Putusan Mahkamah Agung Nomor : 245/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51153/PP/M.XA/16/2014 tanggal 10 Maret 2014 yang telah berkek


 

PUTUSAN
Nomor 245/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal SS Nomor 40 - 42, Jakarta, XXXX0;
Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal SS Nomor 40 - 42, Jakarta, XXXX0, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1548/PJ./2014 tanggal 12 Juni 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. DFG INDONESIA, tempat kedudukan di Gedung KL Lantai 11, Jalan Jenderal SD Kav. 26, Kelurahan Karet Setiabudi, Jakarta Selatan, XXXX0 (Alamat sesuai Keputusan: Jalan DF KM. 4, SD, Rorotan, Jakarta, XXXX0);
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51153/PP/M.XA/16/2014 tanggal 10 Maret 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa bersama ini Pemohon Banding mengajukan banding atas Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-121/PJ./2013 tanggal 19 Maret 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor: 00188/207/07/059/12 tanggal 12 Januari 2012 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-00051/WPJ.07/KP.0903/2012 tanggal 1 Juni 2012 Masa Pajak September 2007 sebesar Rp.31.507.720,00. Pemohon Banding mengajukan banding karena keberatan yang Pemohon Banding ajukan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2007 di atas disetujui sebagian oleh Terbanding;

Aspek Formal;
  1. Pengajuan banding Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-121/PJ./2013 tanggal 19 Maret 2013, sehingga surat banding yang Pemohon Banding ajukan masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksudkan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
  2. Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 menyebutkan:
    “Dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah pajak terutang dibayar 50%”. Untuk jelasnya akan Pemohon Banding uraikan sebagai berikut:

    Pajak Keluaran
    50% X Pajak Keluaran
    Pajak Masukan
    Lebih Bayar
    Rp. 1.958.852.384,00
    Rp.    979.426.192,00
    Rp. 1.888.852.384,00
    Rp.    909.426.192,00

Bahwa Pemohon Banding telah melunasi Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp.103.600.000,00 tanggal 29 Februari 2012. Sehingga surat banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak oleh sebab itu dimohon kepada Majelis yang terhormat untuk dapat membahas pokok sengketa materi;

Aspek Material;
  1. Bahwa yang menjadi pokok sengketa materi dalam pengajuan banding ini adalah koreksi Pajak Pertambahan Nilai Masukan Masa Pajak September 2007 sebesar Rp.31.507.720,00 yang mana menurut Terbanding bahwa dari Prosedur konfirmasi PK-PM jawaban dari KPP Penjual dijawab Tidak Ada;
  2. Sedangkan menurut Pemohon Banding sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau Pasal 16F Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah “antara lain menyebutkan sepanjang pembeli tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar”. Sedangkan Pemohon Banding dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51153/PP/M.XA/16/2014 tanggal 10 Maret 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-121/PJ/2013 tanggal 19 Maret 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2007 Nomor: 00188/207/07/059/12 tanggal 12 Januari 2012 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-00051/WPJ.07/KP.0903/2012 tanggal 1 Juni 2012, atas nama PT. DFG Indonesia, NPWP: 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, Jenis Usaha: Jasa Konstruksi, beralamat di Jalan DF KM 4, SD, Rorotan, Jakarta, XXXX0 (d/a Gedung KL Lantai 11, Jalan JS Kav. 26, Karet Setiabudi, Jakarta Selatan), sehingga penghitungan menjadi sebagai berikut:

No. Uraian Jumlah (Rp)
1
Dasar Pengenaan Pajak: 19.588.523.742,00
2
Pajak Keluaran: 1.958.852.384,00
3
Kredit Pajak 1.949.396.684,00
4
PPN yang kurang/(lebih) dibayar 9.455.700,00
5
Sanksi Administrasi 4.538.736,00
6
PPN yang masih harus dibayar 13.994.436,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51153/PP/M.XA/16/ 2014 tanggal 10 Maret 2014 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 1 April 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 12 Juni 2014 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 26 Juni 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 26 Juni 2014;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 19 Desember 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban Memori Peninjauan Kembali sebagaimana Surat Keterangan Tidak Menyerahkan Kontra Memori Peninjauan Kembali Nomor TKM-83/PAN.Wk/2016 Tanggal 12 Februari 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomorgh 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.51153/PP/M.XA/16/2014 Tanggal 10 Maret 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding),sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.51153/PP/M.XA/16/2014 Tanggal 10 Maret 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak):
“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
  1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.51153/PP/M.XA/16/2014 Tanggal 10 Maret 2014, atas nama PT. DFG Indonesia (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui Surat Nomor P.392/PAN.Wk/2014 tanggal 27 Maret 2014 dengan cara disampaikan secara langsung kepada  Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal3 April 2014sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen X0XX0X0X0XXX.
  2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 UU Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.51153/PP/M.XA/16/2014 Tanggal 10 Maret 2014 ini ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Sengketa Koreksi Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan Sebesar Rp21.289.000,00 terkait Jawaban Konfirmasi "Tidak Ada" yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajaksebagaimana tertuang dalam putusan a quo, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 19 - 20:
Bahwa dalam uji kebenaran materil data Pemohon Banding dengan Terbanding pada tanggai 3 Desember 2013 diperoleh keterangan sebagai berikut:
  • Bahwa Pemohon Banding dapat menunjukkan bukti untuk pengujian arus uang atas Pajak Masukan sebesar Rp11.833.300,00 akan tetapi tidak dapat melakukan uji arus barang;
  • Bahwa atas koreksi Pajak Masukan sebesar Rp9.455.700,00 yang dikoreksi karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f jo. Pasal 13 ayat (5) huruf g, faktur Pajak Masukan sebesar Rp 5.518.500,00 dan sebesar Rp600.000,00 terbukti tidak mencantumkan jabatan yang menandatangani faktur pajak, sedangkan faktur Pajak Masukan sebesar Rp3.937.200,00 Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan faktur pajaknya;
Bahwa dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), diatur:
"Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukan bukti bahwa pajak telah dibayar";
Bahwa berdasarkan data dan keterangan di atas serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, Majelis berpendapat:
  • Bahwa oleh karenanya atas hasil konflrmasi oleh Terbanding yang jawabannya "tidak ada", Pemohon Banding telah dapat menunjukkan bukti arus uang dan yang membuktikan bahwa Pajak Masukan sebesar Rp 11.833.300,00 telah dibayar oleh Pemohon Banding, sehingga berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan a quo, tidak lagi dapat dibebani tanggungjawab;
  • Bahwa Pajak Masukan sebesar Rp11.833.300,00 tersebut dapat dikreditkan;
  • Bahwa atas Pajak Masukan sebesar Rp5.518.500,00 sebesar Rp600.000,00 terbukti tidak mencantumkan jabatan yang menandatangani faktur pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang PPN a quo, sehingga berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN tidak dapat dikreditkan;
  • Bahwa atas Pajak Masukan sebesar Rp3.937.200,00 yang dikoreksi oleh Terbanding karena Pemohon Banding tidak mencantumkan jabatan yang menandatangani faktur pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang PPN a quo, dalam Uji Kebenaran Materiil Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan faktur pajaknya, sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan;
Bahwa Majelis berkesimpulan, koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp.21.289.000,00, maka sebesar Rp11.833.300,00 tidak dapat dipertahankan dan sebesar Rp9.455.700,00 tetap dipertahankan;
    1. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
      2.1.
      Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
      Pasal 69 ayat (1):
      Alat bukti dapat berupa:
      1. Surat atau tulisan;
      2. Keterangan ahli;
      3. Keterangan para saksi;
      4. Pengakuan para pihak; dan/atau
      5. Pengetahuan Hakim;
      Penjelasan Pasal 69 ayat (1):
      Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.
      Pasal 76:
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
      Penjelasan Pasal 76:
      Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan.
      Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
      Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan.
      Pemohon Banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atau tergugat harus diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat untuk diberikan jawaban.
      Pasal 77 ayat (3):
      Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
      Pasal 78:
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perUndang-Undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
      Penjelasan Pasal 78:
      Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
      Pasal 91 huruf c dan huruf e:
      Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
      1. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c;
      1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
      2.2.
      Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 18 Tahun 2000:
      Pasal 28 ayat (1):
      Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.
      Pasal 28 ayat (11):
      Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan.
      2.3.
      Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewahsebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 1 angka 23:
      Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak,atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
      Pasal 1 angka 24:
      Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
      Pasal 9 ayat (2):
      Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
      Pasal 9 ayat (8) huruf f:
      Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).
      Pasal 13 ayat (1):
      "Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c."
      Penjelasan Pasal 13 ayat (1):
      bahwa dalam hal terjadi penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP itu wajib memungut PPN yang terutang danmemberikan Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak;
      Pasal 13 ayat (5):
      “Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat”:
      1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
      2. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak;
      3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
      4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
      5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
      6. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
      7. Nama, Jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
      Penjelasan Pasal 13 ayat (5) antara lain menyatakan:
      Faktur Pajak merupakan bukti pemungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan;
      2.4.
      Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Sistem Informasi Perpajakan:
      Pasal 1:
      Konfirmasi Faktur Pajak dengan aplikasi Sistem Informasi Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan keterangan tentang keabsahan Faktur Pajak.
      Pasal 2:
      Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan adalah sebagaimana diatur dalam lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini;
      Lampiran I butir 1.4.1.3.2.:
      Apabila jawaban klarifikasi menyatakan "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
      Lampiran I butir 1.4.1.3.3.:
      Tindak lanjut yang harus dilakukan bagi unit/kantor yang meminta konfirmasi apabila jawaban konfirmasi dijawab "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena:
      • Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP; atau
      • PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang bersangkutan;
      Maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat, dikreditkan.
      Lampiran I butir 1.4.1.3.4.:
      Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman permintaan klarifikasi dikirimkan melalui faksimile jawaban klarifikasi belum/tidak diterima dan apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan atau arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
      2.5.
      Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-755/PJ./2001 tentang Penyampaian Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-754/PJ./2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Sistem Informasi Perpajakan:
      Konfirmasi Faktur Pajak merupakan salah satu prosedur administrasi yang dilakukan untuk mengawasi pemenuhan kewajiban PPN. Oleh karena itu Konfirmasi Faktur Pajak tidak hanya dilakukan dalam rangka tindakan pemeriksaan.
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajaksebagaimana diuraikan dalam butir V.I di atas, dengan alasan sebagai berikut:
      3.1.
      Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak September 2007 senilai Rp70.000.000,00 dengan didasarkan pada Hasil Klarifikasi 16 Faktur Pajak dengan jawaban “Tidak Ada, yang terdiri dari:

      No.
      Nama PKP Penjual/NPWP
      Nomor Faktur
      Pajak
      Tanggal Faktur
      Pajak
      Jumlah
      (Rp)
      1
      CV. HJK
      0X.XX0.XX0.X-0XX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX
      7 Sept 2007
      4.840.000,00
      2
      CV. HJK
      0X.XX0.XX0.X-0XX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 10 Sept 2007 7.400.000,00
      3
      CV. HJK
      0X.XX0.XX0.X-0XX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 21 Sept 2007 951.000,00
      4
      CV. HJK
      0X.XX0.XX0.X-0XX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 20 Sept 2007 6.040.750,00
      5
      CV. HJK
      0X.XX0.XX0.X-0XX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 24 Sept 2007 5.792.550,00
      6
      CV. HJK
      0X.XX0.XX0.X-0XX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 24 Sept 2007 7.555.500,00
      7
      CV. HJK
      0X.XX0.XX0.X-0XX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 24 Sept 2007 657.000,00
      8
      CV. HJK
      0X.XX0.XX0.X-0XX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 27 Sept 2007 4.770.000,00
      9
      CV. HJK
      0X.XX0.XX0.X-0XX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 27 Sept 2007 4.927.500,00
      10
      CV. JKL
      0X.0X0.XXX.X-XXX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 07 Sept 2007 3.937.200,00
      11
      CV. JKL
      0X.0X0.XXX.X-XXX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 28 Sept 2007 4.918.500,00
      12
      CV. LMN
      0X.XXX.XXX.X-XXX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 03 Sept 2007 2.080000,00
      13
      CV. LMN
      0X.XXX.XXX.X-XXX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 12 Sept 2007 2.070.000,00
      14
      PT. MNO
      0X.X0X.XXX.X-XXX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 06 Sept 2007 10.900.000,00
      15
      PT. MNO
      0X.X0X.XXX.X-XXX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 26 Sept 2007 2.560.000,00
      16
      PT.  PQR
      0X.XXX.XXX.X-0XX.000
      0X0-000.0X.000.00XXX 03 Sept 2007 600.000,00
      Jumlah
      70.000.000,00
      3.2.
      Bahwa didalam proses keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)tetap mempertahankan sebagian koreksi senilai Rp21.289.000,00 dan tidak mempertahankan sebagian koreksi Pemeriksa senilai Rp48.711.000,00, dengan pertimbangan sebagai berikut:
      3.3.
      Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan hasil Keputusan Keberatan, dan mengajukan banding dengan alasan bahwa:
      • Sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau Pasal 16F Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah "antara lain menyebutkan bahwa Pembeli BKP atau Penerima JKP bertanggungjawab secara renteng, sepanjang pembeli tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar, Sedangkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar;
      • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat membuktikan atas Pajak Masukan sebesar Rp21.289.000,00 telah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bayar, maka Pajak Masukan Masa Pajak September 2007 tersebut dapat diterima;
      3.4.
      Bahwa Majelis Hakim memutuskan untuk mengabulkan sebagian koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa September 2007 senilai Rp21.289.000,00 dengan pertimbangan berikut:
      • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan koreksi yang dipertahankan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebesar Rp21.289.000,00 dengan alasan bahwa sesuai dengan transaksi yang dilakukan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah melakukan pembayaran kepada supplier atas pembelian barang atau jasa, dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat membuktikan arus uang;
      • Bahwa terkait pembuktian arus barang, menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sering berpindah-pindah tempat maka dokumen arus barang tidak dapat ditemukan, dan juga ada peminjaman dari BPKP;
      • Bahwa untuk mendukung alasannya, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyerahkan fotokopi Surat Tim Optimalisasi Penerimaan Negara Nomor S-101/OPN.Teknis.3.1.3/XI/2008 tanggal 24 November 2008 Hal Permintaan Peminjaman Buku atau Catatan, dan Dokumen;
      • Bahwa dalam lampiran Surat Tim. Optimalisasi Penerimaan Negara Nomor S-101/OPN.Teknis.3.1.3/XI/2008 tanggal 24 November 2008 a quo, dicantumkan Daftar Buku, Catatan, dokumen yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan, meliputi dokumen-dokumen terkait arus uang dan arus barang;
      • Bahwa dalam uji kebenaran materil data Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 3 Desember 2013 diperoleh keterangan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat menunjukan bukti untuk pengujian arus uang atas Pajak Masukan sebesar Rp11.833.300,00 akan tetapi tidak dapat melakukan uji arus barang. Sedangkan atas Faktur Pajak senilai Rp9.455.700,00 tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN jo. Pasal 13 ayat (5) UU PPN, yakni tidak dicantumkannya jabatan pihak yang berwenang menandatangani Faktur Pajak, sehingga Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      • Bahwa dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), diatur:
        “Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukan bukti bahwa pajak telah dibayar.
      • Bahwa berdasarkan data dan keterangan di atas serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, Majelis berpendapat:
        • Bahwa oleh karenanya atas hasil konfirmasi oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang jawabannya “tidak ada”, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah dapat menunjukkan bukti arus uang dan yang membuktikan bahwa Pajak Masukan sebesar Rp11.833.300,00 telah dibayar oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan a quo, tidak lagi dapat dibebani tanggungjawab;
        • Bahwa Pajak Masukan sebesar Rp11.833.300,00 tersebut dapat dikreditkan;
        • Bahwa atas Pajak Masukan sebesar Rp5.518.500,00 dan sebesar Rp600.000,00 terbukti tidak mencantumkan jabatan yang menandatangani Faktur Pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) huruf g UU PPN a quo, sehingga berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN tidak dapat dikreditkan;
        • Bahwa atas Pajak Masukan sebesar Rp3.937.200,00 yang dikoreksi oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak mencantumkan jabatan yang menandatangani Faktur Pajak, sebegaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) huruf g UU PPN a quo, dalam uji bukti, Pemohon Bandning tidak dapat menunjukkan faktur pajaknya, sehingga koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap dipertahankan.
      3.5.
      Bahwa atas pendapat Majelis Hakim yang tidak mempertahankan sebagian koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan senilai Rp11.833.300,00 tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai berikut:
      1. Bahwa Pemeriksa melakukan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan masa September 2007 atas 16 Faktur Pajak senilai Rp70.000.000,00 dengan didasarkan pada hasil konfirmasi atau klarifikasi Faktur Pajak ke KPP tempat PKP Penjual terdaftar, dan diperoleh jawaban “Tidak Ada”;
      2. Bahwa koreksi atas Faktur Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan senilai Rp70.000.000,00, di dalam proses keberatan, diterima sebagian senilai Rp48.711.000,00 dan dipertahankan sebagian koreksi senilai Rp21.289.000,00, dengan perincian berikut:
        Bahwa atas Faktur Pajak Masukan Nomor: 0X0-000.0X.00000XXX tanggal 20 September 2007 dan Faktur Pajak Nomor 0X0-000.0X.00000XXX tanggal 24 September 2007 atas nama CV. FD NPWP: 0X.XX0.XX0.X-0XX.000 tetap dipertahankan dalam proses keberatan, karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan bukti dokumen terkait, yang dapat digunakan untuk melakukan uji arus uang dan arus barang;
        Sedangkan atas Faktur Pajak Nomor 0X0-000.0X.0000000X dan Faktur Pajak Nomor X0X-000.0X.0000000X atas nama CV JKL NPWP: 0X.0X0.XXX.X-XXX.000 dan Faktur Pajak Nomor 0X0-000.0X.0000000X atas nama PT PQR NPWP: 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, dipertahankan karena Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf g UU PPN.
      3. Bahwa atas sengketa ini, Majelis Hakim berpendapat untuk dilakukan uji bukti antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), karena sengketanya merupakan sengketa pembuktian
      4. Bahwa sesuai dengan hasil uji bukti, Majelis Hakim tetap mempertahankan koreksi Pajak Masukan atas Faktur Pajak Nomor 0X0-000.0X.0000000X dan Faktur Pajak Nomor 0X0- 000.0X.0000000X atas nama CV JKL NPWP: 0X.0X0.XXX.X-XXX.000 dan Faktur Pajak Nomor 0X0-000.0X.0000000X atas nama PT PQR NPWP: 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, senilai Total Rp9.455.700 tetap dipertahankan karena Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf g UU PPN;
        Atas pendapat Majelis Hakim yang mempertahakan sebagian koreksi Pajak Masukan senilai Rp9.455.700,00 Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 mengatur, antara lain;
        Pasal 9 ayat (8):
        Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
        1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
        Pasal 13 ayat (5):
        Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
        Dengan demikian, maka pendapat Majelis Hakim yang tetap mempertahankan koreksi Pajak Masukan senilai Rp9.455.700,00 atas Faktur Pajak Nomor 0X0-000.0X.0000000X dan Faktur Pajak Nomor X0X-000.0X.00000004 atas nama CV JKL NPWP: 0X.0X0.XXX.X-XXX.000 dan Faktur Pajak Nomor 0X.XXX.XXX.X-0XX.000 atas nama PT PQR, telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
      5. Sedangkan terhadap putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan senilai Rp11.833.300,00 atas atas Faktur Pajak Masukan Nomor: 0X0-000.0X.00000XXX tanggal 20 September 2007 dan Faktur Pajak Nomor 0X0-000.0X.00000XXX tanggal 24 September 2007 atas nama CV. FD NPWP: 0X.XX0.XX0.X-0XX.000, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan butir 1.4.1.3.3. Lampiran I Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, antara lain diatur mengenai tindak lanjut yang harus dilakukan bagi unit/kantor yang meminta konfirmasi apabila jawaban konfirmasi dijawab "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena:
        • Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP; atau
        • PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang bersangkutan;
        Maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat, dikreditkan;
      6. Bahwa sesuai dengan ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa:
        1. Faktur Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
        2. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan adanya penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;
        3. Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan PKP penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN.
      7. Bahwa berdasarkan penelitian data SIDJP, diketahui bahwa CV FD NPWP 0X.XX0.XX0.X-0XX.000 telah dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 29 April 2003;
        Bahwa tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak adalah untuk mengetahui apakah Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan adanya penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Bahwa faktanya Majelis Hakim telah memerintahkan untuk dilakukan uji bukti antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding). Dan dialam proses uji bukti Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan bukti berupa Fotokopi Faktur Pajak Nomor 0X0-000.0X-000000XX, Fotocopy Rek. Koran Bank QQ dan Fotocopy Ledger Kas/Bank, sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat membuktikan arus uang atas pembayaran PPN;
      8. Bahwa Pasal 1 angka 24 UU Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 18 Tahun 2000, menyebutkan bahwa Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
        Bahwa dengan tidak terbuktinya arus barang, maka tidak dapat dibuktikan adanya Penyerahan BKP atau JKP dari PKP Penjual kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga tidak terdapat Pajak Masukan yang dibayar oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada CV FD;
      9. Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan UU 16 Tahun 2000 menyebutkan:
        Pasal 28:
        1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan;
        1. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan;
        Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (11) UU KUP, maka seharusnya kewajiban Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah menyimpan dokumen pembukuan selama 10 tahun. Dalam hal ini berarti bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memenuhi ketentuan Pasal 28 ayat (11) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2000. Dengan tidak adanya dokumen yang dapat digunakan untuk menguji arus barang, maka tidak dapat diyakini kebenaran transaksi pembelian dan pembayaran kepada CV FD;
      10. Bahwa selain hal di atas, berdasarkan hasil penelitian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas data Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) terhadap PKP Penjual yang dilakukan klarifikasi Faktur Pajak, diperoleh informasi bahwa CV FD dengan NPWP: 0X.XX0.XX0.X-0XX.000 telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak tanggal 29 April 2003.
        Dan masih berdasarkan hasil penelitian terhadap data SIDJP atas Wajib pajak Lawan Transaksi (CV FD), diketahui bahwa terhitung sejak tahun pajak 2007, CV FD tidak pernah melaporkan SPT Tahunan PPh Badan, Tidak melaporkan SPT Masa PPN/PPnBM serta tidak pernah menyampaikan kewajiban pelaporan SPT Masa Lainnya. Padahal untuk Tahun Pajak 2007, berdasarkan hasil Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)an terhadap Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), diketahui bahwa CV FD masih menerbitkan Faktur Pajak. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), di mana CV FD dengan NPWP: 0X.XX0.XX0.X-0XX.000 yang terdaftar pada KPP Pratama Jakarta Palmerah, diindikasikan sebagai penerbit Faktur Fiktif;
      11. Bahwa faktanya didalam uji bukti, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan bukti berupa Fotokopi Faktur Pajak Nomor 0X0-000.0X-000000XX, Fotocopy Rek. Koran Bank QQ dan Fotocopy Ledger Kas/bank. Sehingga tidak bisa dilakukan pengujian arus barang terhadap transaksi dimaksud.
        Berdasarkan penelitian atas Fotocopy Faktur pajak Nomor 0X0-000.0X.000000XX, diketahui bahwa tarnsaksi tersebut terkait dengan pembelian AC dari Pemohon Bading ke CV FD. Namun demikian, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat meyakini kebenaran transaksi pembelian AC tersebut berhubung tidak adanya dokumen yang dapat dijadikan bukti untuk menguji arus barang untuk tujuan menguji kebenaran transaksi dimaksud;
      12. Bahwa Majelis Hakim dalam putusannya berpendapat untuk menerima banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pertimbangan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat menunjukan dokumen terkait arus uangnya;
      13. Bahwa Pasal 78 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan bahwa Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
      14. Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka Putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan dalam SPT PPN Masa Pajak September 2007 senilai Rp3.838.000,00 adalah telah tepat karena tidak sesuai dengan fakta dan bukti yang ada, serta tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
      3.6.
      bahwa berdasarkan seluruh uraian di atas, maka putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan senilai Rp21.289.000,00 di dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.51153/PP/M.XA/16/2014, tidak sesuai dengan bukti dan fakta yang ada serta tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 78 UU Nomor 14 Tahun 2002, sehingga diajukan Peninjauan Kembali ke Mahakamah Agung.
  1. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.51153/PP/M.XA/16/2014 Tanggal 10 Maret 2014 yang menyatakan:
  • Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP- 121/PJ/2013 tanggal 19 Maret 2013, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2007 Nomor: 00188/207/07/059/12 tanggal 12 Januari 2012 sebagaimana telah dibetulkan dengan KEP-00051/WPJ.07/KP.0903/2012 tanggal 1 Juni 2012, atas nama PT. DFG Indonesia, NPWP: 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, Jenis Usaha : Jasa Konstruksi,beralamat di Jalan DF KM 4, SD, Rorotan, Jakarta, XXXX0 (d/a Gedung KL Lantai 11, Jalan JS Kav. 26, Karet Setiabudi, Jakarta Selatan), sehingga penghitungan menjadi sebagaimana tersebut di atas;
Adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-121/PJ/2013 tanggal 19 Maret 2013, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2007 Nomor 00188/207/07/059/12 tanggal 12 Januari 2012 sebagaimana telah dibetulkan dengan Keputusan Terbanding Nomor : KEP-00051/WPJ.07/KP.0903/2012 tanggal 1 Juni 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp13.994.436,00;
adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp21.289.000,00 terkait Jawaban Konfirmasi "Tidak Ada" yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa klarifikasi atas jawaban konfirmasi dijawab "Tidak Ada" atau "ada tapi tidak sesuai" maka apabila mungkin akan terjadi kerugian yang akan timbul tidak dapat dilimpahkan kepada Pemohon Banding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali), sehingga Faktur Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 1 angka 23 jo. Pasal 13 ayat (5) jo. Pasal 16F Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 17 April 2017 oleh Dr. H. XYZ, S.H., M.H.  Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. FFF, S.H., M.S. dan Dr. GGG, S.H., M.Hum, Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis :

        ttd/

Dr. H. M. FFF, S.H., M.S.

        ttd/

Dr. GGG, S.H., M.Hum,






Biaya – biaya :
1.  M e t e r a i…………….. Rp        6.000,00
2.  R e d a k s i…………….. Rp        5.000,00
3.  Administrasi ………..….   Rp 2.489.000,00
Jumlah ……….                      Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

Dr. H. XYZ, S.H., M.H.




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H., M.H.,



Untuk salinan
Mahkamah Agung RI
atas nama Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


H. RTY, S.H.
NIP. : XXXX0XXX XXXX0X X 00X