Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1681/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54107/PP/M.XIV.B/16/2014, tanggal 16 Juli 2014 yang tel


 

PUTUSAN
Nomor 1681/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

PT AAA, tempat kedudukan di Gedung QQQ Tower Lantai XX, SCBD Lot X, Jalan WWW Kav. XX-XX, Jakarta, dalam hal ini diwakili oleh BBB, Direktur, memberikan kuasa kepada:
1. CCC, S.H., LL.M., FCB.Arb.;
2. H. DDD, M.B.A.;
3. EEE, S.H., M.Hum;
4. Drs. FFF;
5. GGG, S.H.;
6. HHH, S.H.;
Para Advokat dan Konsultan, berkantor di Kantor Advokat JJJ & Partners, Advocates/Solicitors, alamat di Plaza RRR Lantai X, Jalan TTT XX-XX, Jakarta 10310, Indonesia, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 14 Oktober 2014;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

melawan:


DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3267/PJ./2015, tanggal 29 September 2015;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54107/PP/M.XIV.B/16/2014, tanggal 16 Juli 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-884/WPJ.06/2012 tanggal 13 Juni 2012, adapun alasan pengajuan banding ini adalah sebagai berikut:
1. Bahwa Pemohon Banding mengajukan permohonan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada Terbanding melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Pusat untuk masa Januari 2009 sampai dengan Juni 2010 sebesar Rp 12.449.599.467,00;
2. Bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai (SKPKB PPN) Masa Pajak Januari-Juni 2010 Nomor 00002/277/10/073/11 tanggal 4 Agustus 2011 sebesar Rp 984.538.980,00, terdiri dari:
  1. Koreksi Pajak Masukan   :   Rp765.799.215,00;
  2. Sanksi Bunga                    :   Rp218.739.765,00;
3. Bahwa alasan koreksi Pajak Masukan di atas menurut Terbanding adalah Faktur Pajak tidak sesuai dengan PER-10/PJ/2010 tanggal 9 Maret 2010 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak, karena dalam kode Mata Anggaran Penerimaan (MAP) tertulis 100 (PPN Impor);
4. Bahwa Pemohon Banding mengajukan keberatan atas SKPKB tersebut dengan Surat Nomor 0387/QGA/IX/11 tanggal 12 September 2011, dengan mengemukakan alasan:
  1. PPN Pajak Masukan sebesar 765.799.215,00 (tujuh ratus enam puluh lima juta tujuh ratus sembilan puluh sembilan ribu dua ratus lima belas Rupiah), adalah benar merupakan PPN Jasa Luar Negeri atas sewa peralatan yang dibayar kepada PPP Ltd. Australia , dan telah dibuktikan oleh Terbanding bahwa telah disetorkan oleh Pemohon Banding;
  2. Namun karena adanya salah tulis kode MAP dalam Faktur Pajak (tertulis: 100, seharusnya 102) mengakibatkan PPN tersebut seolaholah sebagai PPN Impor;
  3. Faktur Pajak PPN yang bersangkutan memang bukan dimaksudkan sebagai dokumen tertentu yang dipersamakan sebagai Faktur Pajak sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Terbanding Nomor PER-10/PJ/2010 tanggal 9 Maret 2010;
5. Bahwa pada tanggal 4 Juni 2012, Pemohon Banding mengajukan permohonan tertulis pemindahbukuan kepada Terbanding, sebagaimana terlampir;
6. Bahwa Terbanding mempertahankan SKPKB Nomor 00002/277/10/073/11 tanggal 4 Agustus 2011 sebesar Rp984.538.980,00 dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-884/WPJ.06/2012 tanggal 13 Juni 2012, tanpa mengemukakan alasan yang jelas;
7. Bahwa dengan tetap mempertahankan argumen Pemohon Banding dalam Surat keberatan Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-884/WPJ.06/2012 tanggal 13 Juni 2012, karena menurut Pemohon Banding, pengkreditan pajak Masukan tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai;
8. Bahwa untuk itu menurut Pemohon Banding seharusnya tidak ada koreksi atau nihil atas Pajak Masukan sebesar Rp 984.538.980,00 (sembilan ratus delapan puluh empat juta lima ratus tiga puluh delapan ribu sembilan ratus delapan puluh rupiah), yang terdiri dari:
Koreksi Pajak Masukan    :   Rp765.799.215,00;
Sanksi Kenaikan               :    Rp218.739.765,00;
sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-884/WPJ.06/2012 tanggal 13 Juni 2012;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54107/PP/M.XIV.B/16/2014, tanggal 16 Juli 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan menolak seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-884/WPJ.06/2012 tanggal 13 Juni 2012, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Barang dan Jasa atas Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean Masa Pajak Januari-Juni 2010 Nomor 00002/277/10/073/11 tanggal 4 Agustus 2011, atas nama: PT AAA, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX, beralamat di Gedung QQQ Tower Lt. XXX, SCBD Lot X, Jalan WWW Kav. XX-XX, Jakarta;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54107/PP/M.XIV.B/16/2014, tanggal 16 Juli 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 6 Agustus 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 14 Oktober 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 3 November 2014 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-I.3671/PAN/2014 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 3 November 2014;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 2 September 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 5 Oktober 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
A. Tentang Formal Pengajuan Memori Peninjauan Kembali:
1. Bahwa berdasarkan Pasal 77 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ("Undang-Undang Pengadilan Pajak"), pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan pengadilan pajak kepada Mahkamah Agung;
2. Bahwa sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak dinyatakan sebagai berikut:
“Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak”;
3. Bahwa dengan mengacu pada ketentuan Pasal 77 ayat (3) dan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak maka pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali atas Putusan a quo diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali hanya 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Oleh karenanya, pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali ini mohon dapat diterima oleh Mahkamah Agung R.I.;
4. Bahwa Pasal 91 huruf d Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan, antara lain sebagai berikut:
"Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya";
5. Bahwa selanjutnya dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan, antara lain, sebagai berikut:
"Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku";
6. Bahwa Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
"Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim";
7. Bahwa Putusan a quo dikirim oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding pada tanggal 6 Agustus 2014 sesuai dengan tanggal kirim cap pos (fotokopi terlampir). Kemudian pada tanggal 3 Nopember 2014, Pemohon Peninjauan Kembali telah menyatakan mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung R.I. melalui Pengadilan Pajak, dan selanjutnya pada tanggal yang sama telah pula mengajukan Memori Peninjauan Kembali. Dengan demikian, pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali atas Putusan a quo dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata-cara yang telah disyaratkan oleh undangundang, khususnya Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya Permohonan Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung R.I.;
B. Alasan-alasan Hukum Pemohon Peninjauan Kembali Mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali dan Memori Peninjauan Kembali:
Bahwa adapun dasar dan alasan-alasan hukum diajukannya Permohonan Peninjauan Kembali dan Memori Peninjauan Kembali ini adalah bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dan tidak setuju dengan seluruh pertimbangan-pertimbangan hukum dan diktum Putusan dalam perkara a quo sebab:
1. Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak memberikan pertimbangan hukum yang memadai terhadap Putusan, dimana Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak teliti dalam memeriksa, membaca, menilai dan mempertimbangkan seluruh fakta-fakta hukum dan bukti-bukti otentikyang diajukan oleh Para Pihak sebelum perkara a quo diputus;
2. Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah lalai dan/atau telah salah dalam memeriksa/menilai fakta-fakta/peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi;
3. Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah lalai dan/atau telah salah dalam menerapkan hukum baik hukum tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Juncto Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000), hukum tentang Pajak Pertambahan Nilai (Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009) maupun hukum tentang Pengadilan Pajak (Undang-Undang Nomor 14 Tahun2002);
4. Putusan a quo tidak sesuai dengan asas hukum dominus litis, dimana hakim seharusnya bersikap adil dan tidak memihak kepada salah satu pihak. Hal ini terbukti dari pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara a quo yang mengabaikan begitu saja fakta hukum dan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali, padahal berdasarkan ketentuan Pasal 76 Juncto Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, seharusnya putusan pengadilan pajak diambil berdasarkan kepada hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan keyakinan, bukan didasarkan kepada kepentingan salah satu pihak, in casu Termohon Peninjauan Kembali;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berkeyakinan, sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini, bahwa Putusan a quo nyata-nyata tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan, bukti-bukti serta sebab-sebab mengenai suatu bagian dari tuntutan yang tidak dipertimbangkan, akibatnya putusan a quo tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
C. Pokok Sengketa Yang Diajukan Permohonan Peninjauan Kembali
1. Bahwa semula pokok sengketa yang diajukan permohonan Banding oleh Pemohon Peninjauan Kembali atas keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-884/WPJ.06/2012 tanggal 13 Juni 2012 atas keberatan terhadap SKPKB PPN Nomor 00002/277/10/073/11 tanggal 4 Agustus 2011 untuk Masa Pajak Januari-Juni tahun 2010 adalah sebesar Rp984.538.980,00 terdiri dari:
a. Koreksi Pajak Masukan Rp 765.799.215,00
b. Sanksi Bunga Rp 218.739.765,00
2. Bahwa Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Pajak a quo telah memutuskan:
“Menyatakan menolak seluruhnya permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-884/WPJ.06/2012 tanggal 13 Juni 2012, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Barang dan Jasa atas Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean Masa Pajak Januari-Juni 2010 Nomor 00002/277/10/073/11 tanggal 4 Agustus 2011, atas nama: PT. AAA, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX, beralamat di Gedung QQQ Tower Lt.XX, SCBD Lot X, Jalan WWW Kav. XX-XX, Jakarta;
3. Bahwa sehubungan dengan itu Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat menerima putusan dan pertimbangan hukum Majelis Hakim terhadap koreksi atas Pajak Masukan dan sanksi bunga sebesar Rp984.538.980,00 yang menerima koreksi Terbanding (in casu Termohon Peninjauan Kembali), karenanya Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan permohonan Peninjauan Kembali terhadap pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak terhadap koreksi atas Pajak Masukan dan sanksi bunga sebesar Rp984.538.980,00;
Uraian Singkat Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak; Bahwa Putusan Majelis Pengadilan Pajak tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diuraikan pada halaman 18 mulai paragraf 3 dari bawah bersambung ke halaman 19 paragraf terakhir dan halaman 30 paragraf 1 s.d. 4, antara lain sebagai berikut:
Halaman 18 paragraf 3 dari bawah dan paragraf terakhir:
“Bahwa menurut pendapat Majelis, tidak terdapat sengketa secara material, namun sengketa terjadi karena adanya kesalahan administratif berupa kesalahan pada SSP, kesalahan administratif tersebut diantaranya terjadi pada kesalahan penulisan Kode MAP, Masa Pajak, nama dan NPWP pada SSP ”;
Halaman 18 paragraf 2 dari bawah:
“Bahwa sehingga berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 40/PMK.03/2010 dan PER-38/PJ/2009, masih terdapat kesalahan penulisan kode MAP, Masa Pajak, nama dan NPWP pada SSP”;
Halaman 19 paragraf terakhir:
“Bahwa menurut pendapat Majelis, atas terjadinya kesalahan penulisan pada SSP tersebut seharusnya diterbitkan Faktur Pajak Pengganti oleh Pengusaha Kena Pajak penerbit dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak dengan syarat belum dilakukan pemeriksaan atau atas Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut belum dibebankan sebagai biaya”;
Halaman 20 paragraf 1:
“Bahwa menurut pendapat Majelis, Pemohon Banding telah melakukan upaya pemindahbukuan, namun sampai dengan laporan Terbanding dibuat proses tersebut belum selesai, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampai dengan selesainya pemeriksaan, upaya Pemohon Banding untuk memperbaiki kesalahan administratif tersebut belum disetujui oleh Terbanding”;
Halaman 20 paragraf 2:
“Bahwa menurut pendapat Majelis, berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana tersebut di atas, disimpulkan bahwa yang menjadi masalah adalah tidak semata-mata belum disetujuinya proses pemindahbukuan oleh Terbanding, tetapi juga adanya kesalahan yang terdapat dalam dokumen yang menjadi dasar pemindahbukuan yang oleh Pemohon Banding atas PPN yang telah dibayar diperhitungkan sebagai Pajak Masukan/Kredit Pajak yaitu pada dokumen Pemindahbukuan diketahui Pemohon Banding telah melakukan pembayaran PPN atas Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean untuk Masa Pajak Januari 2010 dan dokumen tersebut tidak mencantumkan data nama dan NPWP Penyetor ”;
Halaman 20 Paragraf 3:
“Bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Barang dan Jasa atas Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean Masa Pajak Januari-Desember 2009 dan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-884/WPJ.06/2012 tanggal 13 Juni 2012 sudah benar”;
Halaman 20 paragraf 4:
“Bahwa dengan demikian Majelis berpendapat terdapat cukup alasan untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi atas pajak masukan sebesar Rp765.799.215,00”;
4. Bahwa pertimbangan-pertimbangan dan kesimpulan Majelis Pengadilan Pajak tersebut di atas sama sekali tidak memberikan pertimbangan yang cukup mengenai suatu bagian dari tuntutan yang belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, hal ini tentu saja tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Majelis telah keliru dalam menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam memeriksa dan memutus perkara ini. Berkenaan dengan pertimbangan-pertimbangan dan kesimpulan Majelis yang secara khusus tersebut pada halaman 18 paragraf 3 dari bawah bersambung ke halaman 19 paragraf terakhir dan halaman 30 paragraf 1 s.d. 4 tersebut di atas, dengan ini Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan keberatan-keberatannya;
Adapun yang menjadi alasan-alasan hukum diajukannya Permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
D. Alasan-alasan hukum permohonan Peninjauan Kembali terhadap pertimbangan hukum dan putusan Majelis Hakim atas koreksi pajak masukan sebesar Rp765.799.215,00;
1. Bahwa jika diperhatikan pertimbangan hukum Putusan a quo pada halaman 20 paragraf 1 s.d. 4 yang telah mempertahankan koreksi Termohon Peninjauan Kembali terhadap pajak masukan sebesar Rp765.799.215,000 yang didasarkan pada ketentuan Pasal 12 ayat (1) s.d. Pasal 14 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 adalah tidak sesuai dan sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Bahwa Putusan a quo mengandung kekeliruan yang nyata dan sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam membuat pertimbangan hukum untuk menghasilkan suatu putusan tidak didasarkan kepada ketentuan hukum objektif yang diperolehnya dari pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada maupun dari praktik pelaksanaan pemungutan pajak yang baik serta kebiasaan-kebiasaan usaha yang lazim yang hidup dalam pergaulan masyarakat;
3. Bahwa dengan kata lain, Putusan a quo sama sekali tidak mencerminkan pada suatu putusan yang objektif, yang mendasarkan pertimbangan hukumnya pada landasan hukum, melainkan hanya didasarkan kepada kepentingan sepihak, in casu Termohon Peninjauan Kembali. Padahal, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Pengadilan Pajak, dalam Konsideran pada bahagian Menimbang huruf e maupun di dalam Penjelasannya secara tegas menyatakan bahwa dasar dibentuknya Pengadilan Pajak adalah bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak;
4. Bahwa sehubungan dengan itu menurut Pemohon Peninjauan Kembali, Majelis Hakim telah mengabaikan atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak yang mengatur sebagai berikut:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
Bahwa dari penjelasan Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak a quo diketahui bahwa Hakim Pengadilan Pajak harus menegakkan kebenaran materiil yang didasarkan kepada penilaian pembuktian, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan;
5. Bahwa ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak di atas, selaras juga dengan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak yang menyatakan sebagai berikut:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
6. Bahwa berdasarkan ketentuan yang terdapat pada Pasal 76 Juncto Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak tersebut di atas, maka dalam perkara a quo, Majelis Hakim seharusnya benar-benar dapat menentukan fakta hukum yang tepat, menguji dan menilai fakta hukum yang dimaksud berdasarkan alat-alat bukti yang disampaikan Pemohon Peninjauan Kembali maupun Termohon Peninjauan Kembali dan menentukan/menerapkan Peraturan Perundang-Undangan yang akan dipakai sebagai dasar hukum secara benar yang kemudian dituangkan dalam alasan/pertimbangan hukumnya sehingga memenuhi prinsip:
“Motiverings Plicht dalam penyusunan putusan hakim sebagaimana juga diamanatkan dalam Pasal 84 ayat (1) huruf f, g dan h Undang-Undang Pengadilan Pajak yang selengkapnya mengatur sebagai
berikut:
Pasal 84 Undang-Undang Pengadilan Pajak:
(1) Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
  1. Kepala putusan yang berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”;
  2. Nama, tempat tinggal atau tempat kediaman dan/atau identitas lainnya dari Pemohon Banding atau Penggugat;
  3. Nama, jabatan dan alamat Terbanding atau Tergugat;
  4. Hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan;
  5. Ringkasan Banding atau Gugatan, dan ringkasan surat uraian Banding atau surat Tanggapan, atau surat bantahan yang jelas;
  6. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
  7. Pokok sengketa;
  8. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
  9. Amar putusan tentang sengketa; dan
  10. Hari, tanggal putusan nama Hakim yang memutus, nama Panitera dan keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak;
Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyebabkan putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan acara cepat, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun;
7. Bahwa dalam perkara a quo, ternyata Majelis Hakim telah gagal menerapkan atau melaksanakan prinsip-prinsip penting sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 76 Juncto Pasal 78 Juncto Pasal 84 ayat (1) huruf f, g dan h sebagaimana Pemohon Peninjauan Kembali ungkapkan tersebut di atas, dimana Majelis Hakim telah mengabaikan begitu saja fakta hukum tentang adanya itikad baik PT AAA yang telah membayarkan kewajiban pajak badan luar negeri (in casu PPP LTD, NPWP 00.000.000.0-0XX.000) melalui permohonan pemindahbukuan ke Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat (KPP Madya Jakarta Pusat);
8. Bahwa permohonan pemindahbukuan tersebut telah disetujui oleh KPP Madya Jakarta Pusat melalui proses penelitian dokumen dan tujuan pemindahbukuan, sehingga tidak mungkin terjadinya kesalahan administratif lagi sebagaimana dipertimbangkan oleh Majelis Hakim pajak dalam putusannya pada Halaman 18 paragraf 3 dari bawah dan paragraf terakhir. Dengan pemindahbukuan, maka segala kesalahan administratif yang semula terdapat dalam Surat Setoran Pajak (SSP) telah diperbaiki melalui pemindahbukuan;
9. Bahwa selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan begitu saja itikad baik badan luar negeri (in casu PPP LTD, NPWP 00.000.000.0-0XX.000) yang telah menyetorkan kewajibannya yaitu PPN pemanfaatan JKP (Jasa Kena Pajak) dari luar daerah pabean melalui pemindahbukuan. Kewajiban untuk menyetorkan ini sebenarnya adalah merupakan kewajiban dari PT AAA sebagai pemungut PPN, namun karena terjadi kesalahan penyetoran, maka pembayaran PPN tersebut tidak diperhitungkan sebagai pajak masukan PT. AAA karena terjadinya kesalahan administratif. Jika Majelis Hakim tidak mengakui setoran melalui pemindahbukuan tersebut, maka patut dipertanyakan, kemanakah setoran tersebut ditempatkan? Hal ini juga membuktikan bahwa itikad baik wajib pajak luar negeri untuk membayarkan kewajibannya tidak dihargai meskipun penyetorannya dilakukan melalui pemindahbukuan dan sebagai akibatnya setoran tersebut menjadi siasia;
10. Bahwa akibat tidak dipertimbangkannya fakta hukum adanya itikad baik dari Pemohon Peninjauan Kembali serta tidak dipertimbangkannya bukti pemindahbukuan, hal ini telah mengakibatkan Pemohon Peninjauan Kembali dikenakan sanksi 2%/bulan berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, hal ini tentu saja sangat merugikan Pemohon Peninjauan Kembali sebagai wajib pajak dalam mencari keadilan;
11. Bahwa demikian juga, dengan tidak dipertimbangkannya bukti pemindahbukuan pada pemeriksaan perkara di tingkat Pengadilan Pajak, telah menyebabkan putusan pengadilan pajak a quo bertentangan dengan asas keadilan, sebab secara hukum, bukti pemindahbukuan itu adalah hak Pemohon Peninjauan Kembali yang seharusnya segera ditanggapi atau direspon oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam melaksanakan asas umum pemerintahan yang baik; Pada prinsipnya, sepanjang sudah ada penyetoran melalui pemindahbukuan, hal ini berarti uangnya sudah masuk ke kas Negara, sehingga tidak akan ada kerugian Negara. Oleh karena itu, sudah semestinya permohonan Pemohon Peninjauan Kembali yang menuntut agar tidak ada koreksi atau nihil atas Pajak masukan sebesar Rp765.799.215,00 dikabulkan. Tindakan Termohon Peninjauan Kembali dapat diartikan mengenakan pajak yang tidak seharusnya kepada Pemohon Peninjauan Kembali, ironisnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengamini tindakan Termohon Peninjauan Kembali yang jelasjelas melanggar asas keadilan dan bertentangan dengan Pasal 23 A UUD 1945;
12. Bahwa perlu diketahui oleh Majelis Hakim Agung yang terhormat yang memeriksa dan mengadili perkara ini, Pemohon Peninjauan Kembali dalam mengajukan permohonan pemindahbukuan atas SSP yang secara administratif keliru, tidak dimaksudkan atau ditujukan supaya memenuhi persyaratan sebagai dokumen yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor 13/PJ/2010, melainkan tujuannya adalah agar bukti pemindahbukuan tersebut dijadikan sebagai acuan untuk mengoreksi kesalahan administratif yang terdapat pada SSP;
Oleh karena itu, dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak pada halaman 19 paragraf terakhir yang telah mendasarkan pertimbangan hukumnya pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak No.13/PJ/2010, menjadi salah dan keliru, karena ketentuan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor 13/PJ/2010 tersebut hanya berlaku dan diperuntukkan sebelum dilakukannya pemeriksaan pada kewajiban perpajakan (PPN), sehingga sangat tidak tepat jika ketentuan tersebut masih dipergunakan pada proses tingkat banding di Pengadilan Pajak ini;
Bahwa tujuan lain dilakukannya pemindahbukuan oleh Pemohon Peninjauan Kembali, bukan dimaksudkan untuk memperbaiki masa pajak, karena masa pajak tidak pernah diajukan perubahannya oleh Pemohon Peninjauan Kembali, tujuan pemindahbukuan a quo adalah untuk memperbaiki kesalahan administrasi yang dinyatakan oleh Termohon Peninjauan Kembali seperti adanya kesalahan nama penyetor, kode jenis setoran, kode MAP, sehingga tidak tepat dan tidak beralasan hukum jika Majelis Hakim Pengadilan Pajak masih mengacu kepada ketentuan Pasal 14 Peraturan Dirjen Pajak Nomor 13/PJ/2010 dalam penerapan hukumnya;
13. Berdasarkan alasan-alasan dan pertimbangan hukum serta bukti-bukti yang telah Pemohon Peninjauan Kembali kemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa putusan Majelis Hakim sepanjang mengenai pokok sengketa yang diajukan Peninjauan Kembali adalah putusan yang didasarkan pada penerapan hukum yang keliru dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem) yang merugikan Pemohon Peninjauan Kembali;
14. Bahwa dari uraian hukum tersebut di atas, jelas terbukti kalau Putusan a quo telah dibuat (dihasilkan) dengan dasar pertimbangan yang sewenang-wenang, yaitu tidak menggunakan ketentuan hukum objektif yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, cukup beralasan apabila Pemohon Peninjauan Kembali memohon kepada Majelis Hakim Agung Yang Terhormat, yang memeriksa dan mengadili perkara Peninjauan Kembali a quo, kiranya berkenan untuk membatalkan Putusan a quo; Akhirnya dapat disimpulkan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam perkara a quo telah memberikan pertimbangan hukum yang keliru dan secara nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku, yang mengakibatkan putusan yang diberikan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa yang menjadi pokok permasalahan dalam sengketa ini adalah:
Apakah benar terdapat kesalahan administrasi pada SSP?
- Bahwa Judex Facti sudah benar, karena terbukti terdapat perbedaan antara data dalam SSP dan dalam MAP (Mata Anggaran Penerimaan) tentang Kode MAP, Masa Pajak, Nama, NPWP, dan tidak diperbaiki sebelum dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (1) PDJE Nomor 13/PJ/2010;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT AAA, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang dikalahkan, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT AAA tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 12 Januari 2017 oleh Dr. HDW, S.H., C.N., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, RCZ, S.H., M.Hum. dan KBL, S.H., M.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh NFY, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis:

ttd.

RCZ, S.H., M.Hum.

ttd.

KBL, S.H., M.H.
Ketua Majelis,

ttd.

Dr. HDW, S.H., C.N.
Panitera Pengganti,

ttd.

NFY, S.H., M.H.
Biaya-biaya :
1. Meterai  ........................................   Rp       6.000,00
2. Redaksi ........................................   Rp       5.000,00
3. Administrasi .................................    Rp 2.489.000,00
Jumlah .............................................    Rp 2.500.000,00



Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG RI
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



H. IEP, S.H.
NIP. XX0000XXX