Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 1017/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto,
No. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan
Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di
Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta berdasarkan Surat
Kuasa Khusus Nomor SKU-603/PJ/2013 tanggal 3 April 2013;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT. AAA, beralamat di Kawasan Industri PT. BBB, Surabaya, Jawa Timur,
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.42266/PP/M.III/16/2012, Tanggal 18 Desember 2012 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor : 01/ISHIZ/ACC/I/2012
tanggal 16 Januari 2012, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai
berikut ini :
Bahwa Pemohon Banding dengan ini mengajukan permohonan banding atas
penetapan Terbanding Nomor : KEP-2632/WPJ.07/2011 tanggal 20 Oktober
2011 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar untuk Masa Pajak Januari 2008 dimana Pemohon Banding
ditetapkan kurang bayar atas PPN dan sanksi kenaikan sejumlah Rp
60.462.796,00;
Bahwa keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Keberatan
Pemohon Banding Nomor : 02/ISHIZ/ACC/X/2010 tanggal 22 Oktober 2010
terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai
Masa Januari 2008 Nomor : 01077/207/08/052/10 tanggal 18 Agustus 2010;
Bahwa jumlah pajak yang terhutang menurut ketetapan tersebut dan
menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut :
Keterangan |
Menurut
Pemohon Banding
(Rp) |
Menurut
TerbandingKoreksi
(Rp) |
Koreksi
(Rp) |
Jumlah Penyerahan |
|
|
|
Penjualan Ekspor |
7.258.329.057 |
6.956.015.082 |
302.313.975 |
Penjualan Lokal |
5.276.665.171 |
5.578.979.146
|
(302.313.975) |
Jumlah Penyerahan |
12.534.994.228 |
12.534.994.228 |
0 |
Pajak Keluaran yang
harus dipungut |
527.666.517 |
557.897.915 |
30.231.398 |
Pajak Masukan yang
dapat diperhitungkan |
1.425.557.191 |
1.425.557.191 |
0 |
Pajak PPN yang
lebih dibayar |
897.890.674 |
867.659.276 |
30.231.398 |
Telah dikompensasi
ke Masa pajak berikutnya |
897.890.674 |
897.890.674 |
0 |
PPN kurang Bayar |
- |
30.231.398 |
30.231.398 |
Sanksi Kenaikan |
- |
30.231.398 |
30.231.398 |
Jumlah PPN Kurang
Bayar |
- |
60.462.796 |
60.462.796 |
Bahwa alasan permohonan banding ini Pemohon Banding ajukan dapat
Pemohon Banding sampaikan sebagai berikut :
1. |
Pemohon
Banding tidak setuju atas koreksi Terbanding yang menetapkan
dan mengklasifikasikan penjualan ekspor Pemohon Banding sebesar Rp
302.313.975,00 sebagai penyerahan dalam negeri karena penerimaan
pembayaran atas transaksi tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak dalam
negeri, hal mana karena sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 disebutkan bahwa Ekspor adalah setiap
kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean keluar Daerah
Pabean. Perlu Pemohon Banding sampaikan kepada Majelis yang terhormat
bahwa atas transaksi ekspor tersebut telah Pemohon Banding laksanakan
dengan menempuh prosedur ekspor yang berlaku dan telah didukung dengan
dokumen kepabeanan yang lazim dalam rangka ekspor meliputi dokumen PEB,
P/L, Packing list, invoice, dan lain-lain; |
2. |
Bahwa
dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor :
S-3176/PJ.52/1996 tanggal 21 November 1996 juga disebutkan bahwa selama
dapat dibuktikan kebenaran ekspor yang didalam negeri, tidak
menyebabkan ekspor tersebut dianggap sebagai penjualan lokal; |
Bahwa menurut pendapat Pemohon Banding jumlah Pajak Pertambahan Nilai
yang terhutang untuk Masa Januari 2008 adalah Nihil;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.42266/PP/M.III/16/2012, Tanggal 18 Desember 2012, yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-2632/WPJ.07/2011 tanggal
20 Oktober 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP
dan/atau JKP Masa Pajak Januari 2008 Nomor : 01077/207/08/052/10
tanggal 18 Agustus 2010, atas nama PT. AAA, NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000,
Jenis Usaha : Pabrik Gelas, beralamat di Kawasan Industri PT. BBB,
Surabaya, Jawa Timur, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa
Pajak Januari 2008 menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan
Pajak:
-
Ekspor..........................................................................................
- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri......................
Jumlah............................................................................................
Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri....................
Pajak yang dapat
diperhitungkan...................................................
PPN yang kurang/lebih
bayar........................................................
Dikompensasi Ke Masa Pajak
Berikutnya....................................
Jumlah PPN yang kurang
dibayar................................................
Sanksi
Administrasi......................................................................
PPN yang masih harus
dibayar...................................................... |
Rp
7.258.329.057,00
Rp 5.276.665.171,00
Rp 12.534.994.228,00
Rp 527.666.517,00
Rp 1.425.557.191,00
(Rp
897.890.674,00)
Rp
897.890.674,00
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00
|
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42266/PP/M.III/16/2012,
Tanggal 18 Desember 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada Tanggal 16 Januari 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-603/PJ/2013 tanggal 3 April 2013, diajukan permohonan
peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
pada Tanggal 8 April 2013, dengan disertai alasan-alasannya yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 8 April
2013;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 3 Maret
2014, akan tetapi oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban
sebagaimana yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. |
Tentang
Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Bahwa
yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini
adalah sebagai berikut:
Tentang Sengketa koreksi negatif penjualan ekspor sebesar
Rp.302.313.975,00 dan koreksi positif penyerahan yang PPN-nya harus
dipungut sendiri sebesar Rp.302.313.975,00 yang tidak dipertahankan
oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak. |
II. |
Tentang
Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali Bahwa setelah
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan
meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42266/PP/M.III/16/2012
tanggal 18 Desember 2012, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan
atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang
keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan
Banding di Pengadilan Pajak atau setidaktidaknya telah membuat suatu
kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat
pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan
penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta
menghasilkan putusan yang nyatanyata tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Tentang Sengketa koreksi negatif penjualan ekspor sebesar
Rp.302.313.975,00 dan koreksi positif penyerahan yang PPN-nya harus
dipungut sendiri sebesar Rp.302.313.975,00 yang tidak dipertahankan
oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
1. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan
pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi
sebagai berikut :
Halaman 17 Alinea ke-5
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti-bukti dan keterangan
dari Pemohon banding dan Terbanding yang terungkap dalam persidangan,
serta berdasarkan penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan Majelis berpendapat dasar koreksi
Terbanding terhadap atas ekspor sebesar Rp.302.313.975,00 dianggap
sebagai penjualan lokal karena penerimaan pembayaran atas piutangnya
berasal dari bank dalam negeri, tidak dapat dipertahankan; |
2. |
Bahwa
Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
(selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan
bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban
pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian
diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1).”
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan
bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan
kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang
perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para
pihak.” |
3. |
Bahwa
Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan Keyakinan
Hakim.”
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan
sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.” |
4. |
Bahwa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut
Undang-Undang PPN), menyatakan:
Pasal 4 huruf a
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: penyerahan Barang
Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
Pasal 1 angka 11
Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah
Pabean keluar Daerah Pabean."
Pasal 1 angka 17
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai
Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang. "
Pasal 1 angka 18
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena
Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut
Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak "
Pasal 1 angka 26
Nilai Ekspor adalah nlai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir. " |
5. |
Bahwa
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP) menyatakan:
Pasal 4 ayat (1)
“Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat
Pemberitahuan
dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.”
Pasal 28 ayat (1) :
“Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib
menyelenggarakan pembukuan;”
Pasal 28 ayat (3) :
“Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan
dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya;”
Pasal 28 ayat (7) :
“Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan
pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Pasal 29 ayat (3) huruf a:
Wajib Pajak yang diperiksa wajib : memperlihatkan dan atau meminjamkan
buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
Pasal 13 ayat (1) huruf a
“Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya
pajak,
atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
dalam hal-hal sebagai berikut : apabila berdasarkan hasil pemeriksaan
atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
Penjelasan Pasal 13 ayat (1), antara lain menyatakan :
“Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar
penghitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak diletakkan
pada Wajib Pajak. Sebagai contoh diberikan antara lain :
1. |
Pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap, sehingga
penghitungan rugi laba atau peredaran tidak jelas; |
2. |
Dokumen-dokumen
pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka dalam pembukuan tidak
dapat diuji; |
3. |
Dari
rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar dugaan
disembunyikannya dokumen atau data pendukung lain di suatu tempat
tertentu, sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak
menunjukkan itikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya
pemeriksaan. Beban pembuktian tersebut berlaku juga bagi ketetapan yang
diterbitkan berdasarkan ketentuan ayat (1)huruf b. |
|
6. |
Bahwa
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan
berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak
sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.42266/PP/M.III/16/2012 tanggal 18 Desember 2012 serta berdasarkan
penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui
secara jelas dan nyata-nyataterungkap pada persidangan, yaitu
6.1. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi
negatif penjualan ekspor sebesar Rp.302.313.975,00 dan koreksi positif
penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar
Rp.302.313.975,00 karena berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menerima
pembayaran piutangnya atas penjualan tersebut dari Wajib PajakDalam
Negeri yaitu PT. CCC. |
6.2. |
Bahwa
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) keberatan akan
koreksi tersebut dan menyatakan bahwa penjualan tersebut merupakan
penjualan ekspor dan bersama dengan surat keberatan, Pemohon Banding
juga melampirkan dokumen ekspor serta surat penyataan dari PT CCC
nomor:EKPL/10-03/VIII/I0 tanggal 10 Agustus 2010. |
6.3. |
Bahwa
dalam proses keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
telah meminta data/dokumen yang mendukung alasan keberatan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melalui Surat Nomor:
S-166/WPJ.07/BD.05/2011 tanggal 6 Januari 2011 dan permintaan ke-2
melalui surat Nomor : S-6195/WPJ.07/BD.05/2011 tanggal 21 Juli 2011,
tetapi sampai dengan batas waktu yang ditentukan Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan data pendukung
tersebut.
Bahwa oleh karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
tidak memberikan data, dokumen, serta penjelasan yang diminta dan
mengakibatkan tidak diketahuinya transaksi yang sebenarnya terjadi,
maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa
penyerahan BKP tersebut terjadi didalam daerah pabean dan bukan
merupakan transaksi ekspor sehingga atas penyerahannya terutang PPN;
Bahwa tidak ada satupun kontrak perjanjian antara PT CCC dengan
perusahaan dari UEA maupun Mesir, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) tidak dapat meyakini kebenaran atas surat penyataan
dari PT CCC nomor EKPL/10-03/VIII/10 tanggal 10 Agustus 2010 tersebut
dan kebenaran transaksi yang sebenarnya terjadi, dan karena pembayaran
dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri (PT CCC, NPWP
0X.0XX.XXX.X-XXX.001) maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) berkesimpulan bahwa pembeli adalah Wajib Pajak Dalam Negeri
sehingga atas penyerahannya terutang PPN sesuai dengan ketentuan Pasal
4 huruf a Undang-Undang PPN. |
|
7. |
Bahwa
dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan:
Halaman 17 Alinea ke-2, ke-3 dan ke-5
Bahwa Pemohon Banding mendalilkan sebenarnya pihak yang menghubungkan
antara Pemohon banding dengan pihak buyer di Luar Negeri adalah PT CCC,
dimana PT CCC akan mendapat fee dari pihak luar negeri atas jasanya
tersebut, sekaligus membayarkan realisasi ekspor tersebut, secara fakta
terungkap dalam persidangan karena pada tanggal 18 September 2012 atas
permintaan para pihak telah dihadirkan saksi dari PT CCC dibawah sumpah
yaitu Sdr. TTT;
Bahwa PT CCC selaku perpanjangan tangan dari pembeli di luar negeri
diberikan kuasa penuh untuk menyelesaikan urusan dengan Pemohon Banding
termasuk penyelesaian pembayaran atas transaksi ekspor;
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti-bukti dan keterangan
dari Pemohon banding dan Terbanding yang terungkap dalam persidangan,
serta berdasarkan penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan Majelis berpendapat dasar koreksi
Terbanding terhadap ekspor sebesar Rp.302.313.975,00 dianggap sebagai
penjualan lokal karena penerimaan pembayaran atas piutangnya berasal
dari bank dalam negeri, tidak dapat dipertahankan;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat amar
pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak sesuai dengan faktapembuktian
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan alasan
sebagai berikut :
a. |
Bahwa
berdasarkan hasil penelitian yang nyata-nyata terungkap di
persidangan, diketahui transaksi yang dilakukan Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pihak terkait adalah sebagai
berikut:
- Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) menerima P.O. (Purcahes Order) dari PT. CCC;
- PT. CCC kemudian memberikan downpayment
(uang
muka pembelian) kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding);
- Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding)
kemudian mengirimkan barang hasil produksi ke pihak di Luar Negeri (UEA
dan Mesir), lengkap dengan dokumentasi berupa Pemberitahuan Ekspor
Barang (PEB), B/L, P/L, Surat Persetujuan Ekspor, dan Surat Jalan;
- PT. CCC kemudian melunasi sisa pembelian;
- Setelah transaksi tersebut, PT. CCC
meminta
reimbursment atas pembelian tersebut kepada pihak di Luar Negeri (UEA
dan Mesir) ditambah dengan service fee berdasarkan agreement antara PT.
CCC dengan pihak Luar Negeri.
Berdasarkan hal
tersebut, maka nyata-nyata diketahui bahwa PT. CCC melakukan order
pembelian (Purchase Order), pembayaran
downpayment (DP), dan sekaligus pelunasannya.
Bahwa dalam
International Commercial Terms yang merupakan definisi standard
perdagangan internasional yang diterbitkan oleh International Chamber
of Commerce (ICC) (Kamar Dagang Internasional) yang berkedudukan di
Paris, terdapat pengertian “penyerahan” secara umum
adalah bahwa
“penyerahan dianggap telah terjadi ketika perusahaan penjual
telah
memindahkan risiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat
kepemilikan barang kepada perusahaan pembeli”.
Bahwa berdasarkan
pengertian tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
berpendapat bahwa pemindahan resiko telah terjadi jika ada pengalihan
hak atas barang tersebut, pengalihan hak dapat berupa penggantian harga
(pembelian) atau pemberian secara cuma-cuma. Ini berarti penyerahan
telah terjadi jika ada transaksi dari pihak penjual dengan pihak
pembeli.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa PT. CCC merupakan pembeli
barang yang dihasilkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding), dengan demikian terbukti telah terjadi penyerahan barang dari
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada PT. CCC. |
b. |
Bahwa
dari fakta lain yang terungkap diketahui sebagai berikut:
- Bahwa
apabila terjadi klaim atas barang yang dijual karena cacat produksi,
maka yang melakukan klaim adalah PT. CCC, bukan
pihak Luar Negeri;
- Bahwa berdasarkan penelitian dokumen
perpajakan
PT. CCC, diketahui bahwa usaha PT. CCC adalah sebagai pedagang ekspor,
yang kegiatan
sehariharinya adalah melakukan transaksi jual-beli. Hal ini membuktikan
memang transaksi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) dengan PT. CCC merupakan transaksi jual-beli;
- Bahwa
tidak ada korespondensi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) dengan pihak Luar Negeri, yang ada adalah
korespondensi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) dengan PT. CCC;
- Bahwa tidak ada
satupun kontrak perjanjian antara PT CCC dengan
perusahaan dari UEA maupun Mesir yang mendukung alasan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
Bahwa berdasarkan
uraian di atas, telah terbukti bahwa penjualan yang dilaporkan oleh
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai penjualan
ekspor sebenarnya adalah merupakan penjualan lokal (dalam negeri)
kepada PT. CCC yang kemudian diteruskan kepada
pihak Luar Negeri.
Dengan demikian maka amar pertimbangan Majelis
Hakim tersebut tidak sesuai dan bertentangan dengan Pasal 78
Undang-Undang Pengadilan Pajak dan Pasal 4 huruf a Undang-Undang PPN. |
|
8. |
Bahwa
dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan:
Halaman 17 Alinea ke-4
Bahwa dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor:
S-3176/PJ.52/1996 tanggal 21 November 1996 disebutkan bahwa selama
dapat dibuktikan kebenaran ekspor yang di dukung dengan dokumen ekspor
yang lazim, tidak menyebabkan ekspor tersebut dianggap sebagai
penjualan lokal;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat amar
pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh karena
Majelis Hakim telah tidak cermat dalam memahami isi dan pengertian dari
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-3176/PJ.52/1996 tanggal
21 November 1996 tersebut dengan alasan sebagai berikut :
Bahwa secara lengkap Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor:
S-3176/PJ.52/1996 tanggal 21 November 1996 tersebut menyatakan:
Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 25 Oktober 1996 perihal
tersebut pada pokok surat, dengan ini diberikan penegasan sebagai
berikut:
1. |
Surat
Saudara diatas pada pokoknya berisi hal-hal sebagai berikut :
1.1. |
Perusahaan
Saudara bergerak dibidang produksi garment untuk Ekspor. Ada kalanya
importir dari luar negeri melakukan pembayaran tunai pada waktu mereka
berkunjung ke Indonesia (dari negara Timur Tengah, Asia Tengah dan
Negara lain yangbelum sepenuhnya menganut sistem devisa bebas). |
1.2. |
Transaksi
ekspor tersebut dilaksanakan dengan menempuh prosedur ekspor yang
berlaku serta memenuhi semua ketentuan yang berlaku yaitu didukung
dengan dokumen ekspor sepertiPEB, P/L, Packing list, invoice, dll. |
1.3. |
Dilapangan
ditemui kesulitan karena petugas pajak meminta dokumen wesel ekspor
atau media lainnya dari bank, agar ekspor tersebut tidak dianggap
penjualan lokal. |
|
2. |
Pasal
1 huruf I Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 menyebutkan bahwa "Ekspor
adalah kegiatan mengeluarkan barang dari dalam daerah pabean keluar
daerah pabean" Untuk membuktikan bahwa barang yang dijual benar-benar
diekspor, harus dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang mendukung ekspor
seperti PEB, Bill Of Lading, Invoice dan lain-lain. Oleh karena itu
apabila dapat dibuktikan kebenaran ekspor tersebut, walaupun pembayaran
dilakukan secara tunai di Indonesia, tidak menyebabkan ekspor tersebut
dianggap sebagai penjualan lokal.Demikian untuk dimaklumi. |
Bahwa berdasarkan isi surat tersebut, maka nyata-nyata Surat Dirjen
Pajak tersebut tidak dapat diterapkan dalam sengketa banding ini,
karena di dalam surat tersebut hanya terdapat 2 pihak yakni eksportir
(penjual) dan importir (pembeli), dimana si importir datang ke
Indonesia dan melakukan pembayaran secara cash. Hal ini berbeda dengan
yang menjadi sengketa banding saat ini, dimana terdapat 3 pihak yakni
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), PT CCC, dan Pihak
Luar Negeri, dan pembayaran dilakukan oleh PT CCC (bukan importir).
Berdasarkan hal tersebut, maka Majelis Hakim telah tidak cermat dan
keliru dalam menggunakan dasar hukum sehingga menyebabkan putusan
Majelis Hakim menjadi bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku. |
9. |
Bahwa
berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas
secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyatanyata bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan
dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di
Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra
legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu maka Putusan
Pengadilan Pajak Nomor: Put.42266/PP/M.III/16/2012 tanggal 18 Desember
2012 harusdibatalkan. |
|
III. |
Bahwa
dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak
Nomor:Put.42266/PP/M.III/16/2012 tanggal 18 Desember 2012 yang
menyatakan :
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-2632/WPJ.07/2011 tanggal
25 Juli 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2008
Nomor: 01077/207/08/052/10 tanggal 18 Agustus 2010, atas nama PT. AAA,
NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, Jenis Usaha: Pabrik Gelas, beralamat di
Kawasan Industri PT. BBB, Surabaya, Jawa Timur, sehingga perhitungan
Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari 2008 menjadi sesuai
perhitungan di atas; |
adalah tidak benar dan telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan
seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor
KEP-2632/WPJ.07/2011 tanggal 20 Oktober 2011 mengenai keberatan atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak Januari 2008
Nomor 01077/207/08/052/10 tanggal 18 Agustus 2010 atas nama Pemohon
Banding, NPWP : 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, sehingga pajak yang masih harus
dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
a. |
Bahwa
alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo
yaitu Koreksi Negatif Penjualan Ekspor sebesar Rp.302.313.975,00; dan
Koreksi Positif Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar
Rp302.313.975,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim
Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan
menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan
Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali
tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat
menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap
dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak,
karena dalam perkara a quo berdasarkan bukti pendukung berupa PEB,
Packing List, Invoice Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan
Kembali telah melaksanakan transaksi ekspor dengan benar dan
olehkarenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali)
dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku sebagaimana
diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan juncto Pasal 4 Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai. |
b. |
Bahwa
dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang
nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. |
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan
sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Rabu, tanggal 24 Mei 2017, oleh Dr. H.DTG, SH., MS., Hakim Agung
yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, HBP,
SH., MH. dan Dr. WLS, SH., CN. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota
Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu
juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut
dan dibantu oleh JNB, SH. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh
para pihak.
Anggota
Majelis :
ttd./
HBP,S.H.,MH.
ttd./
Dr.
WLS, S.H., C.N., |
Ketua
Majelis,
ttd./
Dr. H.DTG, S.H.,M.S. |
|
Panitera Pengganti,
ttd./
JNB, SH, |
Biaya-biaya :
1. Meterai ........................................
Rp 6.000,00
2. Redaksi ........................................
Rp 5.000,00
3.
Administrasi ................................. Rp
2.489.000,00
Jumlah .............................................
Rp 2.500.000,00 |
|
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara
(LQF, SH.)
NIP. XX0000XXX
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.