Putusan Mahkamah Agung Nomor : 182/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-57060/PP/M.IIIA/17/2014, tanggal 11 November 2014 yang telah


 

PUTUSAN
Nomor 182/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal AF Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada: 1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak, 2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding, 3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding, 4. DD,  Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding, semuanya beralamat kantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-545/PJ./2015 tanggal 5 Februari 2015;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. AFG, tempat kedudukan di Jalan FD No.48, FG Unit 1-4, Jakarta 11640, diwakili oleh HJ, selaku Presiden Direktur dan DS, selaku Direktur;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-57060/PP/M.IIIA/17/2014, tanggal 11 November 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1030/WPJ.07/2011 tanggal 29 April 2011 tentang keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Nomor 00001/208/08/059/10 tanggal 13 April 2010 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008, yang Pemohon Banding terima pada tanggal 2 Mei 2011;
Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Banding
  1. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur bahwa:
    "Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan atas Surat Keputusan Keberatan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak."
    Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengatur bahwa:
    "Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak."
    Selanjutnya, Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengatur bahwa:
    "Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding."
    Bahwa Surat Banding dalam Bahasa Indonesia Pemohon Banding ajukan terhadap Keputusan Keberatan kepada Pengadilan Pajak dan Surat Banding Pemohon Banding hanya ditujukan untuk satu Keputusan Terbanding (Keputusan Keberatan). Dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP dan Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
  2. Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa:
    "Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut."
    Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak mengatur bahwa:
    "Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan."
    Selanjutnya, Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengatur bahwa:
    "Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding."
    Bahwa Surat Banding disusun secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan diajukan sebelum lewat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya Keputusan Keberatan yang fotokopinya Pemohon Banding lampirkan dalam Surat Banding ini. Keputusan Keberatan yang Pemohon Banding ajukan banding, baru Pemohon Banding terima tanggal 2 Mei 2011 dan Surat Banding Pemohon Banding ajukan ke Pengadilan Pajak belum melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya Surat Keputusan Keberatan tersebut;
    bahwa dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang KUP dan Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
  3. Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak mengatur bahwa:
    "Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen)."
    Pasal 27 ayat 5 (c) Undang-Undang KUP mengatur bahwa:
    "Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan."
    Bahwa Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan menghasilkan jumlah pajak yang terutang sebagai berikut:
    No. Uraian Hasil Pembahasan Akhir
    Menurut
    Pemeriksa
    (Rp)
    Yang Disetujui
    Pemohon
    Banding
    (Rp)
    1
    Penyerahan yang terutang PPnBM 123.827.203.647,00 0,00
    2
    Penyerahan yang tidak terutang PPnBM 25.677.349.593,00 0,00
    3
    Jumlah penyerahan terutang PPnBM 98.149.854.054,00 0,00
    4
    PPnBM terutang 19.629.970.811,00 0,00
    5
    Kredit PPnBM 0,00 0,00
    6
    PPnBM yang kurang (lebih) bayar 19.629.970.811,00 0,00
    7
    Sanksi Administrasi
    7.526.306.285,00 0,00
    8
    PPnBM yang masih harus (lebih) dibayar 27.156.277.096,00 0,00
    Bahwa sesuai dengan Pasal 27 ayat (5c) Undang-Undang KUP, jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding, yaitu sebesar Rp27.156.277.096,00 belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan dan sesuai dengan SKPKB PPnBM Nomor 00001/208/08/059/10, Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (BAHP) dan Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan atas SKPKB PPnBM Nomor 00001/208/08/059/10, jumlah pajak terutang yang disetujui oleh Pemohon Banding adalah Rp 0;
    Bahwa sehingga, atas pembayaran pajak terutang sebesar 50% sebagaimana diatur didalam Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak adalah sebesar Rp 0, (50% dari Rp 0, yang merupakan jumlah pajak terutang yang disetujui oleh Pemohon Banding didalam SKP, BAHP dan Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan);
    Bahwa dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
    Bahwa memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pengajuan Surat Banding atas Keputusan Keberatan di atas, telah dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah disyaratkan oleh undang-undang, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (3) Undang-Undang KUP, Pasal 35 ayat (1) dan (2), dan Pasal 36 ayat (1), (3), dan (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak;
    Bahwa dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi semua ketentuan formal, sehingga kami memohon Majelis Hakim berkenan memeriksa dan mengadili materi yang Pemohon Banding ajukan banding sebagai berikut:
    Aspek Material.
    Bahwa pada tanggal 13 April 2010, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing Enam (PMA VI) menerbitkan SKPKB PPnBM Nomor 00001/208/08/059/10 untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 dengan jumlah PPnBM yang masih harus dibayar sebesar Rp27.156.277.096,00 dan menurut Pemohon Banding dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah sebesar Rp 0;
    Bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui SKPKB PPnBM tersebut sehingga Pemohon Banding mengajukan permohonan keberatan kepada Kepala KPP PMA VI melalui Surat Nomor: 098/CUBODNI/2010 tanggal 25 Juni 2010 yang diterima oleh KPP PMA VI pada tanggal 29 Juni 2010;
    Bahwa pada tanggal 29 April 2011, Direktorat Jenderal Pajak Kanwil DJP Jakarta Khusus menerbitkan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1030/WPJ.07/2011 tentang Keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPnBM Nomor 00001/208/08/059/10 tanggal 13 April 2010 untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 yang menetapkan menerima sebagian permohonan keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPnBM Nomor 00001/208/08/059/10 tanggal 13 April 2010 dimana keputusan tersebut baru Pemohon Banding terima pada tanggal 2 Mei 2011 dengan perincian sebagai berikut:
    Uraian Semula
    (Rp)
    Ditambah/
    (Dikurangi)
    (Rp)
    Menjadi
    (Rp)
    DPP atas PPnBM 98.149.854.054,00 (4.186.884.805,00) 93.962.969.249,00
    PPnBM Kurang (Lebih) Bayar 19.629.970.811,00 (837.376.961,00) 18.792.593.850,00
    Sanksi Bunga 7.526.306.285,00 (373.688.838,00) 7.152.617.447,00
    Jumlah PPn BM Yang Masih Harus (Lebih) Dibayar 27.156.277.096,00 (1.211.065.799,00) 25.945.211.297,00
    Bahwa selanjutnya, Pemohon Banding tidak menyetujui seluruh keputusan keberatan dimaksud dan karenanya Pemohon Banding mengajukan Permohonan Banding atas Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1030/WPJ.07/2011 tanggal 29 April 2011 dengan penjelasan sebagai berikut:
    Pokok Sengketa.
    Koreksi Positif atas Objek PPnBM sebesar Rp93.962.99.249,00
    Menurut Pemeriksa / Penelaah Keberatan.
  1. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 mengatur bahwa Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti.
    Bahwa penentuan Nilai Jual Objek Pajak telah diatur berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-533/PJ./2000 yaitu dalam sistem nilai NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indeks Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT);
    Bahwa dalam keputusan tersebut disebutkan juga bahwa yang dimaksud dengan Nilai Indeks Rata-rata (NIR) adalah Nilai Pasar rata-rata yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona nilai tanah;
    Bahwa berdasarkan dasar hukum diatas, pemeriksa / penelaah keberatan menggunakan NJOP tanah sebagai harga jual tanah dan kemudian melakukan perhitungan kembali harga jual bangunan sehingga menghasilkan harga jual bangunan/m2 diatas Rp3.000.000,00 yang merupakan objek PPnBM sebagaimana diatur didalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004. Selanjutnya, berikut merupakan perhitungan pemeriksa/penelaah keberatan atas harga jual bangunan/m2:
    Total penjualan tanah dan bangunan selama tahun 2008                  xxx
    Total penjualan tanah:
    NJOP tanah x luas tanah yang dijual                      (xxx)
    Total penjualan bangunan                                       xxx
    Bahwa berdasarkan penelitian KKP dan LPP Pemeriksa, diperoleh data bahwa penghitungan objek PPnBM menurut Pemeriksa belum sepenuhnya tepat yaitu terdapat penjualan rumah yang menurut penghitungan Pemeriksa nilai bangunannya dibawah Rp3.000.000,00 namun dijadikan objek PPnBM, yaitu penjualan rumah blok G03/06, rukan blok H07/19, H07/20, H07/21, H07/26, H07/27,H07/28, H09/12, dan H09/16 dengan nilai penyerahan seluruhnya sebesar Rp4.186.884.805,00;
    Bahwa berdasarkan data tersebut di atas dapat diketahui bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa atas Objek/DPP PPnBM berupa Penyerahan PPnBM-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp98.149.854.054,00, belum sepenuhnya tepat sehingga diusulkan untuk menerima sebagian keberatan Pemohon Banding, yaitu koreksi menurut Pemeriksa sebesar Rp98.149.854.054,00 dikurangi penyerahan yang bukan objek PPnBM sebesar Rp4.186.884.805,00 sehingga objek PPnBM berdasarkan penelitian keberatan sebesar Rp93.962.969.249,00;
    Menurut Pemohon Banding.
    Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Pemeriksa / Penelaah Keberatan atas Objek PPnBM sebesar Rp93.962.969.249,00 dengan penjelasan sebagai berikut:
    Bahwa penggunaan dasar hukum yang tidak tepat oleh pemeriksa / penelaah keberatan dalam melakukan koreksi atas objek PPnB;
    Bahwa dasar hukum yang tepat di dalam menentukan objek PPnBM adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 620/PMK.03/2004, dengan penjelasan sebagai berikut;
    Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mengatur bahwa:
    "Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor."
    Pasal 1A ayat (1) Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000, mengatur bahwa:
    "Yang termasuk di dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
    1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian.
      Diatur lebih lanjut di dalam penjelasan, bahwa perjanjian sebagaimana dimaksud didalam Pasal 1A huruf a adalah meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang."
      Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, mengatur bahwa:
      "Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak."
      Pasal 1 angka 17 dan 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, mengatur bahwa: "Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang."
      "Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak."
      Bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (2), Pasal 1A ayat (1), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 1 angka 17 dan 18 dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) diatas, dapat disimpulkan bahwa:
      -
      PPnBM dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak dimana penyerahan yang dimaksud adalah pada saat terjadinya jual beli.
      -
      PPnBM dihitung dengan cara mengkalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dimana DPP yang dimaksud adalah harga jual yang berasal dari penyerahan Barang Kena Pajak (terjadi transaksi jual beli);
      Bahwa selanjutnya, DPP PPnBM yang merupakan harga jual yang sebenarnya terjadi pada saat terjadi transaksi jual beli yang sudah disepakati oleh pihak penjual dan pembeli yang dapat dibuktikan dengan:
      -
      Bukti penerimaan uang (Official Receipt / kwitansi).
      -
      Faktur Pajak yang sudah dilaporkan di dalam SPT Masa PPN.
      -
      PPh Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan.
      -
      Surat Setoran Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (SSB BPHTB) .

      Bahwa lebih lanjut, atas seluruh bukti pendukung di atas dapat dibuktikan bahwa harga jual bangunan/m2 yang terjadi selama tahun 2008 adalah dibawah Rp3.000.000,00 sehingga bukan merupakan objek PPnBM sebagaimana diatur didalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 620/PMK.03/2004 yang mengatur bahwa PPnBM dikenakan atas penjualan rumah termasuk rumah kantor atau rumah toko, yang luas bangunannya 400 m2 atau lebih atau dengan harga jual bangunan Rp3.000.000,00 atau lebih per m2 tidak termasuk nilai tanah;
      Bahwa berikut merupakan contoh PPJB Nomor: 055/CI/VIII/08/PBR-MKJ tanggal 29 Agustus 2008 atas transaksi penjualan rumah Blok I 4 No. 18:
      Deskripsi Nilai Transaksi
      (Rp)
      Luas
      M2)
      Nilai / m2
      (Rp)
      Harga Tanah 714.047.445,00 162 4.407.700,00
      Harga Bangunan 507.500.000,00 175 2.900.000,00
      Harga Tanah + Bangunan 1.221.547.445,00

      PPN 10% 122.154.745,00

      Total 1.343.702.190,00

       
      Bahwa selanjutnya, penelaah keberatan / pemeriksa menggunakan dasar hukum yaitu Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menurut pendapat Pemohon Banding adalah untuk keperluan menghitung besarnya Pajak Bumi dan Bangunan dimana Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagaimana tercantum di dalam SPPT PBB, dan bukan merupakan harga jual sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM);
      Bahwa Pemeriksa/Penelaah keberatan tidak konsisten dalam menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai harga jual bumi dan bangunan;
      Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan mengatur bahwa :
      "Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti."
      Bahwa berdasarkan penjelasan peraturan di atas, NJOP atas tanah dan bangunan merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Oleh karena itu, apabila pemeriksa menggunakan NJOP atas tanah sebagai harga jual tanah, maka pemeriksa juga harus menggunakan NJOP atas bangunan sebagai harga jual bangunan;
      Bahwa selanjutnya, NJOP atas bangunan/m2 berdasarkan SPPT PBB selama tahun 2008-2009 adalah dibawah Rp3.000.000,00 dimana jika NJOP atas bangunan tersebut digunakan oleh Pemeriksa sebagai harga jual bangunan, maka seharusnya harga jual bangunan tersebut bukan merupakan objek PPnBM sebagaimana diatur didalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 620/PMK.03/2004 yang mengatur bahwa PPnBM dikenakan atas penjualan rumah termasuk rumah kantor atau rumah toko, yang luas bangunannya 400m2 atau lebih atau dengan harga jual bangunan Rp3.000.000,00 atau lebih per m2 tidak termasuk nilai tanah;
      Analisis perhitungan harga jual bangunan.
      Bahwa Pemohon Banding melakukan analisa untuk menghitung harga jual Bangunan dengan cara memperhitungkan total harga jual tanah dan bangunan yang sebenarnya terjadi selama tahun 2008 dan tidak menggunakan NJOP tanah dan bangunan sebagaimana penjelasan Pemohon Banding di dalam poin 1 diatas karena NJOP bukan merupakan DPP PPnBM;
      Bahwa berikut merupakan hasil analisis yang menunjukkan harga jual bangunan/m2 adalah di bawah Rp3.000.000,00 sehingga bukan merupakan objek PPnBM sebagaimana diatur didalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 620/PMK.03/2004;
      Deskripsi Nilai
      (Rp)
      Luas
      (m2)
      Nilai / i»2
      (Rp)
      Total Penjualan Tanah & Bangunan Tahun 2008 cfm BATIP 123.827.203.648,00

      Total Penjualan Tanah 82.734.867.947,00 20.649 4.006.725
      Total Penjualan Bangunan 41.092.335.701,00 15.070 2.726.764

      Bahwa seluruh penjelasan diatas, maka menurut Pemohon Banding perhitungan PPnBM yang seharusnya untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 adalah sebagai berikut:
      No. Uraian Nilai
      (Rp)
      1
      Penyerahan yang terutang PPnBM 0,00
      2
      Penyerahan yang tidak terutang PPnBM 0,00
      3
      Jumlah penyerahan terutang PPnBM 0,00
      4
      PPnBM terutang 0,00
      5
      Kredit PPnBM 0,00
      6
      PPnBM yang kurang (lebih) bayar 0,00
      7
      Sanksi Administrasi 0,00
      8
      PPnBM yang masih harus (lebih) dibayar 0,00
       
      Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-57060/PP/M.IIIA/17/2014, tanggal 11 November 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
      Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor: KEP-1030/WPJ.07/2011 tanggal 29 April 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor 00001/208/08/059/10 tanggal 13 April 2010, atas nama PT. AFG, NPWP: 0X.X0X.XXX.X-0XX.000, Jenis Usaha;
      Developer Property, beralamat di Jalan FD No. 48, FG Unit 1-4, Jakarta 11640, sehingga perhitungan PPn BM yang terutang menjadi sebagai berikut:
      Dasar Pengenaan Pajak
      PPnBM yang terutang
      Pajak yang dapat diperhitungkan
      PPnBM yang kurang dibayar
      Sanksi Administrasi
      Jumlah PPnBM yang masih harus dibayar
      Rp 0,00
      Rp 0,00
      Rp 0,00
      Rp 0,00
      Rp 0,00
      Rp 0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-57060/PP/M.IIIA/17/2014, tanggal 11 November 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 29 November 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-545/PJ./2015 tanggal 5 Februari 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 25 Februari 2015 sebagaimana ternyata dari Akte Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-I.880/5.1/PAN.Wk/2015 dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 03 November 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 26 November 2015;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali membaca, meneliti, dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 57060/PP/M.IIIA/17/2014 tanggal 11 November 2014 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan penjelasan dan dalil sebagai berikut:
  1. Bahwa pertimbangan hukum, pendapat maupun kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas pokok sengketa Peninjauan Kembali ini sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak a quo yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
    bahwa koreksi DPP PPnBM dilakukan oleh Terbanding karena berdasarkan perhitungan Terbanding harga jual bangunan/m2 di atas Rp3.000.000,00 sehingga sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 620/PMK.03/ 2004 atas penjualannya terutang PPnBM sebesar 20%;
    bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui koreksi Terbanding karena menurut Pemohon Banding berdasarkan bukti-bukti dapat dibuktikan bahwa nilai jual bangunan yang terjadi selama tahun 2008 di bawah Rp3.000.000,00/m2 sehingga bukan merupakan objek PPnBM;
    bahwa Lampiran II b.2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tanggal 31 Desember 2004 mengatur, Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) adalah Rumah, termasuk rumah kantor atau rumah toko, yang luas bangunannya 400 M2 atau lebih atau dengan harga jual bangunannya Rp3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) atau lebih per M2 tidak termasuk nilai tanahnya;
    bahwa Terbanding mendapatkan nilai jual bangunan di atas Rp3.000.000.00/m2 berdasarkan luas tanah dikalikan dengan harga tanah menurut SPPT PBB 2008 maka diperoleh harga jual bangunannya;
    bahwa menurut Pemohon Banding berdasarkan Pasal 5 ayat (2), Pasal 1A ayat (1), Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 1 angka 17 dan 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 PPnBM dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan DPP dimana DPP yang dimaksud adalah harga jual yang berasal dari penyerahan Barang Kena Pajak (transaksi jual beli);
    bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan diketahui bahwa Terbanding menggunakan NJOP tanah dalam SPPT PBB Tahun 2008 untuk menghitung nilai jual tanah namun Terbanding tidak menggunakan NJOP atas bangunan;
    bahwa menurut pendapat Majelis Terbanding tidak konsisten dalam menggunakan acuan NJOP, seharusnya apabila Terbanding akan menggunakan NJOP untuk menentukan nilai jual/DPP PPnBM, maka NJOP yang digunakan tidak hanya untuk tanahnya namun juga menggunakan NJOP untuk bangunannya;
    bahwa berdasarkan Daftar perincian SPPT PBB tahun 2008 serta SPPT PBB yang disampaikan oleh Pemohon Banding dalam persidangan diketahui bahwa nilai NJOP atas tanah lebih dari Rp3.000.000,00/M2 namun untuk nilai NJOP Bangunan tidak lebih dari Rp3.000.000.00/M2;
    bahwa Pemohon Banding dalam persidangan telah menyampaikan bukti-bukti berupa Akta Jual Beli dan Pengikatan Jual Beli, Faktur Pajak, Kwitansi/Official Receipt dan berdasarkan bukti-bukti tersebut terbukti nilai jual bangunan berdasarkan transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding tidak melebihi Rp3.000.000,00/M2;
    bahwa Majelis berkesimpulan bahwa terbukti nilai jual bangunan atas tanah Bangunan tidak lebih dari Rp3.000.000,00/M2 sehingga bukan merupakan objek PPnBM ;
    bahwa mengingat pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";
    bahwa pada memori penjelasan pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan";
    bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti-bukti dan keterangan dari para pihak yang terungkap dalam persidangan, serta berdasarkan penilaian pembuktian dan keyakinan Majelis, Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPnBM Masa Pajak Januari s.d. Desember 2008 sebesar Rp93.962.969.249,00 tidak dapat dipertahankan;
  2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
    2.1.
    Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan UU Pengadilan Pajak), antara lain menyebutkan :
    Pasal 69 ayat (1):
    Alat bukti dapat berupa:
    1. surat atau tulisan;
    2. keterangan ahli;
    3. keterangan para saksi;
    4. pengakuan para pihak; dan/atau
    5. pengetahuan Hakim
    Penjelasan :
    Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.
    Pasal 76:
    Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
    Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
    Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan.
    Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
    Pasal 77 ayat (3):
    Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
    Pasal 78:
    Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
    Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
    Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    Pasal 91 huruf e:
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
    2.2.
    Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPN dan PPnBM)
    Pasal 1A ayat (1) huruf a
    Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian.
    Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf a
    Perjanjian yang dimaksudkan dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
    Pasal 5 ayat (1) huruf a
    Disamping pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
    Pasal 5 ayat (2)
    Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor.
    2.3.
    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-UndangNomor 12 Tahun 1994 (selanjutnya disebut UU PBB)
    Pasal 1 angka 3
    Yang dimaksud dalam Undang-Undang ini dengan Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti.
    2.4.
    Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006
    Pasal 1 ayat (2) huruf b
    Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.
    2.5.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.011/2010
    Pasal 2
    Jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) adalah barang-barang sebagaimana ditetapkan dalam lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.
    Lampiran II b.2.
    Daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya salah satunya adalah rumah, termasuk rumah kantor atau rumah toko, yang luas bangunannya 400 M2 atau lebih atau dengan harga jual bangunannya Rp3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) atau lebih per M2 tidak termasuk nilai tanahnya.
  1. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.57060/PP/M.IIIA/17/2014 tanggal 11 November 2014 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
    1. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali berpendapat PPnBM. Dasar hukum yang tepat dalam menentukan objek PPnBM adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Peraturan menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004.
      Berdasarkan Pasal 5 ayat (2), Pasal 1A ayat (1), Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 1 angka 17 dan 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dapat disimpulkan bahwa:
      -
      PPnBM dikenakan satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak dimana penyerahan yang dimaksud adalah pada saat terjadinya jual beli.
      -
      PPnBM dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dimana DPP yang dimaksud adalah harga jual yang berasal dari penyerahan Barang Kena Pajak (terjadi transaksi jual beli).

    1. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali berpendapat DPP PPnBM yang merupakan harga jual yang sebenarnya terjadi pada saat terjadi transaksi jual beli yang sudah disepakati oleh pihak penjual danpembeli. Di dalam Akte Jual Beli antara penjual dan pembeli dilampirkan Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) telah disebutkan secara jelas atas harga jual atas tanah dan bangunan. Bahwa atas seluruh bukti pendukung dapat dibuktikan bahwa harga jual bangunan/m2 yang terjadi selama tahun 2008 adalah di bawah Rp3.000.000,00 sehingga bukan merupakan objek PPnBM sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004.
    2. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali berpendapat Pemohon Peninjauan Kembali menggunakan dasar hukum yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menurut pendapat Termohon Peninjauan Kembali adalah untuk keperluan menghitung besarnya Pajak Bumi dan Bangunan dimana Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagaimana tercantum di dalam SPPT PBB dan bukan merupakan harga jual sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
    3. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali berpendapat Pemohon Peninjauan Kembali tidak konsisten dalam menentukan NJOP sebagai harga jual bumi dan bangunan. Apabila Pemohon Peninjauan Kembali menggunakan NJOP atas tanah sebagai harga jual tanah, maka Pemohon Peninjauan Kembali juga harus menggunakan NJOP atas bangunan sebagai harga jual bangunan. NJOP atas bangunan/m2 berdasarkan SPPT PBB selama tahun 2008 – 2009 adalah di bawah Rp3.000.000,00 dimana jika NJOP atas bangunan tersebut digunakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali sebagai harga jual bangunan, maka seharusnya harga jual bangunan tersebut bukan merupakan objek PPnBM sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004.
    4. Termohon Peninjauan Kembali melakukan analisis untuk menghitung harga jual bangunan dengan cara memperhitungkan total harga jual tanah dan bangunan yang sebenarnya terjadi selama tahun 2008 dan tidak menggunakan NJOP tanah dan bangunan karena NJOP bukan merupakan DPP PPnBM. Berikut merupakan hasil analisis Pemohon Banding yang menunjukkan harga jual bangunan/m2 adalah di bawah Rp3.000.000,00 sehingga bukan merupakan objek PPnBM
      Deskripsi Nilai (IDR) Luas (m2) Nilai/m2 (IDR)
      Total penjualan tanah dan bangunan selama tahun 2008 – cfm. BAHP 123.827.203.648 35.719
      Total penjualan tanah 82.734.867.947 20.649 4.006.725
      Total penjualan bangunan  41.092.335.701 15.070 2.726.764
       Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPN dan PPnBM)
      - Pasal 1A ayat (1) huruf a
      Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian.
      Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf a
      Perjanjian yang dimaksudkan dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
      Pasal 5 ayat (1) huruf a
      Disamping pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadappenyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
      Pasal 5 ayat (2)
      Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor.
      1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (selanjutnya disebut UU PBB)
        Pasal 1 angka 3
        Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti.
      2. Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok  Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (2) huruf b Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.
      3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.011/2010
        Pasal 2
        Jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) adalah barang-barang sebagaimana ditetapkan dalam lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.
        Lampiran II b.2.
        Daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya salah satunya adalah rumah, termasuk rumah kantor atau rumah toko, yang luas bangunannya 400 M2 atau lebih atau dengan harga jual bangunannya Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) atau lebih per M2 tidak termasuk nilai tanahnya.
    1. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, informasi/data yang diperoleh Pemohon Peninjauan Kembali dan fakta hukum selama persidangan, Pemohon Peninjauan Kembali memberikan pendapat sebagai berikut :
    1. Bahwa pokok sengketa terletak pada pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penjualan tanah dan bangunan dengan berdasarkan/mengacu pada nilai jual bangunan di atas Rp3.000.000,00 per M2.
    2. Termohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali yang melakukan koreksi nilai/harga jual bangunan untuk rumah dan rukan sebagai objek DPP Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Adapun alasan ketidaksetujuan Termohon Peninjauan Kembali yaitu Termohon Peninjauan Kembali dapat membuktikan bahwa nilai jual bangunan per meter persegi yang terjadi selama tahun 2008 adalah di bawah Rp3.000.000,00 sehingga bukan merupakan objek PPnBM sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004;
    3. Pada saat proses keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali telah menerima sebagian keberatan Termohon Peninjauan Kembali dan mengurangkan koreksi saat pemeriksaan sebesar Rp98.149.854.054,00 menjadi Rp93.962.969.249,00 karena terdapat satu unit rumah dan delapan rumah kantor dengan nilai bangunan di bawah Rp3.000.000,- per M2. Penghitungannya sebagai berikut:
      No.  Unit LT LB Harga Jual NJOP
      Tanah/M2
      Nilai Tanah Harga Bangunan  Harga Bangunan Per m2
      1
      2
      3
      4
      5
      6
      7 (6 x 3)
      8 (5 - 7)
      9 (8 : 4)
      RUMAH