Putusan Mahkamah Agung Nomor : 729/B/PK/PJK/2016

Kategori : Bea Cukai

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61102/PP/M.IXA/19/2015, Tanggal 28 April 2015 yang telah ber


 

PUTUSAN
Nomor 729/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, tempat kedudukan di Jl. FA, Jakarta 13230, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. AA, S.E., pekerjaan Plt. Kepala Sub Direktorat Peraturan dan Bantuan Hukum, pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  2. BB, S.H., pekerjaan Kepala Seksi Bantuan Hukum, pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  3. CC S.H., pekerjaan Pelaksanaan Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  4. DD, S.H., pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  5. EE, S.H., pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  6. FF, S.H., pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  7. GG, S.H., pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  8. HH, S.H., pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  9. II, S.H., pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  10. JJ, S.H., pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  11. KK, S.H., pekerjaan Pelaksana Pemeriksa pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-65/BC/2015, Tanggal 31 Juli 2015 ;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. AFG, beralamat di Jalan AF No. 5, ZX, XZ, Jakarta Pusat 10220 dan alamat korespondensi di Jalan FG, Sunter II, Jakarta Utara 10014;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61102/PP/M.IXA/19/2015, Tanggal 28 April 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Terbanding KEP-1174/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Penetapan Atas Keberatan Pemohon Banding Terhadap Penetapan Yang Dilakukan Oleh Pejabat Bea Dan Cukai Dalam Surat Nomor S-5085/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013;
bahwa adapun alasan dan penjelasan mengenai banding ini dapat diuraikan sebagai berikut:
bahwa pemenuhan ketentuan formal pemenuhan ketentuan formal banding:
bahwa surat banding ini diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan s.t.d.d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (selanjutnya disebut UU Kepabeanan) yang menyatakan bahwa Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal atas tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2), Pasal 93A ayat (4), atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutang dilunasi;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61102/PP/M.IXA/19/2015, Tanggal 28 April 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-1174/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Penetapan atas Keberatan PT AFG Terhadap Penetapan yang Dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam Surat Nomor: S-5085/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013, atas nama PT AFG, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, beralamat sesuai NPWP di Jalan AF No. 5, ZX, XZ, Jakarta Pusat 10220 dan alamat korespondensi di Jalan FG, Sunter II, Jakarta Utara 10014 dan menetapkan atas penjualan barang impor berupa 1 unit XX Y A/T 2.4 L-X (standard), dengan Nomor Mesin 2AZH839066 dan Nomor Rangka JTEGD23HXC8208193, Negara asal Japan, yang diberitahukan dalam PIB Nomor: 087154 tanggal 06 Maret 2012 mendapat pengembalian bea masuk sebesar Rp54.441.077,00 (lima puluh empat juta empat ratus empat puluh satu ribu tujuh puluh tujuh rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61102/PP/M.IXA/19/2015, Tanggal 28 April 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 8 Mei 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-65/BC/2015, Tanggal 31 Juli 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 3 Agustus 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 3 Agustus 2015;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 23 Desember 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 25 Januari 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. MATERI PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI
    1. Permasalahan
  1. Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara a quo adalah Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk atas importasi berdasarkan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Nomor: 087154 tanggal 06 Maret 2012 barang berupa 1 Unit XX Y A/T 2.4 L-X (standard) sebesar Rp54.441.077,00 (Lima Puluh Empat Juta Empat Ratus Empat Puluh Satu Ribu Tujuh Puluh Tujuh Rupiah) sebagaimana Surat Pemohon Peninjauan Kembali Nomor : S-5085/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013.
  2. Bahwa atas Surat Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk tersebut Termohon Peninjauan Kembali mengajukan keberatan kepada Pemohon PK sesuai surat Nomor : 4148/FISD/AD/EX/XII/2013 Tanggal 20 Desember 2013 dan dengan Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali Nomor : KEP-1174/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014, permohonan Termohon Peninjauan Kembali atas pengembalian Bea Masuk tersebut ditolak.
  3. Bahwa atas keputusan keberatan nomor: KEP-1174/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014, Termohon Peninjauan Kembali mengajukan banding ke Pengadilan Pajak, atas permohonan banding tersebut Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan dengan putusan nomor: Put. 61102/PP/M.IXA/19/2015 tanggal 28 April 2015, yang memutuskan sebagai berikut:

MENGADILI:


“Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-1174/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Penetapan atas Keberatan PT. AFG terhadap Penetapan yang Dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam Surat Nomor : S-5085/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013, atas nama PT. AFG, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, beralamat sesuai NPWP di Jalan AF No. 5, ZX, XZ, Jakarta Pusat 10220 dan alamat korespondesi di Jalan FG, Sunter II, Jakarta Utara 10014 dan menetapkan, jenis barang berupa 1 Unit XX Y A/T 2.4 L-X (standard), dengan nomor Mesin 2AZH839066 dan Nomor rangka JTEGD23HXC8208193, Negara Asal Jepang yang diberitahukan dengan PIB Nomor : 087154 tanggal 06 Maret 2012 mendapat Pengembalian Bea Masuk sebesar Rp54.441.077,00 (Lima Puluh Empat Juta Empat Ratus Empat Puluh Satu Ribu Tujuh Puluh Tujuh Rupiah);
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan peninjauan kembali karena terdapat pertimbangan-pertimbangan hukum (judex facti) Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa banding a quo bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan menghasilkan putusan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, yang diuraikan sebagai berikut:
    1. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Pemohon Banding (Termohon PK) yakni PT. AFG sebagai ATPM XX berhak mendapat pengembalian Bea Masuk (restitusi) berdasarkan angka I huruf c Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SE-28/BC/1998 tanggal 11 Juni 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Bea Masuk dan Penerbitan Formulir B Atas Kendaraan Bermotor Rakitan Dalam Negeri Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing Serta Pejabatnya Yang Bertugas Di Indonesia, sebagaimana pertimbangannya dalam Putusan a quo sebagai berikut:
    • bahwa menurut defenisi Terbanding, angka I huruf c sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SE-28/BC/1998 tanggal 11 Juni 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Bea Masuk Dan Penerbitan Formulir B Atas Kendaraan Bermotor Rakitan Dalam Negeri Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing Serta Pejabatnya Yang Bertugas Di Indonesia, bahwa pengertian pengembalian bea masuk adalah pengembalian bea masuk atas kendaraan bermotor yang telah terlanjur dibayar oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM);
    • bahwa Pemohon Banding (PT. AFG) merupakan ATPM XX, sehingga mempunyai hak mengajukan permohonan pengembalian bea masuk dan/atau penerbitan Formulir B kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Teknis Kepabeanan;
    • bahwa alasan penolakan Terbanding, bahwa yang berhak mendapatkan pengembalian bea masuk (restitusi) adalah perwakilan kedutaan besar Thailand, terbantahkan karena Pemohon Banding (PT. AFG) merupakan ATPM XX, yang berhak mengajukan permohonan pengembalian bea masuk;
    1. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa walaupun 1 Unit XX Y A/T 2.4 L-X (standard) bukan termasuk kategori impor, namun Pembelian kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU) oleh pejabat perwakilan negara asing dapat diberikan pembebasan bea masuk berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 90/KMK. 04/2002 tanggal 12 Maret 2002, sebagaimana pertimbangannya dalam Putusan a quo sebagai berikut:
    • bahwa alasan penolakan Terbanding, bahwa 1 Unit XX Y A/T 2.4 L-X (standard), Nomor Mesin 2AZH839066 dan Nomor rangka JTEGD23HXC8208193, bukan merupakan ketegori impor, terbantahkan karena berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 90/KMK.04/2002 tanggal 12 Mei 2002, pembebasan bea masuk diberikan atas impor atau pembelian kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU) oleh pejabat perwakilan negara asing;
    • Bahwa berdasarkan Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Pasal 27 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1957 tanggal 1 Maret 1957 tentang Pembebasan dari Bea Masuk Atas Dasar Hubungan Internasional dan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 90/KMK.04/2002 tanggal 12 Maret 2002 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Cukai Atas Barang Perwakilan Negara Asing dan Pejabatnya, Pemohon Banding (PT AFG) mempunyai hak untuk memperoleh pengembalian Bea Masuk Atas Pembelian Kendaraan Bermotor 1 Unit XX Y A/T 2.4 L-X (standard).
  1. Fakta, Data dan Kronologis
  1. Perlu disampaikan Kepada Majelis Hakim Agung yang Terhormat bahwa Termohon Peninjauan Kembali melakukan importasi barang dengan jenis barang berupa 5 unit XX L 70 4.5 M/T, 1 unit XX L 200 STD A/T, 19 unit XX Y 2.4G A/T, 5 unit XX Y 2.4X A/T, dan 3 unit XX L 200 Full Spec Air yang diberitahukan melalui Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Nomor: 087154 tanggal 06 Maret 2012 dan telah melakukan Customs Clearence, selanjutnya seluruh kendaraan tersebut menjadi stock (persediaan) Termohon Peninjauan Kembali.
  2. Bahwa berdasarkan penelitian lebih lanjut diketahui Perwakilan Kedutaan Besar Thailand memesan kedaraan berupa 1 unit XX Y A/T 2.4 L-X (standard) kepada Termohon Peninjauan Kembali dengan menerbitkan Purchase Order kepada Termohon Peninjauan Kembali tanpa nomor tanggal 06 Maret 2012, kemudian Termohon Peninjauan Kembali menerbitkan Performa Invoice nomor : 004/PP8/CBU/III/2012 tanggal 12 Maret 2012.
  3. Bahwa setelah Perwakilan Kedutaan Besar Thailand melakukan pembayaran Down Payment, Termohon Peninjauan Kembali akan menerbitkan XX Vehicle Order (TVO) untuk diberikan kepada Perwakilan Kedutaan Besar Thailand untuk mengurus dokumen PP8/PP19 di Departemen Luar Negeri dan di Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali).
  4. Bahwa atas penjualan tersebut selanjutnya PT. AFG mengajukan surat permohonan pengembalian Bea Masuk dengan Surat Nomor: 1532/ FAD/AD/EX/V/2013 tanggal 29 Mei 2013 terhadap PIB Nomor 087154 tanggal 06 Maret 2012 dengan alasan importasi dimaksud mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk.
  5. bahwa berdasarkan Pasal 25 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 disebutkan bahwa “Pembebasan Bea Masuk diberikan atas impor barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik” sementara dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang 17 Tahun 2006 menegaskan bahwa “Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean”.
  6. Bahwa pengembalian bea masuk diatur dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b Undang-Undang 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan disebutkan Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas: Impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26.
  7. Bahwa dokumen PP8/PP19 yang merupakan Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 90/KMK.04/2002 dan Keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KM-136/BC.3/KB/2012 disebutkan bahwa yang berhak atas pembebasan Bea Masuk adalah Perwakilan Kedutaan Besar atau Organisasi Internasional dalam hal ini perwakilan Kedutaan Besar Thailand dan bukan PT. AFG dalam hal ini Termohon Peninjauan Kembali.
  8. Bahwa atas hal tersebut diatas, maka Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan KEP-1174/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014 yang pada intinya menolak Permohonan Pengembalian Bea Masuk PT. AFG sebesar Rp54.441.077,00 (Lima Puluh Empat Juta Empat Ratus Empat Puluh Satu Ribu Tujuh Puluh Tujuh Rupiah) dan menetapkan bahwa PT. AFG tidak berhak atas Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.
  1. Dasar Hukum
  1.  Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (selanjutnya disebut UU 17/2006)
    1. Pasal 1 angka 13 menyatakan: Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
    2. Pasal 2 ayat (1) menyatakan: Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk.
      Penjelasan Pasal 2 ayat (1) menyatakan: Ayat ini memberikan penegasan pengertian impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut terutang bea masuk serta merupakan dasar yurudis bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan.
    3. Pasal 10B ayat (1) huruf a menyatakan: Impor untuk dipakai adalah memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipakai.
    4. Pasal 25 ayat (1) huruf a menyatakan: Pembebasan bea masuk diberikan atas impor : a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
    5. Pasal 27 ayat (1) huruf b menyatakan: Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas: b. Impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;
  1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 38/PMK.04/2005 tentang Tata Cara Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi, Dan/Atau Bunga (selanjutnya disebut PMK 38/2005)
    • Pasal 2 ayat (1) huruf a menyatakan: Pengembalian Bea Masuk dapat diberikan kepada Pihak yang berhak terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas :
      1. Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena penetapan tarif Bea Masuk dan/atau nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai;
      2. Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena penetapan kembali tarif Bea Masuk dan/atau nilai pabean oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
      3. Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena kesalahan tata usaha;
      4. Impor baran yang mendapat pembebasan atau keringanan Bea Masuk;
      5. Impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai;
      6. Impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenernya lebih kecil daripada yang telah dibayar Bea Masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah;
      7. Impor barnag dalam keadaan curah yang diberikan persetujuan impor tanpa pemeriksaan fisik (jalur hijau) kedapatan jumlah abrang yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar Bea Masuknya, dengan syarat didukung Berita Acara Pemeriksaan yang menerangkan terjadinya selisih jumlah tersebut karena kerusakan barang, serta adanya rekomendasi hasil audit; atau
      8. Kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat putusan Lembaga Banding.
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 90/KMK.04/2002 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Cukai Atas Barang Perwakilan Negara Asing dan Pejabatnya (selanjutnya disebut KMK 90/2002)
    1. Pasal 2 menyatakan : Pembebasan Bea Masuk dan Cukai diberikan atas impor milik perwakilan negara asing beserta pejabatnya dalam upaya menunjang tugas/fungsi diplomatik perwakilan negara asing di Indonesia berdasarkan azas timbal balik.
    2. Pasal 6 ayat (1) menyatakan : Pembebasan bea masuk diberikan atas impor atau pembelian kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU) oleh pejabat perwakilan negara asing, dengan ketentuan :
      1. Untuk Duta besar perwakilan negara asing, paling banyak 1 (satu) unit selama bertugas di Indonesia;
      2. Untuk Kepala perwakilan negara asing yang bukan duta besar, pejabat perwakilan negara asing yang berstatus diplomatik serta pejabat dari organisasi internasional yang tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini, paling banyak 1 (satu) unit selama bertugas di Indonesia.
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-28/BC/1998 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Bea Masuk dan Penerbitan Formulir B Atas Kendaraan Bermotor Rakitan Dalam Negeri yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing Serta Pejabatnya Yang Bertugas Di Indonesia
    • Pasal I menyatakan bahwa : Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan: a. Kendaraan Bermotor adalah kendaraan bermotor jenis sedan, sedan station wagon dan jeep rakitan dalam negeri.
  1. Analisis Hukum
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali mohon hal-hal yang telah diuraikan di dalam Surat Nomor : S-5085/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013, Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-1174/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014, Surat Uraian Banding (SUB) Nomor : SR-724/KPU.01/2014 tanggal 3 Juli 2014 dan hal-hal yang telah disampaikan Pemohon Peninjauan Kembali dalam sidang Pengadilan Pajak mohon untuk dapat dianggap teruraikan kembali dalam Memori Peninjauan Kembali ini.
    2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sangat berkeberatan atas pertimbangan-pertimbangan hukum dalam Put. 61102/PP/M.IXA/19/2015 tanggal 28 April 2015 sebagaimana dinyatakan dalam Memori Peninjauan Kembali ini dan untuk selanjutnya Pemohon Peninjauan Kembali akan menguraikan keberatan-keberatan terhadap pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak secara lebih terperinci beserta penjelasan sebagaimana tersebut di bawah ini :
      a)
      DALAM SE-28/BC/1998, KENDARAAN BERMOTOR YANG DIBERIKAN PEMBEBASAN ADALAH RAKITAN DALAM NEGERI (CKD) BUKAN KENDARAAN JADI (CBU).
    1. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan kekhilafan sehingga memberikan pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas.
    2. Hal ini secara nyata dapat terlihat dari pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Pemohon Banding (Termohon Peninjauan Kembali) yakni PT. AFG sebagai ATPM XX berhak mendapat pengembalian bea masuk (restitusi) berdasarkan angka I huruf c Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SE-28/BC/1998 tanggal 11 Juni 1998.
    3. Bahwa SE-28/BC/1998 tanggal 11 Juni 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Bea Masuk dan Penerbitan Formulir B Atas Kendaraan Bermotor Rakitan Dalam Negeri Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing Serta Pejabatnya Yang Bertugas Di Indonesia, adalah sebagai berikut :
    1. Angka I bagian Pengertian huruf c menyatakan :
      Pengembalian bea masuk adalah pengembalian bea masuk atas kendaraan bermotor yang telah terlanjur dibayar oleh Agen Tunggal Pemegang Merek
    1. Untuk mengetahui pengertian dari kendaraan bermotor, dapat Pemohon Peninjauan Kembali sampaikan dalam Angka I bagian Pengertian huruf a yang menyatakan :
    Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
      1. Kendaraan Bermotor adalah kendaraan bermotor jenis sedan, sedan station wagon, dan jeep rakitan dalam negeri.
    1. Dari SE-28/BC/1998 tersebut di atas, secara nyata dapat terlihat kekhilafan dari Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara a quo, karena dasar angka I huruf C yang dipakai Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam pertimbangan hukumnya adalah untuk yang dirakit di dalam Negeri (CKD), bukan kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU).
    2. Bahwa berdasarkan fakta hukum dan penelitian dokumen-dokumen pendukung yang dilampirkan pada pengajuan keberatan diketahui bahwa ketika kendaraan CBU Impor tersebut tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, maka Termohon Peninjauan Kembali melakukan custom clearance dengan membayar Bea Masuk dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) berupa PPN, PPnBM dan PPh 22 atas seluruh kendaraan yang diimpor. Selanjutnya seluruh kendaraan tersebut menjadi stock (persediaan) Termohon Peninjauan Kembali.
    3. Berdasarkan hal tersebut di atas diketahui bahwa importasi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali tersebut bukan dimaksudkan untuk impor atas barang perwakilan kedutaan besar /organisasi Internasional, akan tetapi merupakan stock/persediaan Termohon Peninjauan Kembali.
      b)
      PASAL 6 AYAT (1) KMK NOMOR : 90/KMK.04/2002 BUKAN UNTUK PEMBELIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM KEADAAN JADI (CBU) DI DALAM NEGERI.
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berkeberatan atas pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang pada intinya menyatakan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) KMK Nomor : 90/KMK.04/2002, untuk Pembelian Kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU) di dalam Negeri dapat diberikan Pembebasan Bea Masuk.
    2. Bahwa Pasal 6 ayat (1) KMK Nomor : 90/KMK.04/2002 menyatakan : Pembebasan bea masuk diberikan atas impor atau pembelian kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU) oleh pejabat perwakilan negara asing, dengan ketentuan :
    1. Untuk Duta Besar perwakilan negara asing, paling banyak 1 (satu) unit selama bertugas di Indonesia;
    2. Untuk Kepala Perwakilan negara asing yang bukan duta besar, pejabat perwakilan negara asing yang berstatus diplomatik serta pejabat dari organisasi internaional yang tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini, paling banyak 1 (satu) unit selama bertugas di Indonesia.
    1. Bahwa yang dimaksud pembelian kendaraan dalam keadaan jadi (CBU) dimaksudkan sebagai pembelian untuk mendapatkan fasilitas pembebasan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang menyatakan:
      Pembebasan bea masuk diberikan atas impor barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik
    2. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 90/KMK.04/2002 yang menyatakan bahwa:
      Pembebasan bea masuk dan cukai diberikan atas impor barang milik perwakilan negara asing beserta pejabatnya dalam upaya menunjang tugas/fungsi diplomatik perwakilan negara asing di Indonesia berdasarkan azas timbal balik.
    3. Bahwa Pengembalian bea masuk hanya dapat diberikan berdasarkan Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan:
    Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas :
      1. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;
    1. Bahwa ketentuan Pengembalian Bea Masuk ini diatur lebih lanjut dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 38/PMK.04/2005 tentang Tata Cara Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi, dan/atau Bunga yang menyatakan :
      (1)
      Pengembalian Bea Masuk dapat diberikan kepada Pihak yang berhak terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas:
      1. kelebihan pembayaran bea masuk karena penetapan tarif bea masuk dan/atau nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai;
      2. kelebihan pembayaran bea masuk karena penetapan kembali tarif bea masuk dan/atau nilai pabean oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
      3. kelebihan pembayaran bea masuk karena kesalahan tata usaha;
      4. impor barang yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk;
      5. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai;
      6. impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah;
      7. impor barang dalam keadaan curah yang diberikan persetujuan impor tanpa pemeriksaan fisik (jalur hijau) kedapatan jumlah barang yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar Bea Masuknya, dengan syarat didukung Berita Acara Pemeriksaan yang menerangkan terjadinya selisih jumlah tersebut karena kerusakan barang, serta adanya rekomendasi hasil audit; atau
      8. kelebihan pembayaran bea masuk sebagai akibat putusan lembaga banding.
    1. Berdasarkan penjelasan Pemohon Peninjauan Kembali dalam Memori Peninjauan Kembali angka 10 (sepuluh) sampai dengan angka 14 (empat belas) tersebut di atas, terbukti bahwa pembelian kendaraan bermotor dalam negeri dalam keadaan jadi (CBU) tidak dapat diberikan Pembebasan Bea Masuk dan frasa “pembelian” dalam Pasal 6 ayat (1) KMK 90/PMK.04/2002 tersebut sangat tidak berdasar jika ditafsirkan menjadi “pembelian didalam negeri”
    2. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, terbukti bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo :
    1. Tidak cermat dalam memberikan pertimbangan hukum terkait dengan SE-28/BC/1998 karena berdasarkan Angka I huruf a dan huruf c, maka yang dapat diberikan pengembalian Bea Masuk adalah kendaraan bermotor rakitan dalam negeri bukan dalam bentuk jadi (CBU).
    2. Tidak cermat dalam memberikan pertimbangan hukum dalam menafsirkan Pasal 6 ayat (1) KMK 90/KMK.04/2002, karena barang yang dapat diberikan pengembalian Bea Masuk adalah barang impor bukan untuk pembelian dalam negeri.
    1. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, tindakan Pemohon Peninjauan Kembali untuk tidak memberikan pengembalian Bea Masuk telah sesuai dengan :
    1. Pasal 25 dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1999 tentang Kepabeanan;
    2. Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.04/2005 tentang Tata Cara Pengembalian Bea Masuk, Denda Adminsitrasi, dan/atau Bunga,
    3. Pasal 2 dan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 90/KMK.04/2002 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Bea Masuk Dan Cukai Atas Barang Perwakilan Negara Asing Dan Pejabatnya, serta
    4. Pasal I huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-28/BC/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembalian Bea Masuk dan Penerbitan Formulir B Atas Kendaraan Bermotor Rakitan Dalam Negeri Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing Serta Pejabatnya Yang Bertugas Di Indonesia.
    1. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo tidak tepat, lalai dan salah dalam menerapkan hukum sehingga sudah selayaknya dibatalkan oleh Majelis Hakim Agung yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo.
  1. Kesimpulan
  1. Berdasarkan Surat Edaran Nomor SE-28/BC/19, khususnya angka I huruf A dan C maka yang dapat diberikan pengembalian Bea Masuk adalah kendaraan bermotor untuk yang dirakit di dalam Negeri (CKD), bukan kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (CBU).
  2. Berdasarkan fakta hukum dan penelitian dokumen-dokumen pendukung yang dilampirkan pada pengajuan keberatan diketahui bahwa ketika kendaraan CBU Impor tersebut tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, maka Termohon Peninjauan Kembali melakukan custom clearance dengan membayar Bea Masuk dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) berupa PPN, PPnBM dan PPh 22 atas seluruh kendaraan yang diimpor.
    Selanjutnya seluruh kendaraan tersebut menjadi stock (persediaan) Termohon Peninjauan Kembali
  3. Berdasarkan hal tersebut di atas diketahui bahwa importasi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali tersebut bukan dimaksudkan untuk impor atas barang perwakilan kedutaan besar / organisasi Internasional, akan tetapi merupakan stock/persediaan Termohon Peninjauan Kembali.
  4. Berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Kepabeanan, KMK Nomor : 90/KMK.04/2002, Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-28/BC/1998, terbukti bahwa pembelian kendaraan bermotor dalam negeri dalam keadaan jadi (CBU) tidak dapat diberikan Pembebasan Bea Masuk

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya Permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-1174/KPU.01/2014 tanggal 20 Februari 2014 tentang Keberatan atas Penetapan yang Dilakukan oleh Terbanding dalam Surat Nomor: S-5085/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013, atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, dan menetapkan atas penjualan barang impor berupa 1 unit XX Y A/T 2.4 L-X (standard), dengan Nomor Mesin 2AZH839066 dan Nomor Rangka JTEGD23HXC8208193, Negara asal Japan, yang diberitahukan dalam PIB Nomor: 087154 tanggal 06 Maret 2012 mendapat pengembalian bea masuk sebesar Rp54.441.077,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali dalam dalam perkara a quo yaitu Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk atas importasi berdasarkan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Nomor: 087154 tanggal 06 "Maret 2012 barang berupa 1 Unit XX Y A/T 2.4 L-X(standard) sebesar Rp54.441.077,00 sebagaimana Surat Pemohon Peninjauan Kembali Nomor : 5-5085/KPU.01/2013 tanggal 24 Oktober 2013 sehingga mendapat pengembalian bea masuk sebesar Rp54.441.077,00; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo atas importasi berupa berupa 1 Unit XX Y A/T 2.4 L-X (standard) yang telah diberitahukan dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Nomor: 087154 tanggal 06 Maret 2012 memiliki hak pengembalian terhadap bea masuk 1 Unit XX Y A/T 2.4 L-X (standard) dan oleh karenanya koreksi Terbanding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) huruf jo Pasal 27 ayat (1) huruf b UU Kepabeanan jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1957 jo Vienna Convention.
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 ( dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 28 Juli 2016, oleh Dr. H. XYZ, S.H.,M.Hum, Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.M. FFF, S.H., M.S. dan GGG, S.H., M.Hum Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.IP., S.H., M.Hum., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.



Hakim-Hakim Anggota :

        ttd/

Dr. H.M. FFF, S.H., M.S.

        ttd/

GGG, S.H., M.Hum






Biaya – biaya :
1.  M e t e r a i…………….. Rp        6.000,00
2.  R e d a k s i…………….. Rp        5.000,00
3.  Administrasi ………..….   Rp 2.489.000,00
Jumlah ……….                      Rp 2.500.000,00


Ketua :

ttd/

Dr. H. XYZ, S.H.,M.Hum,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.IP., S.H., M.Hum.,



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG – RI
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


RTY, SH
NIP : XX0 000 XXX