Putusan Mahkamah Agung Nomor : 985/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPh Badan

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.65277/PP/M.XIB/15/2015 tanggal 28 Oktober 2015 yang telah be


 

PUTUSAN
Nomor 985/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor. 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak.
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-376/PJ./2016 tanggal 01 Pebruari 2016;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. XXX, beralamat di Graha B Lantai YY, Jalan AAA Kavling YY, Jakarta Selatan 12xxx;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.65277/PP/M.XIB/15/2015 tanggal 28 Oktober 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding tanpa nomor tanggal 15 Juli 2014, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding Telah menerima Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-916/WPJ.06/2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPh Badan Tahun Pajak 2009, tertanggal 10 Juni 2014. Surat Keputusan Terbanding NomorKEP-916/WPJ.06/2014Pemohon Banding terima tanggal 12 Juni 2014;

Bahwa Pemohon Banding telah menyatakan ketidaksetujuan Pemohon Banding atas Hasil Penelitian Keberatan yang dilakukan oleh Terbanding, yang mana mempertahankan koreksi Pemeriksa. Pernyataan tidak setuju tersebut juga telah Pemohon Banding tuangkan pada surat tanggapan atas Hasil Penelitian Keberatan yang dilakukan oleh Terbanding;
Bahwa melalui surat ini Pemohon Banding mengajukan permohonan banding terhadap Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-916/WPJ.06/2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPh Badan Tahun 2009, tertanggal 10 Juni 2014 yang dikeluarkan oleh Terbanding;

Bahwa berikut Pemohon Banding sampaikan uraian pemeriksaan yang dilakukan oleh Terbanding:

Menurut SPT Menurut Terbanding
Hasil Pemeriksaan
1.    Peredaran Usaha - -
2.    Harga Pokok Penjualan - -
3.    Laba Bruto 470.212.117 413.255.513
4.    Biaya Usaha


Bahwa dalam Lampiran SKPKB PPh Badan Tahun 2009 Nomor 00001/206/09/028/13 tanggal 13 Maret 2013 Terbanding salah mengutip angka SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 Pemohon Banding. Kesalahan tersebut terletak pada pengakuan adanya Penghasilan di Luar Usaha sebesar Nihil, yang seharusnya sebesar Rp1.149.757.884,00 serta Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Nihil yang seharusnya sebesar Rp1.149.757.884,00;

Bahwa dengan demikian perbandingan angka yang benar adalah tampak sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding menyatakan menerima sebagian koreksi Terbanding, yaitu atas Biaya Administrasi dan Umum sebesar Rp56.956.604,00 serta atas Penyesuaian Fiskal Positif sebesar Rp50.743.310,00 sehingga total koreksi atas Biaya Usaha yang Pemohon Banding terima berjumlah Rp107.699.914,00;

Pokok Sengketa
Bahwa pokok sengketa antara Pemohon Banding dengan Terbanding adalah :
  1. Koreksi atas Penghasilan di Luar Usaha sebesar Rp6.261.332.360,00
    Bahwa koreksi atas Penghasilan di Luar Usaha sebesar Rp6.261.332.360,00 tersebut di atas merupakan koreksi Terbanding yang terdiri atas:
  2. Koreksi (Pembatalan) atas Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp1.149.757.885,00
    Bahwa koreksi (pembatalan) atas Penyesuaian Fiskal Negatif yaitu:
    Penghasilan Bunga (dari Laporan Laba Rugi) 1.149.757.885
Dasar Formal Pengajuan Permohonan Banding
Bahwa dasar formal permohonan banding atas Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-916/WPJ.06/2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPh Badan Tahun 2009 tertanggal 10 Juni 2014 ini adalah:
  • Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
  • Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Materi Permohonan Banding
Bahwa materi permohonan banding adalah sengketa atas koreksi yang dilakukan oleh Terbanding atas Penghasilan di Luar Usaha yang belum/kurang dilaporkan oleh Pemohon Banding dalam Laporan Laba Rugi Tahun 2009 yang dipakai sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh Badan dan penghitungan besarnya PPh terutang Pemohon Banding untuk tahun 2009 sebesar Rp6.261.332.360,00 serta koreksi atas Penyesuaian Fiskal Negatif atas Penghasilan Bunga sebesar Rp1.149.757.885,00;
  1. Menurut Terbanding
    Bahwa pada saat pemeriksaan Terbanding menggunakan acuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir (sesuai Tahun Pajak yang diperiksa) dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, yang berbunyi demikian:
    Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa;
    Bahwa Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tersebut digunakan Terbanding hanya untuk mengkoreksi penghasilan bunga.
    Terbanding tidak menggunakan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tersebut untuk menetapkan besarnya pengurangan berupa beban bunga.Selain itu Terbanding juga melakukan koreksi Pendapatan di Luar Usaha berdasar arus uang masuk. Uraian mengenai jumlah koreksi beserta penjelasannya tampak pada uraian di atas;
    Bahwa dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa menyatakan bahwa menurut Pemohon Banding Penghasilan dari Luar Usaha adalah Nihil, sedangkan menurut Terbanding besarnya Penghasilan dari Luar usaha adalah Rp7.411.090.245,00. Dengan demikian besarnya koreksi Penghasilan dari Luar Usaha menurut Terbanding adalah sebesar Rp7.411.090.245,00;
    Bahwa dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang sama, Pemeriksa juga menyatakan bahwa menurut Pemohon Banding besarnya Penyesuaian Fiskal Negatif Nihil, dan menurut Terbanding besarnya Penyesuaian Fiskal Negatif juga Nihil. Dengan demikian menurut Pemeriksa tidak terdapat koreksi atas besarnya Penyesuaian Fiskal Negatif;
  2. Menurut Pemohon Banding
    Bahwa Terbanding menggunakan acuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir (sesuai Tahun Pajak yang diperiksa) dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, yang berbunyi demikian:
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa;

Bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata berwenang adalah “mempunyai (mendapat) hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu”;

Bahwa pasal tersebut memberi wewenang (hak) kepada Terbanding untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan (biaya) untuk menghitung besarnya penghasilan atas transaksi-transaksi yang telah dilakukan Pemohon Banding dengan pihak lain yang mempunyai hubungan istimewa dengan Pemohon Banding;

Bahwa pengertian “berwenang” (berhak) tidak sama dengan “wajib” yang mempunyai makna harus. Sebuah wewenang mengandung makna “hak” yang dapat digunakan, tetapi juga dapat tidak digunakan;

Bahwa berdasar hasil pemeriksaan dapat diketahui dan disimpulkan bahwa Terbanding telah menggunakan wewenangnya (haknya) untuk menentukan kembali besarnya penghasilan Pemohon Banding dalam hal yang terkait dengan pihak lain yang mempunyai hubungan istimewa dengan Pemohon Banding. Namun Terbanding (telah menetapkan untuk) tidak menggunakan haknya untuk menentukan kembali besarnya pengurangan (biaya) untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak atas transaksi-transaksi yang Pemohon Banding lakukan yang terkait dengan pihak lain yang mempunyai hubungan istimewa dengan Pemohon Banding. Simpulan tersebut dikuatkan dengan tanggapan Terbanding atas Surat Tanggapan atas Hasil Penelitian Keberatan tanggal 5 Juni 2014 yang disampaikan oleh Terbanding bersama Surat Undangan Untuk Hadir Nomor S-1325/WPJ.06/BD.06/2014 tanggal 20 Mei 2014. Dalam Surat Tanggapan atas Hasil Penelitian Keberatan tanggal 5 Juni 2014 tersebut Pemohon Banding telah mempertanyakan kembali tentang koreksi Beban Bunga mengingat Terbanding melakukan koreksi atas PPh Pasal 23. Terbanding melalui Keputusan Terbanding Nomor KEP-916/WPJ.06/2014 tanggal 10 Juni 2014 secara implisit telah menyatakan bahwa Terbanding tidak melakukan koreksi atas Beban Bunga;

Bahwa berikut uraian penjelasan yang Pemohon Banding peroleh terkait koreksi-koreksi yang dilakukan oleh Terbanding yang mana Pemohon Banding menyatakan tidak setuju, yaitu:
  • Bahwa koreksi Terbanding atas Pendapatan Bunga sebesar Rp1.418.000.000,00 disebabkan adanya saldo Piutang atas nama PT YYY sebesar Rp10.000.000.000,00. Saldo Piutang atas nama PT YYY tersebut telah ada sejak bulan Oktober tahun 2008 sebesar Rp15.000.000.000,00 dimana pada tahun 2009 dibayar sebesar Rp5.000.000.000,00 sehingga saldo Piutang kepada PT YYY pada akhir tahun 2009 adalah sebesar Rp10.000.000.000,00. Atas saldo Piutang tersebut Terbanding menggunakan wewenang sesuai Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir (sesuai Tahun Pajak yang diperiksa) dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Terbanding menggunakan tingkat suku bunga rata-rata dari Bank Indonesia yang berlaku selama tahun 2009, yaitu sebesar 14,18% per tahun. Dalam hal ini Terbanding tidak seharusnya menggunakan dasar acuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir (sesuai Tahun Pajak yang diperiksa) dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, mengingat Piutang tersebut berasal dari uang muka yang Pemohon Banding bayarkan pada Oktober 2008 kepada PT YYY sebesar Rp15.000.000.000,00 yang batal, namun pihak PT YYY tidak dapat mengembalikan uang muka tersebut secara langsung. Oleh karena itu Pemohon Banding memindah uang muka tersebut menjadi Piutang kepada PT YYY. Hubungan antara Pemohon Banding dengan PT YYY merupakan hubungan antara pembeli jasa dengan penjual jasa, sehingga sangat tidak tepat apabila Terbanding menerapkan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir (sesuai Tahun Pajak yang diperiksa) dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Menurut Pemohon Banding, koreksi Terbanding sangat tidak tepat dan oleh karenanya atas koreksi tersebut harus dibatalkan;
  • Bahwa koreksi Terbanding atas Pendapatan Bunga sebesar Rp282.511.080,00 berasal dari hasil koreksi Terbanding pada saat pemeriksaan terhadap selisih Arus Kas atas perubahan saldo Beban Eksplorasi Ditangguhkan sebesar Rp1.933.682.958,00. Menurut Pemohon Banding koreksi tersebut sangat tidak tepat mengingat selisih sebesar Rp1.933.682.958,00 tersebut bukan merupakan Piutang Lain-Lain, sehingga koreksi Pemeriksa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selama tahun 2009 Pemohon Banding juga tidak pernah mendapat/menerima bunga yang berasal dari hal tersebut.
    Dengan demikian koreksi Pemeriksa atas Pendapatan Bunga tersebut juga tidak dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan kebenarannya;
    bahwa mutasi Beban Eksplorasi Ditangguhkan selama tahun 2009 adalah sebagai berikut:
    Saldo Awal Tahun 2009 2.700.238.346
    Penambahan dariTransaksi Kas di Tahun 2009 4.727.418.384
    Penambahan dari Transaksi Non-Kas (Utang) 1.933.682.958
    Saldo Akhir Tahun 2009 9.361.339.688
    Bahwa berdasar uraian mutasi atas Beban Eksplorasi Ditangguhkan tersebut tampak bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa sangat tidak berdasar dan tidak benar. Dengan demikian koreksi Pendapatan Bunga yang dilakukan oleh Pemeriksa juga tidak benar dan oleh karenanya koreksi tersebut harus dibatalkan;
  • Bahwa atas Arus Kas masuk yang oleh Pemeriksa diakui sebagai Pendapatan Lain-Lain sangat tidak tepat. Dalam tahun 2009 Pemohon Banding menerima pengembalian atas Piutang dari PT YYY sebesar Rp5.000.000.000,00 serta penerimaan pengembalian Piutang Karyawan sebesar Rp2.221.280,00. Dengan demikian tampak jelas bahwa koreksi Pemeriksa atas penerimaan uang dari pengembalian investasi serta penerimaan kembali Piutang Karyawan yang diakui sebagai Pendapatan Lain-Lain adalah salah. Oleh karena itu koreksi tersebut harus dibatalkan;
  • Bahwa Terbanding telah salah dalam melihat SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 yang Pemohon Banding laporkan, dimana Pemohon Banding telah melaporkan adanya Penghasilan di Luar Usaha sebesar Rp1.149.757.885,00 namun berdasar penjelasan koreksi serta angka pembanding yang Terbanding tuangkan dalam Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, Terbanding seakan-akan melakukan koreksi atas Penghasilan di Luar Usaha sebesar Rp7.411.090.245,00 dimana didalamnya terdapat koreksi sebesar Rp1.149.757.885,00 yang sebenarnya telah diakui dan dilaporkan oleh Pemohon Banding dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009-nya;
  • Bahwa Terbanding juga telah salah dalam melihat SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 yang Pemohon Banding laporkan, dimana Pemohon Banding melaporkan adanya Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp1.149.757.885,00 yang berasal dari Penghasilan di Luar Usaha sebesar Rp1.149.757.885,00 namun berdasar penjelasan koreksi serta angka pembanding yang Terbanding tuangkan dalam Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, Terbanding seakan-akan tidak melakukan koreksi atas Penyesuaian Fiskal Negatif yang Pemohon Banding telah lakukan;
  • Bahwa jika mengacu pada angka perbandingan yang benar, seakan-akan terdapat koreksi atas Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp1.149.757.885,00. Koreksi Terbanding berupa pembatalan atas Penyesuaian Fiskal Negatif yang Pemohon Banding lakukan atas Pendapatan Bunga sebesar Rp1.149.757.885,00 menurut Pemohon Banding merupakan koreksi yang salah dan tidak seharusnya dilakukan oleh Terbanding. Pendapatan Bunga sebesar Rp1.149.757.885,00 tersebut merupakan Pendapatan Bunga Deposito yang Pemohon Banding catat sebesar jumlah netonya. Menurut Pemohon Banding, atas bunga deposito tersebut telah dikenakan PPh yang bersifat final. Oleh karena itu atas pendapatan bunga tersebut Pemohon Banding lakukan koreksi fiskal negatif. Dengan demikian koreksi yang dilakukan Terbanding harus dibatalkan;
Bahwa dalam pemeriksaan pajak yang dilakukan berdasar Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Nomor PRIN-00008/WPJ.06/KP.0205/RIK.SIS/2012 tanggal 13 Februari 2012 tersebut Terbanding melakukan pemeriksaan atas semua jenis pajak (all taxes). Dalam pemeriksaan atas PPh Badan Tahun 2009, Terbanding tidak melakukan koreksi atas besarnya biaya bunga.Atas hal tersebut Pemohon Banding setuju atas hal tersebut, yaitu tidak ada beban bunga yang harus diakui oleh Pemohon Banding. Namun hal tersebut harus dilakukan secara konsisten, termasuk dalam menentukan besarnya pajak terutang untuk jenis pajak lainnya;

Bahwa pada saat proses keberatan, Pemohon Banding telah menyampaikan bukti-bukti yang mendukung sanggahan Pemohon Banding atas koreksi-koreksi yang dilakukan oleh Terbanding pada saat pemeriksaan. Namun Terbanding tetap mempertahankan koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa pada saat pemeriksaan dan menolak keberatan Pemohon Banding.Terbanding mengirimkan SPUH (Surat Pemberitahuan Untuk Hadir) Nomor S-1325/WPJ.06/BD.06/2014 tanggal 20 Mei 2014 disertai Lampiran Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan. Atas SPUH Nomor S-1325/WPJ.06/BD.06/2014 tanggal 20 Mei 2014 serta Lampiran Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan tersebut telah Pemohon Banding tanggapi secara tertulis, dimana Pemohon Banding menyatakan tidak setuju atas hasil penelitian keberatan tersebut;

Bahwa melalui surat ini Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan. Terbanding NomorKEP-916/WPJ.06/2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPh Badan Tahun Pajak 2009, tertanggal 10 Juni 2014 untuk mendapat putusan yang adil dari Majelis Hakim Pengadilan Pajak;

Bahwa berdasar uraian Pemohon Banding di atas, berikut Pemohon Banding sampaikan perhitungan PPh terutang menurut Pemohon Banding (dengan angka perbandingan menurut Terbanding):

Bahwa perhitungan menurut Pemohon Banding di atas Pemohon Banding susun berdasarkan uraian penjelasan di atas serta simpulan Pemohon Banding bahwa Terbanding melalui Keputusan Terbanding Nomor KEP-916/WPJ.06/2014 tanggal 10 Juni 2014 secara implisit telah menyatakan bahwa Terbanding tidak melakukan koreksi atas Beban Bunga;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65277/PP/M.XIB/15/2015 tanggal 28 Oktober 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut :

Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-916/WPJ.06/2014 tanggal 10 Juni 2014 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009 Nomor 00001/206/09/028/13 tanggal 13 Maret 2013, atas nama : PT XXX, NPWP 21.018.230.9-028.000, beralamat di Graha BIP Lantai 5, Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 23, Jakarta Selatan 12930, sehingga Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009, dihitung kembali menjadi sebagai berikut :

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65277/PP/M.XIB/15/2015 tanggal 28 Oktober 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 17 Nopember 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor : SKU-376/PJ./2016 tanggal 01 Pebruari 2016, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 10 Pebruari 2016, dengan disertai alasanalasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 10 Pebruari 2016;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 25 Mei 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 21 Juni 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah :
    • Koreksi Penghasilan Neto Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009 sebesar Rp7.411.090.245,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  2. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65277/PP/M.XIB/15/2015 tanggal 28 Oktober 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku.
    1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Pendapat Majelis atas Pokok Sengketa Penghasilan Neto berupa Pendapatan Lain-lain terkait Pendapatan Bunga dari : PT YYY sebesar Rp1.418.000.000,00 dan dari selisih atas penambahan saldo Beban Eksplorasi Ditangguhkan sebesar Rp282.551.080,00 (halaman 33 – 35)
      bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan penjelasan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut :
      1) Bahwa terbukti Pemohon Banding memberikan uang muka PT YYY sebagai realisasi perjanjian antara Pemohon Banding dengan PT YYY Nomor 01A/TWIN/2008 tertanggal 1 Agustus 2008 sebesar Rp15.000.000.000,00 dan telah dikembalikan oleh PT YYY sebesar Rp5.000.000.000,00 pada Tahun 2009, sehingga sisa piutang Tahun 2009 adalah sebesar Rp10.000.000.000,00;
      2) Bahwa atas piutang tersebut di atas Terbanding menghitung sebagai pendapatan lain-lain berupa bunga berdasarkan suku bunga Bank Indonesia Tahun 2009 sebesar 14,18% setahun sehingga terdapat pendapatan bunga sebesar Rp1.418.000.000,00;
      3) Bahwa berdasarkan pernyataan Pemohon Banding di persidangan bahwa perjanjian antara Pemohon Banding dengan PT YYY Nomor 01A/TVVN/2008 tertanggal 1 Agustus 2008 telah dibatalkan, karena PT YYY tidak dapat membuktikan legalitasnya sesuai yang dimaksud pada pasal 2 perjanjian tersebut;
      4) Bahwa PT YYY telah mengembalikan uang muka kepada Pemohon Banding dimana pengembalian sejumlah Rp5.000.000.000,00 diterima di Tahun 2009, dan menurut pengakuan Pemohon Banding di persidangan bahwa sisa pengembalian sebesar Rp10.000.000.000,00 diterima tahun berikutnya. Adapun rincian pengembalian uang muka yang diterima Pemohon Banding pada Tahun 2009 tampak pada rekening koran Bank Mandiri milik Pemohon Banding sebagai berikut:
      5) Bahwa pengurus PT YYY yang menandatangani perjanjian adalah Amrulsyah sebagai direktur, dan tidak termuat dalam perjanjian bahwa PT YYY tidak diperkenankan untuk mengangkut selain dari Pemohon Banding, sehingga tidak terbukti bahwa PT YYY memiliki hubungan istimewa dengan Pemohon Banding;
      6) Bahwa koreksi Terbanding terkait dengan pendapatan bunga atas Pengeluaran Biaya Eksplorasi yang Ditangguhkan yang dianggap sebagai penambahan piutang berasal dari perbedaan angka menurut Neraca Pemohon Banding sebelum audit sebesar Rp6.661.101.342,00 dengan Neraca Pemohon Banding menurut Laporan Audit sebesar Rp4.727.418.384,00 sehingga dianggap Pemohon Banding memiliki Piutang kepada Pihak Lain sebesar Rp1.933.682.958,00;
      7) Bahwa berdasarkan koreksi sebagaimana angka 6), menurut Terbanding Pendapatan Bunga atas Piutang kepada Pihak Lain sebesar Rp282.511.080,00;
      8) Bahwa berdasarkan jurnal koreksi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik jumlah tersebut telah dilakukan reklas ke perkiraan lainnya;
      9) Bahwa berdasarkan angka 7) dan 8) Majelis berkeyakinan bahwa tidak terdapat Piutang sebagai dasar Pemohon Banding memiliki hak untuk menagih pendapatan bunga atas Biaya Eksplorasi yang Ditangguhkan;
      10) Bahwa Pemohon Banding tidak pernah menerima atau memiliki hak untuk menagihkan pendapatan bunga kepada PT YYY dan Biaya Eksplorasi yang Ditangguhkan terbukti bukan piutang yang menjadikan hak menagih pendapatan bunga bagi Pemohon Banding, sehingga belum merupakan penambahan kemampuan ekonomi bagi Pemohon Banding;
      11) Bahwa Surat Direktorat Jenderal Pajak Nomor S-165/PJ.312/1992 tanggal 15 Juli 1992 dimaksudkan untuk menentukan biaya dalam kaitannya perhitungan Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, bukan untuk menghitung biaya bunga sebagai objek dan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23;
      12) Bahwa berdasarkan angka 1) sampai dengan angka 11) di atas, Majelis berkesimpulan bahwa koreksi positif Terbanding atas Pendapatan lain-lain berupa bunga tidak mempunyai dasar dan alasan yang kuat sehingga tidak dapat dipertahankan;
      Pendapat Majelis atas Pokok Sengketa Penghasilan Neto berupa Pendapatan Lain-lain terkait Pendapatan Lain-lain dari : selisih atas penambahan saldo Beban Eksplorasi Ditangguhkan sebesar Rp4.560.821.280,00 dan koreksi Fiskal Negatif atas Pendapatan Bunga Bank sebesar Rp1.149.757.885,00 (halaman 39 – 40)
      1) Bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pendapatan Lain-lain yang dapat dirinci oleh Pemohon Banding terdiri atas:
      2) Bahwa terbukti Terbanding salah mengutip SPT PPh Badan Pemohon Banding yang dinyatakan Penghasilan dari Luar Usaha cfm SPT Nihil sementara menurut Pemeriksaan sebesar Rp7.411.090.245,00, yang seharusnya Penghasilan dari Luar Usaha menurut SPT sebesar Rp1.149.757.885,00 yang berupa penghasilan bunga deposito;
      3) Bahwa atas penghasilan deposito pada angka 2) telah dilakukan koreksi fiskal positif oleh Pemohon Banding dalam SPT PPh Badan Tahun 2009 sehubungan dengan telah dikenakan pajak secara final;
      4) Bahwa Pemohon banding dalam persidangan menyatakan bahwa sertifikat deposito tidak dapat lagi ditunjukkan oleh Pemohon Banding karena deposito tersebut telah dicairkan sehingga dikembalikan kepada bank dan Pemohon banding mencatatkannya berdasarkan penerimaan yang ada di rekening koran;
      5) Bahwa ditunjukkan bukti penerimaan piutang yang berasal dari pengembalian uang muka PT YYY yang dibayarkan Tahun 2008 sesuai dengan perjanjian antara Pemohon Banding dengan PT YYY Nomor 01A/TVVN/2008 tertanggal 1 Agustus 2008, dengan rincian dalam rekening koran Bank Mandiri milik Pemohon Banding sebagai berikut:
      6) Bahwa ditunjukkan bukti penerimaan piutang yang berasal dari pengembalian piutang karyawan sebesar Rp2.221.280,00;
      7) Bahwa ditunjukkan bukti pembayaran hutang kepada PT ZZZ sebesar Rp431.500.000,00;
      8) Bahwa ditunjukkan bukti pembayaran hutang atas hutang lainnya sebesar Rp9.900.000,00;
      9) Bahwa Pemohon Banding tidak pernah menerima atau memiliki hak untuk menagihkan pendapatan bunga kepada PT YYY, PT ZZZ, karyawan dan pihak ketiga lainnya, sehingga belum merupakan penambahan kemampuan ekonomi bagi Pemohon Banding;
      10) Bahwa Surat Direktorat Jenderal Pajak Nomor S-165/PJ.312/1992 tanggal 15 Juli 1992 dimaksudkan untuk menentukan biaya dalam kaitannya perhitungan Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, bukan untuk menghitung biaya bunga sebagai objek dan Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23;
      11) Bahwa berdasarkan angka 1) sampai dengan angka 10) di atas, Majelis berkesimpulan bahwa koreksi positif Terbanding atas Pendapatan lain-lain tidak mempunyai dasar dan alasan yang kuat sehingga tidak dapat dipertahankan;
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
      2. 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, antara lain mengatur :
      Pasal 69 ayat (1)
      Alat bukti dapat berupa:
      1. surat atau tulisan;
      2. keterangan ahli;
      3. keterangan para saksi;
      4. pengakuan para pihak; dan/atau
      5. pengetahuan Hakim
      Pasal 76
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
      Pasal 78
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
      2. 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (untuk selanjutnya disebut UU PPh) antara lain diatur :
      Pasal 18
      (1) Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan undang-undang ini;
      (2) Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:
      1. besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
      2. secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor;
      (3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa;
      (3a) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir;
      (4) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan (3a), Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
      1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
      2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
      3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat;
    3. Bahwa berdasarkan hasil penelitian terhadap data-fakta yang terungkap dalam persidangan, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku serta berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.65277/PP/M.XIB/15/2015 tanggal 28 Oktober 2015 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
      Pertama : Bahwa Majelis Hakim pengadilan pajak belum mempertimbangkan keadaan Termohon Peninjauan Kembali dalam putusannya.
      Keadaan dimaksud sesuai dalam fakta persidangan adalah:
      1) Bahwa terdapat hubungan istimewa antara Termohon Peninjauan Kembali dengan PT YYY, bukan secara kepemilikan saham namun terkait manajemen dan operasional perusahaan;
      2) Bahwa terdapat hubungan istimewa antara Termohon Peninjauan Kembali dengan PT YYY, dimana Termohon Peninjauan Kembali telah meminjamkan pinjaman tanpa bunga dan tanpa agunan sebesar Rp15.000.000.000,00;
      3) Berdasarkan proses pemeriksaan, keberatan dan banding, diketahui bahwa identitas PT YYY tidak diketahui dengan jelas oleh Pemohon Peninjauan Kembali, dimana sampai dengan proses banding diselesaikan Termohon Peninjauan Kembali tidak memberikan data-data identitas dari PT YYY antara lain akta pendirian, NPWP, TDP, SKD, SPPKP, Surat Perijinan dan dokumen lagalitas lainnya;
      4) Bahwa usaha yang dilakukan PT YYY terikat dan diatur oleh Termohon Peninjauan Kembali dimana PT YYY diharuskan untuk mengangkut hasil produksi Termohon Peninjauan Kembali dan PT YYY tidak diperkenankan untuk mengangkut selain dari permintaan Termohon Peninjauan Kembali;
      5) Bahwa atas pinjaman uang sebesar Rp15.000.00.000,00 dari Termohon Peninjauan Kembali, PT YYY diwajibkan oleh Termohon Peninjauan Kembali untuk dipergunakan untuk membeli 50 unit truk dengan kapasitas 10 Ton untuk keperluan pengangkutan batubara Termohon Peninjauan Kembali;
      6) Bahwa PT YYY diwajibkan untuk bertanggung jawab untuk mengangkut batu bara Termohon Peninjauan Kembali seluruhnya sesuai jadwal/waktu yang ditentukan Termohon Peninjauan Kembali ke tempat tujuan yang juga ditentukan Termohon Peninjauan Kembali;
      7) Bahwa atas pinjaman sebesar Rp15.000.000.000,00 kepada PT YYY dari Termohon Peninjauan Kembali dilakukan sebelum terdapat produksi dan penjualan oleh Termohon Peninjauan Kembali yang mana menurut Pemohon Peninjauan Kembali hal tersebut sangat tidak lazim dalam suatu usaha dan sungguh merupakan gambaran yang sangat kontras.
      8) Bahwa sumber dana pinjaman Termohon Peninjauan Kembali kepada PT YYY sebesar Rp15.000.000.000,00 berasal dari pinjaman dari induk atau pemegang saham Termohon Peninjauan Kembali yang juga tanpa agunan dan tanpa bunga;
      9) Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara Termohon Peninjauan Kembali dengan PT YYY dan menurut Pemohon Peninjauan Kembali PT YYY berada di bawah penguasaan manajemen dan operasional dari Termohon Peninjauan Kembali;
      10) Berdasarkan keadaan Termohon Peninjauan Kembali tersebut diatas maka Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas Penghasilan lain-lain berupa bunga pinjaman afiliasi yang sebagai akibat dari adanya transaksi hutang-piutang Termohon Peninjauan Kembali kepada PT YYY menjadi sangat wajar;
      Terkait sengketa beban eksplorasi yang ditangguhkan dapat dijelaskan sebagai berikut:
      1) Bahwa Termohon Peninjauan Kembali dalam proses pemeriksaan tidak pernah memberikan dokumen-dokumen termasuk general ledger-nya. Sehingga jika pada proses banding Termohon Peninjauan Kembali menyatakan di ledgernya dianggap ada kesalahan pencatatan, maka Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat meyakininya karena dulu (dalam proses pemeriksaan) Termohon Peninjauan Kembali tidak menyerahkan dokumen yang diminta;
      2) Bahwa mengenai SPT Tahunan PPh Badan tahun 2008 tidak dilakukan pembetulan oleh Termohon Peninjauan Kembali, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali tetap mengacu pada SPT Normalnya;
      3) Bahwa dalam Termohon Peninjauan Kembali menyatakan bahwa laporan keuangan pada lampiran SPT Tahunan PPH Badan yang dilaporkan Termohon Peninjauan Kembali adalah laporan keuangan yang belum diaudit dan menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali belum sempat melakukan Pembetulan SPT Tahunan PPh Badan karena Pemeriksaan telah dilakukan. Namun berdasarkan penelitian atas penerbitan Audit Report diketahui bahwa audit report di terbitkan auditor independen tanggal 26 Juni 2009, sedangkan tanggal pemeriksaan dimulai pada tanggal 13 Februari 2012 sehingga atas alasan Termohon Peninjauan Kembali yang menyatakan belum sempat melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2008 karena audit report belum selesai tidak dapat diyakini kebenarannya;
      4) Sehingga atas koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas pendapatan bunga dari piutang lain-lain atas koreksi saldo beban eksplorasi ditangguhkan sudah ketentuan yang berlaku.
      Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat, karena Termohon Peninjauan Kembali adalah perusahaan afiliasi dengan PT YYY maka terdapat banyak transaksi yang terjadi antara Termohon Peninjauan Kembali dengan perusahaan afiliasinya tersebut, salah satunya adalah transaksi hutang-piutang. Maka sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UU Nomor 7 tahun 1983 s.t.d.t.d. UU Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa hubungan istimewa dianggap ada apabila:
      1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
      2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
      3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.
      Apabila terdapat hubungan istimewa maka sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 7 tahun 1983 s.t.d.t.d. UU Nomor 36 Tahun 2008, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Sewajarnya atau lazimnya pihak yang berhutang apalagi hutang jangka panjang wajib memberikan bunga pinjaman kepada pihak yang meminjamkan. Karena adanya hubungan istimewa, Termohon Peninjauan Kembali memberikan pinjaman/hutang kepada perusahaan afiliasi tanpa dikenakan bunga. Oleh karena itu berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 7 tahun 1983 s.t.d.t.d. UU Nomor 36 Tahun 2008, atas tindakan Pemohon Peninjauan Kembali yang menghitung penghasilan lain-lain berupa bunga pinjaman yang seharusnya menjadi penghasilan Wajib Pajak dengan mendasarkan pada tingkat bunga Bank Indonesia yang berlaku pada saat itu dan adanya penawaran pinjaman investasi dari Bank Mandiri yaitu 14% telah sesuai dengan peraturan perundang undangan. Dengan demikian atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali adalah tidak tepat karena menyalahi peraturan perundang-undangan sehingga menyalahi prinsip keadilan karena:
      Atas transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa, DJP sesuai dengan pasal 18 UU PPh berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
      Kedua : Bahwa Perusahaan yang memberikan hutang-piutang sangat tidak wajar apabila memberikan piutang (Pinjaman) Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa sangat tidak wajar apabila sebuah entitas usaha yang berhutang disisi lain perusahaan tersebut juga memberikan pinjaman (piutang), Jika kondisi demikian terjadi maka ada maksud tertentu yang ingin dicapai oleh sebuah entitas usaha yang melakukan tindakan kontradiktif tersebut;
      Agar tidak terjadi penghindaran dalam pengenaan pajak serta maksud lain yang merugikan Negara maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 165/PJ.312/1992 yang menyatakan bahwa Pinjaman perusahaan tanpa bunga dari pemegang sahamnya dapat dianggap wajar dan tidak perlu dilakukan koreksi apabila :
      1. Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham pemberi pinjaman itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain.
      2. Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman kepada perusahaan penerima pinjaman telah disetor seluruhnya.
      3. Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi.
      4. Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.
      Maka atas tindakan yang kontradiktif tersebut (Berhutang namun juga memberikan piutang) menunjukkan bahwa perusahaan (Termohon Peninjauan Kembali) dalam keadaan merugi, dimana Termohon Peninjauan Kembali telah berani memberikan pinjaman sebesar Rp15.000.000.000,00 padahal Termohon Peninjauan Kembali belum melakukan kegiatan operasional dan belum memperoleh penghasilan dan keuntungan;
      Maka berdasarkan huruf c Surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-165/PJ.312/1992, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa proses pemberian pinjaman kepada PT YYY yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali sangat tidak wajar sehingga perlu dilakukan koreksi atas pendapatan bunga.
      Perlu diketahui oleh Majelis Agung bahwa Surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-165/PJ.312/1992 juga telah ditingkat statusnya menjadi Peraturan Pemerintah yang tercantum dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2010 dinyatakan:
      1. Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila:
        1. pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain;
        2. modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;
        3. pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
        4. perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.
      2. Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari pemegang sahamnya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar.
      Dengan demikian berdasarkan penjelasan tersebut diatas, atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali bertentangan dengan Pasal 91 huruf e UU Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
    4. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan (bersifat aktif), sehingga sudah seharusnya Majelis hakim Pengadilan Pajak meneliti dan memberikan pertimbangan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga harus mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak (Asas Audio Et Alterampartem) namun dalam sengketa a quo Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah bersikap tidak berimbang dalam pembuktian di persidangan, karena tanpa adanya pembuktian yang kuat (adanya bukti eksternal) atas dalil yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), akan tetapi dalam putusannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak tetap mengabulkan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
    5. Bahwa sesuai dengan Pasal 84 UU Pengadilan Pajak huruf f dinyatakan Putusan Pengadilan Pajak harus memuat pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa, sedangkan dalam sengketa banding ini tidak dapat diketahui apakah bukti yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah sesuai dengan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena terdapat bukti yang belum disampaikan dalam persidangan.
    6. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
      Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.65277/PP/M.XIB/15/2015 tanggal 28 Oktober 2015 harus dibatalkan.
  3. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.65277/PP/M.XIB/15/2015 tanggal 28 Oktober 2015 yang menyatakan:
    Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-916/WPJ.06/2014 tanggal 10 Juni 2014, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009 Nomor 00001/206/09/028/13 tanggal 13 Maret 2013, atas Nama : PT. XXX, NPWP xxxx, beralamat di Graha B Lantai YY, Jalan AAA Kavling YY, Jakarta Selatan 12xxx, sehingga Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009 dihitung kembali menjadi sebagaimana perhitungan tersebut diatas (pada halaman 2) :
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, Bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-916/WPJ.06/2014 tanggal 10 Juni 2014 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009 Nomor 00001/206/09/028/13 tanggal 13 Maret 2013 atas nama Pemohon Banding, NPWP : 21.018.230.9-028.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Penghasilan Neto Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2009 sebesar Rp7.411.090.245,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo telah didukung dengan bukti-bukti yang memadai berupa penerimaan piutang yang berasal dari pengembalian piutang dan Laporan Keuangan Audited perbandingan tahun 2009 dan 2008 yang telah diuji kebenaran oleh Majelis Pengadilan Pajak dengan tepat dan benar dan olehkarenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1) serta Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 24 Mei 2017, oleh Dr. H. CCC, SH., MS., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. AAA, SH.,M.Hum., dan BBB, SH.,CN., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd.
Dr. AAA, SH.,M.Hum

ttd.
BBB, SH.,CN.

Ketua Majelis,

ttd.
Dr. H. CCC, SH., MS.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd.

DDD, S.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx