Putusan Mahkamah Agung Nomor : 265/B/PK/PJK/2016

Kategori : KUP

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-42072/PP/M.IV/99/2012, Tanggal 11 Desember 2012 yang telah ber


 

PUTUSAN
Nomor 265/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jl. ADB Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. AAA, pekerjaan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak.
  2. BBB, pekerjaan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  3. CCC, pekerjaan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  4. DDD, Pekerjaan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-446/PJ./2013, Tanggal 13 Maret 2013;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;

melawan:


PT. EEE, beralamat di Jl. ABD No. 88 BDE lt. 6, Jakarta Barat;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-42072/PP/M.IV/99/2012, Tanggal 11 Desember 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat, dengan posita perkara sebagai berikut:
Pertimbangan Formal
Bahwa Surat gugatan diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan ditanda tangani oleh Direktur perusahaan;
Bahwa Surat gugatan diajukan masih dalam kurun waktu satu bulan;
Bahwa Surat gugatan dilampiri dengan copy dari surat yang diajukan gugatan;

Pertimbangan Material
Bahwa Penggugat telah memperoleh Putusan Pengadilan Pajak atas sengketa pajak yang dengan berat hati dan bersusah payah harus Penggugat ajukan keberatan hingga proses banding di Pengadilan Pajak. Dalam putusan itu, pada intinya mengabulkan seluruh permohonan dari Penggugat;

Bahwa selanjutnya, atas dasar putusan Pengadilan Pajak itu, Penggugat mengajukan pengembalian pokok pajak yang tidak seharusnya Penggugat bayarkan, termasuk imbalan bunga-nya;

Bahwa proses pengembalian pokok pajak dan imbalan bunga saja memakan waktu cukup lama (hampir dua tahun). Untuk pengembalian pokok pajak seharusnya SPMKP diterbitkan tanggal 28 Juli 2009 tetapi kenyataannya SPMKP diterbitkan tanggal 02 Mei 2011 sesuai dengan surat Penggugat Nomor: 001/TYI/IX/2011 tanggal 13 September 2011 yang telah Penggugat sampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat tanggal 27 September 2011;

Bahwa selanjutnya, karena penerbitan surat perintah membayar kembali pajak, yang Penggugat ajukan permohonan juga tertunda sedemikian lama, maka Penggugat mengacu kepada pasal 11 (3) UU KUP yang menyatakan mengenai terciptanya keseimbangan hak dan kewajiban bagi wajib pajak dengan kecepatan pelayanan oleh DJP, dimana setiap keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari jangka.waktu paling lama 1 (satu) bulan, maka diberikan imbalan oleh Pemerintah berupa bunga sebesar 2 (dua) persen sebulan;

Bahwa mengenai hak Penggugat ini, telah Penggugat ajukan 2 (dua) kali dan mendapatkan jawaban yang tidak sejalan dengan surat Penggugat tersebut, dimana akhirnya Penggugat pertegas kembali dan memperoleh jawaban sebagaimana surat yang Penggugat gugat ini;

Bahwa Penggugat mengerti mengenai prinsip dasar dari ketentuan UU KUP, tetapi dari surat menyurat itu, Penggugat merasa dipermainkan oleh pihak Tergugat tanpa memperoleh suatu kejelasan yang mengacu kepada UU KUP itu sendiri, karena Penggugat dengar, bahwa bila sampai terjadi kondisi seperti itu, maka minimal Kepala KPP yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi internal di DJP;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-42072/PP/M.IV/99/2012, Tanggal 11 Desember 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat atas Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012, tentang Imbalan Bunga atas Keterlambatan Penerbitan SPMKP, atas nama : PT. EEE, NPWP: 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jl. ABD No. 88 BDE lt. 6, Jakarta Barat, alamat surat CBD Blok E 3 No.11 A Cengkareng Jakarta Barat 11750;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-42072/PP/M.IV/99/2012, Tanggal 11 Desember 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 2 Januari 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-446/PJ./2013, Tanggal 13 Maret 2013, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 18 Maret 2013, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 18 Maret 2013;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 30 April 2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 23 Januari 2014;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
  1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
“Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.”
  1. Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
“Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
  1. Bahwa Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012, yang amarnya memutuskan menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat atas Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 tentang Imbalan Bunga atas Keterlambatan Penerbitan SPMKP, atas nama: PT. EEE, NPWP: 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jl. ABD No. 88 BDE Lt.6, Jakarta Barat, alamat surat CBD Blok E3 No. 11 A Cengkareng Jakarta Barat 11750, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) yang tidak dapat memberikan imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak dan bahwa surat Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 sudah sesuai dengan data ketentuan yang berlaku, sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
II.
Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
  1. “Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”.
  2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut: “Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.”
  3. Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012, atas nama: PT. EEE, (Termohon Peninjauan Kembali/semula Penggugat), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan dengan cara disampaikan secara langsung oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor: P.1745/SP.23/2012 tanggal 19 Desember 2012, dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) pada tanggal 07 Januari 2013 sesuai surat Tanda Terima Dokumen Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen: 2013010701090008.
  4. Bahwa mengingat permohonan Peninjauan Kembali ini diajukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka dengan demikian pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 ini, masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
III.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Tentang Penerbitan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S- 299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku namun tidak disetujui oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.


IV.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Gugatan di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
Tentang Penerbitan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku namun tidak disetujui oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
1.
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan sudah selayaknya apabila Pemerintah memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bunga atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya SKPLB atau SKPPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang KUP sehingga akhirnya berpendapat bahwa permohonan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dikabulkan adalah tidak tepat dan telah keliru, sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
2.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 11 Alinea ke-1
“bahwa oleh karenanya mengingat Penggugat telah membayar pajak lebih besar dari yang seharusnya terutang sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Pajak dimaksud, maka demi rasa keadilan, kepastian hukum dan terselenggaranya Good Governance sudah selayaknya apabila Pemerintah memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bunga atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya SKPLB atau SKPPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang KUP;”
3.
Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa Gugatan tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku yang menjadi dasar pertimbangan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) untuk tidak memberikan imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak dan bahwa surat Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 sudah sesuai dengan data ketentuan yang berlaku.
4.
Bahwa pasal 69 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1)
“Alat bukti dapat berupa:
  1. surat atau tulisan;
  2. keterangan ahli;
  3. keterangan para saksi;
  4. pengakuan para pihak; dan/atau
  5. pengetahuan Hakim
Kemudian dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.”
5.
Bahwa pasal 76 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
Kemudian dalam memori penjelasan pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
6.
Bahwa pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.” Kemudian dalam memori penjelasan pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
7.
Bahwa sengketa Gugatan terjadi karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak setuju dengan materi/isi Surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang telah menolak permohonan imbalan bunga Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
8.
Bahwa setelah membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012, maka dapat diketahui adanya fakta-fakta sebagai berikut:
8.1.
Bahwa Surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang digugat oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) merupakan jawaban atas surat Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) Nomor: 002/TYI/XII/2-011 tanggal 9 Desember 2011 tentang permohonan imbalan bunga atas keterlambatan penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak sehubungan dengan diterimanya Putusan Banding Nomor: Put.17309/PP/M.IX/16/2009 tanggal 27 Februari 2009 yang merupakan putusan banding atas Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor : KEP-1235/WPJ.07/BD.05/2007 tanggal 1 Agustus 2007 tentang Keberatan atas SKPKB PPN Masa Pajak Januari s.d. Desember 2004 Nomor : 00080/207/04/057/06 tanggal 9 Mei 2006;
8.2.
Bahwa atas Putusan Banding Nomor: Put.17309/PP/M.IX/16/2009 tanggal 27 Februari 2009 yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding Penggugat, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) pada tanggal 2 Mei 2011;
8.3.
Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) seharusnya Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sehubungan dengan Putusan Banding tersebut di atas diterbitkan paling lambat pada tanggal 28 Juli 2009 tetapi kenyataannya SPMKP diterbitkan pada tanggal 2 Mei 2011 (tertunda 2 tahun dari jangka waktu penerbitan seharusnya), sehingga melalui surat Nomor: 002/TYI/XII/2011 tanggal 9 Desember 2011 Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) meminta imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut berdasarkan Pasal 11 ayat (3) UU KUP;
8.4.
Bahwa melalui surat Nomor S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, tidak diatur mengenai pemberian imbalan bunga atas keterlambatan penerbitan SPMKP sehubungan dengan diterimanya Putusan Banding.
Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tidak mengabulkan permohonan Penggugat .
8.5.
Bahwa Majelis mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat dengan pendapat sebagaimana dimuat pada halaman 10 s.d. 11 putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 sebagai berikut:
“bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) UU KUP Tahun 2000 tersebut, belum diatur tentang pemberian bunga atas keterlambatan penerbitan/pembayaran SPMKP sehubungan dengan diterimanya putusan Pengadilan Pajak, mengingat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak baru berlaku setelah UU KUP tersebut diberlakukan;
bahwa namun demikian dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dalam Pasal 11 ayat (2) telah diatur bahwa : “Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (la) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), atau sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagamana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, atau sejak diterimanya Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan kelebihan pembayaran Pajak”, sehingga imbalan bunga juga diberikan atas keterlambatan penerbitan SPMKP untuk putusan Pengadilan Pajak karena SPMK merupakan prosedur lanjutan yang harus ditempuh sebelum Penggugat memperoleh haknya berupa pengembalian uangnya;
bahwa oleh karenanya mengingat Penggugat telah membayar pajak lebih besar dari yang seharusnya terutang sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Pajak dimaksud, maka demi rasa keadilan, kepastian hukum dan terselenggaranya Good Governance sudah selayaknya apabila Pemerintah memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bunga atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya SKPLB atau SKPPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang KUP;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berpendapat bahwa permohonan gugatan Penggugat dikabulkan;”
9.
Bahwa Pasal 11, Pasal 17, Pasal 17B, dan Pasal 27A Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU KUP) menyatakan sebagai berikut:
Pasal 11
”(1)Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, atau Pasal 17C dikembalikan, namun apabila ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.
(2) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C.
(3) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu 1 (satu) bulan, Pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas kelambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak, dihitung dari saat berlakunya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan saat dilakukan pembayaran kelebihan.
(4) Tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan."
Pasal 17
”Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.”
Pasal 17B
”(1)Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Di dalam penjelasannya pada alinea ke-3 dinyatakan bahwa ”Surat ketetapan pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.”
(2) Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
(3) Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.”
Pasal 17C
”(1)Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Penghasilan dan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(3) Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(4) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
(5) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak."
10.
Bahwa Pasal II butir 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa “Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.”
11.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat tidak sependapat dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana dimuat pada halaman 11 alinea ke-1 Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 yang menyatakan “bahwa oleh karenanya mengingat Penggugat telah membayar pajak lebih besar dari yang seharusnya terutang sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Pajak dimaksud, maka demi rasa keadilan, kepastian hukum dan terselenggaranya Good Governance sudah selayaknya apabila Pemerintah memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bunga atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya SKPLB atau SKPPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang KUP;” dengan argumentasi sebagai berikut:
  1. bahwa Pasal II Butir 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, sehingga karena sengketa pajak adalah menyangkut hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2004 maka yang diterapkan adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP);
  2. Bahwa Pasal 11 ayat (1) UU KUP mengatur tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas permohonan Wajib Pajak yang terkait dengan Pasal 17, Pasal 17B dan Pasal 17C UU KUP.
    Bahwa pengembalian kelebihan pembayaran pajak (melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU KUP, didasarkan atas adanya dokumen sumber yaitu suatu surat ketetapan pajak yang dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 17 UU KUP, Pasal 17B ayat (1) UU KUP serta Pasal 17C UU KUP;
Berdasarkan pemahaman atas pasal tersebut diatas, maka pengembalian kelebihan pembayaran pajak (melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU KUP ini tidak dapat dilakukan sepanjang tidak terdapat dokumen sumber yang menjadi dasarnya yaitu tidak terdapatnya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar/ Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yang menjadi dasarnya. Terkait dengan Wajib Pajak, maka berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak terdapat dokumen sumber sebagai dasar pengembalian kelebihan pembayaran pajak (melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) UU KUP, karena Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, namun menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar nomor: 00080/207/04/057/06 tanggal 9 Mei 2006;
  1. Bahwa Pasal 11 ayat (2) UU KUP mengatur tentang jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yaitu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan diterbitkannya SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau sejak penerbitan SKPLB Pasal 17B atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C.
Bahwa Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, sehingga penggunaan ketentuan Pasal 11 ayat (2) UU KUP yang intinya mengatur jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak (melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)) yaitu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B dan Pasal 17C UU KUP juga menjadi tidak tepat, karena berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU KUP, Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak namun menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sehingga tidak terdapat dokumen sumber yang dapat dipergunakan untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) UU KUP tersebut.
Bahwa Pasal 11 ayat (3) UU KUP mengatur tentang imbalan bunga yang harus diberikan kepada Wajib Pajak apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak (melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)) dilakukan setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) UU KUP
  1. Bahwa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 jelas-jelas tidak mengatur mengenai pemberian imbalan bunga atas keterlambatan penerbitan SPMKP sehubungan dengan diterimanya Putusan Banding dari Pengadilan Pajak;.
12.
Bahwa tidak selayaknya Majelis tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena koreksi a quo jelas telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku karena disamping telah didasarkan pada peraturan perundangan perpajakan yang berlaku, juga karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sudah menerapkan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (Algemene Behoourlijk Bestuur) khususnya Asas Kepastian Hukum (Rechszeker heidsbeginsel) yang menghendaki Badan atau pejabat TUN mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan.
13.
Bahwa dengan demikian seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak mengabulkan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) terhadap surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 dan tidak pula menyatakan sudah selayaknya apabila Pemerintah memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bunga atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya SKPLB atau SKPPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang KUP, karena telah terbukti secara jelas dan nyata-nyata bahwa Penerbitan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang telah sesuai dengan data dan ketentuan yang berlaku.


V.
Bahwa dengan demikian, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa Gugatan tersebut, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 78, sehingga telah memenuhi kriteria Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Penjelasannya dan oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut harus dibatalkan.


VI.
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 yang menyatakan:
  • Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat atas Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 tentang Imbalan Bunga atas Keterlambatan Penerbitan SPMKP, atas nama: PT. EEE, NPWP: 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jl. ABD No. 88 BDE Lt.6, Jakarta Barat, alamat surat CBD Blok E3 No. 11 A Cengkareng Jakarta Barat 11750;
adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan Mengabulkan Seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor : S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012, tentang Keberatan Atas Imbalan Bunga atas Keterlambatan Penerbitan SPMKP atas nama Penggugat, NPWP : 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Penerbitan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku namun tidak disetujui oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Penggugat telah membayar lebih besar dari yang seharusnya terutang sebagaimana akibat Putusan Pengadilan Pajak maka sudah menjadikan kewajiban Pemerintah memberikan pembayaran kembali dalam mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance) dan oleh karenanya koreksi Tergugat (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) mengenai perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) UU KUP jo Pasal 17 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 26 Mei 2016, oleh Dr. H. DGH,, S.H.,M.Hum, Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.M. ZZZ, S.H., M.S. dan Dr. GGG, S.H., C.N. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DJK, S.IP.,S.H.,M.Hum., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis

           ttd/

Dr. H.M. ZZZ, S.H., M.S.

           ttd/

GGG, S.H., C.N
Ketua Majelis,

ttd./

H. DGH, S.H.,M.Hum,






Biaya-biaya:
1.
2.
3.
Meterai .................                        Rp        6.000,00
Readaksi ...............                        Rp        5.000,00
Administrasi Peninjauan Kembali    Rp  2.489.000,00
Jumlah ...................                       Rp  2.500.000,00
Panitera Pengganti

ttd/

DJK, S.IP.,S.H.,M.Hum.,

Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara


(RTY, SH.)
NIP. XX0000XXX.