor : 00013/207/09/418/10 tanggal 7 Juni 2010 diterbitkan sebesar Rp106.422.430,00 karena adanya koreksi positif penyerahan Barang Kena Pajak sebesar Rp532.112.156,00 yang dilakukan Pemeriksa berdasarkan hasil ekualisasi antara :
Uraian (Rp)
Perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran Bank QR 46 dan Bank XX cfm Pemeriksa 1.099.574.506,00
Penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding 567.462.350,00
Koreksi Positif penyerahan BKP 532.112.156,00

sehingga perhitungan PPN-nya menjadi sebagai berikut :

Uraian Menurut
Pemohon Banding
(Rp)
Menurut
Pemeriksa
(Rp)
Koreksi Positif
(Rp)
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 567.462.350,00 1.099.574.508,00 532.112.156,00
PPN yang harus dipungut sendiri  56.746.235,00 109.957.450,60 53.211.215,60




Kompensasi bulan yang lalu
1.237.217.632,00 1.237.217.632,00 -
Pajak masukan bulan ini
18.849.418,00 18.849.418,00 -
Pajak masukan yang dapat diperhitungkan 1.256.067.050,00 1.256.067.050,00 -
Kelebihan PPN
(1.199.320.815,00) (1.146.109.599,40) 53.211.215,60




Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya 1.199.320.815,00 1.199.320.815,00 -
PPN yang kurang dibayar -
53.211.215,60 53.211.215,60
Kenaikan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP -
53.211.215,60 53.211.215,60
PPN yang masih harus dibayar -
106.422.431,20 106.422.431,20

Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui seluruh koreksi positif penyerahan Barang Kena Pajak sebesar Rp532.112.156,00 yang dilakukan oleh Terbanding dengan penjelasan sebagai berikut :
Bahwa hasil ekualisasi antara perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran bank QR 46 dan bank XX cfm Terbanding dan penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding tidak dapat langsung digunakan sebagai dasar untuk melakukan koreksi penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding sebelum hasil ekualisasi tersebut harus dapat dibuktikan kebenarannya oleh Terbanding dengan penjelasan sebagai berikut :
Bahwa hasil ekualisasi dalam hal ini mempunyai dua kemungkinan, yaitu koreksi positif dan koreksi negatif tergantung mana yang lebih besar nilainya antara perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran bank QR 46 dan bank XX cfm Terbanding dan penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding;
Bahwa hasil ekualisasi berupa koreksi positif sebesar Rp532.112.156,00 artinya perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran bank QR 46 dan bank XX cfm Terbanding lebih besar nilainya daripada penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding, misalnya:

Uraian (Rp)
Perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran Bank QR 46 dan Bank XX cfm Terbanding 1.099.574.506,00
Penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding 566.462.350,00
Koreksi Positif
532.112.156,00

Bahwa hasil ekualisasi berupa koreksi negatif sebesar Rp532.112.156,00 artinya perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran bank QR 46 dan bank XX cfm Terbanding lebih kecil nilainya daripada penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding, misalnya:

Uraian (Rp)
Perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran Bank QR 46 dan Bank XX cfm Terbanding 566.462.350,00
Penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding 1.099.574.506,00
Koreksi negatif 532.112.156,00

Bahwa dalam kedua hasil ekualisasi tersebut perlakuan Terbanding sangat subyektif dan tidak konsisten dengan penjelasan sebagai berikut :
Perlakuan terhadap hasil ekualisasi berupa koreksi positif sebesar Rp532.112.156,00 langsung digunakan sebagai dasar untuk melakukan koreksi penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding dari semula sebesar Rp566.462.350,00 lalu disesuaikan dengan perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran bank QR 46 dan bank XX cfm Terbanding menjadi sebesar Rp1.099.574.506,00;
Sebaliknya, perlakuan hasil ekualisasi berupa koreksi negatif sebesar Rp532.112.156,00 langsung diabaikan dan penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding sebesar Rp1.099.574.506,00 langsung dianggap sudah benar padahal perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran bank QR 46 dan bank XX cfm Terbanding sebesar Rp566.462.350,00;
Jika konsisten dengan perlakuan terhadap hasil ekualisasi berupa koreksi positif sebesar Rp532.112.156,00 hasil ekualisasi berupa koreksi negatif sebesar Rp532.112.156,00 langsung digunakan sebagai dasar untuk melakukan koreksi penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding dan semula sebesar Rp1.099.574.506,00 lalu disesuaikan dengan perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran bank QR 46 dan bank XX cfm Terbanding menjadi sebesar Rp566.462.350,00;
Hasil ekualisasi berupa koreksi positif sebesar Rp532.112.156,00 pada dasarnya merupakan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran bank QR 46 dan bank XX cfm Terbanding yang langsung dianggap sebagai penyerahan BKP yang belum dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding padahal penerimaan uang masuk tersebut bukan merupakan penyerahan BKP sehingga harus dapat dibuktikan terlebih dahulu oleh Terbanding apakah terkait dengan bukti penjualan, seperti faktur penjualan, order penjualan, surat jalan, laporan penerimaan barang atau pengiriman barang;
Bukti penjualan harus dapat dibuktikan apakah terkait dengan penyerahan BKP yang terutang PPN dan bukti penjualan tersebut harus dapat dibuktikan apakah memang belum dilaporkan oleh Pemohon Banding dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding;
Bahwa ternyata mulai dari saat pemeriksaan bahkan saat keberatan sampai dengan saat pengajuan banding ini hasil ekualisasi berupa koreksi positif sebesar Rp532.112.156,00 yang langsung dianggap sebagai penyerahan BKP yang belum dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding tidak dapat dibuktikan kebenarannya oleh Pemeriksa, dengan penjelasan sebagai berikut :
Tidak dapat dibuktikan bahwa koreksi positif sebesar Rp532.112.156,00 terkait dengan bukti penjualan, seperti faktur penjualan, order penjualan, surat jalan, laporan penerimaan barang atau pengiriman barang yang mana;
tidak dapat dibuktikan bahwa bukti penjualan tersebut terkait dengan penyerahan yang terutang PPN dan tidak dapat dibuktikan bahwa bukti penjualan tersebut memang belum dilaporkan;
Bahwa dengan demikian, Terbanding dalam melakukan pemeriksaan tidak memperhatikan ketentuan tentang tata cara pemeriksaan pajak sebagai berikut :
Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, yang dimaksud dengan Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, yang dimaksud dengan Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan;
Pasal 1 angka 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, yang dimaksud dengan Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan;
Pasal 8 huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak berbunyi pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
Pasal 8 huruf i Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak berbunyi pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan;
Pasal 9 huruf a angka 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak berbunyi kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i dengan memperhatikan hal sebagai berikut Kertas Kerja Pemeriksaan wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai dasar pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan;
Pasal 8 huruf j Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak berbunyi pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu Laporan Hasil Pemeriksaan digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak;
Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, hasil ekualisasi berupa koreksi positif sebesar Rp532.112.156,00 yang langsung digunakan sebagai dasar untuk melakukan koreksi penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfm Pemohon Banding dari semula sebesar Rp566.462.350,00 lalu disesuaikan dengan perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran bank QR 46 dan bank XX cfm Terbanding menjadi sebesar Rp1.099.574.506,00 tidak didukung dengan bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sehingga Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh Terbanding tidak dapat dijadikan dasar dalam pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan dan oleh karenanya Laporan Hasil Pemeriksaan tidak dapat dijadikan dasar dalam penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak;
Bahwa dengan demikian, SKPKB PPN Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP Masa Pajak Juli 2009 Nomor : 00013/207/09/418/10 tanggal 7 Juni 2010 sebesar Rp106.422.430,00 yang diterbitkan oleh KPP Pratama Kosambi menjadi batal demi hukum (nietig);
Bahwa jika Pemohon Banding tidak setuju dengan SKPKB PPN Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP Masa Pajak Juli 2009 Nomor : 00013/207/09/418/10 tanggal 7 Juni 2010 sebesar Rp106.422.430,00 tidak berarti Pemohon Banding harus dapat membuktikan ketidakbenaran SKPKB PPN tersebut karena Terbanding harus dapat terlebih dahulu membuktikan kebenaran SKPKB PPN tersebut dengan penjelasan sebagai berikut :
Kewajiban pembuktian ada bagi Terbanding melalui tindakan pemeriksaan atau berdasarkan keterangan lain yang bersumber dari pihak ketiga sesuai dengan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang KUP yang berbunyi bahwa jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Pemohon Banding adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang KUP yang berbunyi bahwa Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang;
Dikaitkan dengan hukum perdata, dalil pembuktian yang dijelaskan dalam undang-undang pajak tersebut tercantum pula dalam Pasal 1865 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Per) yang berbunyi bahwa setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut;
Dikaitkan dengan istilah pembalikan beban bukti dalam perpajakan menurut QQ dalam konteks pembahasan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan oleh Pemohon Banding kepada Pemeriksa ialah jika Pemohon Banding telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, misalnya Penghasilan Kena Pajak Rp100,00, hal ini dianggap benar oleh Undang-undang kecuali Pemeriksa dapat membuktikan sebaliknya bahwa Penghasilan Kena Pajak Pemohon Banding Rp150,00;
Selanjutnya QQ menyatakan bahwa proses yang jatuhnya kewajiban membuktikan bahwa Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak bukan Rp100,00 tetapi Rp150,00 inilah yang dimaksud dengan pembalikan beban bukti;
Dengan demikian menurut QQ, Wajib Pajak sudah menyatakan bahwa Penghasilan Kena Pajaknya hanya Rp100,00 maka Pemeriksa harus membuktikan bahwa Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak tersebut bukan Rp100,00 tetapi Rp150,00, misalnya;
Bahwa dalam hal pengajuan keberatan atas SKPKB PPN Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP Masa Pajak Juli 2009 Nomor : 00013/207/09/418/10 tanggal 7 Juni 2010 sebesar Rp106.422.430,00 Pemohon Banding tidak harus dapat membuktikan ketidakbenaran SKPKB PPN tersebut karena menurut Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang KUP berbunyi dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf d, Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut;
Bahwa Pasal 13 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP berbunyi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
Bahwa Pasal 13 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP berbunyi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang;
Bahwa dengan demikian, Terbanding seharusnya membatalkan hasil ekualisasi berupa koreksi positif sebesar Rp532.112.156,00 yang langsung digunakan sebagai dasar untuk melakukan koreksi penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2009 cfin Pemohon Banding dan semula sebesar Rp567.462.350,00 disesuaikan dengan perhitungan penerimaan uang masuk pada sisi kredit rekening koran bank QR 46 dan bank XX cfm Terbanding menjadi sebesar Rp1.099.574.506,00;
Bahwa dengan demikian, Terbanding tidak mempunyai dasar hukum yang kuat yang memutuskan untuk mempertahankan SKPKB PPN Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP Masa Pajak Juli 2009 Nomor : 00013/207/09/418/10 tanggal 7 Juni 2010 sebesar Rp106.422.430,00 dan menolak keberatan Pemohon Banding sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Nomor : KEP-618/WPJ.08/2011 tanggal 13 Juni 2011 sehingga harus dibatalkan;
Bahwa sehubungan dengan penjelasan di atas, menurut Pemohon Banding seharusnya perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juli 2009 adalah sebagai berikut :

Uraian (Rp)
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 883.110.800,00
PPN yang harus diupungut sendiri 88.311.080,00
Kompensasi bulan yang lalu 1.237.217.632,00
Pajak masukan bulan ini 18.849.418,00
Pajak masukan yang dapat diperhitungkan 1.256.067.050,00
Kelebihan PPN (1.167.755.970,00)
Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya 1.199.320.815,00
PPN yang kurang dibayar 31.564.845,00
Kenaikan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP 31.564.845,00
PPN yang masih harus dibayar 63.129.690,00

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put- 49836/PP/M.III/16/2013, Tanggal 20 Desember 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-618/WPJ.08/2011 tanggal 13 Juli 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Juli 2009 Nomor : 00013/207/09/418/10 tanggal 7 Juni 2010, atas nama PT. AFG, NPWP 0X.0XX.X0X.X-XXX.000, Jenis Usaha Perdagangan Besi, beralamat di Komp. XZ Blok Q.9/29, Dadap, Tangerang, sehingga perhitungan menjadi sebagai berikut.

DPP menurut Majelis
PPN yang harus dipungut sendiri
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
Jumlah PPN kurang/lebih bayar
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak Berikutnya
Jumlah PPN yang kurang dibayar
Kenaikan Pasal 13 (3) KUP
Jumlah PPN yang masih harus dibayar
Rp      883.110.800,00
Rp        88.311.080,00
Rp   1.256.067.050,00
(Rp 1.167.755.970,00)
Rp  1.199.320.815,00
Rp       31.564.845,00
Rp       31.564.845,00
Rp       63.129.690,00
(enam puluh tiga juta seratus dua puluh sembilan ribu enam ratus sembilan puluh rupiah)
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-49836/PP/M.III/16/2013, Tanggal 20 Desember 2013, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 22 Januari 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-934/PJ./2014, Tanggal 02 April 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 14 April 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 14 April 2014;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 22 Juli 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 18 Agustus 2014;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah :
Koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2009 sebesar Rp216.463.708,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.49836/PP/M.III/16/2013 tanggal 20 Desember 2013, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
    Bahwa metode equalisasi antara mutasi kredit rekening koran dengan SPT masa PPN yang dilaporkan yang dilakukan oleh terbanding adalah hal yang wajar, namun demikian selisih yang terjadi atas hasil equalisasi tersebut tidak dapat serta merta dijadikan koreksi, selisih tersebut hanya merupakan ada indikasi awal bahwa ada potensi penghasilan yang belum dilaporkan oleh Pemohon Banding, hal ini merupakan pertimbangan bagi Terbanding untuk mendalami cakupan pemeriksaan sampai Terbanding memperoleh bukti yang akurat bahwa selisih tersebut adalah merupakan penghasilan yang belum dilaporkan.
    Bahwa selanjutnya sesuai Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam penjelasannya disebutkan:
    "Pendapat dan Simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan":
    Selanjutnya bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, para pihak sedikitnya harus mempunyai 2 (dua) alat bukti, sesuai Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak
    "Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta peniiaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperiukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1)";
    Bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud di atas Majelis berkesimpulan bahwa koreksi Terbanding atas koreksi positif penyerahan Barang Kena Pajak sebesar Rp216.463.708,00 tidak dapat dipertahankan.
  2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
    2.1.
    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak :
    Pasal 69 ayat (1) :
    Alat bukti dapat berupa:
    1. Surat atau tulisan;
    2. Keterangan ahli;
    3. Keterangan para saksi;
    4. Pengakuan para pihak; dan/atau
    5. Pengetahuan Hakim
    Penjelasan :
    Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.
    Pasal 76 :
    Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
    Penjelasan :
    Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
    Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
    Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan.
    Pemohon Banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang,
    karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan terbanding atau Tergugat harus diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat untuk diberikan jawaban.
    Pasal 78 :
    Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
    Penjelasan :
    Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    Pasal 91 huruf e :
    Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    2.2.
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009:
    Pasal 28 ayat (1) :
    Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
    Pasal 28 ayat (11) :
    Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau ditempat kedudukan Wajib Pajak badan.
    Pasal 29 ayat (1) :
    Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    Penjelasan :
    Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan berwenang melakukan pemeriksaan untuk :
    1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;
    2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
    Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya, dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak, yang dilakukan dengan :
    1. Menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya, yang dinamakan Pemeriksaan Lengkap;
    2. Menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana sesuai dengan ruang lingkup pemeriksaan baik dilakukan di kantor maupun di lapangan, yang dinamakan Pemeriksaan Sederhana.
    Pasal 29 ayat (3) :
    Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
    1. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
    2.3.
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000:
    Pasal 4 :
    Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
    1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
    2. Impor Barang Kena Pajak;
    3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
    4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
    5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
    6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak."
    Pasal 11 :
    Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran

  3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.49836/PP/M.III/16/2013 tanggal 20 Desember 2013 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
    3.1.
    Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat koreksi DPP PPN atas penjualan lokal untuk masa pajak Juli 2009 sebesar Rp532.112.156,00 yang berasal dari sisi kredit (uang masuk) dari rekening koran Bank XX (No. Rek. XXX-X0-XXXXX-X) dan Bank QR (No. Rek . 000XXXXX0X) atas nama Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding/Pemeriksa) merupakan penerimaan/peredaran usaha yang belum dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Adapun rincian koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah sebagai berikut :

    Uraian (Rp)
    Perhitungan Penerimaan uang masuk pada
    sisi kredit rekening Koran Bank QR 46 dan
    Bank XX cfm Pemohon Peninjauan Kembali
    1.099.574.506,00
    Penyerahan BKP yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa
    Pajak Juli 2009 cfm Termohon Peninjauan Kembali
    566.462.350,00
    Koreksi Positif 532.112.156,00
    3.2.
    Bahwa dalam permohonan bandingnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengajukan banding dengan menyatakan bahwa DPP PPN masa pajak Juli 2009 adalah sebesar Rp883.110.800,00, dengan demikian sengketa koreksi DPP PPN sampai dengan permohonan banding adalah Rp216.463.708,00;
    3.3.
    Bahwa atas koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang menghitung DPP PPN dengan menambahkan penerimaan bank, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa “..tidak semua yang tercatat di kedua rekening koran bank itu bukan merupakan obyek penerimaan hasil Penjualan Perusahaan, namun di antara penerimaan tersebut adalah milik ZX dll….”, penggunaan rekening perusahaan oleh perusahaan lain merupakan praktek yang tidak lazim secara umum dan menimbulkan pertanyaan yang harus dijelaskan lebih lanjut oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk membuktikan bahwa penerimaan tersebut bukanlah peredaran usahanya, diantaranya adalah :
    -
    Apa hubungan antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT ZX dan perusahaan lain dimana uang PT ZX dan perusahaan lain masuk ke rekening Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)?
    -
    Untuk keperluan apa uang tersebut di transfer ke Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ?
    -
    Dalam hal penerimaan tersebut bukan merupakan penjualan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka perlu dilakukan pembuktian lebih lanjut, dalam kasus ini karena melibatkan pihak ketiga (ZX dan lain-lain) maka diperlukan dokumen pendukung dari ZX dan lain-lain yang benar-benar dapat membuktikan ZX dan lain-lain sekedar menitipkan uang ke rekening Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
    -
    Argumentasi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang menyatakan bahwa uang tersebut merupakan titipan dapat juga berarti bahwa penerimaan tersebut merupakan uang muka untuk transaksi jual beli yang dilakukan antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan para pihak dimana uang telah masuk ke rekening Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
    3.4.
    Bahwa untuk membuktikan kebenaran argumentasi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bahwa terdapat sebagian uang masuk yang bukan milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan tidak terkait peredaran usaha, maka diperlukan pembuktian dengan terlebih dahulu perlu diketahui alur informasi terkait proses bisnis Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah diminta alur pembukuan (dari penjurnalan sampai dengan penerbitan laporan keuangan) dengan surat Nomor S-157/WPJ.08/BD.06/2010 tanggal 26 Januari 2011, namun demikian dari data dan penjelasan yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat membuktikan bahwa penerimaan uang di bank bukanlah peredaran usaha/penjualan BKP;
    3.5.
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara ini pada dasarnya adalah masalah pembuktian, apakah penerimaan uang di rekening bank (di sisi kredit Bank QR dan Bank XX) Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan peredaran usaha atau tidak, dengan demikian untuk mengambil keputusan terkait sidang banding ini perlu dilakukan pembuktian dari pihak Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang dapat membuktikan argumentasinya bahwa uang yang masuk ke rekening bank atas namanya bukanlah hasil penjualan dan merupakan milik pihak lain.
    3.6.
    Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan sebagai berikut :
    Bahwa selanjutnya sesuai Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam penjelasannya disebutkan:
    "Pendapat dan Simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan":
    Selanjutnya bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, para pihak sedikitnya harus mempunyai 2 (dua) alat bukti, sesuai Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak "Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta peniiaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperiukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1)";
    Bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud di atas Majelis berkesimpulan bahwa koreksi Terbanding atas koreksi positif penyerahan Barang Kena Pajak sebesar Rp216.463.708,00 tidak dapat dipertahankan.
    3.7.
    Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak sependapat dengan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak pernah meminta Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk membuktikan penerimaan bank (sisi kredit) bukan penjualan dan bukan milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), padahal jelas sekali bahwa rekening yang dipakai sebagai dasar menghitung DPP oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah atas nama Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sementara itu Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan di dalam rekening tersebut terdapat milik perusahaan lain, dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa di dalam persidangan tidak dibuktikan bahwa uang masuk yang ada di Rekening Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang menjadi sengketa merupakan milik pihak lain (PT ZX dll) dan bukan merupakan hasil penjualan.
    3.8.
    Bahwa Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (untuk selanjutnya disebut UU KUP) menentukan sebagai berikut:
    Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    Penjelasan :
    Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan berwenang melakukan pemeriksaan untuk :
    1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;
    2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
    Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya, dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak, yang dilakukan dengan :
    1. Menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya, yang dinamakan Pemeriksaan Lengkap;
    2. Menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana sesuai dengan ruang lingkup pemeriksaan baik dilakukan di kantor maupun di lapangan, yang dinamakan Pemeriksaan Sederhana.
    3.9.
    Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU KUP sebagaimana disampaikan di atas, pemeriksaan dilakukan untuk menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang dilakukan dengan menerapkan tekhnik pemeriksaan yang lazim dilakukan dalam pemeriksaan pada umumnya sesuai dengan kedalaman dan bobot masing-masing, artinya metode pengujian tidak harus dilakukan dengan menerapkan semua metode pemeriksaan secara bersamaan, tetapi dapat menggunakan salah satu metode yang ada tergantung dari kedalaman kasus dan bobot masing-masing.
    3.10.
    Bahwa dalam kasus ini mengingat kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah industry perlengkapan & komponen kendaraan dengan jenis barang jadinya adalah per mobil, dimana dari proses pengolahan baku baku sampai berakhir ke barang siap dijual pasti terdapat sisa produksi yang tidak dapat dijual, sehingga penghitungan peredaran usaha berdasarkan Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
    arus produksi barang sulit dilakukan, dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan pengujian kebenaran angka peredaran usaha dengan menggunakan arus uang yang lebih memungkinkan dalam kasus ini.
    3.11.
    Bahwa berdasarkan kronologis sebagaimana disampaikan di atas dapat disampaikan fakta-fakta sebagai berikut :
    -
    Bahwa berdasarkan penelitian atas rekening bank Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yaitu Bank QR dan Bank XX terdapat penerimaan yang terindikasi merupakan peredaran usaha yang belum dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menambahkan penerimaan di kedua rekening bank tersebut dalam DPP PPN;
    -
    Bahwa dalam argumentasinya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa tidak seluruh dana yang masuk merupakan hasil penjualan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) namun ada sebagian dana yang merupakan milik PT Sinarmas, namun demikian Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan kebenaran argumentasinya bahwa uang masuk di rekening bank Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bukanlah terkait dengan peredaran usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan milik dari pihak lain (PT ZX dan lain-lain).