Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1017/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42266/PP/M.III/16/2012, Tanggal 18 Desember 2012 yang telah


 

PUTUSAN
Nomor 1017/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-603/PJ/2013 tanggal 3 April 2013;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. AAA, beralamat di Kawasan Industri PT. BBB, Surabaya, Jawa Timur,
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42266/PP/M.III/16/2012, Tanggal 18 Desember 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor : 01/ISHIZ/ACC/I/2012 tanggal 16 Januari 2012, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut ini :
Bahwa Pemohon Banding dengan ini mengajukan permohonan banding atas penetapan Terbanding Nomor : KEP-2632/WPJ.07/2011 tanggal 20 Oktober 2011 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk Masa Pajak Januari 2008 dimana Pemohon Banding ditetapkan kurang bayar atas PPN dan sanksi kenaikan sejumlah Rp 60.462.796,00;
Bahwa keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Keberatan Pemohon Banding Nomor : 02/ISHIZ/ACC/X/2010 tanggal 22 Oktober 2010 terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Januari 2008 Nomor : 01077/207/08/052/10 tanggal 18 Agustus 2010;
Bahwa jumlah pajak yang terhutang menurut ketetapan tersebut dan menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut :
Keterangan Menurut
Pemohon Banding
(Rp)
Menurut
TerbandingKoreksi
(Rp)
Koreksi
(Rp)
Jumlah Penyerahan
Penjualan Ekspor 7.258.329.057 6.956.015.082 302.313.975
Penjualan Lokal 5.276.665.171 5.578.979.146 (302.313.975)
Jumlah Penyerahan 12.534.994.228 12.534.994.228 0
Pajak Keluaran yang harus dipungut 527.666.517 557.897.915 30.231.398
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 1.425.557.191 1.425.557.191 0
Pajak PPN yang lebih dibayar 897.890.674 867.659.276 30.231.398
Telah dikompensasi ke Masa pajak berikutnya 897.890.674 897.890.674 0
PPN kurang Bayar - 30.231.398 30.231.398
Sanksi Kenaikan - 30.231.398 30.231.398
Jumlah PPN Kurang Bayar - 60.462.796 60.462.796
Bahwa alasan permohonan banding ini Pemohon Banding ajukan dapat Pemohon Banding sampaikan sebagai berikut :
1. Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Terbanding yang menetapkan dan mengklasifikasikan penjualan ekspor Pemohon Banding sebesar Rp 302.313.975,00 sebagai penyerahan dalam negeri karena penerimaan pembayaran atas transaksi tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri, hal mana karena sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 disebutkan bahwa Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean keluar Daerah Pabean. Perlu Pemohon Banding sampaikan kepada Majelis yang terhormat bahwa atas transaksi ekspor tersebut telah Pemohon Banding laksanakan dengan menempuh prosedur ekspor yang berlaku dan telah didukung dengan dokumen kepabeanan yang lazim dalam rangka ekspor meliputi dokumen PEB, P/L, Packing list, invoice, dan lain-lain;
2. Bahwa dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-3176/PJ.52/1996 tanggal 21 November 1996 juga disebutkan bahwa selama dapat dibuktikan kebenaran ekspor yang didalam negeri, tidak menyebabkan ekspor tersebut dianggap sebagai penjualan lokal;
Bahwa menurut pendapat Pemohon Banding jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang untuk Masa Januari 2008 adalah Nihil;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42266/PP/M.III/16/2012, Tanggal 18 Desember 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-2632/WPJ.07/2011 tanggal 20 Oktober 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak Januari 2008 Nomor : 01077/207/08/052/10 tanggal 18 Agustus 2010, atas nama PT. AAA, NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, Jenis Usaha : Pabrik Gelas, beralamat di Kawasan Industri PT. BBB, Surabaya, Jawa Timur, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari 2008 menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak:
- Ekspor..........................................................................................
- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri......................
Jumlah............................................................................................
Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri....................
Pajak yang dapat diperhitungkan...................................................
PPN yang kurang/lebih bayar........................................................
Dikompensasi Ke Masa Pajak Berikutnya....................................
Jumlah PPN yang kurang dibayar................................................
Sanksi Administrasi......................................................................
PPN yang masih harus dibayar......................................................

Rp        7.258.329.057,00
Rp        5.276.665.171,00
Rp      12.534.994.228,00
Rp           527.666.517,00
Rp        1.425.557.191,00
(Rp          897.890.674,00)
Rp           897.890.674,00
Rp                             0,00
Rp                             0,00
Rp                             0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42266/PP/M.III/16/2012, Tanggal 18 Desember 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 16 Januari 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-603/PJ/2013 tanggal 3 April 2013, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 8 April 2013, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 8 April 2013;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 3 Maret 2014, akan tetapi oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban sebagaimana yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Tentang Sengketa koreksi negatif penjualan ekspor sebesar Rp.302.313.975,00 dan koreksi positif penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp.302.313.975,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
II. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42266/PP/M.III/16/2012 tanggal 18 Desember 2012, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyatanyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Tentang Sengketa koreksi negatif penjualan ekspor sebesar Rp.302.313.975,00 dan koreksi positif penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp.302.313.975,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
Halaman 17 Alinea ke-5
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti-bukti dan keterangan dari Pemohon banding dan Terbanding yang terungkap dalam persidangan, serta berdasarkan penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan Majelis berpendapat dasar koreksi Terbanding terhadap atas ekspor sebesar Rp.302.313.975,00 dianggap sebagai penjualan lokal karena penerimaan pembayaran atas piutangnya berasal dari bank dalam negeri, tidak dapat dipertahankan;
2. Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
3. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan Keyakinan Hakim.” Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
4. Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPN), menyatakan:
Pasal 4 huruf a
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
Pasal 1 angka 11
Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean keluar Daerah Pabean."
Pasal 1 angka 17
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. "
Pasal 1 angka 18
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak "
Pasal 1 angka 26
Nilai Ekspor adalah nlai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. "
5. Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP) menyatakan:
Pasal 4 ayat (1)
“Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.”
Pasal 28 ayat (1) :
“Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan;”
Pasal 28 ayat (3) :
“Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;”
Pasal 28 ayat (7) :
“Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Pasal 29 ayat (3) huruf a:
Wajib Pajak yang diperiksa wajib : memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
Pasal 13 ayat (1) huruf a
“Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang dalam hal-hal sebagai berikut : apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
Penjelasan Pasal 13 ayat (1), antara lain menyatakan :
“Pembuktian atas uraian penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak diletakkan pada Wajib Pajak. Sebagai contoh diberikan antara lain :
1. Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap, sehingga penghitungan rugi laba atau peredaran tidak jelas;
2. Dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka dalam pembukuan tidak dapat diuji;
3. Dari rangkaian pemeriksaan dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannya dokumen atau data pendukung lain di suatu tempat tertentu, sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan itikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya pemeriksaan. Beban pembuktian tersebut berlaku juga bagi ketetapan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan ayat (1)huruf b.
6. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42266/PP/M.III/16/2012 tanggal 18 Desember 2012 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyataterungkap pada persidangan, yaitu
6.1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi negatif penjualan ekspor sebesar Rp.302.313.975,00 dan koreksi positif penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp.302.313.975,00 karena berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menerima pembayaran piutangnya atas penjualan tersebut dari Wajib PajakDalam Negeri yaitu PT. CCC.
6.2. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) keberatan akan koreksi tersebut dan menyatakan bahwa penjualan tersebut merupakan penjualan ekspor dan bersama dengan surat keberatan, Pemohon Banding juga melampirkan dokumen ekspor serta surat penyataan dari PT CCC nomor:EKPL/10-03/VIII/I0 tanggal 10 Agustus 2010.
6.3. Bahwa dalam proses keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah meminta data/dokumen yang mendukung alasan keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melalui Surat Nomor: S-166/WPJ.07/BD.05/2011 tanggal 6 Januari 2011 dan permintaan ke-2 melalui surat Nomor : S-6195/WPJ.07/BD.05/2011 tanggal 21 Juli 2011, tetapi sampai dengan batas waktu yang ditentukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan data pendukung tersebut.
Bahwa oleh karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan data, dokumen, serta penjelasan yang diminta dan mengakibatkan tidak diketahuinya transaksi yang sebenarnya terjadi, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa penyerahan BKP tersebut terjadi didalam daerah pabean dan bukan merupakan transaksi ekspor sehingga atas penyerahannya terutang PPN;
Bahwa tidak ada satupun kontrak perjanjian antara PT CCC dengan perusahaan dari UEA maupun Mesir, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat meyakini kebenaran atas surat penyataan dari PT CCC nomor EKPL/10-03/VIII/10 tanggal 10 Agustus 2010 tersebut dan kebenaran transaksi yang sebenarnya terjadi, dan karena pembayaran dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri (PT CCC, NPWP 0X.0XX.XXX.X-XXX.001) maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berkesimpulan bahwa pembeli adalah Wajib Pajak Dalam Negeri sehingga atas penyerahannya terutang PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf a Undang-Undang PPN.
7. Bahwa dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan:
Halaman 17 Alinea ke-2, ke-3 dan ke-5
Bahwa Pemohon Banding mendalilkan sebenarnya pihak yang menghubungkan antara Pemohon banding dengan pihak buyer di Luar Negeri adalah PT CCC, dimana PT CCC akan mendapat fee dari pihak luar negeri atas jasanya tersebut, sekaligus membayarkan realisasi ekspor tersebut, secara fakta terungkap dalam persidangan karena pada tanggal 18 September 2012 atas permintaan para pihak telah dihadirkan saksi dari PT CCC dibawah sumpah yaitu Sdr. TTT;
Bahwa PT CCC selaku perpanjangan tangan dari pembeli di luar negeri diberikan kuasa penuh untuk menyelesaikan urusan dengan Pemohon Banding termasuk penyelesaian pembayaran atas transaksi ekspor;
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti-bukti dan keterangan dari Pemohon banding dan Terbanding yang terungkap dalam persidangan, serta berdasarkan penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan Majelis berpendapat dasar koreksi Terbanding terhadap ekspor sebesar Rp.302.313.975,00 dianggap sebagai penjualan lokal karena penerimaan pembayaran atas piutangnya berasal dari bank dalam negeri, tidak dapat dipertahankan;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak sesuai dengan faktapembuktian dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan alasan sebagai berikut :
a. Bahwa berdasarkan hasil penelitian yang nyata-nyata terungkap di persidangan, diketahui transaksi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pihak terkait adalah sebagai berikut:
  • Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menerima P.O. (Purcahes Order) dari PT. CCC;
  • PT. CCC kemudian memberikan downpayment (uang muka pembelian) kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
  • Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kemudian mengirimkan barang hasil produksi ke pihak di Luar Negeri (UEA dan Mesir), lengkap dengan dokumentasi berupa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), B/L, P/L, Surat Persetujuan Ekspor, dan Surat Jalan;
  • PT. CCC kemudian melunasi sisa pembelian;
  • Setelah transaksi tersebut, PT. CCC meminta reimbursment atas pembelian tersebut kepada pihak di Luar Negeri (UEA dan Mesir) ditambah dengan service fee berdasarkan agreement antara PT. CCC dengan pihak Luar Negeri.
Berdasarkan hal tersebut, maka nyata-nyata diketahui bahwa PT. CCC melakukan order pembelian (Purchase Order), pembayaran downpayment (DP), dan sekaligus pelunasannya.
Bahwa dalam International Commercial Terms yang merupakan definisi standard perdagangan internasional yang diterbitkan oleh International Chamber of Commerce (ICC) (Kamar Dagang Internasional) yang berkedudukan di Paris, terdapat pengertian “penyerahan” secara umum adalah bahwa “penyerahan dianggap telah terjadi ketika perusahaan penjual telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada perusahaan pembeli”.
Bahwa berdasarkan pengertian tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa pemindahan resiko telah terjadi jika ada pengalihan hak atas barang tersebut, pengalihan hak dapat berupa penggantian harga (pembelian) atau pemberian secara cuma-cuma. Ini berarti penyerahan telah terjadi jika ada transaksi dari pihak penjual dengan pihak pembeli.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PT. CCC merupakan pembeli barang yang dihasilkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dengan demikian terbukti telah terjadi penyerahan barang dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada PT. CCC.
b. Bahwa dari fakta lain yang terungkap diketahui sebagai berikut:
  • Bahwa apabila terjadi klaim atas barang yang dijual karena cacat produksi, maka yang melakukan klaim adalah PT. CCC, bukan pihak Luar Negeri;
  • Bahwa berdasarkan penelitian dokumen perpajakan PT. CCC, diketahui bahwa usaha PT. CCC adalah sebagai pedagang ekspor, yang kegiatan sehariharinya adalah melakukan transaksi jual-beli. Hal ini membuktikan memang transaksi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT. CCC merupakan transaksi jual-beli;
  • Bahwa tidak ada korespondensi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan pihak Luar Negeri, yang ada adalah korespondensi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT. CCC;
  • Bahwa tidak ada satupun kontrak perjanjian antara PT CCC dengan perusahaan dari UEA maupun Mesir yang mendukung alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
Bahwa berdasarkan uraian di atas, telah terbukti bahwa penjualan yang dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai penjualan ekspor sebenarnya adalah merupakan penjualan lokal (dalam negeri) kepada PT. CCC yang kemudian diteruskan kepada pihak Luar Negeri.
Dengan demikian maka amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak sesuai dan bertentangan dengan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak dan Pasal 4 huruf a Undang-Undang PPN.
8. Bahwa dalam amar pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan:
Halaman 17 Alinea ke-4
Bahwa dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-3176/PJ.52/1996 tanggal 21 November 1996 disebutkan bahwa selama dapat dibuktikan kebenaran ekspor yang di dukung dengan dokumen ekspor yang lazim, tidak menyebabkan ekspor tersebut dianggap sebagai penjualan lokal;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku oleh karena Majelis Hakim telah tidak cermat dalam memahami isi dan pengertian dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-3176/PJ.52/1996 tanggal 21 November 1996 tersebut dengan alasan sebagai berikut :
Bahwa secara lengkap Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-3176/PJ.52/1996 tanggal 21 November 1996 tersebut menyatakan: Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 25 Oktober 1996 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut:
1. Surat Saudara diatas pada pokoknya berisi hal-hal sebagai berikut :
1.1. Perusahaan Saudara bergerak dibidang produksi garment untuk Ekspor. Ada kalanya importir dari luar negeri melakukan pembayaran tunai pada waktu mereka berkunjung ke Indonesia (dari negara Timur Tengah, Asia Tengah dan Negara lain yangbelum sepenuhnya menganut sistem devisa bebas).
1.2. Transaksi ekspor tersebut dilaksanakan dengan menempuh prosedur ekspor yang berlaku serta memenuhi semua ketentuan yang berlaku yaitu didukung dengan dokumen ekspor sepertiPEB, P/L, Packing list, invoice, dll.
1.3. Dilapangan ditemui kesulitan karena petugas pajak meminta dokumen wesel ekspor atau media lainnya dari bank, agar ekspor tersebut tidak dianggap penjualan lokal.
2. Pasal 1 huruf I Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 menyebutkan bahwa "Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari dalam daerah pabean keluar daerah pabean" Untuk membuktikan bahwa barang yang dijual benar-benar diekspor, harus dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang mendukung ekspor seperti PEB, Bill Of Lading, Invoice dan lain-lain. Oleh karena itu apabila dapat dibuktikan kebenaran ekspor tersebut, walaupun pembayaran dilakukan secara tunai di Indonesia, tidak menyebabkan ekspor tersebut dianggap sebagai penjualan lokal.Demikian untuk dimaklumi.
Bahwa berdasarkan isi surat tersebut, maka nyata-nyata Surat Dirjen Pajak tersebut tidak dapat diterapkan dalam sengketa banding ini, karena di dalam surat tersebut hanya terdapat 2 pihak yakni eksportir (penjual) dan importir (pembeli), dimana si importir datang ke Indonesia dan melakukan pembayaran secara cash. Hal ini berbeda dengan yang menjadi sengketa banding saat ini, dimana terdapat 3 pihak yakni Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), PT CCC, dan Pihak Luar Negeri, dan pembayaran dilakukan oleh PT CCC (bukan importir). Berdasarkan hal tersebut, maka Majelis Hakim telah tidak cermat dan keliru dalam menggunakan dasar hukum sehingga menyebabkan putusan Majelis Hakim menjadi bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
9. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyatanyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.42266/PP/M.III/16/2012 tanggal 18 Desember 2012 harusdibatalkan.
III. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor:Put.42266/PP/M.III/16/2012 tanggal 18 Desember 2012 yang menyatakan :
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-2632/WPJ.07/2011 tanggal 25 Juli 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2008 Nomor: 01077/207/08/052/10 tanggal 18 Agustus 2010, atas nama PT. AAA, NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, Jenis Usaha: Pabrik Gelas, beralamat di Kawasan Industri PT. BBB, Surabaya, Jawa Timur, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari 2008 menjadi sesuai perhitungan di atas;
adalah tidak benar dan telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-2632/WPJ.07/2011 tanggal 20 Oktober 2011 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak Januari 2008 Nomor 01077/207/08/052/10 tanggal 18 Agustus 2010 atas nama Pemohon Banding, NPWP : 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
a. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Negatif Penjualan Ekspor sebesar Rp.302.313.975,00; dan Koreksi Positif Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp302.313.975,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berdasarkan bukti pendukung berupa PEB, Packing List, Invoice Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali telah melaksanakan transaksi ekspor dengan benar dan olehkarenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan juncto Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
b. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 24 Mei 2017, oleh Dr. H.DTG, SH., MS., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, HBP, SH., MH. dan Dr. WLS, SH., CN. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh JNB, SH. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis :

ttd./

HBP,S.H.,MH.

ttd./

Dr. WLS, S.H., C.N.,
Ketua Majelis,

ttd./

Dr. H.DTG, S.H.,M.S.
Panitera Pengganti,

ttd./

JNB, SH,
Biaya-biaya :
1. Meterai  ........................................   Rp       6.000,00
2. Redaksi ........................................   Rp       5.000,00
3. Administrasi .................................    Rp 2.489.000,00
Jumlah .............................................    Rp 2.500.000,00



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara



(LQF, SH.)
NIP. XX0000XXX