Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-79855/PP/M.XVB/24/2017

Kategori : Lainnya

bahwa yang menjadi nilai sengketa dalam sengketa banding ini adalah Dasar Pengenaan Pajak Air Permukaan sebesar Rp4.351.968.000.000,00 yang tidak disetujui Pemohon Banding;


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-79855/PP/M.XVB/24/2017

Jenis Pajak : Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
     
Tahun Pajak : 2013
     
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi nilai sengketa dalam sengketa banding ini adalah Dasar Pengenaan Pajak Air Permukaan sebesar Rp4.351.968.000.000,00 yang tidak disetujui Pemohon Banding;
     
     
Menurut Terbanding : bahwa Pemohon Banding dalam kegiatan dan/atau usaha pertambangan di Kabupaten Mimika telah memanfaatkan air permukaan yang berasal dari sungai Aghawagon – Otomona Kabupaten Mimika Provinsi Papua untuk mendorong dan mengendapkan sisa produksi berupa pasir sisa tambang (Tailing). Pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan tersebut didasarkan atas Izin Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya Nomor 540/154/SET Tanggal 4 Januari 1995 Perihal Ijin Pemanfaatan Sungai Aikwa untuk Penyaluran Limbah Pertambangan (tailing) dan Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya Nomor 540/2102/SET Tanggal 20 Juni 1996 Perihal Ijin Pemanfaatan Sungai Aghwa-Otomona-Ajkwa-Minajerwi untuk Penyaluran Limbah Pertambangan (Tailing);

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 17 dikaitkan dengan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (selanjutnya disebut UU PDRD) dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah (selanjutnya disebut Perdasi Pajak Daerah), yang menyatakan bahwa:
a) Pasal 1 angka 17 UU PDRD
“Pajak air permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan”
b) Pasal 21 ayat (1) UU PDRD
“Obyek pajak air permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan”
c) Pasal 32 ayat (1) Perdasi Pajak Daerah
“Objek PAP adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan”
     
Menurut Pemohon  : dapat diketahui bahwa pada dasarnya dalam Kesepakatan Tahun 2012 tersebut Pemohon Banding justru berbeda pendapat dengan Terbanding dalam hal pengenaan Pajak Daerah;

apakah tunduk kepada KK atau kepada ketentuan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah (“Perda 4/2011”). Kesepakatan Tahun 2012 tersebut pada dasarnya dibuat sebagai suatu bentuk jalan keluar atas perbedaan tersebut dalam konteks itikad baik Pemohon Banding beritikad baik untuk mencoba mencari cara untuk menyelesaikan perbedaan tersebut, dan pada saat bersamaan membantu Pemerintah Provinsi Papua, namun sama sekali bukan merupakan bentuk pengakuan terhadap kewenangan Perda 4/2011 sebagaimana didalilkan oleh Terbanding;
     
Menurut Majelis :
1. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Air Permukaan sebesar Rp4.351.968.000.000,00

bahwa berdasarkan pokok sengketa a quo, dan atas pertanyaan majelis di persidangan, Pemohon banding menyatakan dengan tegas bahwa pokok masalah dalam sengketa a quo adalah sengketa yuridis pengenaan pajak air permukaan, dan Pemohon Banding tidak mempermasalahkan besarnya pungutan Pajak Air Permukaan, sehingga Majelis tidak memeriksa besaran ketetapan pajaknya;

pendapat Pemohon Banding, yang menyatakan karakteristik Kontrak Karya bersifat Lex Specialis, Majelis berpendapat sebagai berikut:

bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan pertambangan di Indonesia yang beroperasi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua berdasarkan Kontrak Karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding yang ditanda tangani pada tanggal 30 Desember 1991.

bahwa Kontrak Karya tersebut dibuat berdasarkan dan sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang UU Pokok Pertambangan.

Pasal 10 UU Pokok Pertambangan 1967:
2) Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk, dan syaratsyarat yang diberikan oleh Menteri.
3) Perjanjian karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini mulai berlaku sesudah disahkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan a sepanjang mengenai bahan-bahan galian yang ditentukan dalam pasal 13 Undang-undang ini dan/atau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.”

bahwa Pemohon Banding dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa ketentuan dalam KK dengan sifat Lex Specialis-nya tersebut lahir dan terbentuk bukan dengan proses yang mudah dan sederhana, melainkan melalui suatu proses panjang dan kompleks dimana seluruh Departemen yang terkait (misalnya Departemen Pertambangan dan Energi, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehakiman, Departemen Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan, BKPM, Dirjen Pajak, Dirjen Anggaran, dsb.) secara transparan dan terbuka membahas dan meneliti draft KK tersebut, sebelum akhirnya dikonsultasikan dan dibahas dengan DPR RI sehingga akhirnya disetujui oleh DPR RI;

bahwa berdasarkan Penjelasan Pemohon Banding dan ketentuan di atas, dalam persidangan Pemohon Banding tidak dapat menyerahkan bukti berupa surat rekomendasi terkait hasil konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga Majelis tidak meyakini Kontrak Karya telah memenuhi ketentuan Pasal 10 UU Pokok Pertambangan 1967;

bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mengatur tentang jenis dan hirarki dalam peraturan perundang-undangan yang terdiri dari:
  1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
  3. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,
  4. Peraturan Pemerintah,
  5. Peraturan Presiden,
  6. Peraturan Daerah Provinsi,
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,

bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Kontrak Karya tidak termasuk dalam jenis dan hirarki dalam peraturan perundang-undangan;

bahwa dalil Pemohon Banding Surat Menteri Keuangan Nomor: S.1032/MK.04/1988 tanggal 15 Desember 1988 yang menyatakan bahwa Kontrak Karya tidak dapat dipersamakan atau diberlakukan sama dengan Undang-undang tidak dapat dipertimbangkan Majelis karena Surat Tersebut ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak bukan kepada Terbanding dan bukan merupakan suatu peraturan atau keputusan lembaga hukum yang berwenang/berkompetensi untuk memberikan pendapat/penilaian atas kedudukan suatu peraturan serta tidak secara khusus menyebut Pajak Daerah;

bahwa masalah perpajakan di dalam Kontrak Karya bersifat “Lex Specialis”, Majelis sependapat dengan ahli Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LLM, Ph.D yaitu doktrin “Lex specialis derogat legi generali” hanya dapat diberlakukan terhadap produk hukum yang sama dengan substansi masalah yang diatur sama, sedangkan antara Kontrak Karya dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan dua produk hukum yang berbeda dimana Kontrak Karya merupakan produk hukum perdata dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 merupakan produk hukum publik;

bahwa sesuai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebab yang halal dan dalam Pasal 1337 KUHPerdata dijelaskan bahwa yang menentukan suatu sebab yang terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum;

bahwa sesuai ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945, pajak dan pungutan lain lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang;

bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah termasuk Pajak Air Permukaan merupakan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa dan telah diatur dengan Undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, sehingga secara yuridis Undang-undang tersebut merupakan implementasi dari konstitusi Undang-Undang Dasar 1945;

bahwa berlakunya kontrak karya secara nailed down disebabkan Undang-Undang yang berlaku dari waktu ke waktu memberikan penegasan dalam pasal-pasalnya bahwa ketentuan dalam Kontrak Karya tetap mengikat secara hukum seperti yang diatur dalam beberapa UU yaitu:
1. UU Pajak Penghasilan diatur dalam Pasal 33A ayat 4
2. UU PPN diatur dalam Pasal II.
3. UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (“UU Otsus Papua”) diatur dalam Pasal 40 ayat (1):
“Perizinan dan Perjanjian Kerjasama yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi dengan pihak lain tetap berlaku dan dihormati”
4. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) diatur dalam Pasal 169 huruf a:
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
  1. Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian.”

bahwa berdasarkan beberapa ketentuan di atas, sifat lex specialis KK terhadap UU ditunjukkan dengan adanya aturan atau pasal-pasal yang tercantum dalam undangan-undang yang saat ini berlaku berupa penegasan bahwa ketentuan dalam Kontrak Karya mengikat secara hukum;

bahwa menurut butir menimbang UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan sebagai berikut:
  • bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah;
  • bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif;

bahwa berdasarkan uraian di atas, tidak terdapatnya ketentuan dalam UU PDRD yang berkaitan dengan keberlakuan ketentuan dalam Kontrak Karya sebagai ketentuan yang diberlakukan secara khusus (Lex Specialis), menunjukan bahwa DPR yang merupakan perwakilan dari seluruh rakyat Indonesia tidak menghendaki UU PDRB tunduk terhadap Kontrak Karya dengan pertimbangan pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah serta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah;

bahwa berdasarkan uraian diatas terbukti bahwa Kontrak Karya tidak diatur secara khusus dalam Undang- undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Majelis berpendapat Kontrak Karya tidak dapat diberlakukan sebagai Lex Specialis terhadap Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah karena tidak mempunyai landasan yuridis yang kuat, dalil Terbanding yang menyatakan adanya dampak lingkungan atas pemanfaatan air permukaan yang berasal dari sungai AAA – BBB Kabupaten Mimika Provinsi Papua yang digunakan untuk mendorong dan mengendapkan sisa produksi berupa pasir sisa tambang (Tailing), dapat diuraikan sebagai berikut:

bahwa untuk memanfaatkan air permukaan tersebut, Pemohon banding mengajukan ijin untuk pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya memberikan ijin Nomor 540/154/SET Tanggal 4 Januari 1995 Perihal Ijin Pemanfaatan Sungai CCC untuk Penyaluran Limbah Pertambangan (tailing) dan Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya Nomor 540/2102/SET Tanggal 20 Juni 1996 Perihal Ijin Pemanfaatan Sungai AAA-BBB-CCC-DDD untuk Penyaluran Limbah Pertambangan (Tailing);

bahwa dengan adanya kegiatan Pemohon Banding berupa mendorong dan mengendapkan sisa produksi berupa pasir sisa tambang (Tailing), maka akan menyebabkan terganggu ekosistem sungai AAA yang disebabkan pendangkalan sungai sehingga Majelis berpendapat sudah sepatutnya apabila Pemerintah Daerah menarik pajak atas pemanfaatan air permukaan dalam rangka perbaikan lingkungan dan ekosistem sungai AAA yang terjadi dari waktu ke waktu;

kewenangan (diskresi) Pemerintah Daerah untuk menetapkan Tarif Pajak Air Permukaan menurut butir menimbang pada UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dapat diuraikan sebagai berikut:

bahwa Negara Kesatuan RI merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera dan berkeadilan;

bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah;

bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif;

bahwa berdasarkan uraian di atas Majelis berpendapat pemberian diskresi dalam penetapan tarif pajak atas air permukaan adalah telah sesuai dengan jiwa UU PDRB yaitu pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera dan berkeadilan sehingga perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif;

ketentuan Pasal 18 Ayat (1) ii Kontrak Karya, yang menyatakan: “Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya berdasarkan Persetujuan ini, Perusahaan tunduk kepada undang-undang dan peraturan-peraturan yang dari waktu ke waktu berlaku di Indonesia, mempunyai hak untuk membangun fasilitas-fasilitas yang dianggap perlu dengan ketentuan bahwa dalam hubungan dengan kegiatan-kegiatan Perusahaan, tetapi tunduk kepada ketentuan dalam pasal 13, Perusahanan harus membayar biaya dan pungutan yang berlaku umum untuk pelayanan yang diberikan, fasilitas yang diminta dan hak-hak khusus yang dibrikan oleh Pemerintah; dengan ketentuan bahwa jasa-jasa, faslitas dan hak-hak tersebut diminta oleh perusahaan;

bahwa Pemohon Banding Meminta Fasilitas Pemanfaatan Sungai CCC untuk penyaluran limbah Pertambangan (tailing) kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya berdasarkan Surat Nomor 2330/19/1994 perihal Ijin Pemanfaatan CCC untuk penyaluran limbah Pertambangan (tailing);

bahwa berdasarkan Surat Permohonan Ijin Pemohon Banding Nomor 2330/19/1994 , Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya menjawab dengan Surat Nomor 540/154/SET tanggal 4 Januari 1995 yang intinya dalam rangka kelancaran tugas kegiatan industri pertambangan di Tembagapura/Timika Kabupaten Fak Fak, menyetujui permohonan dimaksud;

bahwa dengan adanya permintaan ijin untuk menggunakan fasilitas aliran sungai CCC untuk penyaluran limbah Pertambangan (tailing) dan persetujuan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya, maka telah sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Ayat (1) ii Kontrak Karya, sehingga Pemohon Banding harus tunduk kepada undang-undang dan peraturan-peraturan yang dari waktu ke waktu berlaku di Indonesia dan harus membayar biaya dan pungutan yang berlaku umum untuk fasilitas yang diminta dan hak-hak khusus yang diberikan oleh Pemerintah;

bahwa terkait dengan frasa “.....tetapi tunduk kepada ketentuan dalam pasal 13”, Majelis memaknainya bahwa frase tersebut terkait dengan selain fasilitas dan hak-hak khusus yang diminta dan yang diberikan oleh Pemerintah berdasarkan permintaan perusahaan;

bahwa peraturan-peraturan yang dari waktu ke waktu berlaku di Indonesia yang terkait dengan sengketa a quo adalah Pasal 1 angka 17 dikaitkan dengan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (selanjutnya disebut UU PDRD) dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah (selanjutnya disebut Perdasi Pajak Daerah), yang menyatakan bahwa:
a) Pasal 1 angka 17 UU PDRD
“Pajak air permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan”
b) Pasal 21 ayat (1) UU PDRD
“Obyek pajak air permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan”
c) Pasal 32 ayat (1) Perdasi Pajak Daerah
“Objek PAP adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan”

bahwa dengan demikian Majelis berpendapat pemanfaatan air permukaan oleh Pemohon Banding yang memanfaatkan air sungai AAA – BBB Kabupaten Mimika Provinsi Papua untuk mendorong dan mengendapkan sisa produksi berupa pasir sisa tambang (Tailing) merupakan obyek Pajak Air Permukaan (PAP);

bahwa terkait ketentuan-ketentuan khusus yang terdapat dalam Kontrak Karya, Pasal 1 angka 20 Kontrak Karya menegaskan mengenai definisi dari kata "Pemerintah" dimana ““Pemerintah” berarti Pemerintah Republik Indonesia, Menteri, Departemen, Badan, Lembaga, Pemerintah Tingkat Wilayah, Daerah tingkat I atau tingkat II-nya”. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 20 Kontrak Karya tersebut, Majelis berpendapat Pemerintah Daerah Tingkat I (Provinsi) Papua yang dikepalai oleh Gubernur Provinsi Papua atau Terbanding termasuk ke dalam cakupan definisi “Pemerintah”;

bahwa Pemohon Banding telah membuat kesepakatan dengan Pemerintah Daerah Provinsi Papua pada tanggal 06 Desember 2012 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, pada angka 1 antara lain menyebutkan: "Pajak air Permukaan akan dihitung dan dibayarkan oleh Perusahaan berdasarkan tarif dari Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, khususnya Bab VI tentang Pajak Air Permukaan…".

bahwa Perjanjian yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua dengan Pemohon Banding adalah dalam rangka penggunaan kewenangan (diskresi) Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam penetapan tarif dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, sebagaimana tertuang dalam konsideran UU PDRB;

bahwa isi kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Papua dan Pemohon Banding pada tanggal 06 Desember 2012 ("KesepakatanTahun 2012"), dinyatakan bahwa kedua pihak menyadari adanya perbedaan antara ketentuanketentuan di dalam Kontrak Karya dan di dalam peraturan perundang-undangan pajak dan retribusi daerah, sehingga Kesepakatan Tahun 2012 tersebut pada dasarnya dibuat sebagai suatu bentuk jalan keluar atas perbedaan tersebut dalam konteks itikad baik Pemohon Banding dan Pemerintah Provinsi Papua dalam menyelesaikan perbedaan tersebut;

bahwa Perdasi Papua Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah telah mendapat persetujuan Pemerintah Pusat berdasarkan:
  1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 973-749 Tahun 2011 tanggal 26 Oktober 2011 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Papua tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Provinsi Papua;
  2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 973-348 Tahun 2012 tanggal 28 Mei 2012 tentang Klarifikasi Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah bahwa kesepakatan tanggal 06 Desember 2012 sejalan dengan prinsip-prinsip otonomi daerah dimana Provinsi Papua sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua telah diberikan kewenangan dan keleluasaan yang besar untuk menyelenggarakan pemerintahan yang lebih efektif dan membangun daerah dengan memperhatikan nilai-nilai/kearifan budaya, kondisi geografis dan tingkat kesulitan/kemahalan yang tinggi.
bahwa kesepakatan tanggal 06 Desember 2012 merupakan suatu perikatan yang sah sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPer jo. Pasal 1337 KUHPer:

Pasal 1320 KUHPer
“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
  1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. suatu hal tertentu;
  4. suatu sebab yang halal.”

Pasal 1337 KUHPer
“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”

bahwa dalam konteks perjanjian yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPer jo Pasal 1337 KUHPer, dan ketentuan Pasal 1338 KUHPer mengatur: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

bahwa berdasarkan uraian di atas, terbukti para pihak telah membuat kesepakatan baru dengan mengesampingkan ketentuan dalam Penjelasan Pasal 13 Paragraf 10 Kontrak Karya, dimana Pemohon Banding secara sadar mengakui adanya pajak-pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Pajak Air Permukaan yang dihitung berdasarkan tarif sesuai Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011;
     
Menimbang : berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Majelis berkesimpulan bahwa dalil yang disampaikan oleh Pemohon Banding baik dalam bantahan tertulis maupun dalam persidangan tidak didasarkan kepada landasan yuridis yang kuat, sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan karena telah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
     
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak banding Pemohon Banding;
     
Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundangundangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;
     
Memutuskan : Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: 188.4/58/ Tahun 2015 Tanggal 06 Maret 2015, tentang Penolakan Terhadap Pengajuan Keberatan Pemohon Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Air Permukaan Nomor 973/2389 Tanggal 02 Desember 2014 untuk Bagian Bulan Januari s.d. Desember 2013 sebagaimana telah dibetulkan dengan Keputusan Gubernur Papua Nomor 188.4/226/ Tahun 2015 tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur Papua Nomor 188.4/58/ Tahun 2015 tanggal 06 Juli 2015, atas nama: XXX.

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan yang dicukupkan pada hari Rabu tanggal 10 Februari 2016, oleh Hakim Majelis XVB Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor Pen.00551/PP/PM/X/2015 tanggal 24 April 2015 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Drs. WQP, Ak.     
DXG, S.H., M.Hum.     
Dr. KVL, Ak., M.M., M.Hum.     
HBY      
Sebagai Hakim Ketua,
Sebagai Hakim Anggota,
Sebagai Hakim Anggota,
Sebagai Panitera Pengganti,

Putusan Nomor: Put-79855/PP/M.XVB/24/2017 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu, 18 Januari 2017 berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor: PEN.045/PP/Ucp/2016 tanggal 01 April 2016, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Drs. WQP, Ak.
Dr. KVL, Ak., M.M., M.Hum.
MRN, S.E., MAFIS.
HBY
Sebagai Hakim Ketua,
Sebagai Hakim Anggota,
Sebagai Hakim Anggota,
Sebagai Panitera Pengganti,

yang dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dihadiri oleh Terbanding dan dihadiri oleh Pemohon Banding.