Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 503/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor 40-42, Jakarta, 12190, dalam hal ini memberikan kuasa
kepada :
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan kembali, Sub Direktorat
Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan kembali
dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-2771/PJ/2015 tanggal 27 Juli 2015;
Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT. AAA,
tempat kedudukan di Jalan WWW Nomor XX (Mall QQQ Batanghari), Pasar
Jambi, Kota Jambi;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.60998/PP/M.IB/25/2015, tanggal 22 April 2015 yang telah berkekuatan
hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali
dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa sesuai dengan definisi dari Objek Pajak Penghasilan menurut
Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 adalah "setiap tambahan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama
dan dalam bentuk apapun". Berdasarkan defenisi tersebut, menurut
pendapat Pemohon Banding penerimaan listrik dari Tenant bukanlah
merupakan penghasilan, dikarenakan listrik yang diterima adalah sebesar
pemakaian Tenant atau Customer yang diukur melalui meteran listrik yang
terpasang dimasing-masing Tenant, dan dihitung sesuai dengan tarif dari
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN);
Bahwa penerimaan listrik bukan merupakan komponen dari nilai persewaan
seperti yang dinyatakan dalam Surat Keputusan Keberatan tersebut di
atas, karena penerimaan listrik hanya sebesar pemakaian beban listrik
yang dipakai oleh masing-masing Tenant untuk dibayarkan kepada PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN) bersama-sama pemakaian listrik untuk
fasilitas umum lainnya yang ditanggung oleh Pemohon Banding;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.60998/PP/M.IB/25/2015, tanggal 22 April 2015 yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-59/WPJ.27/2014 tanggal 10 Januari
2014 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Mei 2011 Nomor:
00007/240/11/331/13 tanggal 15 April 2013, atas nama PT. AAA, NPWP:
0X.XXX.XXX.X-XXX.000, Alamat Jalan WWW Nomor XX (Mall QQQ Batanghari),
Pasar Jambi, Kota Jambi, sehingga jumlah
pajak yang masih harus dibayar adalah sebagai berikut:
DPP PPh Pasal 4
ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang
Kredit Pajak
PPh yang kurang dibayar
Sanksi Administrasi
Jumlah pajak yang masih harus dibayar |
Rp
79.330.582,00
Rp 7.933.058,00
Rp
7.933.058,00
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60998/PP/M.IB/25/2015,
tanggal 22 April 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali
pada tanggal 5 Agustus 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-2771/PJ/2015 tanggal 27 Juli 2015, diajukan permohonan
peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
pada tanggal 3 Agustus 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 3
Agustus 2015;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 8 Desember
2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14
Januari 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. |
Tentang
Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali:
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca,
memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.60998/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut,
karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta
hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau
setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti
maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya,
sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah
digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang
nyatanyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra
legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
1. |
Bahwa
pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan
kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain
berbunyi sebagai berikut:
1) |
Bahwa
berdasarkan hasil pemeriksaan atas berkas sengketa, penjelasan para
pihak serta bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, diuraikan
sebagai berikut:
Bahwa Pemohon banding bergerak di bidang Pengelolaan Gedung QQQ (QQQ)
Batanghari yang dalam kegiatan usaha utamanya adalah menyewakan space
ruangan berikut fasilitas pendukungnya bagi pelaku usaha (tenant);
Bahwa para tenant selain membayar biaya sewa dengan tarif per m2/bulan,
juga dikenakan biaya service charges oleh Pemohon Banding dengan tarif
per m2/bulan, dan atas penerimaan sewa dan service charges tersebut
oleh Pemohon Banding telah dicatat dan dilaporkan sebagai pendapatan
yang merupakan Obyek PPh Pasal (4) ayat (2) Final;
Bahwa kebutuhan atas listrik dan air bersih di area QQQ Batang Hari
dipasok oleh PT. PLN dan PDAM, dan untuk memisahkan penghitungan beban
pemakaian listrik dan air bersih setiap bulan, pada setiap ruangan atau
lahan yang disewa oleh masing-masing tenant telah dipasang Kwh Meter
oleh PT. PLN dan Water Flow Meter (meteran air) oleh PDAM, demikian
juga untuk area fasilitas umum;
Bahwa untuk beban biaya pemakaian listrik dan air yang dipergunakan
oleh para tenant menjadi beban langsung masingmasing tenant, sedangkan
yang dipergunakan untuk fasilitas umum menjadi beban Pemohon Banding
yang selanjutnya merupakan salah satu unsur dari beban service charges;
Bahwa setiap bulan Pemohon Banding menerima tagihan listrik dari PT.
PLN dan tagihan air bersih dari PDAM untuk seluruh pemakaian listrik
dan air di area QQQ Batanghari, selanjutnya berdasarkan beban pemakaian
listrik pada Kwh Meter dan pemakaian air pada meteran air yang telah
dipasang untuk masing-masing tenant, Pemohon Banding melakukan
penagihan kembali kepada para tenant;
Bahwa atas penerimaan tagihan penggantian biaya listrik dan air dari
tenant tersebut, oleh Pemohon Banding dicatat sebagai utang piutang,
oleh karena itu bukan merupakan unsur pendapatan yang merupakan obyek
PPh Pasal 4 ayat (2) Final;
Bahwa menurut Terbanding, penerimaan tagihan listrik dan air bersih
dari para tenant tersebut merupakan unsur hasil persewaan meskipun cara
penagihannya terpisah dari pendapatan sewa dan service charges,
sehingga merupakan pendapatan sebagai Obyek PPh Pasal 4 ayat (2);
Bahwa berdasarkan perjanjian sewa ruangan antara Pemohon Banding dengan
para tenant (penyewa), antara lain dijelaskan tentang fasilitas dan
spesifikasi teknis ruangan, serta biaya pelayanan Service Charge,
sebagai berikut:
Fasilitas dan spesifikasi teknis ruangan berupa:
(1) |
Lantai
Ruangan; |
(2) |
Dinding
Ruangan; |
(3) |
AC
Central; |
(4) |
Listrik
disediakan Pemohon Banding dan disediakan meteran;
Biaya pemakaian listrik dibebankan kepada penyewa berdasarkan pemakaian
masing-masing sesuai dengan tarif yang ditetapkan PLN tanpa biaya
tambahan; |
(5) |
Air
Bersih dengan sumber PDAM. Biaya pemakaian air dibebankan kepada
penyewa berdasarkan pemakaian masingmasing; |
(6) |
Sambungan
telepon disediakan. Biaya pemakaian telepon dibayar oleh penyewa
langsung ke Telkom; |
Biaya service charge meliputi:
(1) |
Pemeliharaan
gedung dan fasilitas umum seperti lift, eskalator, penerangan umum, air
conditioner, genset, dan toilet umum; |
(2) |
Biaya
kebersihan umum dan keamanan dalam komplek; |
(3) |
Biaya
asuransi gedung; |
(4) |
Biaya
pemakaian Kwh listrik untuk penerangan umum dan pemakaian air untuk
umum; |
Bahwa berdasarkan perjanjian sewa antara Pemohon Banding dengan para
tenant tersebut, Majelis berpendapat sebagai berikut:
- |
Bahwa
yang disewakan oleh Pemohon Banding kepada para tenant adalah ruangan,
yang dilengkapi fasilitas antara lain adanya jaringan listrik dari PT.
PLN, jaringan air bersih dari PDAM serta jaringan telepon dari PT.
Telkom; |
- |
Bahwa
atas beban pemakaian listrik, air, dan telepon, para tenant harus
membayar kepada PT. PLN, PDAM dan PT. Telkom, bukan kepada Pemohon
Banding; |
- |
Bahwa
pendapatan yang diterima oleh Pemohon Banding meliputi pendapatan sewa
ruangan dan pendapatan atas service charges yang dibayar oleh para
tenant; |
Bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut
Undang-Undang PPh), antara lain diatur sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (1) huruf i:
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk.... :
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
Bahwa dalam Memory Penjelasan, antara lain dinyatakan:
Undang-Undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam
pengertian yang luas, yaitu bahwa Pajak dikenakan atas setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari
manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah
kekayaan Wajib Pajak tersebut;
Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang ini tidak memperhatikan
adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan
kemampuan ekonomis;
Pasal 4 ayat (2) huruf d:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat penerimaan
Pemohon Banding dari para tenant yang terkait dengan penggantian biaya
beban pemakaian listrik dari PLN dan pemakaian air bersih dari PDAM
yang nyata-nyata menjadi beban langsung para tenant, bukan merupakan
pendapatan Pemohon Banding, sebagaimana ketentuan yang diatur dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf i dan Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang PPh;
Bahwa Terbanding menyatakan, penagihan penggantian biaya listrik kepada
para tenant tidak murni berasal dari beban listrik dari PT. PLN karena
Pemohon Banding juga menyediakan fasilitas genset sebagai cadangan
darurat bila listrik dari PLN dipadamkan, sedangkan jaringan listrik
menyatu dan tetap melalui Kwh Meter PT. PLN;
Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa yang
ditagih dari para tenant adalah benarbenar tagihan dari PLN yang
tercatat dalam Kwh Meter masingmasing tenant;
Bahwa Majelis berpendapat pengaturan jaringan listrik yang dipasang PT.
PLN adalah sampai titik Kwh Meter, sedangkan untuk jaringan emergency
dengan sumber daya listrik dari genset (emergency) disambungkan pada
titik jaringan distribusi setelah Kwh Meter PLN terpasang, dengan
menggunakan teknologi tertentu yang secara otomatis menggantikan
listrik dari PLN yang terputus/padam tanpa melalui Kwh Meter, dan
penyambungan jaringan emergency tersebut harus seizin dan di bawah
pengawasan PT. PLN;
Bahwa apabila listrik yang dihasilkan oleh genset (emergency)
disambungkan pada titik jaringan sebelum Kwh Meter yang dipasang oleh
PT. PLN (sebagaimana dalil Terbanding), maka sesuai dengan sifat dan
karakteristik listrik, mengakibatkan listrik yang dihasilkan oleh
genset (emergency) tersebut akan tersambung ke seluruh jaringan PT. PLN
yang akan dikonsumsi tidak hanya oleh kawasan QQQ Batanghari, tetapi
dikonsumsi oleh seluruh pemakai listrik yang jaringannya terhubung
dengan kawasan QQQ Batanghari yang sama- sama mengalami pemadaman oleh
PT. PLN;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat bahwa dalil
Terbanding yang menyatakan listrik yang melalui Kwh Meter juga berasal
dari genset yang disediakan oleh Pemohon Banding pada saat terjadi
pemadaman oleh PT. PLN, tidak didasarkan pada fakta dan bukti-bukti
yang cukup dan terkait;
Bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut, Majelis
berkesimpulan koreksi Terbanding atas DPP Pasal 4 ayat (2) Final untuk
Masa Mei 2011 sebesar Rp13.090.275,00 tidak dapat dipertahankan
sehingga harus dibatalkan; |
|
2. |
Bahwa
ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa ini dan
digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a
quo adalah sebagai berikut:
2.1. |
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, antara lain mengatur:
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan para saksi;
d. pengakuan para pihak; dan/atau;
e. pengetahuan Hakim;
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim; |
2.2.
|
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, antara
lain mengatur :
Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah; |
2.3. |
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan, menyatakan
antara lain :
Pasal 2 ayat (1):
Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang diterima atau
diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong
Pajak, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh Penyewa;
Pasal 3:
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen)
dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat
final; |
2.
4. |
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor : KMK-120/KMK.03/2002 tentang Perubahan
KMK-394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan :
Pasal 2 ayat (1):
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi
maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan
atau bangunan dan bersifat final;
Pasal 2 ayat (2):
Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah
yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk
apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa
termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya
fasilitas lainnya dan “service charge” baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. |
2.5. |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 227/PJ./2002 tentang Tata Cara
Pemotongan Dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari
Persewaan Tanah Dan Atau Bangunan, menyatakan antara lain :
Pasal 1:
Dalam keputusan ini, yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan
adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang
menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapunyang berkaitan dengan tanah
dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya
pemeliharaan, biaya keamanan dan service charge baik yang perjanjiannya
dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian
persewaan yang bersangkutan. |
|
3. |
Bahwa
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan
berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak
sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.60998/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015 serta berdasarkan
penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) dan faktafakta yang nyata-nyata terungkap pada
persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan
Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan
sebagai berikut:
3.1. |
Bahwa
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai pengelola
Gedung QQQ Batanghari melakukan penyewaan space ruangan berikut
fasilitas pendukungnya bagi pelaku usaha (tenant); |
3.2. |
Bahwa
berdasarkan perjanjian sewa ruangan antara Termohon Peninjauan Kembali
dengan para tenant (penyewa), antara lain dijelaskan tentang fasilitas
dan spesifikasi teknis ruangan, serta biaya pelayanan Service Charge,
sebagai berikut:
Fasilitas dan spesifikasi teknis ruangan berupa:
(1) |
Lantai
Ruangan; |
(2) |
Dinding
Ruangan; |
(3) |
AC
Central; |
(4) |
Listrik
disediakan Pemohon Banding dan disediakan meteran. Biaya pemakaian
listrik dibebankan kepada penyewa berdasarkan pemakaian masing-masing
sesuai dengan tarif yang ditetapkan PLN tanpa biaya tambahan; |
(5) |
Air
Bersih dengan sumber PDAM. Biaya pemakaian air dibebankan kepada
penyewa berdasarkan pemakaian masingmasing; |
(6) |
Sambungan
telepon disediakan. Biaya pemakaian telepon dibayar oleh penyewa
langsung ke Telkom; |
Biaya service charge meliputi:
(1) |
Pemeliharaan
gedung dan fasilitas umum seperti lift, eskalator, penerangan umum, air
conditioner, genset, dan toilet umum; |
(2) |
Biaya
kebersihan umum dan keamanan dalam komplek; |
(3) |
Biaya
asuransi gedung; |
(4) |
Biaya
pemakaian Kwh listrik untuk penerangan umum dan pemakaian air untuk
umum; |
|
3.3. |
Bahwa
berdasarkan penelitian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding),
penerimaan/pendapatan yang diperoleh Termohon Peninjauan Kembali dari
para tenant adalah sebagai berikut:
- Penerimaan dari sewa ruangan;
- Penerimaan dari listrik dan air, serta;
- Penerimaan dari service charge;
Bahwa terkait dengan penerimaan sewa ruangan dan service charge,
diketahui tidak ada sengketa karena penerimaan tersebut telah terutang
PPh Pasal 4 ayat (2) Final;
Bahwa yang menjadi sengketa dalam banding yang juga merupakan sengketa
dalam Permohonan Peninjauan Kembali ini adalah apakah penerimaan
pembayaran listrik dan air juga terutang PPh Pasal 4 ayat (2) Final
atau tidak;
Bahwa dengan demikian sengketa yang terjadi adalah sengketa yuridis dan
tidak ada sengketa materil; |
3.4. |
Bahwa
ketentuan perpajakan terkait dengan sengketa ini adalah sebagai berikut:
- |
Pasal
4 ayat (2) huruf d UU PPh:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan;
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; |
- |
Pasal
3 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002:
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen)
dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat
final; |
- |
Pasal
2 KMK-120/KMK.03/2002:
ayat (1) :
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi
maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan
atau bangunan dan bersifat final;
ayat (2) :
Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah
yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk
apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa
termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya
fasilitas lainnya dan “service charge” baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan; |
- |
Pasal
1 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002:
Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan
adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang
menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah
dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya
pemeliharaan, biaya keamanaan dan service charge baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan
perjanjian persewaan yang bersangkutan; |
|
3.5. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat berdasarkan
ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-227/PJ/2002, yang menjadi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) adalah jumlah
bruto dari penghasilan yang dibayarkan atau terutang pihak penyewa
berdasarkan penghasilan dari sewa tanah, bangunan, biaya perawatan,
biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan juga service charge dengan
tarif final sebesar 10%;
Bahwa dengan demikian, Termohon Peninjauan Kembali berkewajiban untuk
mengenakan tarif Pajak PPh Pasal 4 ayat (2) atas biaya tersebut kepada
penyewa sejumlah bruto tersebut, bukan hanya dari jumlah service
charges dan sewa ruangan saja; |
3.6.
|
Bahwa
Putusan Pengadilan Pajak atas sengketa yang sejenis telah diputuskan
Hakim Pengadilan Pajak dengan Putusan Nomor
Put.55121/PP/M.VIIIA/25/2014 dimana dalam putusan tersebut koreksi yang
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) lakukan dipertahankan
Majelis Hakim; |
3.7. |
Bahwa
sebagai tambahan informasi, pada persidangan tanggal 16 Juli 2014
Majelis Hakim sudah meminta kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) untuk membuat:
- daftar rincian tagihan listrik dan air untuk masing-masing
tenant;
- daftar penerimaan pembayaran listrik dan air dari masing-masing
tenant;
- rekonsiliasi terhadap tagihan asli dari PLN dan PDAM;
Bahwa akan tetapi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
tidak pernah memenuhi permintaan Majelis Hakim tersebut dan tidak
memberikan source document untuk membuktikan alasan bandingnya, sampai
dengan berakhirnya masa persidangan; |
3.8. |
Bahwa
Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
disebutkan:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
Bahwa dalam Memori Penjelasannya, dinyatakan sebagai berikut:
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali, putusan Majelis Hakim yang
tidak mempertahankan koreksi jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku, dengan demikian putusan Majelis Hakim tidak
sesuai dengan ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak; |
3.9. |
Bahwa
berdasarkan uraian di atas, putusan Majelis Hakim yang tidak
mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas sengketa koreksi
DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final Masa Mei 2011 sebesar Rp13.090.275,00
diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung; |
|
4. |
Bahwa
berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas
secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan
sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru
serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga
putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena
itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.60998/PP/M.IB/25/2015
tanggal 22 April 2015 harus dibatalkan; |
|
V. |
Bahwa
dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor
Put.60998/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015 yang menyatakan:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-59/WPJ.27/2014 tanggal 10 Januari
2014 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Mei 2011 Nomor:
00007/240/11/331/13 tanggal 15 April 2013 atas Nama: PT. AAA, NPWP:
0X.XXX.XXX.X-XXX.000, alamat : Jalan WWW No.XX (Mall QQQ Batanghari),
Pasar Jambi, Jambi Kota, sehingga jumlah pajak yang masih harus dibayar
adalah sebagaimana perhitungan tersebut diatas (pada halaman 2), adalah
tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku; |
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan,
karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya
banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor
KEP-59/WPJ.27/2014 tanggal 10 Januari 2014, mengenai keberatan atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 4
ayat (2) Final Masa Pajak Mei 2011 Nomor 00007/240/11/331/13 tanggal 15
April 2013 atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000,
sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah
tepat dan benar dengan pertimbangan:
a. |
Bahwa
alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara
a quo yaitu Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Mei 2011 sebesar
Rp13.090.275,00; yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji
kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh
Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan
Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti
yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis
Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa pengaturan jaringan
listrik yang dipasang PT. PLN adalah sampai titik Kwh Meter, sedangkan
jaringan emergency dengan sumber daya listrik dari genset yang
disambungkan pada titik distribusi setelah Kwh Meter PLN terpasang yang
telah mendapatkan izin PT. PLN disediakan oleh Pemohon Banding sekarang
Termohon Peninjauan Kembali disediakan dalam rangka apabila terjadi
mengalami pemadaman, sehingga koreksi Pemohon Peninjauan Kembali dahulu
Terbanding tidak memiliki landasan yang mendasar dan oleh karenanya
koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara
a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak
Penghasilan; |
b. |
Bahwa
dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang
nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak; |
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan
sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima
ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Rabu, tanggal 17 Mei 2017 oleh Dr. H. HBP, S.H., M.H., Hakim Agung
yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr.
H.DTG, S.H., M.S., dan WLS, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai
Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis
tersebut dan dibantu oleh JNB, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan
tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis :
ttd./
Dr. H.HBP,S.H.,M.S.
ttd./
WLS, S.H., M.H. |
Ketua
Majelis,
ttd./
Dr. H.DTG, S.H., M.H. |
|
Panitera Pengganti,
ttd./
JNB, S.H., M.H. |
Biaya-biaya :
1. Meterai ........................................
Rp 6.000,00
2. Redaksi ........................................
Rp 5.000,00
3.
Administrasi ................................. Rp
2.489.000,00
Jumlah .............................................
Rp 2.500.000,00 |
|
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara
H. LQF, SH.
NIP. : XXXX0XXXXXXX0XX00X
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.