Putusan Mahkamah Agung Nomor : 202/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015 yang telah b


 

PUTUSAN
Nomor 202/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal XX Nomor X0-XX, Jakarta XXXX0, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal XX, Nomor X0-XX, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2014/PJ./2015 tanggal 3 Juni 2015;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT DFG (PERSERO), tempat kedudukan di Jalan GH, Nomor XXX, Senen, Jakarta Pusat;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding bermaksud mengajukan permohonan Banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1897/WPJ.19/2013 tanggal 23 Desember 2013 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2009;
Bahwa besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang Masa Pajak Januari 2009 berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Terbanding adalah sebagai berikut:
  1. Bahwa berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00014/207/09/093/12 yang diterbitkan tanggal 27 November 2012 oleh Terbanding, jumlah perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kurang bayar adalah sebesar Rp5.139.637.512,00 dengan rincian sebagai berikut:

    Uraian  Jumlah Menurut Terbanding
    (Rp)
    PPN Kurang/(Lebih) Bayar 3.471.648.461,00
    Sanksi Bunga 1.664.916.378,00
    Sanksi Kenaikan 3.072.673,00
    Jumlah PPN yang masih harus/(lebih) dibayar 5.139.637.512,00

  2. Bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa tersebut, Pemohon Banding telah mengajukan keberatan sebagaimana Surat Nomor 25-B/004103/2013 tanggal 22 Februari 2013 perihal Pengajuan Keberatan terhadap penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00014/207/09/093/12 Masa Pajak Januari 2009, yang pada pokoknya menyatakan bahwa jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah sebesar Rp0,00 (tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai);
  3. Bahwa perbedaan perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
    Jumlah PPN yang kurang bayar sesuai SKPKB :
    Rp3.471.648.461,00
    PPN yang disetujui untuk dibayar oleh Pemohon Keberatan (PPN atas Pendapatan Biaya Sewa Gedung Harco Pasar Baru, telah disetor tanggal 8 Februari 2013) :
    (Rp 82.261.753,00)
    Sisa PPN Kurang Bayar/Terutang :
    Rp3.389.386.708,00
    Pengajuan Keberatan yang diajukan sebesar :
    Rp3.389.386.708,00
    Jumlah PPN Kurang Bayar/Terutang (sesuai dengan pengajuan keberatan) :
    -0-

  4. Bahwa terhadap pengajuan keberatan yang Pemohon Banding ajukan tersebut, berdasarkan Surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Empat Nomor S-00085/WPJ.19/KP.0403/2013 tanggal 26 Februari 2013 perihal Pemberitahuan Surat Keberatan Memenuhi Persyaratan, yang menyatakan bahwa Surat Nomor 25-B/004103/2013 tanggal 22 Februari 2013 perihal Pengajuan Keberatan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00014/207/09/093/12 Masa Pajak Januari 2009 telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah dilanjutkan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Besar untuk di proses lebih lanjut;
  5. Bahwa selanjutnya, berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar Nomor S-4202/WPJ.19/2013 tanggal 29 November 2013 perihal Surat Pemberitahuan Untuk Hadir yang memberitahukan hasil penelitian keberatan sebagai berikut:
    1. Pendapatan administrasi yang diperoleh ... dst.;
    2. Atas alasan keberatan Wajib Pajak yang menyatakan bahwa ... dst.;
    3. Atas alasan keberatan Wajib Pajak yang menyatakan bahwa ... dst.;
    4. Atas alasan keberatan wajib pajak yang menyatakan pendapatan administrasi tidak sama dengan pendapatan jasa penyimpanan tidak dapat diterima karena berdasarkan ketentuan Pasal 1157 KUHPerdata, tanggung jawab DFG dan kewajiban Nasabah yaitu DFG bertanggungjawab atas kehilangan dan keselamatan Barang Jaminan, sebaliknya Nasabah berkewajiban mengganti kepada DFG segala biaya yang diperlukan dan yang akan dikeluarkan oleh DFG untuk keselamatan Barang Jaminan tersebut dan tidak terdapat dokumen lain yang digunakan Wajib Pajak untuk menagihkan biaya tersebut;
  6. Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka Terbanding berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas Akun Pendapatan Administrasi sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai telah sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku serta menolak permohonan keberatan Pemohon Banding;
  7. Bahwa atas Surat Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar Nomor S-4202/WPJ.19/2013 tanggal 29 November 2013 perihal Surat Pemberitahuan Untuk Hadir tersebut, Pemohon Banding telah memberikan tanggapan secara tertulis sebagaimana tercantum dalam Surat Nomor 282-(B)/004103/2013 tanggal 11 Desember 2013;
    Bahwa perhitungan tersebut di atas akhirnya terjadi perubahan berdasarkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-1897/WPJ.19/2013 tanggal 23 Desember 2013 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, yang menetapkan bahwa jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar oleh Pemohon Banding adalah sebesar Rp5.119.441.819.00, dengan rincian sebagai berikut:
    Uraian Semula
    (Rp)
    Ditambah/
    Dikurangi
    (Rp)
    Menjadi
    (Rp)
    PPN Kurang/(Lebih) Bayar  3.471.648.461,00 (13.645.739,00) 3.458.002.722,00
    Sanksi Bunga 1.664.916.378,00  (6.549.954,00) 1.658.366.424,00
    Sanksi Kenaikan 3.072.673,00 0,00 3.072.673,00
    Jumlah PPN yang masih harus/(lebih) dibayar 5.139.637.512,00 (20.195.693,00) 5.119.441.819,00
     
    Bahwa perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang menurut Pemohon Banding adalah sebesar Rp0,00 (tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai);

    Bahwa perbedaan perhitungan tersebut disebabkan adanya koreksi pengenaan objek Pajak Pertambahan Nilai yang tidak disetujui Pemohon Banding. Koreksi tersebut menurut Terbanding karenanya adanya Akun Pendapatan Administrasi sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai yang belum dibayar dan dilaporkan dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari 2009. Pemohon Banding tidak menyetujui koreksi tersebut karena menurut Pemohon Banding bahwa Pendapatan Administrasi tersebut bukan merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai;
    Bahwa setelah permohonan keberatan sebagaimana tersebut di atas dikabulkan sebagian sebagaimana Keputusan Terbanding Nomor KEP-1897/WPJ.19/2013 tanggal 23 Desember 2013 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, maka sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka atas Keputusan Keberatan tersebut Pemohon Banding dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak;
    Bahwa adapun alasan Pemohon Banding mengajukan banding adalah sebagai berikut:
    1. Bahwa Akun Pendapatan Administrasi yang diterima Pemohon Banding dilatarbelakangi hal-hal sebagai berikut:
      1. Status Kelembagaan Pemohon Banding;
        Bahwa Pemohon Banding sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara kategori Lembaga Keuangan Non Bank, sejak didirikan sampai dengan saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan status kelembagaan/badan hukum, yaitu:
        1. Tanggal 1 April Tahun 1901 berdirinya Rumah Gadai dengan Staatsblad (Stbl) tahun 1901 Nomor 131 tanggal 12 Maret 1901 yang berbentuk Jawatan;
        2. Tahun 1961, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 178 Tahun 1961 tanggal 3 Mei 1961 tentang Perusahaan Negara DFG, Jawatan DFG diubah status badan hukunya menjadi Perusahaan Negara (PN) DFG;
        3. Tahun 1969, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1969 tanggal 11 Maret 1969 tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN) DFG;
        4. Tahun 1990, PERJAN DFG dialihkan menjadi Perusahaan Umum (PERUM) DFG berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) DFG Menjadi Perusahaan Umum (PERUM) DFG. Peraturan ini selanjutnya diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (PERUM) DFG;
        5. Tahun 2011, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) DFG menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) yang selanjutnya didirikan Perusahaan Perseroan DFG dengan Akta Nomor 1 tanggal 1 April 2012 yang dibuat di hadapan Notaris NF, S.H., M.Kn., dan telah mendapat pengesahan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-17525.AH.01.01 Tahun 2012 berikut segala perubahannya;
        6. Bahwa sejak berdiri Pemohon Banding, pembinaan dan pengawasannya di bawah Menteri Keuangan Republik Indonesia dan kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, maka pembinaan dan pengawasan Pemohon Banding berada di bawah Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, sedangkan penatausahaan modal masih di bawah Menteri Keuangan;
        7. Bahwa Pemohon Banding merupakan Badan Usaha Milik Negara yang kepemilikan sahamnya adalah 100% milik Negara/Pemerintah Republik Indonesia;
      1. Kegiatan Usaha/Operasional Pemohon Banding;
        Bahwa dalam melaksanakan kegiatan usahanya, Pemohon Banding telah mengalami perkembangan, yaitu:
    1. Bahwa berdasarkan Pandhuis Reglement (Aturan Dasar DFG) Stbl. Tahun 1905 Nomor 490 yang kemudian diubah dengan Stbl. Tahun 1928 Nomor 81 jo. Nomor 82 dan Stbl. Tahun 1935 Nomor 596, Kegiatan usaha Pemohon Banding meminjamkan uang dengan menerima jaminan berdasarkan hukum gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUH Perdata, untuk melayani masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah;
    2. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000, kegiatan usahanya menjadi penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai, jaminan fidusia, pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa sertifikasi logam mulia dan batu adi, unit toko emas, dan industri perhiasan emas serta usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan perusahaan;
      Bahwa adapun maksud dan tujuan Pemohon Banding adalah turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan ekonomi menengah ke bawah, menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktek riba dan pinjaman tidak wajar lainnya;
    3. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011, kegiatan usahanya dikembangkan yaitu melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lainnya di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Pemohon Banding dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas;
      Bahwa adapun bentuk kegiatan usahanya adalah menyelenggarakan usaha utama sebagai berikut:
      1. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek;
      2. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia; dan
      3. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi dan perdagangan logam mulia serta batu adi;
        Bahwa selain melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud di atas, Pemohon Banding dapat melaksanakan kegiatan usaha:
    1. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman; dan
    2. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan;
    Bahwa sebagai peraturan induk dalam kegiatan operasional penyaluran pinjaman, Pemohon Banding sepanjang tidak diatur oleh perundang-undangan lain, tetap tunduk pada Pandhuis Reglement (Peraturan DFG) Stbl. Tahun 1928 Nomor 81;
    Bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding tersebut dimplementasikan melalui beberapa jenis skim produk/layanan kepada masyarakat;
      1. Jenis/Skim Produk Pemohon Banding;
      Bahwa di dalam menjalankan kegiatan usahanya, Pemohon Banding membagi 3 (tiga) kelompok layanan, yaitu:
        1. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai dan jaminan fidusia secara konvensional maupun syariah;
          Jenis skim produknya, antara lain: Kredit Cepat Aman (DFG KCA), Krasida, Krista, Kremada, Ar-Rum, Rahn, KTJG, Gadai Saham, Kresna, dan MULIA;
          Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai dan fidusia mewajibkan kreditur menyimpan dan memelihara Barang Jaminan, memperingatkan ketika kredit jatuh tempo, memberikan ganti rugi kepada Debitur atas susutnya Barang Jaminan sepanjang penagihannya tidak dipisahkan yang dituangkan dalam Surat Bukti Kredit (Perjanjian);
          Adapun pendapatan yang diterima berupa:
          1. Pendapatan Sewa Modal (bunga)/ujrah, dengan pembukuan mata anggaran: 411;
          2. Pendapatan Administrasi, dengan pembukuan mata anggaran: 412.01 sampai dengan 412.06;
        2. Perdagangan Emas;
          Jenis skim produknya, antara lain: MULIA tunai dan Galeri-24;
          Pendapatan dari perdagangan emas sebagaimana dimaksud pada angka 1 berupa: Pendapatan Margin, dengan pembukuan mata anggaran: 411.08;
        3. Aneka Jasa;
          Jenis skim produknya, antara lain: Jasa Titipan, Jasa Taksiran, KUCICA, dan Sewa Gedung;
          Pendapatan dari aneka jasa sebagaimana dimaksud pada angka 1 berupa:
          1. Jasa Titipan;
            Yang dimaksud dengan Jasa Titipan adalah bentuk layanan penyimpanan barang sebagai titipan sementara di Cabang DFG sebagaimana Keputusan Direksi Perum DFG Nomor SP.2/2/24 tanggal 16 September 1993 tentang Penyelenggaraan Jasa Titipan;
            Adapun pendapatan dari Jasa Titipan berupa Pendapatan Administrasi Penitipan Barang yang dibukukan dengan mata anggaran: XXX.0X.0X;
          2. Jasa Taksiran;
            Adapun pendapatan dari Jasa Taksiran berupa Pendapatan Administrasi Jasa Taksiran yang dibukukan dengan mata anggaran: XXX.0X.0X;
          3. Sewa Gedung;
            Layanan ini dalam rangka optimalisasi Aset yang dimiliki oleh Pemohon Banding;
            Adapun pendapatan dari Sewa Gedung berupa Pendapatan Sewa yang dibukukan dengan mata anggaran: XXX.0X sampai dengan XXX.0X;
          4. KUCICA;
            Adapun pendapatan dari Pengiriman uang (Remittance) berupa Pendapatan Jasa Kucica yang dibukukan dengan mata anggaran: XXX.0X;
      1. Ketentuan tentang Jasa Di Bidang Perbankan;
        Sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, mengatur sebagai berikut:
        “Usaha Bank umum meliputi:
    1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
    2. Memberikan kredit;
    3. Menerbitkan surat pengakuan utang;
    4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
    1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
    2. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
    3. Kertas perbendaharaaa negara dan surat jaminan pemerintah;
    4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
    5. Obligasi;
    6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
    7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
    1. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
    2. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
    3. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
    4. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
    5. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
    6. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
    7. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya;
    8. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
    9. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;
    10. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
    1. Bahwa kegiatan usaha utama Pemohon Banding sebagaimana dijelaskan di atas dipersamakan dengan Jasa Perbankan sebagaimana Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu di antaranya: Pemberian Kredit dan Jasa Penitipan Barang dan Terbanding setuju atas persamaan tersebut sebagaimana tertuang dalam Lampiran Surat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar Nomor S-4202/WPJ.19/2013 tanggal 29 November 2013 tentang Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan pada angka 2;
    2. Bahwa dalam penyaluran pinjaman tersebut sama atau sejenis dengan pemberian kredit sebagaimana dimaksud dalam kegiatan Jasa Perbankan.
      Dalam penyaluran pinjaman tersebut, Pemohon Banding menerima pendapatan berupa:
      1. Sewa Modal (Bunga)/Ujrah; dan
      2. Biaya Administrasi;
      Bahwa dalam layanan Jasa Titipan yang merupakan jasa lainnya (bukan termasuk kategori penyaluran pinjaman), Pemohon Banding menerima pendapatan berupa: Administrasi Penitipan Barang;
      Bahwa dengan demikian penerimaan dari Pendapatan Administrasi dalam penyaluran pinjaman tersebut, bukan merupakan jenis layanan tersendiri, melainkan penerimaan tersebut melekat/terkait langsung dengan penyaluran pinjaman, sedangkan untuk layanan Jasa Titipan merupakan jenis layanan tersendiri yang dilakukan oleh Pemohon Banding. Oleh karenanya, untuk jenis layanan Jasa Titipan merupakan jenis jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan telah dibayarkan Pajak Pertambahan Nilainya;
    3. Bahwa terdapat beberapa ketentuan yang mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai, antara lain:
      1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
        Dalam Pasal 4A ayat (3) huruf d menyebutkan bahwa Penetapan Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai di antaranya adalah jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
      2. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
      1. Dalam Pasal 5 menyebutkan bahwa Kelompok Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, di antaranya adalah jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
      2. Dalam Pasal 8 menyebutkan bahwa yang dimaksud Jasa Perbankan adalah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), dan anjak piutang;
      Bahwa berdasarkan Pasal 4A ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 jo. Pasal 5 dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 di atas, Jasa Perbankan merupakan salah satu jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), dan anjak piutang;
      Bahwa hal ini sesuai dengan Pasal 4A ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah menyebutkan bahwa Penetapan Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai di antaranya adalah jasa di bidang keuangan;
      Bahwa dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tersebut dijelaskan bahwa Jasa Keuangan meliputi:
      1. Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
      2. Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
      3. asa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
        1. Sewa guna usaha dengan hak opsi;
        2. Anjak piutang;
        3. Usaha kartu kredit; dan/atau
        4. Pembiayaan konsumen;
      1. Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah, dan fidusia; dan
      2. Jasa penjaminan;
      Bahwa dengan demikian sangatlah jelas bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding berupa penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dan jaminan fidusia baik secara konvensional maupun syariah yang karena kegiatan tersebut Pemohon Banding menerima pendapatan berupa sewa modal (bunga)/ujrah dan administrasi, termasuk Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
    4. Bahwa tidak benar, hasil penelitian keberatan sebagaimana tercantum dalam uraian Nomor 1 angka 4 lampiran Surat Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar Nomor S-4202/WPJ.19/2013 tanggal 29 November 2013 dan berdasar Pasal 1157 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “tanggung jawab DFG dan kewajiban nasabah yaitu DFG bertanggung jawab atas kehilangan dan keselamatan barang jaminan, sebaliknya nasabah berkewajiban mengganti kepada DFG segala biaya yang diperlukan dan yang akan dikeluarkan oleh DFG untuk keselamatan barang jaminan tersebut dan tidak terdapat dokumen lain yang digunakan wajib pajak untuk menagihkan biaya tersebut”;
      Bahwa pendapatan administrasi dan biaya pokok ditagih dalam satu bukti tagihan yang dinyatakan dalam Surat Bukti Kredit/Perjanjian Kredit. Biaya administrasi ditagih kepada Nasabah pada waktu pencairan kredit sebagaimana perlakuan dalam Jasa Perbankan;
      Bahwa dalam Surat Bukti Kredit/Perjanjian Kredit tersebut telah tercantum jumlah uang pinjaman, tarif sewa modal, dan biaya administrasi yang harus dibayar oleh nasabah;
      Bahwa hal ini sejalan dengan Pasal 1159 KUH Perdata dinyatakan bahwa biaya yang ditagih oleh DFG meliputi jumlah utang pokok, bunga, dan biaya yang dikeluarkan untuk penyelamatan barang gadai;
      Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Pemohon Banding berkesimpulan bahwa:
      1. Pendapatan Administrasi (PA) yang diterima Pemohon Banding dari kegiatan usaha berupa penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dan jaminan fidusia baik secara konvensional maupun syariah adalah bukan merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai;
      2. Pemohon Banding menolak atas penetapan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar/terutang sebesar Rp5.119.441.819,00 (lima milyar seratus sembilan belas juta empat ratus empat puluh satu ribu delapan ratus sembilan belas rupiah) sebagaimana Keputusan Terbanding Nomor KEP-1897/WPJ.19/2013 tanggal 23 Desember 2013 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2009;
      3. Pemohon Banding telah mempunyai kegiatan usaha berupa jasa titipan yang pendapatannya telah dicatat dengan akun tersendiri (Pendapatan Administrasi Penitipan Barang) dan atas akun tersebut telah dibayarkan kewajiban Pajak Pertambahan Nilainya sehingga tidak mendasar apabila Terbanding berpendapat bahwa Pendapatan Administrasi (PA) atas kegiatan usaha berupa penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dan jaminan fidusia baik secara konvensional maupun syariah dipersamakan dengan Pendapatan Administrasi Penitipan Barang;
      Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Pemohon Banding mohon kepada Pengadilan Pajak agar memberikan putusan sebagai berikut:
      1. Menerima permohonan banding yang diajukan oleh Pemohon Banding untuk seluruhnya;
      2. Menyatakan secara hukum bahwa Pendapatan Administrasi (PA) terhadap kegiatan usaha berupa penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dan jaminan fidusia baik secara konvensional maupun syariah yang diterima Pemohon Banding, termasuk Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
      3. Membatalkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-1897/WPJ.19/2013 tanggal 23 Desember 2013 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2009;
      4. Menyatakan secara hukum bahwa Pemohon Banding tidak mempunyai kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang Masa Pajak Januari 2009 sebesar Rp5.119.441.819,00 (lima milyar seratus sembilan belas juta empat ratus empat puluh satu ribu delapan ratus sembilan belas Rupiah);
      Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
      Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1897/WPJ.19/2013 tanggal 23 Desember 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00014/207/09/093/12 tanggal 27 November 2012 Masa Pajak Januari 2009, atas nama PT DFG (Persero), NPWP 0X.00X.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jl. GH
      No. XXX, Senen, Jakarta Pusat, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2009 menjadi sebagai berikut:

      Dasar Pengenaan Pajak :
      - Penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri
      Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai:
      Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri
      Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
      Jumlah Perhitungan PPN Kurang/(Lebih) Bayar
      Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
      Jumlah PPN yang Kurang dibayar
      Sanksi Administrasi:
      a. Bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang KUP
      b. Kenaikan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP
      Jumlah PPN yang masih harus dibayar

      Rp   898.531.710,00

      Rp     89.853.171,00
      Rp     10.664.091,00
      Rp     79.189.080,00
      Rp       3.072.673,00
      Rp     82.261.753,00

      Rp     38.010.758,00
      Rp       3.072.673,00
      Rp   123.345.184,00

    Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 24 Maret 2015 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2014/PJ./2015 tanggal 3 Juni 2015 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 17 Juni 2015 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-2014T/5.2/PAN.Wk/2016 yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 23 September 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 24 Oktober 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding),sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015, atas nama PT DFG (Persero) (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak mealui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor P.382/PAN/2015 tertanggal 18 Maret 2015 kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang diterima secara langsung pada tanggal 27 Maret 2015 dengan bukti penerimaan Tempat Pelayanan Surat Terpadu Nomor 201503270234;
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015 ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
    Koreksi Objek Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari 2009 sebesar Rp33.757.409.698,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
    1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Halaman 61-62:
      Bahwa menurut Majelis, berdasarkan fakta dalam persidangan penggunaan istilah nama akun "pendapatan biaya penyimpanan dan asuransi” adalah digunakan untuk mendukung kelancaran dalam pengelolaan administrasi penyaluran uang pinjaman atau kredit, yaitu untuk:
      1. Pencetakan Form Permintaan Kredit (FPK);
      2. Pencetakan Form Surat Bukti Kredit (SBK);
      3. Pembuatan Kantong Barang Jaminan Emas;
      4. Pengadaan Jepitan Kantong Barang Jaminan (matrys);
      Bahwa berdasarkan Laporan Keuangan Perum DFG Tahun 2002 yang dibuat Kantor Akuntan Publik Soejatna, Mulyana & Rekan Nomor 164/SMR/SP/VII/2004 tanggal 12 Juli 2004, pada intinya juga menyatakan bahwa:
      “Akun Pendapatan Biaya Penyimpanan dan Asuransi adalah Biaya Administrasi yang dibebankan kepada Nasabah atas proses penerimaan kredit gadai”;
      Bahwa sesuai dengan Surat Edaran Direksi Perum DFG Nomor 8/Op1.00211/2003 tentang Perubahan Biaya Penyimpanan dan Asuransi Menjadi Biaya Administrasi, Pemohon Banding juga telah melakukan perubahan nama perkiraan yang semula ’’pendapatan biaya penyimpanan dan asuransi” menjadi “biaya administrasi”;
      Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Majelis berpendapat bahwa substansi dari nama akun ’’pendapatan biaya penyimpanan dan asuransi” sebenarnya adalah Biaya Administrasi yang dibebankan kepada Nasabah atas proses penerimaan kredit gadai, yang bukan merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai;
      Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa:
      Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat;
      Bahwa berdasarkan Pasal 69 ayat (le) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa:
      “Alat bukti dapat berupa “pengetahuan Hakim”, yang di Pasal 75 disebutkan "adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya;
      Bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa:
      "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
      Bahwa pada memori penjelasan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa:
      "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan penjelasan para pihak dalam persidangan serta ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas, Majelis meyakini bahwa dalil yang dikemukakan Pemohon Banding sudah benar, oleh karena itu Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas akun Pendapatan Administrasi sebesar Rp33.757.409.698,00 harus dibatalkan;
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
      2.1.
      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
      Pasal 69 ayat (1):
      Alat bukti dapat berupa:
      1. Surat atau tulisan;
      2. Keterangan ahli;
      3. Keterangan para saksi;
      4. Pengakuan para pihak; dan/atau
      5. Pengetahuan Hakim;
      Pasal 76:
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
      Pasal 77 ayat (3):
      Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung;
      Pasal 78:
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
      Pasal 91 huruf e:
      Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
      1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
      2.2.
      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 1 angka 5:
      Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;
      Pasal 1 angka 6:
      Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini;
      Pasal 4 huruf c:
      1. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
        Pasal 4A ayat (3) huruf d:
        Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
      1. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
      2.3.
      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
      Pasal 1150:
      Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan;
      Pasal 1157:
      Kreditur bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai itu, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya. Di pihak lain debitur wajib mengganti kepada kreditur itu biaya yang berguna dan perlu dikeluarkan oleh kreditur itu untuk penyelamatan barang gadai itu;
      2.4.
      Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai:
      Pasal 5 huruf d:
      Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
      1. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
      Pasal 8 huruf a:
      Jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihaklain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), serta anjak piutang;
      2.5.
      Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-543/PJ.53/2004 tanggal 7 Juli 2004 hal Pengenaan Akun Pendapatan Biaya Penyimpanan dan Asuransi Perum DFG sebagai Objek Pajak Pertambahan Nilai;

    3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan penjelasan sebagai berikut:
      3.1.
      Bahwa sengketa ini merupakan sengketa yuridis fiskal, yakni apakah Pendapatan Administrasi yang diperoleh Termohon Peninjauan Kembali merupakan Jasa Kena Pajak sehingga dikenakan PPN atau sebaliknya;
      3.2.
      Bahwa Termohon Peninjauan Kembali secara garis besar berpendapat:
      • Termohon Peninjauan Kembali menjalankan kegiatan penyaluran pinjaman atas dasar gadai dan jaminan fidusia.
        Atas jasa tersebut Termohon Peninjauan Kembali menerima pendapatan berupa sewa modal (bunga/ujrah) dan administrasi;
      • Jasa yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali dipersamakan dengan jasa di bidang perbankan;
      • Pendapatan Administrasi yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali dari kegiatan penyaluran pinjaman atas dasar gadai dan jaminan fidusia, tidak dikenakan PPN, karena jasa yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf d Undang-Undang PPN;
      3.3.
      Bahwa Majelis Hakim secara garis besar berpendapat:
      • Koreksi Pemohon Peninjauan Kembali yang didasarkan hanya pada Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali yang kemudian dibagi rata setiap bulannya adalah tidak didasarkan pada bukti yang kuat, oleh karena itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
      • Pendapatan Administrasi dari kegiatan usaha pokok/utama Termohon Peninjauan Kembali, yaitu penyaluran Uang Pinjaman/Kredit atas dasar hukum gadai dan fidusia baik secara konvensional maupun syariah adalah tidak dapat dipersamakan dengan Pendapatan Administrasi Penitipan Barang sehingga Pendapatan Administrasi tersebut bukan termasuk objek Pajak Pertambahan Nilai/terutang Pajak Pertambahan Nilai;
      • Bahwa substansi dari nama akun "pendapatan biaya penyimpanan dan asuransi" sebenarnya adalah Biaya Administrasi yang dibebankan kepada Nasabah atas proses penerimaan kredit gadai, yang bukan merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai;
      3.4.
      Bahwa terkait dengan sengketa ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
      1. Tentang Ketentuan Hukum yang terkait;
        1. Bahwa sengketa ini pada dasarnya adalah sengketa yuridis, yakni apakah Pendapatan Administrasi yang diperoleh Termohon Peninjauan Kembali merupakan Jasa Kena Pajak sehingga dikenakan PPN atau sebaliknya;
        2. Bahwa ketentuan yang mengatur mengenai objek yang tidak dikenai PPN adalah sebagai berikut:
          1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM;
            1. Pasal 1 angka 5 dan 6:
              Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN;
            2. Pasal 1 angka 19:
              Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak;
            3. Pasal 1A ayat (2) huruf b:
              Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang;
            4. Pasal 4 huruf c:
              Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
              Dalam memori penjelasan disebutkan bahwa penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
              • Jasa yang diserahkan Jasa Kena Pajak;
              • Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
              • Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
            5. Pasal 4A ayat (3):
              Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
              1. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
          1. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
            1. Pasal 5:
              Kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
              1. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
            1. Pasal 8
            Jenis jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi:
              1. Jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), serta anjak piutang;
              2. Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi; dan
              3. Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi;
        1. Bahwa dalam ketentuan di atas, tidak disebutkan secara jelas mengenai kegiatan usaha yang dijalankan oleh Termohon Peninjauan Kembali, yakni penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai dan fidusia;
        2. Bahwa dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-385/PJ.53/2005 tentang Objek PPN Perum QQ, angka 4 huruf b disebutkan:
          1. Usaha jasa pembiayaan yang diserahkan oleh Perum QQ kepada nasabahnya sama dengan usaha jasa pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan kepada nasabahnya, sehingga atas penghasilan berupa bunga yang diterima oleh Perum QQ dari nasabahnya tidak dikenakan PPN;
        1. Bahwa penjelasan yang disampaikan dalam surat Pemohon Peninjauan Kembali tersebut memang bukan merupakan dasar hukum, namun surat tersebut lebih bersifat sebagai norma penjelas atas suatu peristiwa yang dikaitkan dengan ketentuan hukum yang berlaku;
        2. Bahwa penjelasan tersebut, saat ini telah diperkuat dan diatur lebih jelas dalam Pasal 4A ayat (3) huruf d Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009, sebagaimana diuraikan lebih lanjut dalam penjelasan Pasal tersebut yang berbunyi:
          Jasa keuangan meliputi: 4. Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia;
        3. Bahwa dengan demikian, jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, sebagaimana yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali termasuk sebagai jasa yang tidak dikenakan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-Undang PPN;
        4. Bahwa sengketa yang diajukan banding oleh Termohon Peninjauan Kembali adalah mengenai Pendapatan Administrasi yang diperoleh oleh Termohon Peninjauan Kembali dari penyaluran pinjaman/kredit gadai. Termohon Peninjauan Kembali menyatakan pendapatan tersebut bukan merupakan objek PPN, karena pendapatan diterima terkait dengan penyaluran pinjaman dengan dasar gadai, dan bukan merupakan pendapatan yang diterima atas jasa penitipan barang;
        5. Bahwa meskipun jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, sebagaimana yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali termasuk sebagai jasa yang tidak dikenakan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-Undang PPN, namun yang menjadi sengketa dalam banding ini adalah terkait dengan Pendapatan Administrasi yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali. Apakah Pendapatan Administrasi tersebut termasuk ke dalam bagian jenis jasa penyaluran pinjaman yang tidak dikenakan PPN sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN tersebut di atas?
        6. Bahwa akun Pendapatan Administrasi yang menjadi sengketa banding ini pada awalnya bernama Pendapatan Biaya Penyimpanan dan Asuransi yang faktanya berhubungan dengan kegiatan penyimpanan barang jaminan;
        7. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah melakukan perubahan nama akun yang semula "pendapatan biaya penyimpanan dan asuransi" menjadi "Biaya Administrasi" sebagaimana dituangkan dalam Surat Edaran Direksi Nomor 8/Opl.00211/2003 tanggal 4 Februari 2003 tentang Perubahan Biaya Penyimpanan dan Asuransi Menjadi Biaya Administrasi;
        8. Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf d Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 dijelaskan bahwa jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai diantaranya adalah jasa keuangan yang meliputi jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia;
        9. Bahwa untuk dapat memahami pengertian dari jasa keuangan yang meliputi jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia dalam Undang-Undang PPN tersebut, diperlukan penafsiran yang jelas mengenai gadai itu sendiri;
        10. Bahwa terkait dengan hal tersebut, dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) disebutkan:
          Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain, dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan;
        11. Bahwa dari pengertian gadai dalam KUH Perdata di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa gadai adalah:
          • Suatu hak yang diperoleh kreditur atas barang jaminan;
          • Barang diserahkan kepada kreditur sebagai jaminan;
          • Kreditur memiliki wewenang pelunasan yang mendahului kreditur-kreditur lain;
        12. Bahwa dalam pengertian di atas sama sekali tidak disinggung mengenai status kepemilikan barang sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa status kepemilikan barang tetap berada pada debitur, atau dengan kata lain bahwa barang yang yang digadaikan tersebut tetap menjadi hak milik debitur;
        13. Bahwa karena barang tersebut sejatinya adalah tetap menjadi milik debitur, maka biaya penyimpanan dan penyelamatan barang yang digadaikan tersebut menjadi tanggung jawab debitur. Hal ini sesuai dengan Pasal 1157 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa:
          Kreditur bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai itu, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya.
          Di pihak lain debitur wajib mengganti kepada kreditur itu biaya yang berguna dan perlu dikeluarkan oleh kreditur itu untuk penyelamatan barang gadai itu;
        14. Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas diketahui bahwa yang dimaksud dengan jasa keuangan yang meliputi jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN hanyalah sampai pada tahap dimana debitur menerima dana pinjaman dan kreditur menerima barang gadai sebagai jaminan sekaligus memiliki hak pelunasan yang mendahului;
        15. Bahwa kegiatan yang terjadi setelah itu, yaitu kegiatan penyimpanan dan penyelamatan barang jaminan, tidak lagi termasuk ke dalam kegiatan jasa penyaluran pinjaman karena faktanya bahwa barang tersebut adalah tetap menjadi hak milik dari debitur dimana biaya penyimpanan dan penyelamatannya pun menjadi tanggung jawab debitur;
        16. Bahwa dalam hal ini sejatinya Termohon Peninjauan Kembali melakukan 2 (dua) jenis kegiatan yang berbeda yaitu kegiatan penyaluran pinjaman dan kegiatan penyimpanan barang jaminan meskipun jika dilihat sekilas seolah-olah dua kegiatan tersebut adalah merupakan satu rangkaian kegiatan, namun tidak demikian fakta yang sesungguhnya;
        17. Bahwa dalam surat bantahannya Termohon Peninjauan Kembali menyatakan:
          1. Bahwa proses penyaluran Uang Pinjaman/Kredit yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bermula dari menerima barang dari pemohon kredit, lalu melakukan kegiatan penilaian/penaksiran barang, mengadministrasikan barang yang dijadikan jaminan, menyimpan barang jaminan, memberikan kredit sesuai dengan hasil penilaian/penaksiran dan setelah dilunasi semua biaya oleh pemohon kredit, maka barang milik pemohon kredit yang telah dijaga dengan baik oleh Termohon Peninjauan Kembali dikembalikan seperti semula tanpa kurang suatu apapun;
          2. Bahwa kegiatan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan tidak bisa dipecah-pecah sehingga semua biaya yang ditagih merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah;
        18. Bahwa pernyataan Termohon Peninjauan Kembali di atas hanyalah merupakan pendapat Termohon Peninjauan Kembali pribadi tanpa didukung dengan argumentasi hukum, sedangkan pendapat Pemohon Peninjauan Kembali sebagaimana diuraikan di atas adalah didasarkan pada ketentuan hukum dalam Undang-Undang PPN dan KUH Perdata;
        19. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali dan Majelis Hakim menyatakan "pendapatan biaya penyimpanan dan asuransi" adalah digunakan untuk mendukung kelancaran dalam pengelolaan administrasi penyaluran uang pinjaman atau kredit, yaitu untuk:
          1. Pencetakan Form Permintaan Kredit (FPK);
          2. Pencetakan Form Surat Bukti Kredit (SBK);
          3. Pembuatan Kantong Barang Jaminan Emas;
          4. Pengadaan Jepitan Kantong Barang Jaminan (matrys);
        20. Bahwa pernyataan Termohon Peninjauan Kembali di atas tidak pernah dibuktikan di persidangan sehingga Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat meyakini bahwa rincian Pendapatan Administrasi adalah terdiri dari hal-hal tersebut di atas;
        21. Bahwa nama akun Pendapatan Administrasi adalah nama baru dari akun yang awalnya bernama “pendapatan biaya penyimpanan dan asuransi” yang dari namanya saja dapat diketahui bahwa pendapatan dalam akun tersebut adalah berasal dari biaya penyimpanan;
        22. Bahwa dengan demikian maka Pendapatan Administrasi yang faktanya berhubungan dengan kegiatan penyimpanan dan penyelamatan barang jaminan adalah tidak termasuk dalam kegiatan jasa penyaluran pinjaman yang tidak dikenakan PPN sehingga atas Pendapatan Administrasi tersebut adalah terutang PPN;
        23. Bahwa terkait Pendapatan Administrasi yang awalnya bernama Pendapatan Biaya Penyimpanan dan Asuransi, terdapat surat penegasan dari Pemohon Peninjauan Kembali melalui Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-385/PJ.53/2005 tentang Objek PPN Perum QQ, dimana pada angka 4 huruf c ditegaskan bahwa:
          Pendapatan administrasi berasal dari biaya penyimpanan dan asuransi yang dibayarkan nasabah. Atas jasa penyimpanan barang merupakan Jasa Kena Pajak, oleh karena itu atas penyerahan jasa penyimpanan barang yang dilakukan oleh Perum QQ dikenakan PPN. DPP atas penyerahan jasa penyimpanan barang sebesar nilai pengganti termasuk biaya asuransi yang ditagih oleh Perum QQ kepada penerima jasa;
        24. Bahwa selain itu, Termohon Peninjauan Kembali sudah pernah meminta penegasan kepada Pemohon Peninjauan Kembali apakah Pendapatan Lain-Lain berupa pendapatan administrasi terutang Pajak Pertambahan Nilai atau tidak yang dijawab Pemohon Peninjauan Kembali melalui Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-543/PJ.53/2004 tanggal 7 Juli 2004 hal Pengenaan Akun Pendapatan Biaya Penyimpanan dan Asuransi Perum DFG sebagai Objek Pajak Pertambahan Nilai yang pada intinya menegaskan bahwa Pendapatan Lain-Lain tersebut merupakan penyerahan jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;

      1. Tentang Koreksi Pemeriksa;
      1. Bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali terkait dengan DPP PPN adalah sebagai berikut:
      2. Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa koreksi DPP PPN atas Pendapatan Administrasi sebesar Rp33.757.409.692,00 diperoleh dari angka Rp405.088.916.298,00 dibagi 12 bulan;
      3. Bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali tersebut dilakukan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.3/1988 tanggal 28 Juli 1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Ketetapan Pajak (Seri PPN-124) dimana pada butir II romawi angka 4 diatur bahwa:
        Apabila karena suatu hal jumlah PPn/PPn. BM yang kurang dibayar untuk masing-masing Masa Pajak tidak dapat diketahui secara pasti, maka jumlah kekurangan pajak (Pajak terutang/Pajak Keluaran setelah dikurangi Kredit Pajak misalnya Pajak Masukan, PPN/PPn.BM yang telah disetor) untuk masing-masing Masa Pajak dapat dihitung sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 465/KMK.01/1987 yaitu kekurangan tersebut dibagi rata per Masa Pajak;
      4. Bahwa dengan demikian maka koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
      5. Bahwa terkait dengan sengketa ini, Pemohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dengan Majelis Hakim yang menyatakan:
        Bahwa sehubungan dengan hal tersebut Majelis berpendapat bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali yang didasarkan hanya pada Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali yang kemudian dibagi rata setiap bulannya adalah tidak di dasarkan pada bukti yang kuat, oleh karena itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
      3.5.
      Bahwa dengan memperhatikan uraian pertimbangan sebagaimana dijelaskan di atas, Pemohon Peninjauan Kembali berkesimpulan bahwa Putusan Majelis yang berkesimpulan bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas akun Pendapatan Administrasi sebesar Rp33.757.409.698,00 tidak dapat dipertahankan adalahtidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dan fakta hasil penilaian pembuktian yang terungkap selama persidangan sebagaimana telah diuraikan di atas;
      3.6.
      Bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur bahwa, Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim, yang lebih lanjut ditegaskan dalam penjelasannya bahwa, Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      3.7.
      Bahwa dengan demikian maka Putusan Majelis yang berkesimpulan bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas akun Pendapatan Administrasi sebesar Rp33.757.409.698,00 tidak dapat dipertahankan adalah tidak tepat karena kesimpulan Majelis Hakim tersebut nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dan fakta hasil pembuktian sebagaimana yang diamanahkan dalam Pasal 78 dan penjelasannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak sehingga atas koreksi tersebut diajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali ke Mahakamah Agung;
    1. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar Putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga Putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015 harus dibatalkan;
  1. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.59855/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 26 Februari 2015 yang menyatakan:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1897/WPJ.19/2013 tanggal 23 Desember 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00014/207/09/093/12 tanggal 27 November 2012 Masa Pajak Januari 2009, atas nama PT DFG (Persero), NPWP 0X.00X.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jalan GH, Nomor XXX, Senen, Jakarta Pusat, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2009 menjadi sebagaimana perhitungan tersebut diatas (halaman 2);
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1897/WPJ.19/2013 tanggal 23 Desember 2013 mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2009 Nomor 00014/207/09/093/12 tanggal 27 November 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.00X.XXX.X-0XX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp123.345.184,00 adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif atas Objek Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari 2009 sebesar Rp33.757.409.698,00, yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali dari Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa substansi dari nama akun “pendapatan biaya penyimpanan dan asuransi” sebenarnya adalah Biaya Administrasi yang dibebankan kepada nasabah atas proses penerimaan kredit gadai, yang bukan merupakan objek PPN, dan oleh karenanya koreksi Terbanding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017 oleh Dr. H. XYZ, S.H., M.Hum., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.M. FFF, S.H., M.S. dan Dr. GGG, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis :

        ttd/

Dr. H.M. FFF, S.H., M.S.

        ttd/

Dr. GGG, S.H., M.Hum.,






Biaya – biaya :
1.  M e t e r a i…………….. Rp        6.000,00
2.  R e d a k s i…………….. Rp        5.000,00
3.  Administrasi ………..….   Rp 2.489.000,00
Jumlah ……….                      Rp 2.500.000,00


Ketua Majelis:

ttd/

Dr. H. XYZ, S.H., M.Hum.,




Panitera Pengganti

ttd/

HHH, S.H., M.H.,



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


H. RTY, S.H.
NIP. XX0000XXX