Putusan Mahkamah Agung Nomor : 208/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015, tanggal 12 Maret 2015 yang telah berkekuata


 

PUTUSAN
Nomor 208/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal GA Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2159/PJ./2015 tanggal 17 Juni 2015;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT DFG (Persero) Tbk, tempat kedudukan Jalan RR Km. 18, Jakarta Selatan XXXX0;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015, tanggal 12 Maret 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa bersama ini Pemohon Banding mengajukan Banding atas Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-1219/WPJ.19/2014 tanggal 13 Juni 2014 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00038/207/10/093/13 tanggal 2 Juli 2013 Masa Pajak Januari 2010 yang Pemohon Banding terima suratnya tanggal 20 Juni 2014;
Sengketa:
Bahwa kredit Pajak Pertambahan Nilai Masukan dari hasil jawaban klarifikasi yang oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait dijawab “tidak ada” sebesar Rp621.035.492,00 dan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar Rp621.035.492,00 sehingga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar adalah Rp1.242.070.984,00;
Bahwa Pemohon Banding menolak dan menyatakan tidak setuju atas Surat Keputusan tersebut di atas dengan alasan bahwa dengan berdasarkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-754/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan yang mengatur antara lain apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya, maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dalam hal ini Pemohon Banding mempunyai bukti-bukti berupa arus uang maupun arus barang sesuai transaksi yang terjadi. Maka atas kredit Pajak Masukan sebesar Rp621.035.492,00 yang dijawab “tidak ada” oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait, seharusnya dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan terkait dengan jawaban klarifikasi yang dijawab “Tidak Ada”, dalam waktu berjalan oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait ada yang sudah dilakukan ralat jawaban menjadi “Ada”;
Bahwa demikian Surat Permohonan Banding ini Pemohon Banding sampaikan dan Pemohon Banding mohon Pengadilan Pajak dapat mengabulkannya, atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015, tanggal 12 Maret 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1219/WPJ.19/2014 tanggal 13 Juni 2014, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00038/207/10/093/13 tanggal 2 Juli 2013 Masa Pajak Januari 2010, atas nama PT DFG (Persero) Tbk, NPWP 0X.00X.XX0.X-0XX.000, beralamat di Jalan RR Km. 18, Jakarta Selatan XXXX0, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2010 menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak :
- Penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri
- Penyerahan yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN
Jumlah seluruh penyerahan
Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai:
Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
Jumlah Perhitungan PPN Kurang/(Lebih) Bayar
Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
Jumlah PPN yang Kurang dibayar
Sanksi Administrasi:
a. Bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang KUP
b. Kenaikan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP
Jumlah PPN yang masih harus dibayar

Rp  201.488.944.237,00
Rp    14.727.671.422,00
Rp  216.216.615.659,00

Rp    20.148.894.424,00
Rp    27.081.846.245,00
(Rp     6.932.951.821,00)
Rp      6.949.189.965,00
Rp           16.238.144,00

Rp                           0,00
Rp           16.238.144,00
Rp           32.476.288,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015, tanggal 12 Maret 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 8 April 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2159/PJ./2015 tanggal 17 Juni 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 29 Juni 2015 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-2247/5.1/PAN.Wk/2015 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 19 September 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14 Oktober 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali:
Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 12 Maret 2015 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 12 Maret 2015 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut: e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali:
  1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 12 Maret 2015, atas nama PT. DFG (Persero) Tbk (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor P.471/PAN/2015 tanggal 30 Maret 2015 perihal Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 10 April 2015 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen X0XX0XX00X0X;
  2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) Juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 12 Maret 2015 ini ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali:
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Sengketa tentang koreksi kredit Pajak Masukan dengan jawaban konfirmasi “Tidak Ada” sebesar Rp621.035.492,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali:
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 12 Maret 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
    1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa a quo ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo pada halaman 20 sampai dengan halaman 22, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (selanjutnya disebut Undang-Undang PPN) menyatakan bahwa:
      “Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama”;
      bahwa menurut Pasal 9 ayat (8) Undang-undang a quo menyatakan bahwa:
      “Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
      1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak .. dst”;
        Bahwa menurut Majelis, jawaban konfirmasi “Tidak Ada” adalah tidak termasuk kondisi yang mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (8) Undang- Undang PPN a quo;
        Bahwa selanjutnya berdasarkan Lampiran I Keputusan Terbanding Nomor KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan dalam angka 1.4.2.1.dinyatakan bahwa:
        “1.4.2.1. Dalam hal Faktur Pajak tidak atau belum dipertanggungjawabkan sebagai Pajak Keluaran oleh PKP Penjual maka segera diterbitkan surat tegoran kepada PKP Penjual agar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat tegoran PKP segera melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
        Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan pada surat tegoran PKP Penjual tidak mempertanggungjawabkannya, maka KPP wajib menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ”;
        Bahwa dalam angka 1.4.1.3.2. ketentuan a quo dinyatakan bahwa:
        “1.4.1.3. Apabila jawaban klarifikasi menyatakan :
        1.4.1.3.2. "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;
        Bahwa selanjutnya dalam angka 1.4.2.3, ketentuan a quo disebutkan bahwa:
        1.4.2.3. Permintaan klarifikasi harus dijawab paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman surat permintaan klarifikasi. Jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut sudah termasuk dengan jangka waktu pengiriman himbauan dan penerbitan SKPKBiSKPKBT kepada PKP Penjual;
        Jawaban atas permintaan klarifikasi harus disertai dengan penjelasan
        Bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan, klasifikasi jawaban “Tidak Ada” dari hasil konfirmasi a quo adalah bukan atas “Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tidak atau belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau PKP Penjual menyatakan tidak melakukan penyerahan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pembeli yang tercantum pada Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut”, oleh karena itu menurut Majelis adalah tidak termasuk dalam kategori Faktur tidak sah sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan Terbanding Nomor KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan;
        Bahwa menurut Majelis berdasarkan ketentuan tersebut di atas, apabila sampai dengan batas waktu yang ditetapkan dalam surat tegoran Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual tidak mempertanggungjawabkan kewajiban perpajakannya, maka Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) wajib diterbitkan oleh Terbanding dalam jangka waktu paling lambat satu bulan sejak tanggal pengiriman surat permintaan klarifikasi, hal tersebut dimaksudkan agar Pemohon Banding dapat mengkreditkan Faktur Pajak Masukannya;
        Bahwa terhadap konfirmasi dengan jawaban 'Tidak Ada” tersebut ternyata tidak didahului Terbanding dengan menerbitkan surat tegoran kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual agar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat tegoran Pengusaha Kena Pajak (PKP) segera melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, di samping itu Terbanding juga tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual walaupun Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual tidak melaksanakan kewajibannya, sebagaimana dimaksud Keputusan Terbanding Nomor KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tersebut di atas;
        Bahwa oleh karena itu menurut Majelis, akibat hukum yang timbul dari belum diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tersebut yaitu berupa “tidak dapat dikreditkannya Faktur Pajak Masukan”, tidak dapat dibebankan kepada Pemohon Banding, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa Faktur Pajak a quo dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;
        Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang telah diserahkan oleh Pemohon Banding dalam persidangan, antara lain faktur-faktur pajak, nota pembayaran dan nota pembelian sebagaimana tersebut di atas, Majelis dapat meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan a quo adalah berhubungan dengan kegiatan usaha Pemohon Banding dan benar-benar telah dibayarkan dan dilaporkan oleh Pemohon Banding;
        Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa:
        “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”;
        bahwa berdasarkan Pasal 69 ayat (1e) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa:
        "alat bukti dapat berupa “pengetahuan hakim”, yang di Pasal 75 disebutkan adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya”;
        Bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa:
        "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
        Bahwa pada memori penjelasan pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa:
        "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
        Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan penjelasan para pihak dalam persidangan serta ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas, Majelis meyakini bahwa dalil yang dikemukakan Pemohon Banding sudah benar, oleh karena itu Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp621.035.492,00 beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar Rp621.035.492,00 harus dibatalkan;
       
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
      2.1.
      Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 76:
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
      Pasal 78:
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
      2.2.
      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 9 ayat (2):
      Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama;
      Pasal 9 ayat (8):
      Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
      1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
      2. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
      3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
      4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean  Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
      5. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;
      6. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
      7. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
      8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
      9. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan;
      Pasal 13 ayat (5):
      Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
      1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
      2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
      3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
      4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
      5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
      6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
      7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
      Penjelasan Pasal 13 ayat (5):
      Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan.
      Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
      Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar;
      2.3.
      Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan (KEP-754), antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 1:
      Klarifikasi Faktur Pajak dengan aplikasi Sistem Informasi Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan keterangan tentang keabsahan Faktur Pajak;
      Lampiran I:
      Bahwa tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa:
      1. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
      2. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan adanya penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;
      3. Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan PKP penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa P PN Barang dan Jasa”;
        Lampiran I butir 1.4:
        1.4.1
        Bagi unit/kantor yang melakukan/meminta konfirmasi;
        1.4.1.3.
        Apabila jawaban klarifikasi menyatakan:
        1.4.1.3.1.
        “ada dan sesuai” dengan penjelasan bahwa:
        • Faktur Pajak tersebut belum direkam KPP domisili PKP Penjual;
        • Faktur Pajak tersebut terlambat dilaporkan oleh PKP Penjual;
        maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
        1.4.1.3.2.
        “tidak ada” dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
        1.4.1.3.3.
        “tidak ada” dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena:
        • Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP; atau
        • PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang bersangkutan;
          maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
      2.4.
      Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ.52/2006 tentang  SPT Masa PPN, Konfirmasi Faktur Pajak dan Langkah-langkah Penanganan Restitusi Dalam Rangka Pengamanan Penerimaan PPN (SE-10);

    3. Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah terkait pembuktian atas koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan hasil jawaban konfirmasi;
    4. Bahwa koreksi Positif Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Pajak Masukan Masa Pajak Januari 2010 sebesar Rp621.035.492,00 terdiri dari 37 (tiga puluh tujuh) Faktur Pajak sebagai berikut:
      No.
      NPWP

      Nama WP

      FAKTUR PAJAK

      Jumlah PPN
      (Rp)
      Nomor
      Tanggal
      1
      0X0XX0XX0XXX000
      PT. QQ
      000-X0.0000000X
      04/01/2010 6.823.872,00
      2
      0X0000XXX0XX000
      PT. JJ TBK
      XX0XXXX0000X0-X0X00X
      01/01/2010
      6.70.000,00
      3
      0XXX0XXXX0X000
      PT FG
      000-0X.0000000X
      13/10/2009 33.784.375,00
      4
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.0000000X 13/10/2009 51.895.028,00
      5
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.0000000X 13/10/2009 52.097.843,00
      6
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.0000000X 26/10/2009 10.640.000,00
      7
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.0000000X 13/11/2009 71.179.985,00
      8
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.0000000X 13/11/2009 57.374.941,00
      9
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.0000000X 17/11/2009 25.672.592,00
      10
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.000000XX 07/12/2009 15.109.991,00
      11
      0XXXXXXXX0XX000
      PT GH
      000-0X.0000XXXX 01/10/2009 2.140.000,00
      12
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXX0 01/10/2009 2.540.000,00
      13
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 06/10/2009 6.762.800,00
      14
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 09/10/2009 6.762.800,00
      15
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 10/10/2009 1.410.800,00
      16
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 13/10/2009 3.429.0000,00
      17
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 14/10//2009 3.879.400,00
      18
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 19/10/2009 1.300.000,00
      19
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 19/10/2009 1.300.000,00
      20
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 20/10/2009 7.737.600,00
      21
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 21/10/2009 5.200.000,00
      22
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 21/10/2009 6.742.200,00
      23
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 23/10/2009 6.500.000,00
      24
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XXXX 28/10/2009 3.614.400,00
      25
      0XXXXXXX0XX000
      PT MN
      000-0X.0000000X 29/01/2009 7.565.503,00
      26
      0XXXXXXXX00X000 PT XY
      000-0X.0000000X 20/10/2009 16.963.473,00
      27
      0XXXXXXXXXXX000 PT YY
      000-0X.0000000X 05/01/2009 9.000.000,00
      28
      0XXXXXXXX00X000
      PT XX
      000-0X.0000000X 11/01/2009 4.887.250,00
      29
      0XXXXXXXXXXX000
      CV PO
      000-0X.000000XX 09/11/2009 1.074.013,00
      30
      0XXXXXXXX0XX000 J0 OP
      000-0X.000000X0 16/11//2009 19.760.760,00
      31
      0XXXXXXXX0XX000
      J0 OP 000-0X.0000000X 10/11/2009 26.027.483,00
      32
      0XXXXXXXX0XX000
      PT DS
      000-0X.00000XX0 11/12/2009 5.000.000,00
      33
      0XXXX0XXXX0X000
      PT SD
      000-0X.00000XX0 07/12/2009 5.750.000,00
      34
      0XXXXXXXXX00X000
      PT FD
      000-0X.000000XX 05/12/2009 4.211.112,00
      35
      0XX0XXXX0XXX000
      PT LK
      000-0X.0000000X 02/10/2009 109.460.028,00
      36
      0XXX00XXXXXX000 CV KL
      000-0X.0000000X 16/12/2009 14.875.000,00
      37
      0XXXXX0XXXXX000
      CV JK
      000-0X.0000000X 28/12/2009
      11.893.243,00





      621.035.492,00
    5. Bahwa atas koreksi PPN Masukan yang disengketakan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah melakukan permintaan tindak lanjut klarifikasi data Pajak Keluaran ke KPP tempat PKP Penjual terdaftar;
    6. Bahwa sebagaimana tersebut dalam Lampiran I KEP-754 yang antara lain menyebutkan bahwa tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan PKP Penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN;
    7. Bahwa dari hasil klarifikasi sebagaimana telah dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terbukti tidak dilaporkan oleh penerbit dalam SPT Masa PPN;
    8. Bahwa sesuai SE-10, antara lain dinyatakan, perlu ditegaskan bahwa pelaksanaan konfirmasi, baik untuk Pajak Masukan, Pajak Keluaran, PIB, maupun PEB merupakan salah satu prosedur pemeriksaan yang wajib dilakukan, namun bukan merupakan satu-satunya alat uji yang dipakai untuk meyakini bahwa transaksi tersebut benar adanya baik secara formal maupun material. Untuk meyakini kebenaran suatu transaksi agar pemeriksa mengajukan pengujian lainnya seperti arus uang, arus barang, arus dokumen, serta meneliti dokumen-dokumen pendukung lainnya yang berkenaan dengan transaksi tersebut;
    9. Bahwa berdasarkan penelitian dalam proses pemeriksaan sampai dengan keberatan, sesuai dengan LHP, KKP serta Laporan Penelitan Keberatan, koreksi Pajak Masukan adalah karena hasil Klarifikasi dengan jawaban “Tidak Ada”, tidak ada pertimbangan lain yang dinyatakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengenai arus uang, arus barang, arus dokumen, serta hasil penelitian atas dokumen-dokumen pendukung lainnya yang berkenaan dengan transaksi tersebut;
    10. Bahwa sesuai dengan Pasal 16 F Undang-Undang PPN dinyatakan bahwa Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar;
      Bahwa lebih lanjut dalam penjelasannya dinyatakan Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa;
    11. Bahwa dalam proses persidangan, Majelis menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam persidangan telah menyerahkan kepada Majelis bukti-bukti antara lain Faktur Pajak, Nota Pembayaran dan Nota Pembelian atas transaksi, yang telah dipertimbangkan Majelis dalam memutus sengketa. Namun dalam menentukan penilaian pembuktian, Majelis tidak memerintahkan kedua belah pihak untuk melakukan uji kebenaran materi;
    12. Bahwa atas bukti-bukti yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Majelis, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat:
      12.1.
      Bahwa bukti-bukti tersebut diperiksa oleh Majelis secara umum, tidak dirinci sesuai dengan Faktur Pajak Masukan yang dikoreksi. Majelis juga tidak memerintahkan dilakukan uji kebenaran materi;
      12.2.
      Bahwa hal ini tidak sesuai dengan asas penilaian pembuktian yang adil bagi kedua belah pihak sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak yang antara lain menyatakan Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
      12.3.
      Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, Majelis Hakim memang memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan (bersifat aktif), namun Majelis tetap harus mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak (Asas Audio Et Alteram partem);
      12.4.
      Bahwa berdasarkan fakta sampai dengan persidangan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat tidak pernah ada pembuktian mengenai kebenaran pembayaran PPN kepada Penjual/ Pemberi Jasa;

    13. Bahwa terkait data fakta di persidangan dan terkait putusan Majelis untuk tidak mempertahankan seluruh koreksi, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa konfirmasi Pajak Masukan ke KPP Penjual/Pemberi Jasa terdaftar dan penelitian arus uang, arus barang, arus dokumen merupakan prosedur yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk meyakini kebenaran suatu transaksi;
      Bahwa tidak dilaporkannya Faktur Pajak oleh PKP Penjual mengindikasikan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak diakui oleh pihak yang dianggap sebagai penerbit Faktur Pajak tersebut;
      Bahwa dengan demikian, persoalan ini tidak semata-mata merupakan persoalan formal penerbitan dan pengkreditan Faktur Pajak Standar, melainkan juga masalah transaksi yang diragukan kebenarannya;
      Bahwa atas hal ini, seharusnya Majelis memerintahkan kedua belah pihak untuk melakukan uji kebenaran materi di persidangan, sehingga dapat diteliti mengenai adanya arus uang, barang dan dokumen atas kebenaran terjadinya transaksi tersebut;
      Bahwa faktanya, Majelis tidak memerintahkan uji bukti di persidangan;
    14. Bahwa terkait dengan jawaban konfirmasi Tidak Ada/belum ada jawaban dari KPP PKP Penjual, dan dengan tidak dilakukannya uji kebenaran materi di persidangan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan pengecekan data SPT PKP Penjual melalui Sistem Informasi DJP (SIDJP) menu pelaporan SPT (terlampir), dengan hasil sebagai berikut:
      NO
      NPWP
      Nama WP
      No Faktur
      Tanggal
      Jumlah PPN
      Hasil Penelitian Dalam SIDJP







      Ada
      Tidak Ada





      (Rp)
      Rp
      Rp
      1
      0X0XX0XX0XXX000
      PT. QQ
      000-X0.00 00000X
      04/01/2010 6.823.872,00

      6.823.872,00
      2
      0X0000XXX0XX000
      PT. JJ TBK
      XX0XXXX 0000X0-X 0X00X
      01/01/2010
      6.70.000,00
      6.70.000,00
      3
      0XXX0XXXX0X000
      PT FG
      000-0X.00 00000X
      13/10/2009 33.784.375,00
      33.784.375,00
      4
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.00 00000X 13/10/2009 51.895.028,00
      51.895.028,00
      5
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.00 00000X 13/10/2009 52.097.843,00
      52.097.843,00
      6
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.00 00000X 26/10/2009 10.640.000,00
      10.640.000,00
      7
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.00 00000X 13/11/2009 71.179.985,00
      71.179.985,00
      8
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.00 00000X 13/11/2009 57.374.941,00
      57.374.941,00
      9
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.00 0000 0X 17/11/2009 25.672.592,00
      25.672.592,00
      10
      0XXX0XXXX0X000 PT FG 000-0X.00 0000 XX 07/12/2009 15.109.991,00
      15.109.991,00
      11
      0XXXXXXXX0XX000
      PT GH
      000-0X.0000XX XX 01/10/2009 2.140.000,00
      2.140.000,00
      12
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000 XXX0 01/10/2009 2.540.000,00
      2.540.000,00
      13
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X. 0000XXXX 06/10/2009 6.762.800,00
      6.762.800,00
      14
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X. 0000XXXX 09/10/2009 6.762.800,00
      6.762.800,00
      15
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X. 0000XXXX 10/10/2009 1.410.800,00
      1.410.800,00
      16
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.000 0XXXX 13/10/2009 3.429.0000,00
      3.429.0000,00
      17
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000XX XX 14/10//2009 3.879.400,00
      3.879.400,00
      18
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.000 0XXXX 19/10/2009 1.300.000,00
      1.300.000,00
      19
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0 000XXXX 19/10/2009 1.300.000,00
      1.300.000,00
      20
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000 XXXX 20/10/2009 7.737.600,00
      7.737.600,00
      21
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000X XXX 21/10/2009 5.200.000,00
      5.200.000,00
      22
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000 XXXX 21/10/2009 6.742.200,00
      6.742.200,00
      23
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000 XXXX 23/10/2009 6.500.000,00
      6.500.000,00
      24
      0XXXXXXXX0XX000 PT GH 000-0X.0000 XXXX 28/10/2009 3.614.400,00
      3.614.400,00
      25
      0XXXXXXX0XX000
      PT MN
      000-0X.000 0000X 29/01/2009 7.565.503,00
      7.565.503,00
      26
      0XXXXXXXX00X000 PT XY
      000-0X.00 00000X 20/10/2009 16.963.473,00
      16.963.473,00
      27
      0XXXXXXXXXXX000 PT YY
      000-0X.000 0000X 05/01/2009 9.000.000,00
      9.000.000,00
      28
      0XXXXXXXX00X000
      PT XX
      000-0X.00 00000X 11/01/2009 4.887.250,00
      4.887.250,00
      29
      0XXXXXXXXXXX000
      CV PO
      000-0X.0000 00XX 09/11/2009 1.074.013,00
      1.074.013,00
      30
      0XXXXXXXX0XX000 J0 OP
      000-0X. 000000X0 16/11//2009 19.760.760,00
      19.760.760,00
      31
      0XXXXXXXX0XX000
      J0 OP 000-0X.000 0000X 10/11/2009 26.027.483,00
      26.027.483,00
      32
      0XXXXXXXX0XX000
      PT DS
      000-0X. 00000XX0 11/12/2009 5.000.000,00
      5.000.000,00
      33
      0XXXX0XXXX0X000
      PT SD
      000-0X.0 0000XX0 07/12/2009 5.750.000,00
      5.750.000,00
      34
      0XXXXXXXXX00X000
      PT FD
      000-0X. 000000XX 05/12/2009 4.211.112,00
      4.211.112,00
      35
      0XX0XXXX0XXX000
      PT LK
      000-0X.0 000000X 02/10/2009 109.460.028,00
      109.460.028,00
      36
      0XXX00XXXXXX000 CV KL
      000-0X.0 000000X 16/12/2009 14.875.000,00
      14.875.000,00
      37
      0XXXXX0XXXXX000
      CV JK
      000-0X.00 0000XX 28/12/2009
      11.893.243,00
      11.893.243,00





      621.035.492,00
      621.035.492,00

    15. Bahwa dengan demikian, berdasarkan hasil pengujian dalam menu pelaporan SPT KPP PKP Penjual dalam SIDJP, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa terbukti tidak terdapat pelaporan atas 37 (tiga puluh tujuh) Faktur Pajak yang dikoreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), dalam SPT PKP Penjual di KPP Terdaftar, sehingga atas koreksi sebesar Rp621.035.492 tetap dipertahankan;
    16. Bahwa terkait dengan pendapat Majelis yang menyatakan bahwa menurut Majelis, jawaban konfirmasi 'Tidak Ada” adalah tidak termasuk kondisi yang mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN a quo, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan tidak setuju dan tidak sependapat dengan pendapat Majelis dengan alasan-alasan sebagai berikut:
      16.1.
      Bahwa dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN dinyatakan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk: f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
      16.2.
      Bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN mengatur mengenai ketentuan formal dalam pengisian Faktur Pajak secara lengkap, jelas dan benar;
      16.3.
      Bahwa dengan tidak dilaporkannya Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual mengindikasikan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak diakui oleh pihak yang dianggap sebagai penerbit Faktur Pajak;
      Bahwa dengan demikian, persoalan ini tidak semata-mata hanya persoalan formal penerbitan dan pengkreditan Faktur Pajak Standar, melainkan juga masalah material transaksi yang diragukan kebenarannya;
      16.4.
      Bahwa dengan demikian, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa atas hasil jawaban konfirmasi “tidak ada” juga termasuk kondisi yang mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f, karena terkait kebenaran material transaksi yang diragukan kebenarannya;
      Bahwa dengan demikian Pendapat Majelis sebagaimana tersebut di atas adalah tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang PPN;

    17. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak setuju dengan Pendapat Majelis yang menyatakan:
      Bahwa oleh karena itu menurut Majelis, akibat hukum yang timbul dari belum diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tersebut yaitu berupa “tidak dapat dikreditkannya Faktur Pajak Masukan”, tidak dapat dibebankan kepada Pemohon Banding, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa Faktur Pajak a quo dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;
      dengan alasan-alasan sebagai berikut:
      17.1.
      Bahwa seusai dengan kewenangannya dalam menentukan penilaian pembuktian, sesuai dengan teori mengenai asas-asas penilaian pembuktian, selain menilai pembuktian sebagai salah satu tugas hakim, maka tugas hakim yang lain sehubungan dengan masalah pembuktian ini adalah untuk membebani pembuktian kepada para pihak yang berperkara”;
      17.2.
      Bahwa sesuai dengan asas pembuktian tersebut, Majelis seharusnya dengan berlandaskan ketentuan dalam Pasal 16F Undang-Undang PPN, meminta kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk menunjukkan bukti-bukti per transaksi mengenai kebenaran pembayaran PPN kepada PKP Penjual, melalui perintah uji bukti kedua belah pihak yang sedang bersengketa. Tidak semata-mata mempermasalahkan tidak adanya penerbitan SKPKB/SKPKB oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
      17.3.
      Bahwa dalam pokok sengketa ini, Majelis menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam persidangan telah menyerahkan kepada Majelis bukti-bukti antara lain Faktur Pajak, Nota Pembayaran dan Nota Pembelian atas transaksi;
      17.4.
      Bahwa atas bukti-bukti yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Majelis, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa bukti-bukti tersebut diperiksa oleh Majelis secara umum, dengan keyakinan sendiri, dan tidak dirinci sesuai dengan Faktur Pajak Masukan yang dikoreksi;
      17.5.
      Bahwa karena sengketa ini adalah masalah pembuktian, seharusnya Majelis memerintahkan dilakukan uji kebenaran materi, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) juga dapat melihat mengenai kebenaran bukti dengan transaksi yang menjadi pokok sengketa;
      17.6.
      Bahwa Majelis terbukti tidak melakukan penilaian pembuktian yang adil bagi kedua belah pihak dan tidak memenuhi asas audie et alteram partem;

    18. Bahwa dengan demikian, berdasarkan uraian tersebut di atas dan mempertimbangkan ketentuan dalam Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, atas putusan Majelis untuk tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan membatalkan sanksi administrasi berupa kenaikan, diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung karena tidak sesuai dengan penilaian pembuktian yang adil bagi kedua belah pihak serta tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang PPN;
    19. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 12 Maret 2015 harus dibatalkan;
  1. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.60095/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 12 Maret 2015 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1219/WPJ.19/2014 tanggal 13 Juni 2014, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00038/207/10/093/13 tanggal 2 Juli 2013 Masa Pajak Januari 2010, atas nama PT DFG (Persero) Tbk, NPWP 0X.00X.XX0.X-0XX.000, beralamat di Jalan RR Km. 18, Jakarta Selatan 12510, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2010 menjadi sebagaimana tersebut di atas;
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan Seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding nomor KEP-1219/WPJ.19/2014, tanggal 13 Juni 2014, mengenai Keberatan atas Surat Keteteapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2010 Nomor 00038/207/10/093/13 tanggal 2 Juli 2013, atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.00X.XX0.X-0XX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp32.476.288,00, adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu koreksi kredit Pajak Masukan dengan jawaban konfirmasi “tidak ada” sebesar Rp621.035.492,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa 27 (dua puluh tujuh) Faktur Pajak Masukan yang telah diklarifikasi bahwa Faktur Pajak Masukan yang dijawab “tidak ada”, maka apabila terdapat kerugian yang mungkin akan timbul tidak dapat dilimpahkan kepada Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali. Disamping itu, bukti pendukung yang memperkuat Pemohon Banding sekarang (Pemohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan, karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang KUP Juncto Pasal 1 angka 23 dan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Bahwa degan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang nomor 14 Tahun 2002 tentang pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017 oleh Dr. H. XYZ, S.H., M.Hum., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. FFF, S.H., M.S. dan GGG, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Maftuh Effendi, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis :

        ttd/

Dr. H. M. FFF, S.H., M.S.

        ttd/

GGG, S.H., M.Hum.,






Biaya – biaya :
1.  M e t e r a i…………….. Rp        6.000,00
2.  R e d a k s i…………….. Rp        5.000,00
3.  Administrasi ………..….   Rp 2.489.000,00
Jumlah ……….                      Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

Dr. H. XYZ, S.H., M.Hum.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H.,


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG RI
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



H. RTY, S.H.
NIP. XX0000XXX