Putusan Mahkamah Agung Nomor : 144/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 yang telah b


 

PUTUSAN
Nomor 144/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal SS Nomor X0-XX, Jakarta XXXX0, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal SS, Nomor X0-XX, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1407/PJ./2014 tanggal 28 Mei 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT FGH, Tbk, tempat kedudukan di DF Office Tower B Lt. 2, Jalan Angkasa, Kav. B-6, Jakarta X0XX0;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

DASAR HUKUM;

Bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak April 2008 Nomor 00004/207/08/091/12 tertanggal 20 Januari 2012;

LATAR BELAKANG;

Bahwa Terbanding menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor 00004/207/08/091/12 tertanggal 20 Januari 2012 dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp2.264.527.604,00;
Bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut, Pemohon Banding telah mengajukan keberatan dengan surat Pemohon Banding Nomor 470/DIRWOM/2012 tertanggal 4 April 2012 yang diterima oleh Terbanding pada tanggal 5 April 2012;
Bahwa atas keberatan Pemohon Banding tersebut di atas, Terbanding telah mengeluarkan keputusan Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tertanggal 27 Desember 2012. Akan tetapi suratnya baru diterima oleh Pemohon Banding tanggal 31 Desember 2012, yaitu tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dengan isi keputusan menolak permohonan keberatan Pemohon Banding;

MATERI POKOK BANDING;

Bahwa materi pokok pengajuan banding Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
Bahwa perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar menurut Keputusan Terbanding Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tanggal 27 Desember 2012 dan menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak April 2008 Nomor 00004/207/08/091/12 tertanggal 20 Januari 2012 serta dibandingkan dengan perhitungan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:


Pemohon Banding
(Rp.)
SKPKB PPN Nomor
00004/207/08/091/12
(Rp.)
KEP-
1622/WPJ.19/2012
(Rp.)
Pajak yang kurang dibayar 0,00 1.530.086.219,00 1.530.086.219,00
Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP 0,00 734.441.385,00 734.441.385,00
Jumlah yang masih harus dibayar 0,00 2.264.527.604,00 2.264.527.604,00

Bahwa berdasarkan KEP-1622/WPJ.19/2012 di atas, jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar sebesar Rp.2.264.527.604,00 seperti yang tertuang di dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor 00004/207/08/091/12 sebagai berikut:

No Uraian Menurut Koreksi
(Rp.)
Pemohon Banding (Rp.) Terbanding
(Rp.)
1
2
3
4
Dasar Pengenaan Pajak
Pajak keluaran
Pajak yang dapat diperhitungkan
PPN kurang bayar
Sanksi Administrasi Pasal 13 ayat (2) KUP
-
-
-
-
-
15.300.862.193,00
1.530.086.219,00
-
1.530.086.219,00
734.441.385,00
15.300.862.193,00
1.530.086.219,00
-
1.530.086.219,00
734.441.385,00

PPN yang masih harus dibayar -

2.264.527.604,00

Bahwa angka koreksi tersebut berasal dari rincian sebagai berikut:

No Uraian Jumlah DPP dalam
Rupiah
Pajak dalam rupiah
1
2
Discount Asuransi
Barang Promosi
1.523.317.156,00
6.769.063,00
1.523.317.156,00
6.769.063,00

Jumlah 1.530.086.219,00 1.530.086.219,00

Bahwa berdasarkan angka koreksi tersebut di atas perkenankan Pemohon Banding mengajukan permohonan banding sebagai berikut:
  1. Discount Asuransi;
    1. Alasan Terbanding;
      Bahwa kegiatan penyaluran penutupan asuransi yang dilakukan oleh Pemohon Banding dengan imbalan berupa spread/diskon asuransi yang dilakukan Pemohon Banding, dilakukan di dalam ruang lingkup kegiatan perusahaan, yaitu sebagai perusahaan pembiayaan yang bergerak dalam bidang sewa guna usaha, pembiayaan konsumen, dan anjak piutang. Dengan demikian memenuhi ketentuan sebagai penyerahan jasa terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 4 huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
    2. Tanggapan Pemohon Banding;
      Bahwa Pemohon Banding adalah sebagai pihak tertanggung yang namanya tercantum dalam polis asuransi yang menggunakan jasa asuransi untuk melindungi kendaraan bermotor yang dibiayainya dan oleh karena penutupan fasilitas asuransi kerugian berfungsi sebagai jaminan pengembalian pembiayaan untuk melindungi asset (piutang pembiayaan) Pemohon Banding;
      Bahwa sesuai dengan perjanjian antara Pemohon Banding dengan Perusahaan Asuransi yaitu PT QQ (AJP) dan PT YY (ASM), bahwa pihak yang tertanggung dalam penutupan asuransi tersebut adalah Pemohon Banding dan objek pertanggungan adalah kendaraan roda dua yang dibiayai oleh tertanggung;
      Bahwa pemberian discount/potongan harga atas premi yang dibayarkan oleh Pemohon Banding kepada perusahaan asuransi bukan merupakan imbalan balas jasa atas penutupan asuransi yang Pemohon Banding lakukan melainkan karena jumlah penutupan asuransi tersebut sangat besar, hal ini sangatlah wajar di dunia bisnis, apabila terjadi transaksi bisnis dengan jumlah yang besar maka akan diberikan potongan harga yang besar juga;
      Bahwa atas penutupan asuransi tersebut Pemohon Banding juga tidak memberikan pelayanan atau kemudahan kepada perusahaan asuransi, justru dalam hal ini Pemohon Banding sangat berkepentingan terhadap penutupan asuransi, Pemohon Banding harus mengasuransikan kendaraan yang Pemohon Banding biayai tersebut hingga berakhirnya masa pembiayaan, sehingga apabila terjadi resiko kehilangan kendaraan maka Pemohon Banding tidak terlalu dirugikan, karena resiko tersebut telah di-cover oleh perusahaan asuransi;
      Bahwa selain hal tersebut, pihak bank sebagai pihak yang mendanai pinjaman tersebut mewajibkan atas motor yang dibiayai oleh Pemohon Banding untuk diasuransikan;
      Bahwa menurut Pemohon Banding atas discount asuransi tersebut bukanlah merupakan penyerahan jasa kena pajak seperti yang diatur dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000), oleh karenanya atas discount asuransi tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; 
  1. Pemberian barang promosi;
    1. Alasan Terbanding;
      Bahwa pemberian hadiah berupa: tas, jaket, T-shirt, jas hujan, dan barang promosi lainnya yang diberikan kepada nasabah yang mengadakan kontrak pembiayaan dengan Pemohon Banding maupun yang diberikan dalam kegiatan sponsorship dalam rangka promosi penjualan yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
    2. Tanggapan Pemohon Banding;
    3. Bahwa pemberian cuma-cuma yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1A ayat (1) huruf d dan penjelasannya adalah pemberian tanpa pembayaran yang merupakan hasil barang produksi sendiri dalam hal ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang produsen contoh: produsen sepatu, memberikan sepatu tanpa bayaran kepada relasi atau pembeli untuk keperluan promosi, atau pemberian tanpa pembayaran yang bukan produksi sendiri dalam hal ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan contoh: perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan sepatu (menjual sepatu dan produsen), memberikan sepatu tersebut tanpa bayaran kepada relasi atau pembeli untuk keperluan promosi;
Bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan bergerak di bidang pembiayaan, bukan produsen ataupun bergerak dibidang perdagangan, sehingga atas pemberian barang promosi ke konsumen bukan dikategorikan sebagai pemberian cuma-cuma seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1A ayat (1) huruf d dan penjelasannya;
Bahwa menurut Pemohon Banding pemberian barang promosi tersebut bukan merupakan Objek Pajak Pertambahan Nilai;

KESIMPULAN;

Bahwa sesuai dengan penjelasan dan alasan yang Pemohon Banding uraikan di atas, maka penghitungan Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak April 2008 atas nama Pemohon Banding menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

No Uraian Jumlah
1
2
Pajak yang kurang bayar
Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP
0,00
0,00

PPN yang masih harus dibayar 0,00

Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dengan ini Pemohon Banding memohon kepada Majelis untuk mengabulkan permohonan banding yang Pemohon Banding ajukan dan membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan oleh Terbanding. Untuk itu bersama surat ini Pemohon Banding lampirkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tertanggal 27 Desember 2012 dan salinan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor 00004/207/08/091/12 tertanggal 20 Januari 2012;
Bahwa selain hal tersebut demi kelancaran proses banding, Pemohon Banding bersedia menghadiri persidangan untuk menyampaikan data-data dokumen lain, serta keterangan yang diperlukan agar banding yang Pemohon Banding ajukan dapat diterima;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tanggal 27 Desember 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April 2008 Nomor 00004/207/08/091/12 tanggal 20 Januari 2012, atas nama: PT FGH Tbk, NPWP 0X.XXX.XX0.X-0XX.000, beralamat di DF Office Tower B LT. 2, Jalan Angkasa, Kav. B-6, Jakarta X0XX0, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak April 2008 menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Keluaran yang harus dipungut
Pajak yang dapat diperhitungkan
Pajak Penghasilan Kurang/(Lebih) Dibayar
Sanksi Administrasi
Jumlah yang masih harus dibayar
Rp0,00
Rp0,00
Rp0,00
Rp0,00
Rp0,00
Rp0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 14 Maret 2014 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1407/PJ./2014 tanggal 28 Mei 2014 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 9 Juni 2014 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKAI.
1799/PAN/2014 yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 27 Mei 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 24 Juni 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014, atas nama PT FGH Tbk, (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor P.281/PAN/2014 tanggal 10 Maret 2014 dan diterima secara langsung pada tanggal 18 Maret 2014 dengan bukti penerimaan Tempat Pelayanan Surat Terpadu Nomor X0XX0XXX0X0X;
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 ini ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
    1. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Diskon Asuransi sebesar Rp15.233.171.559,00;
    2. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Pemberian Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp67.690.634,00;
    yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku;
    1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
      1.1.
      Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Diskon Asuransi sebesar Rp15.233.171.559,00;
      Halaman 27-28:
      Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan keterangan yang diberikan oleh para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut:
      Bahwa substansi sengketa a quo adalah sengketa yuridis tentang pengertian jasa dalam kaitannya dengan proses bisnis Pemohon Banding;
      Bahwa penghasilan atas diskon yang diberikan oleh pihak asuransi kepada Pemohon Banding adalah tidak dalam ruang Iingkup kegiatan usahanya;
      Bahwa penutupan asuransi dilakukan oleh Pemohon Banding, dan untuk kepentingan Pemohon Banding, dalam rangka melindungi gagal bayar oleh konsumen. Dengan demikian Majelis berpendapat bahwa penghasilan atas diskon a quo bukan dalam rangka kegiatan jasa yang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;

      Bahwa menurut hukum yang berlaku, siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan, sesuai Pasal 163 RIB/HIR, "Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu";
      Bahwa sesuai Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam penjelasannya disebutkan, "Pendapat dan Simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan";
      Bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim" kemudian dalam penjelasannya disebutkan; "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan";
      Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas selanjutnya Majelis berkesimpulan bahwa Terbanding tidak cukup bukti untuk melakukan koreksi terhadap Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa diskon asuransi sebesar Rp15.233.171.559,00 tidak dapat dipertahankan;
      1.2.
      Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Pemberian Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp67.690.634,00;
      Halaman 30-31:
      Bahwa hadiah atau pemberian cuma-cuma yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada konsumen adalah bukan merupakan hasil produk sendiri yang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, seperti yang diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan penjelasannya;

      Bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dimana Pemohon Banding bertindak sebagai konsumen akhir;
      Bahwa sesuai dengan sifatnya, Pajak Pertambahan Nilai juga merupakan pajak tidak langsung, artinya bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, dalam hal ini Pemohon Banding selaku konsumen akhir yang menanggung beban pada saat pembelian barang hadiah a quo, sementara yang menikmatinya adalah konsumen Pemohon Banding yang menerima hadiah a quo;
      Bahwa menurut hukum yang berlaku, siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan, sesuai Pasal 163 RIB/HIR, "Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu";
      Bahwa sesuai Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam penjelasannya disebutkan, "Pendapat dan Simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      Bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim" kemudian dalam penjelasannya disebutkan; "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan";
      Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas selanjutnya Majelis berkesimpulan bahwa Terbanding tidak cukup bukti untuk melakukan koreksi terhadap Pemohon Banding, sehingga koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa pemberian hadiah/barang promosi sebesar Rp67.690.634,00 tidak dapat dipertahankan;
    1. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
      2.1.
      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
      Pasal 69 ayat (1):
      Alat bukti dapat berupa:
      1. Surat atau tulisan;
      2. Keterangan ahli;
      3. Keterangan para saksi;
      4. Pengakuan para pihak, dan/atau
      5. Pengetahuan Hakim;
      Pasal 76:
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
      Penjelasan:
      Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan;
      Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
      Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan;
      Pemohon Banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan terbanding atau tergugat harus diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat untuk diberikan jawaban;
      Pasal 78:
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
      Penjelasan:
      Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      Pasal 84 ayat (1):
      Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
      1. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
      2.2.
      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
      Pasal 1 angka 1:
      Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan;
      Pasal 1 angka 5:
      Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;
      Pasal 1 angka 6:
      Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini;
      Pasal 1 angka 7:
      Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6;
      Pasal 3A ayat (1):
      Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang;
      Pasal 4:
      Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
      1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
      2. Impor Barang Kena Pajak;
      3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
      4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dart luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
      5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
      6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
      Penjelasan Pasal 4 huruf c:
      Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan;
      Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
      1. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
      2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
      3. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
      Pasal 4A ayat (3):
      Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
      1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
      2. Jasa di bidang pelayanan sosial;
      3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
      4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
      5. Jasa di bidang keagamaan;
      6. Jasa di bidang pendidikan;
      7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
      8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
      9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
      10. Jasa di bidang tenaga kerja;
      11. Jasa di bidang perhotelan;
      12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
      Pasal 1A ayat (1) huruf d:
      Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri atau pemberian Cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak;
      Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d:
      Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan pemberian Cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli;
      2.3.
      Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai mengatur antara lain:
      Pasal 5:
      Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
      1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
      2. Jasa di bidang pelayanan sosial;
      3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
      4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hakopsi;
      5. Jasa di bidang keagamaan;
      6. Jasa di bidang pendidikan;
      7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
      8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
      9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
      10. Jasa di bidang tenaga kerja;
      11. Jasa di bidang perhotelan;
      12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
      Pasal 8 huruf b:
      Jenis jasa dibidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi;
      2.4.
      Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1993 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, antara lain menyebutkan sebagai berikut:
      Pasal 13 ayat (4):
      Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai terjadinya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya”;
    1. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
      3.1.
      Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Diskon Asuransi sebesar Rp15.233.171.559,00;
    1. Bahwa berdasarkan berkas banding yang ada, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dapat menyampaikan Data dan Fakta sebagai berikut:
  1. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berusaha di bidang lembaga pembiayaan secara umum dan mulai memfokuskan kegiatannya pada Pembiayaan Konsumen untuk kendaraan bermotor roda dua sejak tahun 1997;
  2. Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam peninjauan kembali ini adalah koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas DPP PPN berupa Diskon Asuransi sebesar Rp15.233.171.559,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
  3. Bahwa dalam laporan keuangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terdapat pendapatan lain-lain berupa “Diskon Asuransi” yang diberikan perusahaan asuransi sehubungan dengan penutupan asuransi yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang telah dilaporkan sebagai peredaran usaha di SPT PPh Badan Tahun 2008, namun belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN;
  4. Bahwa dengan demikian, menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah melakukan kegiatan jasa dan berdasarkan Pasal 1 angka 5, angka 6, angka 7 serta Pasal 4 huruf c Undang-Undang PPNatas Jasa dimaksud merupakan Objek dan terutang PPN;
  5. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), Jasa yang dimaksud di atas yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah dapat dijelaskan sebagai berikut:
    Jasa yang dimaksud (yang menjadi pokok sengketa) adalah kegiatan yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada pihak Perusahaan Asuransi dalam rangka mendapatkan klien asuransi, dengan gambaran sebagai berikut:
    • Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mensyaratkan bagi setiap calon pembeli sepeda motor yang menggunakan jasa pembiayaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), diharuskan memenuhi syarat-syarat antara lain membayar premi asuransi sepeda motor selama masa pembiayaan. Bahwa besarnya premi asuransi yang dibayarkan oleh nasabah/customer ditentukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tanpa menunggu tagihan dari Perusahaan Asuransi;
    • Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) selanjutnya mengajukan SPPA (Surat Permintaan Penutupan Asuransi) kepada Perusahaan Asuransi Rekanan sesuai Perjanjian Kerjasama Penutupan Asuransi Kendaraan Bermotor;
    • Perusahaan Asuransi Rekanan, dalam jangka waktu selambat- lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya SPPA, akan menerbitkan/menyerahkan nota tagihan/nota debit kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang berisi jumlah premi yang seharusnya dibayar dan jumlah diskon yang diterima Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
    • Bahwa atas Selisih Premi yang diterima dari nasabah/customer dengan premi yang dibayarkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Perusahaan Asuransi Rekanan, diakui sebagai penghasilan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan tidak dikembalikan kepada nasabah/customer;
    • Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 Jasa tersebut bukan merupakan kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Jasa tersebut merupakan Jasa Kena Pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 5, Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, yang atas penyerahannya terutang PPN karena telah memenuhi:
    1. Bahwa penyerahan dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
    2. Bahwa penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean Republik Indonesia;
    3. Bahwa kegiatan penyaluran penutupan asuransi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan imbalan berupa spread/potongan asuransi dari perusahaan asuransi dilakukan di dalam ruang lingkup kegiatan usaha, yaitu sebagai kegiatan usaha yang melekat dalam kegiatan usaha pembiayaan konsumen yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), terlebih kegiatan dimaksud merupakan kegiatan yang bersifat rutin/terus menerus dilakukan bahkan telah dimulai dilakukan sejak tahun 1997;
  6. Bahwa atas koreksi DPP PPN a quo Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan tidak setuju dengan alasan yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:
    • Bahwa pemberian discount/potongan harga atas premi yang dibayarkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada perusahaan asuransi bukan merupakan imbalan balas jasa atas penutupan asuransi yang Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) lakukan melainkan karena jumlah penutupan asuransi tersebut sangat besar, hal ini sangatlah wajar di dunia bisnis, apabila terjadi transaksi bisnis dengan jumlah yang besar maka akan diberikan potongan harga yang besar juga;
    • Bahwa atas penutupan asuransi tersebut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga tidak memberikan pelayanan atau kemudahan kepada perusahaan asuransi, justru dalam hal ini Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sangat berkepentingan terhadap penutupan asuransi;
    • Bahwa dengan demikian menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas discount asuransi tersebut bukanlah merupakan penyerahan jasa kena pajak seperti yang diatur dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000), oleh karenanya atas discount asuransi tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
  7. Bahwa dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan:
    Sebagaimana telah diuraikan pada Butir V.1 di atas;
  8. Bahwa peraturan perundangan perpajakan yang terkait dengan pokok sengketa Peninjauan Kembali ini adalah:
    Sebagaimana telah diuraikan pada Butir V.2 di atas;
    1. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan data dan fakta sampai dengan persidangan serta berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014, maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut:
      1. Bahwa sesuai dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyebutkan pada halaman 27-28: “Bahwa substansi sengketa a quo adalah sengketa yuridis tentang pengertian jasa dalam kaitannya dengan proses bisnis Pemohon Banding;
        Bahwa penghasilan atas diskon yang diberikan oleh pihak asuransi kepada Pemohon Banding adalah tidak dalam ruang lingkup kegiatan usahanya;
        Bahwa penutupan asuransi dilakukan oleh Pemohon Banding, dan untuk kepentingan Pemohon Banding, dalam rangka melindungi gagal bayar oleh konsumen.
        Dengan demikian Majelis berpendapat bahwa penghasilan atas diskon a quo bukan dalam rangka kegiatan jasa yang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
      2. Bahwa faktanya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mengadakan kontrak kerja sama dengan PT QQ dan PT YY untuk menjual asuransi kerugian khusus kendaraan bermotor;
      3. Bahwa isi Perjanjian Kerjasama Penutupan Asuransi Kendaraan Bermotor antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT QQ tanggal 1 Juni 2005 antara lain:
PIHAK PERTAMA:
PT FGH Tbk, dalam hal ini diwakili oleh FG dan CB, masing-masing bertindak selaku dan dalam jabatannya sebagai Direktur dan Direktur dari dan karenanya bertindak untuk dan atas nama PT FGH Tbk;
PIHAK KEDUA:
PT QQ dalam hal ini diwakili oleh GF dan SW, masing-masing bertindak selaku dan dalam jabatannya sebagai Presiden Direktur dan Direktur dari dan karenanya bertindak untuk dan atas nama PT QQ;
Para pihak terlebih dahulu menerangkan sebagai berikut, antara lain:
PIHAK KEDUA adalah perseroan terbatas yang bergerak di bidang jasa asuransi kerugian yang berminat menggunakan jasa PIHAK PERTAMA untuk menjual produk asuransi kerugian kepada Nasabah PIHAK PERTAMA;
Pasal I Maksud dan Tujuan:
I.1.
Maksud dan Tujuan kerjasama ini adalah memberikan kemudahan bagi calon konsumen PIHAK PERTAMA memperoleh jaminan Asuransi Kendaraan Bermotor dari PIHAK KEDUA melalui kantor-kantor cabang PIHAK PERTAMA;
Pasal II Batasan Pertanggungan:
II.1.
Tertanggung adalah konsumen dari PIHAK PERTAMA yang kepemilikan kendaraan bermotornya dibiayai oleh PIHAK PERTAMA;

      1. Bahwa dari isi perjanjian tersebut di atas dapat diketahui dengan pasti bahwa:
        • Pengertian jasa dalam kaitannya dengan proses bisnis Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan jasa menjual produk asuransi kerugian kepada Nasabah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
        • Pihak yang mengasuransikan (Tertanggung) adalah konsumen dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      2. Bahwa sebagai perusahaan pembiayaan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak akan melakukan pembelian suatu barang (dalam hal ini berupa kendaraan) melainkan karena permintaan pihak ketiga (kedudukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai perantara), dan untuk melindungi pembelian/kegiatan usaha tersebut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mewajibkan Pihak Ketiga/Nasabah-nya untuk membayar Premi Asuransi kepada Perusahaan Asuransi yang telah ditunjuk oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dan kemudian atas penutupan premi asuransi tersebut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) akan mendapatkan penghasilan dari Perusahaan Asuransi dalam bentuk “diskon asuransi”. Dengan demikian jelas, faktanya Penghasilan yang diterima Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dari Perusahaan Asuransi dalam bentuk “diskon asuransi” adalah penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha, karena kegiatan dimaksud dilakukan secara berulang dan terus menerus;
      3. Bahwa pada praktek dan faktanya, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan pemungutan terlebih dahulu premi asuransi dari nasabah/customer. Selanjutnya, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menunggu tagihan premi dari perusahaan asuransi, dimana pada tagihan tersebut dicantumkan besarnya diskon yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga jumlah yang harus dibayar oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) lebih kecil dibandingkan dengan dipungut dari nasabah. Atas diskon tersebut tidak dikembalikan kepada nasabah, tetapi diakui sebagai penghasilan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      4. Bahwa dengan demikian “diskon asuransi” yang diberikan oleh Perusahaan asuransi sewajarnya diberikan kepada Tertanggung/Nasabah akan tetapi pada kenyataannya yang menerima diskon asuransi tersebut adalah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Sehingga atas kasus sengketa ini dapat dikatakan bahwa atas “diskon asuransi” tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan jasa kepada perusahaan asuransi untuk menunjuk nasabahnya agar melakukan penutupan asuransi kepada perusahaan asuransi rekanan yang ditunjuk oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dan sebagai imbalan atas penyerahan jasa tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mendapatkan penghasilan dalam bentuk “diskon asuransi” dari perusahaan asuransi rekanan sehingga atas penyerahan jasa tersebut sudah seharusnya dikenakan PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf c dan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN yang telah jelas mengatur pengenaan PPN atas penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean dan jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, dimana jasa perantara asuransi tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN;
      5. Bahwa dalam memori penjelasan Pasal 4 dan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang PPN 1984 yang secara eksplisit menggunakan kalimat “dalam kegiatan usaha atau pekerjaan” tidak menguraikan lebih jauh tentang pengertian kriteria ini, maka dilakukan penafsiran historis dengan cara menelusuri asal kriteria ini;
        Bahwa dalam Pasal 1 huruf k Undang-Undang PPN 1984 baik sebelum perubahan 1 Januari 2001 maupun sebelum perubahan 1 Januari 1995, menggunakan kriteria “dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan”.
        Pasal 4 setelah perubahan 1 Januari 1995 sampai dengan 31 Desember 2000 tidak menggunakan kriteria ini dalam batang tubuhnya melainkan disebut dalam memori penjelasan yang menegaskan tentang syarat yang harus dipenuhi agar suatu penyerahan barang atau jasa dapat dikenakan pajak (PPN) antara lain kegiatan itu dilakukan dalam “lingkungan perusahaan atau pekerjaan” pengusaha yang bersangkutan. Tetapi tidak diuraikan lebih lanjut pengertian kriteria ini;
        Bahwa apabila penelusuran dilanjutkan pada Pasal 4 sebelum perubahan 1 Januari 1995, kriteria “dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan” tersurat dalam batang tubuhnya, yang kemudian pengertiannya dicantumkan dalam memori penjelasannya;
        Bahwa karena kriteria “dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan” oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 diubah menjadi “dalam kegiatan usaha atau pekerjaan” tanpa memberikan argumentasi yang lugas, maka makna yang tercantum dalam memori penjelasan Pasal 4 Undang-Undang PPN 1984 sebelum perubahan 1 Januari 1995 dapat digunakan;
        Bahwa dalam memori penjelasan ini ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah dalam rangka kegiatannya sehari-hari sebagai Pengusaha Kena Pajak;
        Bahwa dari penafsiran secara historis tersebut dapat dipahami bahwa kriteria “dalam kegiatan usaha atau pekerjaan” mengandung pengertian “kegiatan sehari-hari Pengusaha Kena Pajak;
        (SD, 2009, Pajak Pertambahan Nilai, Cetakan kesembilan, penerbit Rajawali Pers, Jakarta, hal 125-126);
      6. Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah kegiatan dan atau jasa yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada pihak Perusahaan Asuransi rekanan/yang telah ditunjuk dalam rangka mendapatkan klien asuransi, dengan gambaran sebagai berikut:
        • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berusaha di bidang lembaga pembiayaan secara umum dan mulai memfokuskan kegiatannya pada Pembiayaan Konsumen untuk kendaraan bermotor roda dua sejak tahun 1997;
        • Bahwa produk asuransi (proteksi) kerugian kendaraan bermotor yang dijualkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dipaketkan ke dalam produk pembiayaan;
        • Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mensyaratkan bagi setiap calon pembeli sepeda motor yang menggunakan jasa pembiayaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), diharuskan memenuhi syarat-syarat antara lain membayar premi asuransi sepeda motor selama masa pembiayaan kepada Perusahaan Asuransi yang ditunjuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Bahwa besarnya premi asuransi yang dibayarkan oleh nasabah/customer ditentukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tanpa menunggu tagihan dari perusahaan asuransi;
        • Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) selanjutnya mengajukan SPPA (Surat Permintaan Penutupan Asuransi) kepada Perusahaan Asuransi Rekanan sesuai Perjanjian Kerjasama Penutupan Asuransi Kendaraan Bermotor;
        • Perusahaan Asuransi Rekanan, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya SPPA, akan menerbitkan/menyerahkan nota tagihan/nota debit kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang berisi jumlah premi yang seharusnya dibayar dan jumlah diskon yang diterima Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
        • Bahwa atas Selisih premi yang diterima dari nasabah/customer dengan premi yang dibayarkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Perusahaan Asuransi Rekanan, diakui sebagai penghasilan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) karena tidak dikembalikan kepada nasabah/customer;
        • Bahwa dengan demikian, penghasilan yang diterima Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dari Perusahaan Asuransi berupa “diskon asuransi” yang berasal dari selisih premi yang dibayar nasabah/customer dengan yang ditagih perusahaan asuransi adalah merupakan penghasilan dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) karena kegiatan tersebut melekat dalam kegiatan usaha pembiayaan yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan dilakukan secara terus menerus sejak tahun 1997;
      7. Bahwa kegiatan penyaluran penutupan asuransi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan imbalan berupa spread/potongan asuransi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dilakukan di dalam ruang lingkup kegiatan perusahaan, yaitu sebagai perusahaan pembiayaan konsumen.
        Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dimaksud memenuhi ketentuan sebagai penyerahan jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 4 huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
    1. Berdasarkan uraian tersebut di atas Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berkesimpulan dan berpendapat bahwa Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai berupa “diskon asuransi” sebesar Rp15.233.171.559,00 bertentangan dengan fakta yang terungkap dalam persidangan, serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
      3.2.
      Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN berupa Pemberian Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp67.690.634,00;
      1. Bahwa nilai sengketa terbukti dalam perkara Peninjauan Kembali ini adalah koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas Pemberian Hadiah/Barang Promosi sebesar Rp67.690.634,00;
      2. Bahwa Pemberian Hadiah/Barang Promosi berupa pemberian: tas, jaket, T-shirt, jas hujan, dan barang promosi lainnya yang semuanya adalah merupakan Barang Kena Pajak;
      3. Bahwa pemberian hadiah berupa: tas, jaket, T-shirt, jas hujan, dan barang promosi lainnya kepada nasabah/cutomer yang mengadakan kontrak pembiayaan dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) maupun kegiatan sponsorship dalam rangka promosi penjualan kegiatan usaha pembiayaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
      4. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), pemberian Cuma-Cuma yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah merupakan hasil produksi sendiri (pabrikan) atau barang tersebut merupakan contoh barang promosi yang akan dijual kepada relasi atau pembeli dalam hal ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan, hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1A ayat (1) huruf d;
      5. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), pemberian hadiah tersebut tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga dengan sendirinya pemberian hadiah tersebut bukan merupakan Objek Pajak Pertambahan Nilai;
      6. Bahwa sesuai dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak pada halaman 30 yang menyebutkan:
        Bahwa hadiah atau pemberian cuma-cuma yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada konsumen adalah bukan merupakan hasil produk sendiri yang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, seperti yang diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan penjelasannya;
      7. Bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPN), menyebutkan sebagai berikut:
        Pasal 1A ayat (1) huruf d:
        Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri atau pemberian Cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak;
        Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d:
        Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri.
        Sedangkan pemberian Cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli;
      8. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak jelas sangat bertentangan dengan Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang menyatakan “…Sedangkan pemberian Cuma-Cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli”;
      9. Bahwa berdasarkan data dan dokumen yang ada, pemberian hadiah dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada nasabah yang mengadakan kontrak pembiayaan dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) maupun dalam kegiatan sponsorship dalam rangka promosi penjualan kegiatan usaha pembiayaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga jelas sekali bahwa kegiatan tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      10. Bahwa sesuai dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyebutkan:
        Bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, di mana Pemohon Banding bertindak sebagai konsumen akhir;
        Bahwa sesuai dengan sifatnya, Pajak Pertambahan Nilai juga merupakan pajak tidak langsung, artinya bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, dalam hal ini Pemohon Banding selaku konsumen akhir yang menanggung beban pada saat pembelian barang hadiah a quo, sementara yang menikmatinya adalah konsumen Pemohon Banding yang menerima hadiah a quo. (vide Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 halaman 30);
      11. Bahwa dalam proses pengambilan keputusan di pengadilan pajak, terdapat beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang perlu diperhatikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yaitu Pasal 69 ayat (1), Pasal 76, Pasal 78 dan Pasal 84 ayat (1) sebagaimana telah diuraikan di atas;
        Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), beberapa ketentuan dimaksud mengamanatkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk menentukan beban pembuktian, melakukan penilaian pembuktian dan penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan terhadap sengketa yang terjadi dalam persidangan sebelum mengambil putusan;
        Bahwa dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak hanya menyatakan: “bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dimana Pemohon Banding bertindak sebagai konsumen akhir”, namun tidak diuraikan apa yang menjadi dasar penilaian pembuktian oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
        Bahwa faktanya pula, tidak ada satupun amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menguji dan membahas mengenai apakah barang yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
        Dengan demikian, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak menilai bukti-bukti secara menyeluruh dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak menilai kebenaran bukti-bukti secara objektif sehingga putusan yang diambil menjadi kurang tepat. Dengan demikian, ketentuan Pasal 76, 78, dan Pasal 84 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pengadilan Pajak tidak sepenuhnya dilaksanakan Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
    1. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga Putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 76, Pasal 78 dan Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014 tanggal 20 Februari 2014 harus dibatalkan;
  1. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.50573/PP/M.IIIB/16/2014tanggal 20 Februari 2014 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1622/WPJ.19/2012 tanggal 27 Desember 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak April 2008 Nomor 00004/207/08/091/12 tanggal 20 Januari 2012, atas nama: PT FGH Tbk, NPWP 0X.XXX.XX0.X-0XX.000, beralamat di DF Office Tower B Lt.2, Jalan Angkasa Kav.B-6, Jakarta X0XX0, dengan perhitungan menjadi sebagaimana tersebut di atas;
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
  • Bahwa yang menjadi pokok permasalahan dalam sengketa ini adalah:
    Apakah pengeluaran untuk pemberian hadiah berupa: tas, jaket, T-Shirt, jas hujan dan barang promosi lainnya sebesar Rp67.690.634,00, merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai?
  • Bahwa Judex Facti sudah benar, karena hadiah atau pemberian cuma-cuma yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada konsumen bukan merupakan hasil produk sendiri yang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, seperti yang diatur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan Penjelasannya;
  • Bahwa barang yang diberikan oleh Pemohon Banding adalah merupakan barang pada saat dibeli oleh Pemohon Banding telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dimana Pemohon Banding bertindak sebagai konsumen akhir;
  • Bahwa sesuai dengan sifatnya, Pajak Pertambahan Nilai juga merupakan pajak tidak langsung, artinya bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, dalam hal ini Pemohon Banding selaku konsumen akhir yang menanggung beban pada saat pembelian barang hadiah a quo, sementara yang menikmatinya adalah konsumen Pemohon Banding yang menerima hadiah a quo;
Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-UndangNomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017 oleh Dr. XYZ, S.H., C.N., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. FFF, S.H., M.Hum. dan GGG, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.





Anggota Majelis :

        ttd/

Dr. FFF, S.H., M.Hum.

        ttd/

GGG, S.H., M.H.,






Biaya – biaya :
1.  M e t e r a i…………….. Rp        6.000,00
2.  R e d a k s i…………….. Rp        5.000,00
3.  Administrasi ………..….   Rp 2.489.000,00
Jumlah ……….                      Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

Dr. XYZ, S.H., C.N.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H.,M.H.,



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG – RI
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



RTY, SH
NIP : XX0 000 XXX