Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 265/B/PK/PJK/2016
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jl. ADB Nomor 40-42
Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
- AAA, pekerjaan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat
Jenderal Pajak.
- BBB, pekerjaan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding.
- CCC, pekerjaan Kepala Seksi Peninjauan Kembali,
Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan
Banding.
- DDD, Pekerjaan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan
Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-446/PJ./2013, Tanggal 13 Maret
2013;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Tergugat;
melawan:
PT. EEE, beralamat di Jl. ABD No. 88 BDE lt. 6, Jakarta Barat;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan
peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-42072/PP/M.IV/99/2012, Tanggal 11 Desember 2012 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Penggugat, dengan posita perkara sebagai berikut:
Pertimbangan Formal
Bahwa Surat gugatan diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa
Indonesia dan ditanda tangani oleh Direktur perusahaan;
Bahwa Surat gugatan diajukan masih dalam kurun waktu satu bulan;
Bahwa Surat gugatan dilampiri dengan copy dari surat yang diajukan
gugatan;
Pertimbangan Material
Bahwa Penggugat telah memperoleh Putusan Pengadilan Pajak atas sengketa
pajak yang dengan berat hati dan bersusah payah harus Penggugat ajukan
keberatan hingga proses banding di Pengadilan Pajak. Dalam putusan itu,
pada intinya mengabulkan seluruh permohonan dari Penggugat;
Bahwa selanjutnya, atas dasar putusan Pengadilan Pajak itu, Penggugat
mengajukan pengembalian pokok pajak yang tidak seharusnya Penggugat
bayarkan, termasuk imbalan bunga-nya;
Bahwa proses pengembalian pokok pajak dan imbalan bunga saja memakan
waktu cukup lama (hampir dua tahun). Untuk pengembalian pokok pajak
seharusnya SPMKP diterbitkan tanggal 28 Juli 2009 tetapi kenyataannya
SPMKP diterbitkan tanggal 02 Mei 2011 sesuai dengan surat Penggugat
Nomor: 001/TYI/IX/2011 tanggal 13 September 2011 yang telah Penggugat
sampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat tanggal
27 September 2011;
Bahwa selanjutnya, karena penerbitan surat perintah membayar kembali
pajak, yang Penggugat ajukan permohonan juga tertunda sedemikian lama,
maka Penggugat mengacu kepada pasal 11 (3) UU KUP yang menyatakan
mengenai terciptanya keseimbangan hak dan kewajiban bagi wajib pajak
dengan kecepatan pelayanan oleh DJP, dimana setiap keterlambatan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari jangka.waktu paling lama 1
(satu) bulan, maka diberikan imbalan oleh Pemerintah berupa bunga
sebesar 2 (dua) persen sebulan;
Bahwa mengenai hak Penggugat ini, telah Penggugat ajukan 2 (dua) kali
dan mendapatkan jawaban yang tidak sejalan dengan surat Penggugat
tersebut, dimana akhirnya Penggugat pertegas kembali dan memperoleh
jawaban sebagaimana surat yang Penggugat gugat ini;
Bahwa Penggugat mengerti mengenai prinsip dasar dari ketentuan UU KUP,
tetapi dari surat menyurat itu, Penggugat merasa dipermainkan oleh
pihak Tergugat tanpa memperoleh suatu kejelasan yang mengacu kepada UU
KUP itu sendiri, karena Penggugat dengar, bahwa bila sampai terjadi
kondisi seperti itu, maka minimal Kepala KPP yang bersangkutan akan
mendapatkan sanksi internal di DJP;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-42072/PP/M.IV/99/2012, Tanggal 11 Desember 2012 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat atas
Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal
14 Februari 2012, tentang Imbalan Bunga atas Keterlambatan Penerbitan
SPMKP, atas nama : PT. EEE, NPWP: 0X.0XX.XXX.X-0XX.000,
beralamat di Jl. ABD No. 88 BDE lt. 6, Jakarta
Barat, alamat surat CBD Blok E 3 No.11 A Cengkareng
Jakarta Barat 11750;
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-42072/PP/M.IV/99/2012,
Tanggal 11 Desember 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada Tanggal 2 Januari 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-446/PJ./2013, Tanggal 13 Maret 2013, diajukan
permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak pada Tanggal 18 Maret 2013, dengan disertai
alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
tersebut pada Tanggal 18 Maret 2013;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 30 April
2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 23
Januari 2014;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN
PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
|
Tentang
Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3)
Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
- “Pihak-pihak yang bersengketa dapat
mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada
Mahkamah Agung.”
- Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e
Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan permohonan Peninjauan Kembali
dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
- “Apabila terdapat suatu putusan yang
nyata-nyata tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
- Bahwa
Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012, yang amarnya
memutuskan menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan
Penggugat atas Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor:
S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 tentang Imbalan
Bunga atas Keterlambatan Penerbitan SPMKP, atas nama: PT. EEE, NPWP:
0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jl. ABD No. 88 BDE Lt.6, Jakarta
Barat, alamat surat CBD Blok E3 No. 11 A Cengkareng Jakarta Barat
11750, tidak
memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) yang tidak dapat
memberikan imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak dan bahwa
surat Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 sudah
sesuai dengan data ketentuan yang berlaku, sehingga menghasilkan
putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku di Indonesia.
|
II.
|
Tentang
Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
- “Pengajuan permohonan peninjauan kembali
berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan
dikirim”.
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11
Undang-undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
“Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman,
tanggal
faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal
pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara
langsung.”
- Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012, atas nama: PT. EEE,
(Termohon Peninjauan Kembali/semula Penggugat), telah
diberitahukan secara patut dan dikirimkan dengan cara disampaikan
secara langsung oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Tergugat) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor:
P.1745/SP.23/2012 tanggal 19 Desember 2012, dan diterima secara
langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) pada tanggal
07 Januari 2013 sesuai surat Tanda Terima Dokumen Direktorat Jenderal
Pajak Nomor Dokumen: 2013010701090008.
- Bahwa mengingat permohonan Peninjauan Kembali ini
diajukan
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf e Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka dengan demikian
pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak
Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 ini, masih
dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak
atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan
Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali
ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
|
III.
|
Tentang
Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali Bahwa yang
menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah
sebagai berikut:
Tentang Penerbitan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-
299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang telah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku namun tidak disetujui oleh Majelis Hakim
Pengadilan Pajak. |
|
|
IV.
|
Tentang
Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali Bahwa setelah
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca, meneliti dan
mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut, maka
dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak
tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru
dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Gugatan di
Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat
suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam
membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum
dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat
serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan
dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
Tentang Penerbitan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor:
S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang telah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku namun tidak disetujui oleh Majelis Hakim
Pengadilan Pajak.
1.
|
Bahwa
setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca,
memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut, maka
dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak
tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim
Pengadilan Pajak yang menyatakan sudah selayaknya apabila Pemerintah
memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bunga atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak sehubungan
diterbitkannya SKPLB atau SKPPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
Undang-undang KUP sehingga akhirnya berpendapat bahwa permohonan
gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dikabulkan
adalah tidak tepat dan telah keliru, sehingga menghasilkan putusan yang
nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
|
2.
|
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat keberatan
dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara
lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 11 Alinea ke-1
“bahwa oleh karenanya mengingat Penggugat telah membayar
pajak lebih
besar dari yang seharusnya terutang sebagaimana tercantum dalam putusan
Pengadilan Pajak dimaksud, maka demi rasa keadilan, kepastian hukum dan
terselenggaranya Good Governance sudah selayaknya apabila Pemerintah
memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bunga atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak sehubungan
diterbitkannya SKPLB atau SKPPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
Undang-undang KUP;”
|
3.
|
Bahwa
berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak
yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut di atas,
maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan ini menyatakan
bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili
sengketa Gugatan tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya
telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat
pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum
dan atau prinsip perpajakan yang berlaku yang menjadi dasar
pertimbangan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) untuk tidak
memberikan imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak dan bahwa
surat Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 sudah
sesuai dengan data ketentuan yang berlaku.
|
4.
|
Bahwa
pasal 69 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1)
“Alat bukti dapat berupa:
- surat atau tulisan;
- keterangan ahli;
- keterangan para saksi;
- pengakuan para pihak; dan/atau
- pengetahuan Hakim
Kemudian dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa
“Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis
atau Hakim
Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan
sebelum menggunakan alat bukti lain.”
|
5.
|
Bahwa
pasal 76 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus
dibuktikan,
beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya
pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
Kemudian dalam memori penjelasan pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan
bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan
kebenaran
materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para
pihak.” |
6.
|
Bahwa
pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil
berdasarkan
hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan
keyakinan hakim.” Kemudian dalam memori penjelasan pasal 78
menyebutkan
bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian
dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
7.
|
Bahwa
sengketa Gugatan terjadi karena Termohon Peninjauan Kembali
(semula Penggugat) tidak setuju dengan materi/isi Surat Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012
tanggal 14 Februari 2012 yang telah menolak permohonan imbalan bunga
Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat). |
8.
|
Bahwa
setelah membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut Putusan
Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember
2012, maka dapat diketahui adanya fakta-fakta sebagai berikut:
8.1.
|
Bahwa
Surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor:
S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 yang digugat oleh
Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) merupakan jawaban atas
surat Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) Nomor:
002/TYI/XII/2-011 tanggal 9 Desember 2011 tentang permohonan imbalan
bunga atas keterlambatan penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan
Pajak sehubungan dengan diterimanya Putusan Banding Nomor:
Put.17309/PP/M.IX/16/2009 tanggal 27 Februari 2009 yang merupakan
putusan banding atas Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Tergugat) Nomor : KEP-1235/WPJ.07/BD.05/2007 tanggal 1 Agustus 2007
tentang Keberatan atas SKPKB PPN Masa Pajak Januari s.d. Desember 2004
Nomor : 00080/207/04/057/06 tanggal 9 Mei 2006; |
8.2.
|
Bahwa
atas Putusan Banding Nomor: Put.17309/PP/M.IX/16/2009 tanggal 27
Februari 2009 yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding Penggugat,
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) menerbitkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) pada tanggal 2 Mei 2011; |
8.3.
|
Bahwa
menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) seharusnya
Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sehubungan dengan
Putusan Banding tersebut di atas diterbitkan paling lambat pada tanggal
28 Juli 2009 tetapi kenyataannya SPMKP diterbitkan pada tanggal 2 Mei
2011 (tertunda 2 tahun dari jangka waktu penerbitan seharusnya),
sehingga melalui surat Nomor: 002/TYI/XII/2011 tanggal 9 Desember 2011
Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) meminta imbalan bunga
atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut
berdasarkan Pasal 11 ayat (3) UU KUP; |
8.4.
|
Bahwa
melalui surat Nomor S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari
2012 Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) menyatakan bahwa
berdasarkan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, tidak diatur mengenai
pemberian imbalan bunga atas keterlambatan penerbitan SPMKP sehubungan
dengan diterimanya Putusan Banding.
Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Tergugat) tidak mengabulkan permohonan Penggugat . |
8.5.
|
Bahwa
Majelis mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat
dengan pendapat sebagaimana dimuat pada halaman 10 s.d. 11 putusan
Pengadilan Pajak Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember
2012 sebagai berikut:
“bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) UU KUP
Tahun 2000 tersebut, belum diatur tentang pemberian bunga atas
keterlambatan penerbitan/pembayaran SPMKP sehubungan dengan diterimanya
putusan Pengadilan Pajak, mengingat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak baru berlaku setelah UU KUP tersebut
diberlakukan;
bahwa
namun demikian dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan dalam Pasal 11 ayat (2) telah diatur bahwa :
“Pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(la) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1), atau sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B, atau sejak
diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
sebagamana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D, atau sejak
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan
Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan
Pemberian Imbalan Bunga, atau sejak diterimanya Putusan Banding atau
Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan kelebihan pembayaran
Pajak”, sehingga imbalan bunga juga diberikan atas
keterlambatan
penerbitan SPMKP untuk putusan Pengadilan Pajak karena SPMK merupakan
prosedur lanjutan yang harus ditempuh sebelum Penggugat memperoleh
haknya berupa pengembalian uangnya;
bahwa
oleh karenanya mengingat Penggugat telah membayar pajak lebih
besar dari yang seharusnya terutang sebagaimana tercantum dalam putusan
Pengadilan Pajak dimaksud, maka demi rasa keadilan, kepastian hukum dan
terselenggaranya Good Governance sudah selayaknya apabila Pemerintah
memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bunga atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak sehubungan
diterbitkannya SKPLB atau SKPPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
Undang-undang KUP;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berpendapat bahwa
permohonan gugatan Penggugat dikabulkan;”
|
|
9.
|
Bahwa
Pasal 11, Pasal 17, Pasal 17B, dan Pasal 27A Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000
(selanjutnya disebut UU KUP) menyatakan sebagai berikut:
Pasal 11
”(1)Atas
permohonan Wajib
Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
Pasal 17B, atau Pasal 17C dikembalikan, namun apabila ternyata Wajib
Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi
terlebih dahulu utang pajak tersebut.
(2)
Pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau
sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17C.
(3) Apabila
pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu 1 (satu)
bulan, Pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas
kelambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak, dihitung dari saat
berlakunya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai
dengan saat dilakukan pembayaran kelebihan.
(4) Tata
cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan."
Pasal 17
”Direktur
Jenderal Pajak
setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.”
Pasal 17B
”(1)Direktur
Jenderal
Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17C harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling
lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima, kecuali
untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak.
Di dalam
penjelasannya
pada alinea ke-3 dinyatakan bahwa ”Surat ketetapan pajak
tersebut dapat
berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.”
(2) Apabila
setelah lewat
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Direktur Jenderal
Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar harus diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan
setelah jangka waktu tersebut berakhir.
(3) Apabila
Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kepada Wajib Pajak diberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung sejak
berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai
dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.”
Pasal 17C
”(1)Direktur
Jenderal
Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu,
menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak
Penghasilan dan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima
untuk Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Kriteria
tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
(3) Wajib
Pajak dengan
kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(4) Direktur
Jenderal
Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah
melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
(5) Apabila
berdasarkan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah
kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak."
|
10.
|
Bahwa
Pasal II butir 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa
“Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001
sampai
dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.”
|
11.
|
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat tidak
sependapat dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana
dimuat pada halaman 11 alinea ke-1 Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 yang menyatakan
“bahwa oleh karenanya mengingat Penggugat telah membayar
pajak lebih
besar dari yang seharusnya terutang sebagaimana tercantum dalam putusan
Pengadilan Pajak dimaksud, maka demi rasa keadilan, kepastian hukum dan
terselenggaranya Good Governance sudah selayaknya apabila Pemerintah
memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bunga atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak sehubungan
diterbitkannya SKPLB atau SKPPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
Undang-undang KUP;” dengan argumentasi sebagai berikut:
- bahwa Pasal II Butir 1 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 Tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa Terhadap
semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun
Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, sehingga karena sengketa pajak
adalah menyangkut hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2004 maka
yang diterapkan adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP);
- Bahwa Pasal 11 ayat (1) UU KUP mengatur
tentang pengembalian
kelebihan pembayaran pajak atas permohonan Wajib Pajak yang terkait
dengan Pasal 17, Pasal 17B dan Pasal 17C UU KUP.
Bahwa pengembalian kelebihan pembayaran pajak (melalui penerbitan Surat
Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sebagaimana diatur dalam
Pasal 11 ayat (1) UU KUP, didasarkan atas adanya dokumen sumber yaitu
suatu surat ketetapan pajak yang dapat berupa Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak,
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 17 UU KUP, Pasal 17B ayat (1) UU KUP
serta Pasal 17C UU KUP;
- Berdasarkan pemahaman atas pasal tersebut
diatas, maka pengembalian
kelebihan pembayaran pajak (melalui penerbitan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak (SPMKP) sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU
KUP ini tidak dapat dilakukan sepanjang tidak terdapat dokumen sumber
yang menjadi dasarnya yaitu tidak terdapatnya Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar/ Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
yang menjadi dasarnya. Terkait dengan Wajib Pajak, maka berdasarkan
hasil pemeriksaan, tidak terdapat dokumen sumber sebagai dasar
pengembalian kelebihan pembayaran pajak (melalui penerbitan Surat
Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)) sebagaimana ketentuan dalam
Pasal 11 ayat (1) UU KUP, karena Direktur Jenderal Pajak tidak
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar/Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, namun menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar nomor: 00080/207/04/057/06 tanggal 9 Mei
2006;
- Bahwa Pasal 11 ayat (2) UU KUP mengatur tentang
jangka waktu
pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) yaitu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan
diterbitkannya SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau sejak
penerbitan SKPLB Pasal 17B atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17C.
- Bahwa Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak,
sehingga penggunaan ketentuan Pasal 11 ayat (2) UU KUP yang intinya
mengatur jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak (melalui
penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)) yaitu
paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B dan
Pasal 17C UU KUP juga menjadi tidak tepat, karena
berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU
KUP, Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar/Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
namun menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sehingga tidak
terdapat dokumen sumber yang dapat dipergunakan untuk menerbitkan Surat
Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2) UU KUP tersebut.
- Bahwa Pasal 11 ayat (3) UU KUP mengatur tentang
imbalan bunga yang
harus diberikan kepada Wajib Pajak apabila pengembalian kelebihan
pembayaran pajak (melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan
Pajak (SPMKP)) dilakukan setelah jangka waktu 1 (satu) bulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) UU KUP
- Bahwa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 jelas-jelas tidak mengatur mengenai
pemberian imbalan bunga atas keterlambatan penerbitan SPMKP sehubungan
dengan diterimanya Putusan Banding dari Pengadilan Pajak;.
|
12.
|
Bahwa
tidak selayaknya Majelis tidak mempertahankan koreksi Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena koreksi a quo jelas telah
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku karena disamping telah
didasarkan pada peraturan perundangan perpajakan yang berlaku, juga
karena Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sudah menerapkan
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (Algemene Behoourlijk Bestuur)
khususnya Asas Kepastian Hukum (Rechszeker heidsbeginsel) yang
menghendaki Badan atau pejabat TUN mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan. |
13.
|
Bahwa
dengan demikian seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak
tidak mengabulkan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula
Penggugat) terhadap surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat)
Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012 dan tidak
pula menyatakan sudah selayaknya apabila Pemerintah memberikan
perlakuan yang sama dengan pemberian bunga atas keterlambatan
pembayaran kelebihan pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya SKPLB
atau SKPPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang KUP,
karena telah terbukti secara jelas dan nyata-nyata bahwa Penerbitan
Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal
14 Februari 2012 yang telah sesuai dengan data dan ketentuan yang
berlaku. |
|
|
|
V.
|
Bahwa
dengan demikian, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa
amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan
Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut telah
dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang
telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa Gugatan
tersebut, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar ketentuan
Pasal 78, sehingga telah memenuhi kriteria Pasal 91 huruf e
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan
Penjelasannya dan oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 tersebut harus
dibatalkan. |
|
|
VI.
|
Bahwa
dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak
Nomor: Put.42072/PP/M.IV/99/2012 tanggal 11 Desember 2012 yang
menyatakan:
- Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan
Penggugat atas
Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal
14 Februari 2012 tentang Imbalan Bunga atas Keterlambatan Penerbitan
SPMKP, atas nama: PT. EEE, NPWP: 0X.0XX.XXX.X-0XX.000,
beralamat di Jl. ABD No. 88 BDE Lt.6, Jakarta
Barat, alamat surat CBD Blok E3 No. 11 A Cengkareng
Jakarta Barat 11750;
- adalah tidak benar sama sekali serta telah
nyata-nyata bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
|
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan Mengabulkan
Seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor :
S-299/WPJ.07/KP.0508/2012 tanggal 14 Februari 2012, tentang Keberatan
Atas Imbalan Bunga atas Keterlambatan Penerbitan SPMKP atas nama
Penggugat, NPWP : 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, adalah sudah tepat dan benar
dengan pertimbangan :
- Bahwa alasan
permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Penerbitan
Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-299/WPJ.07/KP.0508/2012
tanggal 14 Februari 2012 yang telah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku namun tidak disetujui oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak
dapat dibenarkan, karena dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali
yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra
Memori tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti
yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis
Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Penggugat telah membayar
lebih besar dari yang seharusnya terutang sebagaimana akibat Putusan
Pengadilan Pajak maka sudah menjadikan kewajiban Pemerintah memberikan
pembayaran kembali dalam mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik
(good governance) dan oleh karenanya koreksi Tergugat (sekarang Pemohon
Peninjauan Kembali) mengenai perkara a quo tidak dapat dipertahankan
karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) UU KUP
jo Pasal 17 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
- Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan
Pajak
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan
sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Kamis, tanggal 26 Mei 2016, oleh Dr. H. DGH,, S.H.,M.Hum, Ketua
Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.M.
ZZZ, S.H., M.S. dan Dr. GGG, S.H., C.N.
Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta
Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DJK,
S.IP.,S.H.,M.Hum., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para
pihak.
Anggota
Majelis
ttd/
Dr. H.M. ZZZ, S.H., M.S.
ttd/
GGG, S.H., C.N |
Ketua
Majelis,
ttd./
H. DGH, S.H.,M.Hum,
|
Biaya-biaya: |
1.
2.
3. |
Meterai
.................
Rp
6.000,00
Readaksi
...............
Rp 5.000,00
Administrasi Peninjauan Kembali Rp 2.489.000,00
Jumlah ...................
Rp 2.500.000,00 |
Panitera
Pengganti
ttd/
DJK, S.IP.,S.H.,M.Hum.,
|
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara
(RTY, SH.)
NIP. XX0000XXX.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.