Putusan Mahkamah Agung Nomor : 484/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.55356/PP/M.VA/17/2014, tanggal 19 September 2014 yang telah


 

PUTUSAN
Nomor 484/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal QQ Nomor 40-42, Jakarta,XXXX0, dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3632/PJ/2014 tanggal 23 Desember 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. DFG INDONESIA, tempat kedudukan di Jalan SS Nomor X, RT. 00X RW. 00X, Tambak Rejo, Waru, Sidoarjo;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.55356/PP/M.VA/17/2014, tanggal 19 September 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Dasar dan Alasan Permohonan Banding;
Bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui alasan penolakan Terbanding

bahwa dikatakan tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat bahwa atas Penjualan lokal sebesar Rp4.130.347.770,00 adalah proyeksi penjualan untuk pengajuan kredit ke Bank Mandiri;
Bahwa terkait Penjualan Lokal Pemohon Banding dapat menjelaskan kembali bahwa angka Rp4.130.347.770,00 data yang ditemukan berupa dua lembar kertas dengan judul Rekap penjulan export 2010 yang berisi secara rinci penjualan export tahun 2010 ditambah penjualan lokal sekitar Rp4.000.000.000,00 dan ditambah pendapatan selisih kurs pada akhir tahun 2010 yaitu Rp130.347.770,00 sehingga dari situlah Pemohon Banding mendapatkan angka. Rp4.130.347.770,00 sebagai proyeksi penjualan lokal tahun 2011 tanpa perincian karena memang belum ada penjualannya (terlampir);
Bahwa seandainya sudah terjadi penjualan tentunya akan ada perincian lengkap mengenai Nomor Bulan Pengiriman, Nomor Invoice, Pembeli dan sebagainya seperti halnya perincian penjualan export. Kertas tersebut tidak ada stempel maupun tanda tangan kemudian pemeriksa meminta kepada salah satu pegawai untuk memberi stempel sebagai salah satu dokumen yang dipinjam;
Bahwa Pemohon Banding berdiri tahun 2009, pada tahun 2010 keuangan perusahaan masih merugi, hal tersebut yang menyebabkan alasan bahwa:
  1. Bank JKL tidak meminta laporan audit hal tersebut juga ditunjang nilai kredit yang diperpanjang tidak mensyaratkan adanya Laporan Audit;
  2. Bank JKL menilai potensi untuk mengembangkan usaha masih sangat luas, sehingga bank meminta laporan proyeksi penjualan sebagai pendukung keputusan perpanjangan;
  3. Jaminan kredit sudah cukup untuk perpanjangan proses kredit;
Bahwa Pemohon Banding juga tidak menyetujui alasan penolakan Terbanding jika dikatakan tidak dapat menjelaskan secara rinci disertai bukti pendukung berkaitan dengan arus dokumen Surat Jalan dan Surat Perintah Kerja, yang diklaim Wajib Pajak bahwa keduanya merupakan pekerjaan maklon lokal berupa pengeleman kotak sepatu dan memasukkan sepatu ke dalam kotaknya sesuai gambar sepatu yang ditunjukkan oleh pemberi order dan dikerjakan oleh pekerja pabrik, dan bukan surat jalan penjualan lokal (dasar koreksi Pemeriksa);
Bahwa yang terjadi adalah Terbanding menemukan surat jalan dari pemaklon kepada Pemohon Banding yang seharusnya disandingkan dengan surat jalan dari Pemohon Banding ke pemaklon. Jika kedua surat itu disandingkan akan terlihat bahwa antara barang yang masuk dan yang keluar adalah sama dan tertera ongkos atas pekerjaan tersebut Rp100,00 (seratus rupiah) atau Rp150,00 (seratus lima puluh rupiah) di surat jalan. Dimana peneliti telah Pemohon Banding tunjukkan bukti-bukti tersebut (rekap terlampir);
Bahwa mengenai mengapa atas jasa tersebut tidak dilaporkan, Pemohon Banding telah menjelaskan bahwa, menurut Pemohon Banding nominal yang tidak dilaporkan tersebut tidak material, sehingga ongkos maklon tersebut Pemohon Banding serahkan pengelolaannya kepada karyawan untuk digunakan untuk acara penyelenggaraan 17 Agustus dan acara buka bersama (dokumen terlampir);
Bahwa Pemohon Banding telah memberikan informasi selengkaplengkapnya termasuk diantaranya :
  1. Alur proses produksi export beserta dokumen;
  2. Alur proses maklon lokal beserta dokumen;
  3. Rekap Sandingan Surat jalan dari perusahaan yang memberikan maklon kepada Pemohon Banding (surat barang masuk bagi Pemohon Banding) dan Surat Jalan dari Pemohon Banding (surat jalan barang keluar) dimana kalau disandingkan akan sama yang masuk dan keluar dengan nominal pcngerjaan Rp100,00 dan Rp150,00;
Bahwa surat jalan penjualan yang dianggap penjualan lokal oleh Terbanding adalah surat jalan untuk pengeluaran barang maklon berupa penyerahan jasa pemasangan lem inner sepatu yang ongkosnya Rp100,00 per pasang dan latek inner sepatu yang ongkosnya Rp150,00 per pasang sesuai dengan surat perintah kerja tanggal 05 Januari 2010 dengan jumlah yang telah dikerjakan sesuai rekap surat jalan terlampir dengan total tagihan sebesar Rp11.638.500,00 total perincian terlampir. (tertulis di surat jalan nominal Rp100,00 dan Rp150,00 dan peneliti mengetahui hal tersebut);
Bahwa barang maklon tersebut dapat Pemohon Banding buktikan dari sistem pencatatan akuntansi Pemohon Banding bahwa Pemohon Banding tidak mencatat persediaan pada saat barang masuk maupun keluar karena memang barang maklon bukan barang Pemohon Banding. Hal ini bisa ditelusuri dan pembelian bahan, pencatatan stok, laporan produksi, arus kas dan arus bank yang tidak ada ada pembelian bahan dsb bagaimana bisa menjual barang sebanyak itu. Begitupun harga pokoknya bagaimana cara menghitung kalau memang tidak memproduksi barang untuk penjulan lokal;
Bahwa perusahaan Pemohon Banding mengkhususkan produksi sepatu yang sangat spesifik modelnya untuk di export ke Eropa, yang tentunya tidak cocok dengan pasar dalam negeri. Pemohon Banding telah membawakan contoh sepatu yang Pemohon Banding produksi, dan telah difoto oleh peneliti, bukti bahwa sepatu Pemohon Banding tidak cocok untuk iklim di Indonesia, dan tidak dapat diserap oleh pasar lokal;
Bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui alasan penolakan Terbanding, terkait arsip surat pengajuan perpanjangan kredit, telah Pemohon Banding jelaskan bahwa untuk melakukan perpanjangan kredit, Pemohon Banding tidak perlu mengirimkan surat kepada Bank JKL, ketika pinjaman kredit Pemohon Banding akan jatuh tempo, Bank JKL, mengirimkan surat konfirmasi apakah pinjaman akan diperpanjang atau tidak, jika akan diperpanjang, diminta untuk melengkapi data-data yang diminta oleh Bank JKL;
Bahwa ketika data-data yang diminta Bank JKL terkait proses perpanjangan kredit telah Pemohon Banding penuhi, pihak bank akan mengambil data tersebut, atau Pemohon Banding yang akan menyerahkan data tersebut. Saat data-data telah lengkap, otomatis fasilitas kredit Pemohon Banding diperpanjang. Dari surat pemberitahuan perpanjangan kredit Bank JKL, dapat diketahui, bahwa Bank JKL meminta proyeksi penjualan;
Bahwa sehingga dapat disimpulkan, peneliti mengatakan bahwa Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan arsip surat pengajuan perpanjangan kredit ke Bank JKL adalah tidak tepat, karena yang membuat surat perpanjangan kredit adalah Bank JKL, pihak Pemohon Banding (debitur) diminta untuk melengkapi data-data yang diminta;
Sehingga menurut Pemohon Banding :

Peredaran usaha
menurut Pemohon Banding
menurut Terbanding
Koreksi
: Rp  28.602.852.446,00
: Rp  32.675.747.716,00
  Rp   4.072.895.270,00

Dari angka Rp4.072.895.270,00 dialokasikan perbulan berdasarkan prosentase jumlah hitungan Terbanding sehingga :
Penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri untuk masa Oktober 2010 adalah:

Menurut Pemohon Banding
Menurut Terbanding
Koreksi
Perhitungan PPN Kurang Bayar adalah.
Menurut Pemohon Banding
Menurut Terbanding
Koreksi
Sanksi administrasi dari koreksi Oktober 2010 adalah:
Menurut Pemohon Banding
Menurut Terbanding
Koreksi
Dan jumlah PPN yang masih harus dibayar adalah:
Menurut Pemohon Banding
Menurut Terbanding
Koreksi
= Rp       9.312.000,00
= Rp     93.147.040,00
= Rp     83.835.040,00

= Rp          931.200,00
= Rp       9.314.704,00
= Rp       8.383.504,00

= Rp          931.200,00
= Rp       9.314.704,00
= Rp       8.383.504,00

= Rp            44.400,00
= Rp     18.629.408,00
= Rp     18.585.008,00

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.55356/PP/M.VA/17/2014, tanggal 19 September 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Pajak Nomor KEP-787/WPJ.24/2013 tanggal 12 Juli 2013 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Masa Pajak Oktober 2010 Nomor: 00010/307/10/643/12 tanggal 26 April 2012 atas nama PT. DFG Indonesia, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, beralamat di Jalan SS Nomor 6, RT 007 RW 001, Tambak Rejo, Waru, Sidoarjo, sehingga Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Masa Pajak Oktober 2010 atas nama Pemohon Banding ditetapkan dengan perhitungan sebagai berikut:

Ekspor
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut
menurut Terbanding
Penyerahan PPN yang tidak dapat dipertahankan
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Jumlah Penyerahan hasil persidangan
PPN-nya yang harus dipungut
Pajak Masukan (Kredit Pajak) yang dapat diperhitungkan
Telah diperhitungkan dengan SKPLB
Pajak Masukan (Kredit Pajak) yang dapat dikreditkan
PPN Kurang (lebih) dibayar
Sanksi Administrasi : Pasal 15 ayat (2)
PPN yang kurang (lebih) dibayar
Rp    446.781.617,00
Rp    102.237.617,00

Rp      92.925.039,00
Rp        9.312.000,00
Rp    456.093.617,00
Rp           931.200,00
Rp      99.746.614,00
(Rp    98.815.414,00)
Rp          909.000,00
Rp            22.200,00
Rp            22.200,00
Rp            44.400,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put-55356/PP/M.VA/17/2014, tanggal 19 September 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 16 Oktober 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa khusus Nomor SKU-3632/PJ/2014 tanggal 23 Desember 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 7 Januari 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 7 Januari 2015;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 6 April 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 8 Mei 2015;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, meneliti, dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.55356/PP/M.VA/17/2014 tanggal 19 September 2014 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
    1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo halaman 42 sampai dengan 43 yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Bahwa berdasarkan penjelasan dan penelitian atas bukti-bukti yang disampaikan para pihak dalam persidangan, diketahui hal-hal sebagai berikut:
      Bahwa data yang tercantum dalam dokumen berupa Rekap Penjualan Export 2010 adalah data transaksi Penjualan Export yang dirinci per bulan dengan mencantumkan Nomor Pendaftaran PEB, Nomor dan Tanggal Invoice, Quantity (Pairs), Nama Pembeli, Negara, Total (dalam $), Kurs Pajak, Total (dalam Rp.) dengan Total Penjualan Export sebesar $ 3,061,698.36 setara dengan Rp27.960.110.637,00;
      Bahwa data lain yang tercantum dalam dokumen a quo adalah data Jasa & Penjualan Lokal dengan Total sebesar Rp4.130.347.770,00 tanpa ada rincian sebagaimana untuk data penjualan export;
      Bahwa data yang terdapat dalam SPK dan Surat Jalan Barang Keluar tidak dapat dibuktikan sebagai penjualan lokal atas produk berupa sepatu dan sandal melainkan hanya penyerahan jasa maklon yang diakui oleh Pemohon Banding atas pendapatannya sebesar
      Rp11.638.500,00 tidak dilaporkan di SPT PPh Badan ;
      Bahwa Terbanding tidak melakukan pengujian arus uang dan arus barang yang menguatkan dan membuktikan pendapat Terbanding adanya penjualan lokal yang belum atau tidak dilaporkan oleh Pemohon Banding sehingga pendapat Terbanding bahwa ada penjualan lokal yang tidak dilaporkan hanya didasarkan pada dugaan;
      Bahwa menurut Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang KUP beserta memori penjelasannya menyatakan bahwa pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
      Bahwa oleh karena sengketa banding atas koreksi DPP PPN untuk masa Oktober 2010 bersumber dari koreksi Terbanding atas Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533,770,00 pada PPh Badan dan karena penyelesaian sengketa banding atas koreksi Terbanding tersebut tidak dapat dipertahankan oleh Majelis, maka Majelis juga berpendapat bahwa koreksi DPP PPN sebesar Rp93.147.039,00 untuk masa Oktober 2010 juga tidak dapat dipertahankan;
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
      2.1.
      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Undang-Undang Pengadilan Pajak), antara lain mengatur :
      Pasal 69 ayat (1)
      Alat bukti dapat berupa:
      1. Surat atau tulisan;
      2. Keterangan Ahli;
      3. Keterangan para Saksi;
      4. Pengakuan para Pihak; dan/atau;
      5. Pengetahuan Hakim;
      Pasal 76:
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
      Pasal 78:
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
      2.2.
      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009, mengatur antara lain:
      Pasal 1 angka 29:
      Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut;
      Pasal 28 ayat (1):
      1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan;
      1. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
      1. (5) Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual dan stelsel kas;
      1. (7) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;
      1. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final;
      1. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau ditempat kedudukan Wajib Pajak badan;
      1. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
      2. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut;
      2.3.
      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Undang-Undang PPN), antara lain diatur sebagai berikut:
      Pasal 4
      1. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
        1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
        2. Impor Barang Kena Pajak;
        3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
        4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
        5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, atau;
        6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
        7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
        8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
      2. Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenal pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;

    1. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.55356/PP/M.VA/17/2014 tanggal 19 September 2014 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan penjelasan sebagai berikut:
      3.1.
      Bahwa berdasarkan penelitian pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), Termohon Peninjauan Kembali bergerak dalam bidang Usaha Industry sepatu dengan KLU: 15201 = Industri Alas Kaki Untuk Keperluan Sehari-hari. Termohon Peninjauan Kembali beralamat di Jalan SS Nomor X, RT.00X, RW.00X, Tambakrejo, Sidoarjo;
      3.2.
      Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali melakukan koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00 dengan didasarkan pada hasil pemeriksaan, ditemukan Rekap Penjualan selama Tahun 2010 dalam Laporan Keuangan Tahun 2010 yang disampaikan ke Bank. Berdasarkan hasil Rekapitulasi Penjualan tahun 2010, dan dibandingkan dengan SPT Tahunan PPh Badan, diketahui terdapat selisih penjualan sebesar Rp4.084.533.770,00 dengan perincian berikut:

      Uraian Menurut Koreksi
      SPT/WP (Rp) Pemeriksa (Rp)
      Penjualan sepatu Eksport
      Jasa maklon
      Penjualan Sepatu Lokal
      28.545.399.946,00
      45.814.000,00
      -
      28.545.399.946,00
      45.814.000,00
      4.084.533.770,00
      -
      -
      4.084.533.770,00
      Jumlah  28.591.213.946,00 32.675.747.716,00 4.084.533.770,00
      3.3.
      Bahwa selain itu, Pemeriksa juga menemukan surat jalan barang keluar tahun 2010 dimana nilai dari SPK sebesar 19.196 pasang dan Surat Jalan Barang Keluar sebesar 113.134 pasang. Hal ini semakin menguatkan koreksi Pemeriksa bahwa terdapat penjualan yang tidak dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam SPT Tahunan PPh Badan;
      3.4.
      Bahwa faktanya, dalam proses keberatan, kepada Termohon Peninjauan Kembali telah diminta data dan dokumen yang dapat mendukung alasan keberatannya. Namun Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat memberikan data-data yang mendukung pendapatnya, bahwa Laporan Keuangan yang diberikan kepada Bank JKL adalah dalam rangka untuk mendapat perpanjangan kredit. Selain itu Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menjelaskan secara rinci disertai dengan data pendukung, berkaitan dengan arus Dokumen Surat Jalan dan Surat Perintah Kerja, yang diklaim Termohon Peninjauan Kembali bahwa keduanya merupakan pekerjaan maklon lokal, bukan merupakan penjualan bagi Termohon Peninjauan Kembali.
      Berdasarkan hal tersebut maka koreksi tetap dipertahankan;
      3.5.
      Bahwa koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00, merupakan penjualan lokal (berupa JKP dan BKP) yang belum dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali. Bahwa ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, mengatur antara lain:
      Pasal 4:
      1. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
        1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
        2. Impor Barang Kena Pajak;
        3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
        4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
        5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
        6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
        7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
        8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
      1. Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenal pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
        Dengan demikian, maka atas peredaran usaha berupa penjualan lokal berupa penyerahan BKP dan JKP (jasa maklon dan penjualan sepatu/sandal) sebesar Rp4.084.533.770,00, yang belum dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali, sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf a dan c Undang-Undang PPN, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
      3.6.
      Bahwa selanjutnya, atas koreksi DPP PPN berupa Penyerahan yang PPN-nya Harus Dipungut sebesar Rp4.084.533.770,00 tersebut, dialokasikan per masa pajak sesuai Surat Jalan Barang Keluar, sehingga diperoleh koreksi DPP PPN per masa pajak sebagai berikut:

      No Masa Menurut Pemohon Banding Menurut Terbanding Koreksi
      Jasa Maklon Penjualan Lokal Jasa Maklon Penjualan Lokal
      1
      2
      3
      4
      5
      6
      7
      8
      9
      10
      11
      12
      Januari
      Februari
      Maret
      April
      Mei
      Juni
      Juli
      Agustus
      September
      Oktober
      November
      Desember
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      9.090.000,00
      9.090.000,00
      9.090.000,00
      9.272.000,00
      9.272.000,00
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      -
      9.090.000,00
      9.090.000,00
      9.090.000,00
      9.272.000,00
      9.272.000,00
      43.504.722,00
      200.230.031,00
      303.169.430,00
      614.698.251,00
      665.495.881,00
      574.515.052,00
      1.075.234.543,00
      509.853.677,00
      4.585.145,00
      93.147.039,00
      -
      -
      43.504.722,00
      200.230.031,00
      303.169.430,00
      614.698.251,00
      665.495.881,00
      574.515.052,00
      1.075.234.543,00
      509.853.677,00
      4.585.145,00
      93.147.039,00
      -
      -
      Jumlah 45.814.000,00 -
      45.814.000,00 4.084.533.770,00 4.084.533.770,00

      Bahwa berdasarkan table di atas, diketahui besarnya Koreksi DPP PPN Masa Pajak Oktober 2010 adalah sebesar Rp93.147.039,00;
      3.7.
      Bahwa atas koreksi DPP PPN Masa Pajak Oktober 2010 sebesar Rp93.147.039,00 Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutuskan untuk tidak mempertahankan koreksi sebesar Rp93.147.039,00 (karena jumlah koreksi DPP PPN yang diajukan banding adalah Rp93.147.039,00), dengan pertimbangan antara lain:
      1. Bahwa koreksi DPP PPN bersumber dari adanya koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00, yang kemudian dialokasikan ke tiap masa pajak berdasarkan perhitungan tertentu yang dikaitkan dengan jumlah sandal/sepatu yang ada dalam Surat Jalan Barang Keluar;
      2. Bahwa atas sengketa koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00 Majelis Hakim memutuskan untuk tidak mempertahankan koreksi dengan pertimbangan antara lain:
        • Bahwa data yang tercantum dalam Rekap Penjualan Export 2010 adalah data transaksi penjualan eksport selama tahun 2010 yang dirinci perbulan dengan nilai eksport setara Rp27.960.110.637,00. Selain itu, terdapat data Jasa dan Penjualan Lokal sebesar Rp4.130.347.770,00;
        • Data berupa SPK dan Surat jalan Barang Keluar tidak dapat membuktikan penjualan lokal;
        • Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak melakukan pengujian arus uang dan arus barang, yang dapat membuktikan pendapat Pemohon Peninjauan Kembali bahwa terdapat penjualan lokal yang belum dan tidak dilaporkan, sehingga pendapat Pemohon Peninjauan Kembali tersebut hanya didasarkan pada dugaan;
        • Bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali hanya merupakan dugaan dan tidak didasarkan pada bukti yang kuat sebagaimana dimaksud dalam Pasa; 29 ayat (2) Undang-Undang KUP yang menyebutkan bahwa “pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan perundang-undangan perpajakan”
      3.8.
      Bahwa atas pendapat Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi DPP PPN Masa Pajak Oktober 2010 tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagai berikut:
      1. Bahwa koreksi DPP PPN berasal dari koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00 berupa penyerahan Penjualan lokal yang belum dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali;
      2. Bahwa koreksi Peredaran Usaha merupakan koreksi atas penjualan lokal (BKP berupa sepatu/sandal) yang berlum dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam SPT (SPT Tahunan dan SPT Masa PPN) yang disampaikan ke Pemohon Peninjauan Kembali. Bahwa koreksi tersebut berasal dari penjualan lokal BKP dan JKP, yang sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf a dan huruf c Undang-Undang PPN, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
      3. Selanjutnya atas koreksi DPP PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2010 sebesar Rp4.084.533.770,00 dialokasikan ke tiap masa pajak sesuai dengan persentase quantity barang yang tercantum dalam dokumen Surat Jalan Barang Keluar, dengan perincian sebagai berikut:

        No Masa Menurut Pemohon Banding Menurut Terbanding Koreksi
        Jasa Maklon Penjualan Lokal Jasa Maklon Penjualan Lokal
        1
        2
        3
        4
        5
        6
        7
        8
        9
        10
        11
        12
        Januari
        Februari
        Maret
        April
        Mei
        Juni
        Juli
        Agustus
        September
        Oktober
        November
        Desember
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        9.090.000,00
        9.090.000,00
        9.090.000,00
        9.272.000,00
        9.272.000,00
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        -
        9.090.000,00
        9.090.000,00
        9.090.000,00
        9.272.000,00
        9.272.000,00
        43.504.722,00
        200.230.031,00
        303.169.430,00
        614.698.251,00
        665.495.881,00
        574.515.052,00
        1.075.234.543,00
        509.853.677,00
        4.585.145,00
        93.147.039,00
        -
        -
        43.504.722,00
        200.230.031,00
        303.169.430,00
        614.698.251,00
        665.495.881,00
        574.515.052,00
        1.075.234.543,00
        509.853.677,00
        4.585.145,00
        93.147.039,00
        -
        -
        Jumlah 45.814.000,00 -
        45.814.000,00 4.084.533.770,00 4.084.533.770,00

        Bahwa untuk Masa Pajak Oktober 2010 besarnya Koreksi DPP PPN adalah sebesar Rp93.147.039,00;
      4. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa koreksi DPP PPN tersebut mengikuti koreksi Peredaran Usaha dalam sengketa PPh Badan 2010. Bahwa atas sengketa koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00 diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dengan alasan antara lain:
        1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali melakukan koreksi dengan didasarkan pada hasil pemeriksaan, ditemukan adanya Rekap Penjualan selama Tahun 2010, yang merupakan satu kesatuan (lampiran) Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali yang disampaikan ke Bank JKL;
        2. Bahwa berdasarkan penjelasan Termohon Peninjauan Kembali, untuk mendapatkan perpanjangan kredit dari Bank JKL, Termohon Peninjauan Kembali diminta Laporan Keuangan Tahun 2010 beserta Laporan Penjualannya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa Laporan Keuangan tersebut merupakan Laporan Keuangan yang dibuat oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam rangka tujuan mendapatkan fasilitas perpanjangan kredit Bank JKL;
        3. Bahwa Laporan Keuangan merupakan output dari pembukuan perusahaan. Pembukuan merupakan kegiatan pencatatan kegiatan ekonomi (transaksi) ke dalam jurnal.
          Pembukuan merupakan salah satu step dari siklus akuntansi. Salah satu tujuan proses akuntansi adalah menyediakan Laporan Keuangan. Laporan Keuangan mencerminkan kondisi Perusahaan untuk suatu periode tertentu;
        4. Ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 menyebutkan antara lain:
          Pasal 1 angka 29;
          Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut;
          Pasal 28:
          1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan;
          1. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
          1. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual dan stelsel kas;
          1. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;
          1. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final;
          1.  Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau ditempat kedudukan Wajib Pajak badan;
        Sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang KUP, disebutkan bahwa Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. Sehingga output dari pembukuan berupa Laporan Keuangan, juga mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
        Terkait dengan hal itu, maka Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali (meskipun tidak diaudit), yang disampaikan ke Bank JKL dalam rangka memperoleh fasilitas perpanjangan kredit, juga mencerminkan keadaan dan kegiatan usaha yang sebenarnya;
        1. Bahwa berdasarkan hasil penelitian terhadap Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali yang disampaikan ke Bank JKL beserta Lampirannya berupa Rekap Penjualan 2010, diketahui antara lain bahwa Nilai Penjualan Termohon Peninjauan Kembali selama periode Tahun 2010 sebesar Rp32.675.747.716,00 (penjualan ekspor dan penjualan lokal). Sementara nilai Penjualan (ekspor dan local) menurut Termohon Peninjauan Kembali yang dilaporkan dalam Laporan SPT Tahunan PPh Badan, nilai Peredaran Usaha sebesar Rp28.591.213.946,00. Sehingga terdapat selisih senilai Rp4.084.533.770,00
          dengan perhitungan berikut:
          Peredaran Usaha
          Peredaran Usaha menurut SPTIWT
          Peredaran Usaha menurut Pemeriksa
          Koreksi
          Rp28.591.213.946,00
          Rp32.675.747.716,00
          Rp 4.084.533.770,00

          Kemudian dalam proses pemeriksaan, Pemohon Peninjauan Kembali juga menemukan dokumen berupa Surat Jalan Barang keluar tahun 2010 dimana nilai dari SPK sebesar 19.196 pasang dan Surat Jalan Barang Keluar sebesar 113.134 pasang. Hal ini semakin menguatkan koreksi Pemeriksa bahwa terdapat penjualan yang tidak dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam SPT Tahunan PPh Badan;
          Dengan demikian, rincian koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00 seluruhnya merupakan penjualan lokal, dengan perincian berikut:
          Uraian Menurut Koreksi
          SPT/WP (Rp) Pemeriksa (Rp)
          Penjualan sepatu Eksport
          Jasa maklon
          Penjualan Sepatu Lokal
          28.545.399.946,00
          45.814.000,00
          -
          28.545.399.946,00
          45.814.000,00
          4.084.533.770,00
          -
          -
          4.084.533.770,00
          Jumlah  28.591.213.946,00 32.675.747.716,00 4.084.533.770,00

        1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali melakukan koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00 setelah melalui proses pemeriksaan terhadap data-data dan dokumen Termohon Peninjauan Kembali berupa Laporan Keuangan ke bank JKL, Rekap Penjualan 2010, dokumen Surat Jalan Keluar dan dokumen SPK serta SPT Tahunan PPh Badan tahun Pajak 2010 beserta lampirannya. Sehingga lebih dari satu alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
        2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dengan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas Peredaran Usaha didasarkan pada hasil dugaan, tanpa pemeriksaan lebih lanjut dengan pengujian arus uang dan arus barang, karena:
        • Faktanya, koreksi Peredaran Usaha diperoleh dari hasil perbandingan nilai Penjualan yang dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam SPT Tahunan PPh Badan 2010 dengan nilai Penjualan yang dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam Laporan Keuangan yang disampaikan ke pihak Bank JKL (pihak ketiga) serta dokumen SPK dan Surat Jalan Barang Keluar;
        • Faktanya, Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan bahwa Selisih tersebut bukan merupakan penjualan, karena berdasarkan Surat Jalan Keluar dan SPK (Surat Perintah Kerja) diketahui terdapat pengiriman barang keluar sejumlah 113.134 pasang sepatu/sandal yang tidak bisa dijelaskan oleh Termohon Peninjauan Kembali;
        • Bahwa Pembukuan harus diselenggerakan dengan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya, namun faktanya terdapat nilai penjualan yang dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali ke Pemohon Peninjauan Kembali dalam SPT Tahunan PPh Badan 2010 dengan Nilai penjualan yang dilaporkan ke Bank JKL;
        • Bahwa Pengujian Arus Uang dan Arus Barang tidak dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali, karena faktanya Penjualan tersebut tidak dicatat dalam pembukuan Termohon Peninjauan Kembali yang disampaikan ke Pemohon Peninjauan Kembali dan tidak dilaporkan dalam Laporan Keuangan yang disampaikan ke Pemohon Peninjauan Kembali, sehingga pengujian Arus Uang dan Arus Barang, tidak akan menemukan adanya penjualan yang tidak dilaporkan, karena data Laporan Keuangan dan pembukuan yang sampaikan ke Pemohon Peninjauan Kembali, berbeda dengan Laporan Keuangan yang disampaikan ke Bank JKL;
        • Bahwa beban pembuktian ada pada Termohon Peninjauan Kembali. Di mana seharusnya Termohon Peninjauan Kembalilah yang harus menjelaskan, mengapa terdapat perbedaan Laporan Keuangan (nilai Penjualan) antara yang dilaporkan ke bank dan dilaporkan ke Pemohon Peninjauan Kembali;
        1. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00 didasarkan pada fakta dan bukti-bukti dokumen yang ada.
          Sehingga atas koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00 yang tidak dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali, sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, merupakan objek Pajak Penghasilan bagi Termohon Peninjauan Kembali;
        2. Bahwa ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
        Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapat Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp4.084.533.770,00 tidak sesuai dengan fakta dan bukti-bukti yang ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
      5. Bahwa oleh karena sengketa koreksi DPP PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2010 terkait dengan sengketa koreksi Peredaran Usaha dalam PPh Badan, maka pembahasannya mengikuti uraian dalam sengketa koreksi PPh Badan 2010, sebagaimana diuraikan di atas;
      3.9.
      Bahwa dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa koreksi DPP PPN berupa Penyerahan yang PPN-nya Harus Dipungut Sendiri Masa Pajak Oktober 2010 sebesar Rp93.147.039,00 didasarkan pada fakta dan bukti-bukti dokumen yang ada. Dimana berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui terdapat Penyerahan BKP (sepatu dan sandal) yang belum dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali, dimana sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf a dan c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, terutang PPN;
      3.10.
      Bahwa ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
      3.11.
      Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapat Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi DPP PPN Masa Pajak Oktober 2010 sebesar Rp92.925.039,00 tidak sesuai dengan fakta dan bukti-bukti yang ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
    1. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu,Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.55356/PP/M.VA/17/2014 tanggal 19 September 2014 harus dibatalkan;
  1. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.55356/PP/M.VA/17/2014tanggal 19 September 2014 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Pajak Nomor KEP-783/ WPJ.24/2013 tanggal 12 Juli 2013 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Masa Pajak Juli 2010 Nomor 00007/307/10/643/12 tanggal 26 April 2012 atas nama PT DFG Indonesia, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, beralamat di Jalan SS Nomor X, RT 00X RW 00X, Tambak Rejo, Waru, Sidoarjo, sehingga Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Masa Pajak Oktober 2010 ditetapkan dengan perhitungan sebagaimana perhitungan tersebut di atas, adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-787/WPJ.24/2013 tanggal 12 Juli 2013, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Masa Pajak Oktober 2010 Nomor 00010/307/10/643/12 tanggal 26 April 2012 atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp44.400,00 adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan uang PPN-nya dipungut sendiri Masa Pajak Oktober 2010 sebesar Rp93.147.039,00 (sembilan puluh tiga juta seratus empat puluh tujuh ribu tiga puluh sembilan Rupiah) yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo dilakukan berdasarkan analisa yang dibuat berdasarkan surat jalan kemudian dihitung berdasarkan quantity dengan membagi jumlah angka proyeksi dibagi jumlah sepatu adalah sangat tidak berdasar dan oleh karenanya Koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 17 Mei 2017 oleh Dr. H. XYZ, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.M. FFF, S.H., M.S., dan Dr. GGG, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak;



Anggota Majelis :

        ttd/

Dr. H.M. FFF, S.H., M.S.,

        ttd/

Dr. GGG, S.H., M.Hum.,






Biaya – biaya :
1.  M e t e r a i…………….. Rp        6.000,00
2.  R e d a k s i…………….. Rp        5.000,00
3.  Administrasi ………..….   Rp 2.489.000,00
Jumlah ……….                      Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

Dr. H. XYZ, S.H., M.H.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H.,M.H.



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara


H. RTY, SH.
NIP. : XXXX0XXX XXXX0X X 00X