Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1683/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPh Pasal 15 Final

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-55098/PP/M.IIB/99/2014 tanggal 11 September 2014 yang telah be


 

PUTUSAN
Nomor 1683/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

AAA, tempat kedudukan di Sentral QQQ II, Lantai XX & XX, Jalan WWW Nomor X, Jakarta Pusat, 10270;

Dalam hal ini diwakili oleh BBB, jabatan Kepala Perwakilan AAA, beralamat di Sentral QQQ II, Lantai XX & XX, Jalan WWW Nomor X, Jakarta Pusat, 10270;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;

melawan:


DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190;

Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. ABC, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2978/PJ./2015 tanggal 21 Agustus 2015;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-55098/PP/M.IIB/99/2014 tanggal 11 September 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa Penggugat telah menerima Keputusan Tergugat Nomor: S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013 yang Penggugat terima pada tanggal 6 Januari 2014 tentang Permohonan Pengembalian atas Kelebihan PPh Pasal 15 Masa Pajak April 2010 seharusnya tidak terhutang;

Bahwa pada intinya, Keputusan Tergugat tersebut mengatakan bahwa Tergugat tidak dapat memproses permohonan pengembalian atas kelebihan PPh Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang yang dilakukan oleh Penggugat. Penggugat tidak setuju atas Keputusan Tergugat tersebut. Perkenankanlah Penggugat mengajukan gugatan atas keputusan tersebut di atas dengan penjelasan dan alasan sebagai berikut;

Dasar Hukum Pengajuan Gugatan;
1) Pasal 23 ayat (2) (c) Undang-Undang Nomor 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mengatakan Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 hanya dapat diajukan kepada badan peradilanpajak".
2) Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengatakan bahwa jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan terhadap pelaksanaan
penagihan pajak adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya Keputusan yang digugat."

Latar Belakang Sengketa;
Bahwa berikut ini Penggugat sampaikan secara singkat latar belakang pengajuan Gugatan atas Keputusan Tergugat Nomor S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013;
1. Bahwa pada tanggal 14 Mei 2010 Penggugat telah melakukan penyetoran PPh Pasal 15 atas transaksi ekspor oleh Kantor Pusat untuk Masa Pajak April 2010 sebesar Rp.3.497.986.469,00 yang berasal dari perhitungan sebagai berikut:
Tarif PPh Badan
Tarif PPh Pasal 26(4) sesuai P3B
Tarif PPh Pasal 15
Nilai Ekspor Bruto
PPh Pasal 15 terutang
:
:
:
:
:
28%
10% x (1-28%)
0,352%
Rp 993.746.156.058,00
0,352% X Rp 993.746.156.058,00
Rp 3.497.986.469,00
2. Bahwa Penggugat menyadari telah melakukan kesalahan didalam penggunaan tarif PPh Badan sebesar 28%, dimana seharusnya tarif PPh Badan yang berlaku untuk Tahun Fiskal 2010 adalah sebesar 25%. Dari kesalahan ini, telah terjadi kelebihan pembayaran PPh Pasal 15 sebesar Rp.268.311.462,00 yang berasal dari perhitungan sebagai berikut:
Tarif PPh Badan
Tarif PPh Pasal 26(4) sesuai P3B
Tarif PPh Pasal 15
Nilai Ekspor Bruto
PPh Pasal 15 terutang
:
:
:
:
:
25%
10% x (1-25%)
0,325%
Rp 993.746.156.058,00
0,325% X Rp 993.746.156.058,00
Rp 3.229.675.007,00
Bahwa terdapat lebih bayar PPh Pasal 15 sebesar Rp.268.311.462,00 (yakni Rp.3.497.986.469,00 - Rp3.229.675.007,00);
3. Bahwa pada tanggal 21 Oktober 2013 Penggugat melalui Surat Nomor MC-87/MC-TAX/APR10/13 mengajukan Permohonan (Pertama) Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 15 yangseharusnya tidak terhutang;
4. Bahwa pada tanggal 4 November 2013 Penggugat menerima Keputusan Nomor S10377/WPJ.07/KP.07/2013 dari KPP Badora atas Permohonan (Pertama) Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang yang pada intinya menolak permohonan dariPenggugat;
5. Bahwa pada tanggal 22 November 2013 Penggugat melalui Surat Nomor 004/RFND/ART15/APR10/MC-TAX/X1/13 mengajukan Permohonan (Kedua) Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 15 yangseharusnya tidak terhutang;
6. Bahwa pada tanggal 6 Januari 2014 Penggugat menerima Keputusan Nomor S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 dari KPP Badora atas Permohonan (Kedua) Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang yang pada intinya menolak Permohonan dariPenggugat;

Alasan Pengajuan Gugatan;
A. Menurut Tergugat;
Bahwa menurut Tergugat ketentuan perpajakan yang mengatur mengenai pengenaan PPh Pasal 15 bagi Kantor Perwakilan Dagang Asing adalah antara lain Surat Edaran DJP Nomor SE-2/PJ.03/2008 tanggal 31 Juli 2008 tentang penegasan atas Penerapan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang;
Bahwa Surat Edaran DJP No: SE-2/PJ.03/2008 tanggal 31 Juli 2008 tersebut sampai saat ini tidak mengalami perubahan dan dinyatakan masih tetap berlaku sehingga penghitungan PPh Pasal 15 tetap berpedoman pada Surat Edaran tersebut dan besaran tarif tidak dengan sendirinya berubah seiring dengan perubahan tarif PPh;
Bahwa dengan demikian, permohonan Penggugat tidak dapat diproses;
B. Menurut Penggugat;
Bahwa berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ.03/2008 tanggal 31 Juli 2008 diketahui bahwa tarif PPh Pasal 15 untuk Kantor Perwakilan Dagang (KPD) terdiri atas 2 komponen yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat 4 (Branch Profit Tax (BPT)) dengan perincian perhitungan sebagai berikut:
PPh atas Penghasilan Kena Pajak Terutang 30% x 1%
PPh Pasal 26 ayat 4 (BPT) tanpa P3B 20% x (1-0,3)%
Tarif efektif
=
=
=
0,30%
0,14%
0,44%
(P3B = Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda)
Untuk negara-negara mitra P3B dengan Indonesia, tarif BPT atas suatu Bentuk Usaha Tetap (BUT) disesuaikan dengan tarif yang diatur dalam P3B tersebut;
Bahwa dengan demikian, jika salah satu komponen tarif tersebut di atas berubah, maka otomatis tarif efektif juga akan ikut berubah. Sebagaimana diketahui bahwa mulai Tahun 2010 tarif PPh Pasal 17 adalah sebesar 25%, sehingga seharusnya tarif PPh Pasal 15 adalah sebagai berikut:
PPh atas Penghasilan Kena Pajak Terutang 25% x 1%
PPh Pasal 26 ayat 4 (BPT) dengan Jepang 10% x (1-0,25)%
Tarif efektif
=
=
=
0,250%
0,075%
0,325%
Bahwa disamping itu, penerapan ketentuan PPh Pasal 15 bagi Kantor Perwakilan Dagang Asing sebagaimana dijelaskan didalam Surat Edaran DJP Nomor SE-2/PJ.03/2008 seharusnya juga memperhatikan perubahan tarif PPh (Pasal 17) yang berlaku untuk masa/tahun pajak yang bersangkutan sehingga penerapan ketentuan PPh Pasal 15 bagi Kantor Perwakilan Dagang Asing seperti yang dijelaskan dalam Surat Edaran dimaksud tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku;
Bahwa berdasarkan tarif efektif PPh Pasal 15 di atas, maka besarnya PPh Pasal 15 terhutang untuk Masa Pajak April 2010 adalah sebesar Rp.3.229.675.007,00 sehingga terdapat kelebihan pembayaran PPh Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang sebesar Rp.268.311.462,00;

Kesimpulan;
Bahwa berdasarkan uraian penjelasan Penggugat di atas, mohon kiranya Majelis Hakim dapat memproses dan mempertimbangkan Gugatan Penggugat atas Keputusan Tergugat Nomor: S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013 yang diterbitkan oleh KPP Badora;

Bahwa menurut Penggugat terdapat kelebihan pembayaran PPh Pasal 15 sebesar Rp.268.311.462,00 sehingga menjadi PPh Pasal 15 lebih bayar yang seharusnya tidak terhutang dan agar lebih bayar tersebut dikembalikan kepada Penggugat;

Bahwa demikian gugatan ini disampaikan. Penggugat berharap dapat diundang dalam acara persidangan untuk memberikan penjelasan dan dokumen yang diperlukan dalam proses gugatan ini. Atas perhatian dan kerjasamanya, Penggugat ucapkan terima kasih;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-55098/PP/M.IIB/99/2014 tanggal 11 September 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan menolak gugatan Penggugat terhadap Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013 atas Permohonan Pengembalian atas Kelebihan PPh Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang, atas nama AAA, NPWP 0X.00X.XXX.X-0XX.000, beralamat di QQQ II, Lantai XX & XX, Jalan WWW Nomor X, Jakarta Pusat;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-55098/PP/M.IIB/99/2014 tanggal 11 September 2014 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 1 Oktober 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 23 Desember 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 23 Desember 2014;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 30 Juli 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 28 Agustus 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. Tentang Alasan Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali
1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak) dinyatakan sebagai berikut:
"Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung."
2. Bahwa alasan Peninjauan Kembali adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak yang menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
"Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
3. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam Putusan Nomor Put.55098/PP/M.IIB/99/2014 yang telah diucapkan padatanggal 11 September 2014 telah tidak mempertimbangkan dan mengabaikan fakta dalam persidangan yang merupakan dasar alasan Pemohon PK (dahulu Penggugat) sehingga menghasilkan putusan yang tidak mencerminkan keadilan dan tidak sesuai dengan peraturanperundang-undangan perpajakan yang berlaku.
4. Bahwa penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tersebut tidak sesuai dengan hukum dan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dikarenakan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak mempertimbangkan dan mengabaikan fakta-fakta yang disampaikandi dalam persidangan sehinggamenghasilkan putusan yang tidak adil.
II. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak, dinyatakan sebagai berikut:
"Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf edilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim".
2. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, disebutkan bahwa:
"Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung."
3. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.55098/PP/M.IIB/99/2014 yang diucapkan pada tanggal 11 September 2014 atas gugatanyang diajukan oleh AAA (Pemohon PK), telah dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon PK(dahulu Penggugat) pada tanggal 26 September 2014 (terlampir – Lampiran 1 berupa Surat Gugatan dan Lampiran 2berupa Putusan Pengadilan Pajak).
4. Bahwa dengan demikian, karena Permohonan PK ini diajukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.55098/PP/M.IIB/99/2014 yang telah diucapkan padatanggal 11 September 2014, dan dikirimkan kepada Pemohon PK pada tanggal 26 September 2014 masih dalam tenggang waktu yang diatur dalam Undang-Undang Pengadilan Pajak.
Oleh karena itu sudah sepatutnya Permohonan PK ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
III. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa Permohonan PK ini adalah Permohonan Pengembalian atas Kelebihan Bayar Pajak Penghasilan Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang sebesar Rp 268.311.462,00. Atas pokok sengketa di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan menolak gugatan Pemohon PK(dahulu Penggugat).
IV. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon PK (dahulu Penggugat) membaca, meneliti, dan mempelajari Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.55098/PP/M.IIB/99/2014 tanggal 11 September 2014 tersebut, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak terbukti telah tidak mempertimbangkan dan mengabaikan fakta-fakta hukum dalam menerapkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku atau paling tidak telah membuat kekhilafan baik mengenai fakta hukum maupun dasar hukum dalam menyusun pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan dalil-dalil atau alasanalasan sebagai berikut:
a. Bahwa Pemohon PK (dahulu Penggugat) setuju dengan amar Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Surat Nomor S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 adalah keputusan (beschiking). Hal tersebut tercermin dalam amar putusan Majelis Hakim yang berbunyi sebagai berikut:
Halaman 26 alinea ke-7:
“bahwa Surat Tergugat a quo bersifat konkret dan tidak abstrak karena berisi penolakan Permohonan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang, dan
dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang menerbitkan suatu keputusan, dalam hal ini adalah diterbitkan oleh Tergugat (Dirjen Pajak) selaku pejabat yang berwenang;
Halaman 26 alinea ke-8:
“Bahwa Surat Tergugat a quo juga bersifat final, karena penolakan Tergugat atas Permohonan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang tersebut tidak tergantung pada kondisi-kondisi atau syarat tertentu, tetapi sudah final, dan menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata karena dengan surat tersebut, Penggugat ditolak permohonan atas Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 15 tersebut;
Halaman 26 alinea ke-9:
“Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa Surat Nomor S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013 adalah keputusan (beschiking) sesuai Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sttd Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan TUN;
b. Namun Pemohon PK tidak setuju dengan amar Pertimbangan Hakim Pengadilan Pajak yang berbunyi sebagai berikut:
Halaman 26 alinea ke-10:
“Bahwa namun demikian, dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP dinyatakan bahwa Obyek gugatan di Pengadilan Pajak harus memenuhi pengertian sebagai "keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26", sedangkan dalam kasus gugatan ini Penggugat tidak dapat menunjukkan dan membuktikan adanya
"keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26" sehingga juga tidak dapat menunjukan bahwa keputusan (Surat Tergugat No: S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 aquo) merupakan pelaksanaan atas "keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26" sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP sehingga kriteria Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP tidak terpenuhi;
Halaman 26 alinea ke-11:
“Bahwa Majelis berpendapat bahwa gugatan Penggugat tidak memenuhi ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP sehingga tidak dapat ditindaklanjuti;
Halaman 26 alinea ke-12:
”Bahwa dengan demikian, Majelis berpendapat menolak gugatan Penggugat atas Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013 Hal Permohonan Pengembalian atas Kelebihan PPh 15 yang seharusnya tidak terhutang;
Alasan ketidaksetujuan Pemohon PK atas amar Pertimbangan Majelis Pengadilan Pajak di atas adalah sebagai berikut:
- Pasal 23 ayat (2) huruf (c) (Pasal 23) Undang-Undang Nomor 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) menyatakan bahwa:
"Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak";
Bahwa Pemohon PK(dahulu Penggugat) memilih Pasal 23 sebagai dasar hukum pengajuan gugatan karena Pemohon PK (dahulu Penggugat)mengajukan gugatan terhadap surat penolakan kedua Nomor S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 (S-11499) tanggal 23 Desember 2013 atas permintaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dimana surat tersebut bukan merupakan keputusan perpajakan seperti yang dimaksud pada Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26, yaitu berupa:
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; Surat Ketetapan Pajak Nihil;
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; dan
- Keputusan atas Keberatan;
- Pendapat Penggugat tentang pengajuan gugatan berdasarkan Pasal 23 ayat (2) huruf (c) Undang-Undang KUP adalah sebagai berikut:
1. Pasal 23 ayat (2) huruf (c) UU KUP yang dikutip sebagai berikut:
"Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
a. ……dst,
b. ……dst,
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26, atau
d. ……dst";
- Penggugat berpendapat bahwa dalam membahas mengenai proses pengajuan Banding maupun Gugatan ke Pengadilan Pajak maka pengertian "keputusan" yang dapat diajukan banding maupun gugatan ke Pengadilan Pajak adalah keputusan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Pengadilan Pajak, yang kutipannya sebagai berikut:
Pasal 1 Undang-Undang Pengadilan Pajak:
"Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. ……dst,
  2. ……dst,
  3. ……dst,
  4. Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa,
  5. ……dst;
- Karena Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak merupakan Undang-Undang di bidang peradilan pajak yang sifatnya lebih khusus jika dibandingkan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, maka sepanjang Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak sudah memberikan batasan atau definisi tersendiri mengenai apa yang dimaksud dengan "keputusan", maka seharusnya untuk menemukan pengertian "keputusan" harus diambil dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, bukan dari Undang-Undang lain yang sifatnya lebih umum (Lex Specialisderogat legi Generalis);
- Penggugat berpendapat bahwa istilah "keputusan" dan "keputusan perpajakan" seperti yang tercantum dalam Pasal 23 ayat (2) huruf (c) Undang-Undang KUP tahun 2007 seharusnya tidak semuanya diartikan sebagai "keputusan (beschiking)" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Hal tersebut dapat Penggugat jelaskansebagai berikut:
- Redaksional Pasal 23 ayat (2) huruf (c) Undang-Undang KUP yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan selanjutnya dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP 2009), adalah sama persis dengan redaksional Pasal 23 ayat (2) huruf b Undangundang KUP yang diubah pada tahun 2000 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Undang-Undang KUP 2000) yaitu sebagai berikut:
“Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26”
- Pada waktu penyusunan perubahan Undang-Undang KUP baik pada tahun 1994 maupun pada tahun 2000, belum terbit Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
- Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dimaksud di atas, tidak ada pemisahan istilah antara "keputusan" dan "peraturan" sebagaimana yang dipahami sekarang. Pada waktu itu baik "keputusan (beschiking)" maupun "peraturan", kedua-duanya disebut dengan "keputusan". Sebagai contoh nyata dari hal ini dapat Pemohon PK (dahulu Penggugat) kemukakan, yaitu pada tahun 2004 dan sebelumnya produk-produk Tata Usaha Negara yang sifatnya "peraturan' juga disebut dengan "keputusan", misalnya suatu Keputusan Presiden ada yang substansinya "beschiking", namun ada pula Keputusaan Presiden yang substansinya sebenarnya adalah Peraturan Presiden. Demikian pula halnya yang terjadi dengan Keputusan Menteri, Keputusan Direktur Jenderal dan seterusnya. Barulah sejak tahun 2005 atau sejak berlakunya Undang-Undang Ncmcr 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan yang selanjutnya diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tata peraturan perundang-undangan memisahkan dengan jelas cara penyebutan antara "keputusan" dengan "peraturan”
- Dengan demikian, maka redaksional Pasal 23 ayat (2) huruf (c) Undang-Undang KUP 2009 yang sama persis dengan redaksional Pasal 23 ayat (2) huruf (b) Undang-Undang KUP 2000, khususnya untuk istilah "keputusan" tidak seharusnya serta merta diartikan semua sebagai "beschiking";
- Sejalan dengan uraian tersebut di atas, Penggugat berpendapat bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013 adalah merupakan "keputusan" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang berkaitan dengan pelaksanaan "keputusan perpajakan", yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 10/PMK.03/2013 yang merupakan pengganti dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 yang sebelumnya untuk hal yang sama untuk Wajib Pajak patuh diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-406/PJ/2001;
Dengan demikian, gugatan kami memenuhi ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf (c) Undang-Undang KUP.
c. Selanjutnya, amar Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga menunjukkan ketidakkonsistenan. Hal ini tercermin dalam Amar Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang berbunyi sebagai berikut:
Halaman 26 alinea ke-11:
“bahwa Majelis berpendapat bahwa gugatan Penggugat tidak memenuhi ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP sehingga tidak dapat ditindaklanjuti;
Sedangkan pada:
Halaman 26 alinea ke-12:
”bahwa dengan demikian, Majelis berpendapat menolak gugatan Penggugat atas Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013 Hal Permohonan Pengembalian atas Kelebihan PPh 15 yang seharusnya tidak terhutang;
Atas dua amar pertimbangan yang disebutkan diatas menunjukkan ketidak konsistenan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Seharusnya diktum dari Putusan Pengadilan adalah tidak dapat diterima (bukan menolak) jika seandainya menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak gugatan tersebut tidak dapat diterima. Ketidakkonsistenan ini mengakibatkan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi Pemohon PK. 
d. Penjelasan mengenai perhitungan tarif PPh Pasal 15:
Bahwa berdasarkan penjelasan diatas, maka sengketa Pemohon PK (dahulu Penggugat) seharusnya dapat dipertimbangkan dan telah memenuhi ketentuan formal dalam pengajuan gugatan. Dengan demikian,berdasarkan ketentuan perpajakan PPh Pasal 15, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ.03/2008 (SE-2), Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri Yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang Di Indonesia adalah sebagai berikut:
Keterangan Perhitungan Tarif
PPH atas penghasilan kena pajak terhutang
PPh Pasal 26 ayat 4 BPT (Branch Profit Tax) tanpa P3B
(30%x1%)
20% x (1-0,30%)
0.31%
0.14%
TOTAL 0.44%
Bahwa Penggugat melakukan pembayaran PPh Pasal 15 untuk masa April 2010 dengan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan Perhitungan Tarif
PPH atas penghasilan kena pajak terhutang
PPh Pasal 26 ayat 4 BPT (Branch Profit Tax) tanpa P3B
(28%x1%)
10% x (1-0,28%)
0.280%
0.072%
TOTAL 0.352%
Bahwa berdasarkan Undang-Undang PPh Badan Nomor 36 tahun 2008, tarif PPh Badan untuk tahun pajak 2010 telah berubah dari 30% untuk tahun 2000 menjadi 28% untuk tahun 2008 lalu menjadi 25% untuk tahun 2010. Di dalam norma perhitungan di atas sangatlah jelas bahwa terdapat unsur tarif PPh Badan, yaitu 30%. Oleh karenanya, jika salah satu unsur formula di dalam perhitungan PPh Pasal 15 di atas tersebut berubah, maka akan mengakibatkan tarif efektif PPh Pasal 15 juga akan berubah. Berdasarkan fakta tersebut, maka unsurunsur untuk menghitung PPh Pasal 15 harus diselesaikan dengan kenyataan dan perubahan peraturan yang ada. Menurut Penggugat, perhitungan PPh Pasal 15 untuk Kantor Perwakilan Dagang (KPD) Jepang di Indonesia sesuai dengan formula perhitungan di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ.03/2008 untuk Masa April 2010 adalah menjadi sebagai berikut:
Keterangan Perhitungan Tarif
PPH atas penghasilan kena pajak terhutang
PPh Pasal 26 ayat 4 BPT (Branch Profit Tax) tanpa P3B
(25%x1%)
10% x (1-0,25%)
0.250%
0.075%
TOTAL 0.325%
Bahwa adanya perbedaan tarif antara 0,325% dan 0,352% menyebabkan terjadinya lebih bayar pajak yang seharusnya tidak terhutang yang dimintakan pengembaliannya oleh Penggugat sebesar Rp 268.311.462.
V. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 55098/PP/M.IIB/99/2014 yang diucapkan pada tanggal 11 September2014 yang menyebutkan:
  • Menyatakan menolak gugatan Penggugat atas Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013 atas Permohonan Pengembalian atas Kelebihan PPh Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang, atas nama AAA, NPWP 0X.00X.XXX.X-0XX.000, beralamat di QQQ II, Lantai XX & XX, Jalan WWW Nomor X, Jakarta Pusat adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak gugatan Penggugat terhadap Surat Tergugat Nomor : S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013 atas Permohonan Pengembalian atas Kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang atas nama Penggugat, NPWP : 0X.00X.XXX.X-0XX.000, adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Permohonan Pengembalian atas Kelebihan Bayar Pajak Penghasilan Pasal 15 yang seharusnya tidak terhutang sebesar Rp268.311.462,00 tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Surat Termohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor S-11499/WPJ.07/KP.07/2013 tanggal 23 Desember 2013 adalah sebuah keputusan perpajakan (beschikking) yang memiliki sifat individual, konkrit dan final yang seharusnya tidak dapat diajukan gugatan Penggugat, karena tidak memiliki norma gugatan sehingga tidak diperlukan pemeriksaan atas substansi dan oleh karenanya koreksi Tergugat (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) mengenai perkara a quo dapat dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: AAA tersebut tidak beralasan, sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: AAA tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 19 Desember 2016 oleh H. CVM, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. KZP, S.H., M.S. dan HYB, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh GJN, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.





Anggota Majelis:

ttd./

Dr. H. KZP, S.H., M.S.

ttd./

HYB, S.H., M.Hum.
Ketua Majelis,

ttd./

H. CVM, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,

ttd./

GJN, S.H., M.H.
Biaya-biaya :
1. Meterai                                             Rp       6.000,00
2. Redaksi                                            Rp       5.000,00
3. Administrasi                                     Rp 2.489.000,00
Jumlah                                                 Rp 2.500.000,00

 
 

Untuk salinan
Mahkamah Agung RI
atas nama Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



YPD, S.H.
NIP. : XXXX0XXXXXXX0XX00X