Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-69426/PP/M.XB/16/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

Upaya Hukum: Banding


Nomor Putusan:
PUT-69426/PP/M.XB/16/2016


Jenis Pajak:

Pajak Pertambahan Nilai


Tahun Pajak:
2011


Amar Putusan:
Mengabulkan Seluruhnya

 

Pokok Sengketa:

bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Koreksi Pajak Masukan Yang Dapat Diperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Mei 2011 sebesar Rp246.505.766,00, yang tidak disetujui Pemohon Banding;

bahwa dalam Sengketa Banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

bahwa berdasarkan kuasa Pasal 81 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak, Majelis telah mempertimbangkan untuk memperpanjang jangka waktu pemeriksaan atas objek sengketa terkait;

 

 

Menurut Terbanding:

 

dapat disimpulkan bahwa koreksi Terbanding terkait Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan dengan kegiatan kebun untuk menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan perpajakan yang berlaku;

 

Menurut Pemohon:

 

bahwa Pemohon Banding termasuk ke dalam kategori perusahaan industri minyak kelapa sawit dimana produk yang dijual adalah minyak kelapa sawit CPO yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, hal ini dapat dibuktikan pada laporan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Januari sampai dengan Desember 2011 yang telah dilaporkan di KPP Madya Jakarta Timur dan fotocopy Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai yang telah Pemohon Banding serahkan kepada Terbanding selama melakukan proses pemeriksaan, bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, dijelaskan bahwa CPO tidak termasuk barang dan/atau jasa yang dibebaskan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sehingga atas penyerahan CPO yang dilakukan oleh Wajib Pajak terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%;

 

 

Menurut Majelis:

 

bahwa pokok sengketa adalah adalah koreksi Terbanding atas Pajak Masukan transaksi antara Pemohon Banding dengan PT AAA International Tbk Rp84.090.910,00, PT AAA Agro Lestari Tbk sebesar Rp49.680.800,00, PT BBB sebesar Rp9.735.000,00, PT CCC sebesar Rp4.763.636,00, PT DDD sebesar Rp19.000.000,00, PT EEE sebesar Rp31.743.420,00, CV FFF sebesar Rp28.000.000,00, dan CV GGG Agro Lestari sebesar Rp19.942.000,00 untuk Masa Pajak Mei 2011 yang menurut Terbanding pajak masukan sebesar Rp246.505.766,00 tersebut tidak dapat dikreditkan sehingga dilakukan koreksi positif;

bahwa koreksi positif pajak masukan yang dilakukan oleh Terbanding adalah dengan landasan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagai berikut:

bahwa Terbanding menegaskan bahwa Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang PPN), mengatur bahwa "Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan"

bahwa Pasal 1 angka 1 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor RI Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur bahwa "Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian", dan bahwa dalam Lampiran Peraturan Pemerintah aquo telah diatur antara lain bahwa jenis barang hasil perkebunan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah Tandan Buah Segar (TBS);

bahwa Terbanding menyebutkan bahwa Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Tidak Terutang Pajak telah mengatur bahwa "Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai"',

bahwa Terbanding juga mengungkapkan bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 03/PJ.3/1985 tanggal 28 Januari 1985 tentang PPN Dalam Perusahaan Terpadu Yang Menghasilkan Baik BKP Maupun Bukan BKP (Seri PPN-24), menegaskan bahwa “Di dalam dunia usaha sering dijumpai perusahaan yang dalam rangka usaha, atau pekerjaannya melakukan kegiatan yang terpadu (integrated) baik dalam rangka produksi maupun dalam rangka distribusi untuk menghasilkan dan memasarkan sekaligus Barang Kena Pajak maupun bukan Barang Kena Pajak. Pada dasarnya penyerahan antar unit (intern) perusahaan, bukan merupakan Penyerahan Kena Pajak dan karenanya tidak terhutang Pajak Pertambahan Nilai, dan bahwa Penyerahan kepada pihak luar (pembeli) dapat terhutang atau tidak terhutang Pajak Pertambahan Nilai, tergantung dari barang yang dihasilkan oleh unit-unit yang bersangkutan yaitu berupa Barang Kena Pajak atau bukan Barang Kena Pajak"

bahwa selanjutnya Terbanding menegaskan bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 90/PJ/2011 tanggal 23 November 2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan Pada Perusahaan Terpadu Kelapa Sawit telah menyebutkan bahwa:
"perlu ditegaskan kembali bahwa untuk perusahaan kelapa sawit yang terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka:

  1. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak (CPO/PKO), dapat dikreditkan;
  2. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS), tidak dapat dikreditkan;
  3. Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan menghasilkan Barang Kena Pajak sekaligus untuk kegiatan menghasilkan BKP Strategis, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran BKP terhadap peredaran seluruhnya"

bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui hasil koreksi Terbanding tersebut dengan alasan bahwa dalam praktek bisnis Pengusaha Kena Pajak (PKP) kelapa sawit terbagi atas 3 (tiga) jenis transaksi yaitu PKP kelapa sawit yang bisnis utamanya menjual TBS saja (hanya melakukan penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya dibebaskan atau tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai) karena tidak memilik pabrik kelapa sawit, PKP kelapa sawit yang bisnis utamanya menjual CPO dan/atau produk-produk turunannya (hanya melakukan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai) karena TBS-nya langsung diproses diolah ke pabrik kelapa sawit miliknya dan PKP kelapa sawit yang selain menjual TBS juga menjual CPO dan/atau produk-produk turunannya (melakukan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai) karena suatu kondisi sehingga TBS yang dihasilkan harus dijual keluar misalkan pabrik kelapa sawit miliknya sedang mengalami breakdown/ kerusakan;

bahwa Pemohon Banding menegaskan bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding adalah termasuk dalam kategori perusahaan industri minyak kelapa sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit CPO yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, sebagaimana telah tecantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Januari sampai dengan Desember 2011, yang telah dilaporkan ke KPP Madya Jakarta Timur, yang fotocopynya telah Pemohon Banding serahkan kepada Terbanding selama melakukan proses pemeriksaan;

bahwa Pemohon Banding menjelaskan bahwa ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, telah menegaskan bahwa CPO tidak termasuk barang dan/atau jasa yang dibebaskan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sehingga atas penyerahan CPO yang dilakukan oleh Wajib Pajak terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%;

bahwa menurut Pemohon Banding ketentuan dalam Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 Tahun 2009 mengatur bahwa:
"Apabila dalam suatu masa pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak", dan bahwa Pasal 16B ayat 3 Undang-Undang PPN menegaskan bahwa:

"Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan", dan oleh karena itu Pemohon Banding menyimpulkan bahwa Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai secara jelas menegaskan bahwa dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan 2 (dua) macam penyerahan yaitu penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai (dibebaskan) maka Pajak Masukan berkaitan dengan penyerahan yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan;

bahwa Pemohon Banding telah menegaskan bahwa tidak melakukan penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai (dibebaskan) akan tetapi melakukan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai 10% sehingga pajak masukan yang dikoreksi oleh Terbanding dapat dikreditkan;

bahwa selanjutnya Pemohon Banding menegaskan bahwa terkait dengan ketentuan Pasal 12 ayat (3), yang mengatur bahwa:
"Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya", dan Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyebutkan bahwa:

"Pendapat dan kesimpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan", sehingga menurut Pemohon Banding koreksi Terbanding atas Pajak Masukan dilakukan tidak berdasarkan dengan bukti yang kuat dan hanya didasarkan pada asumsi/pendapat Terbanding, karena berdasarkan bukti yang ada, pihak Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa menurut Majelis, alasan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding adalah karena Tandan Buah Segar (TBS) yang dihasilkan oleh Pemohon Banding adalah merupakan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis (BKP yang bersifat strategis) yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, sehingga Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan TBS tersebut yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN;

bahwa kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah usaha terpadu (integrated), yang terdiri dari kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai berupa Tandan Buah Segar (TBS) dan Barang yang terutang Pajak Pertambahan Nilai berupa hasil pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK);

bahwa menurut Majelis, TBS yang dihasilkan oleh Pemohon Banding pada faktanya telah digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya yaitu untuk menghasilkan CPO dan PK yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding serta tidak digunakan untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan atau tidak digunakan untuk tujuan konsumtif, yang dalam Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 tanggal 18 Februari 2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan/atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, telah diatur bahwa:

"Pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahaan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah"

bahwa selanjutnya Majelis berkesimpulan, bahwa Pemohon Banding dalam usahanya yang bersifat terpadu (integrated) tidak melakukan penyerahan barang yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai berupa Tandan Buah Segar (TBS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, melainkan Barang yang terutang Pajak Pertambahan Nilai berupa hasil pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK), dan oleh karena itu Pajak Masukan untuk menghasilkan TBS sebagai bahan baku untuk menghasilkan CPO dan PK dapat dikreditkan, sesuai dengan penjelasan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 yang menyebutkan bahwa:

"Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan seluruhnya",

bahwa dengan demikian koreksi Terbanding berdasarkan ketentuan dalam Pasal 16B ayat (3) Undang- Undang PPN tidak mempunyai alasan yang kuat, oleh karenanya koreksi Terbanding sebesar Rp246.505.766,00 tidak dapat dipertahankan

 

Menimbang:

bahwa berdasarkan pemeriksaan bukti-bukti, penjelasan dan dokumen yang disampaikan Pemohon Banding dan Terbanding dalam persidangan serta data yang ada dalam berkas Banding, Majelis berpendapat terdapat cukup bukti dan alasan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-524/WPJ.20/2014 tanggal 30 Mei 2014, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Mei 2011 Nomor: 00062/207/11/007/13 tanggal 12 April 2013, sehingga Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

-    Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Terbanding  ...................  Rp586.085.292,00
-    Koreksi yang tidak dapat dipertahankan ................... Rp246.505.766.00
-    Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Majelis .....................  Rp832.591.058,00

 

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

 

Memutuskan:

Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-524/WPJ.20/2014 tanggal 30 Mei 2014, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Mei 2011 Nomor: 00062/207/11/007/13 tanggal 12 April 2013, atas nama: XXX, sehingga perhitungan PPN menjadi sebagai berikut,

Uraian Rp
Dasar Pengenaan Pajak:   
a. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN: 0,00
    a.1. Ekspor  
    a.2. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 23.517.718.451.0
    a.3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN   
    a.4. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut 23.271.621.300.0
    a.5. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN 0,00
    a.6. Jumlah Perhitungan PPN Kurang Bayar  46.789.339.751.00
Perhitungan PPN Kurang Bayar  
    a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri 2.351.771.845.00
   b. Dikurangi:     
       - Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 832.591.058,00
       - Lain-lain 1.519.180.787.00
    c. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan 2.351.771.845.0
    e. Jumlah perhitungan PPN Kurang / (Lebih) Bayar  0,00
Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak., (karena pembetulan) 0,00
PPN yang kurang dibayar 0,00


Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu tanggal 25 November 2015 berdasarkan musyawarah Majelis XB Pengadilan Pajak yang ditunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor Pen.00109/PP/PM/lll/2015 tanggal 9 Maret 2015 dan Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Nomor KEP- 010/PP/2015 tanggal 29 Juli 2015, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut,

Drs. ABC, Ak., M.Sc sebagai Hakim Ketua,
Drs. DEF, M.A. sebagai Hakim Anggota,
Drs. GHI, M.M.   sebagai Hakim Anggota,
JKL, S.H., M.M. sebagai Panitera Pengganti,


dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2016 oleh Hakim Ketua, dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Pemohon Banding dan tidak dihadiri oleh Terbanding.