Putusan Mahkamah Agung Nomor : 768/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-53062/PP/M.IVB/16/2014, tanggal 12 Juni 2014 yang telah berk


 

PUTUSAN
Nomor 768/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak ;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2298/PJ./2014, tanggal 18 September 2014;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


XXX SEMARANG, tempat kedudukan di Jl KKK, Petompon, Semarang;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-53062/PP/M.IVB/16/2014, tanggal 12 Juni 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Alasan Pengajuan Banding
  1. Pokok Sengketa (Formal)
    Menurut Pemohon Banding
    Bahwa pada bagian konsideran "Mengingat" Surat Keputusan Keberatan Terbanding Nomor KEP-155/WPJ.10/2013 tanggal 28 Januari 2013 tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yaitu ada kesalahan/kekeliruan dalam konsideran seharusnya konsideran sesuai dengan Nomor PER-52/PJ/2010 tanggal 26 November 2010 yang berbunyi :
    1. Pasal 26 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009;
    2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan alas Barang Mewah sebagaimana teiah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;
    3. Pasal 36 ayat (2) huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009;
    4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-297/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-183/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010;
    Alasannya:
    Bahwa surat permohonan Keberatan yang diajukan oleh pemohon banding harus dijawab oleh Direktur Jenderal Pajak, sesuai dengan Hak din Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-undang. Namun penerbitan Surat Keputusan Keberatan pada bagian konsideran "Mengingat yaitu penggunaan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 seharusnya belum dapat diberlakukan, karena peraturan pelaksanaan keputusan perpajakannya yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tali Cara pengajuan dan penyelesaian keberatan baru berlaku pada tanggal 1 Maret 2013. Sehingga dalam Penerbitan Surat Keputusan Keberatan Seharusnya Terbanding tetap menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 bukan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011. Karena Dasar Hukum untuk penerbitan Surat Keputusan Keberatan sebagai pelaksanaan Keputusan Perpajakan yang dicantumkan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.perpajakan yang berlaku beserta petunjuk pelaksanaannya, khususnya yang mengatur tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan. Sehingga berakibat Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan menjadi "cacat hukum" dan seharusnya menjadi "Batal Demi Hukum";
  2. Pokok Sengketa (Materi)
    Menurut Terbanding (sesuai Surat Keputusan Keberatan)
    PPN Kurang Bayar Rp106.817.322,-
    Sanksi Administrasi:
    Sanksi Bunga Rp 51.272.315,-
    Sanksi Kenaikan Rp -
    Jumlah PPN ymh dibayar Rp158.089.637,-
Menurut Pemohon Banding
Bahwa sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Impor dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, mengatur sebagai berikut :

Pasal 1 angka 1 huruf g yaitu Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;

Pasal 2 angka 2 huruf g yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa : air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka I huruf g;

Penjelasan :
Yang dimaksud dengan "Perusahaan Air Minum" adalah Perusahaan Air Minum milik Pemerintah dan atau Swasta. Termasuk dalam pengertian air bersih yang disalurkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum yang alas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah air bersih yang diserahkan oleh Perusahaan Air Minum dengan cara lain seperti penyerahan melalui mobil tangki Air;

Bahwa sehingga Perhitungan Jumlah pajak yang terutang atas PPN Dalam Negeri untuk tahun pajak Oktober 2007 sebesar : Rp0,- (NIHIL);

Bahwa Pemohon Banding tidak wajib untuk memungut PPN kepada pelanggan atas sambungan baru, yang terkait erat dengan penyerahan air bersih yang dibebaskan. Dimana pemasangan sambungan baru yang dibayar oleh pelanggan semata-mata untuk menyalurkan air bersih ke pelanggan, dan pipa/material tersebut adalah asset/aktiva tetap milik Pemohon Banding yang mana bisa diganti oleh pihak Pemohon Banding sehingga tidak ada Penyerahan Barang Kena Pajak;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-53062/PP/M.IVB/16/2014, tanggal 12 Juni 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-155/WPJ.10/2013 tanggal 28 Januari 2013 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2007 Nomor 00199/207/07/511/11 tanggal 21 Desember 2011, atas nama XXX Semarang, NPWP: 01.xxxx beralamat di Jl KKK, Petompon, Semarang, sehingga Pajak Pertambahan Nilai dihitung kembali sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak
Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN
- Ekspor Rp                      0,00
- Penyerahan yang PPN harus dipungut sendiri Rp 1.000.817.716,00
- Penyerahan yang PPN-nya dipungut pemungut PPN Rp                      0,00
- Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut Rp                      0,00
- Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN Rp 6.920.914.315,00
Jumlah Rp 7.921.732.031,00
Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN Rp                      0,00
Jumlah seluruh penyerahan Rp 7.921.732.031,00
Penghitungan PPN kurang/lebih bayar
Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri Rp    100.081.771,00
Dikurangi :
- PPN yang disetor dimuka dlm masa pajak yg sama Rp                      0,00
- Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp                      0,00
- Dibayar dengan NPWP sendiri Rp                      0,00
- Lain-lain Rp                      0,00
Jumlah Rp                      0,00
Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan Rp                      0,00
Jumlah perhitungan PPN kurang bayar Rp    100.081.771,00
Kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya Rp                      0,00
PPN yang kurang dibayar Rp    100.081.771,00
Sanksi administrasi : Bunga Pasal 13 (2) KUP Rp      48.039.250,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp    148.121.021,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-53062/PP/M.IVB/16/2014, tanggal 12 Juni 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 2 Juli 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2298/PJ./2014, tanggal 18 September 2014 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 26 September 2014, dengan disertai alasanalasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 26 September 2014;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 6 Februari 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 12 Maret 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53062/PP/M.IVB/16/2014 tanggal 12 Juni 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53062/PP/M.IVB/16/2014 tanggal 12 Juni 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak :
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
    1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53062/PP/M.IVB/16/2014 tanggal 12 Juni 2014, atas nama XXX Semarang (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan diterima pada tanggal 4 Juli 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201407040388;
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 UU Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.53062/PP/M.IVB/16/2014 tanggal 12 Juni 2014 ini ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah :
    1. Sengketa Formal: Pemenuhan Persyaratan Formal Pengajuan Banding;
    2. Koreksi DPP Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp67.355.500,00;
    yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  4. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53062/PP/M.IVB/16/2014 tanggal 12 Juni 2014, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
    1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
      1. Sengketa Formal: Pemenuhan Persyaratan Formal Pengajuan Banding
        Halaman 15:
        Bahwa Ir. R. Agus Sutyoso, M.Si, Jabatan: Pjs. Direktur Utama, selaku penandatangan Surat Banding Nomor: 973/187 tanggal 23 April 2013, berdasarkan Keputusan Walikota Semarang nomor 539/26/2013 tanggal 9 Januari 2013 tentang Penunjukkan sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Direktur utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang dan Keputusan Walikota Semarang nomor 539/0189 tanggal 8 April 2013 tentang Pengangkatan Pelaksana Tugas (PLT) Direktur utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang periode tanggal 9 April 2013 sampai dengan 8 Juli 2013, berwenang untuk menandatangani Surat Banding sehingga memenuhi ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
      2. Sengketa Materi: Koreksi DPP Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp67.355.500
        Halaman 34-35:
        Bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa atas penyerahan non air terutang PPN;
        Bahwa konsumen (penerima jasa) membayar melalui Pemohon Banding, kemudian Pemohon Banding membayar kepada rekanan (sebagai pemberi jasa) pada saat penyambungan pipa dan sejenisnya;
        Bahwa atas imbalan jasa penyambungan pipa dan sejenisnya yang dibayar oleh konsumen dan diterima oleh Pemohon Banding terutang PPN;
        Bahwa atas transaksi Pemohon Banding dan rekanan, Pemohon Banding akan menerima faktur pajak masukan yang dapat dikreditkan dengan pajak keluaran;
        Bahwa pada saat persidangan, Pemohon Banding menyebutkan bahwa tidak menerbitkan faktur pajak keluaran atas transaksi dengan konsumen, dan atas transaksi dengan rekanan Pemohon Banding juga tidak menerima pajak masukan;
        Bahwa berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa atas penyambungan pipa dan sejenisnya terutang PPN dimana :
        • Konsumen adalah penerima jasa dan harus membayar imbalan;
        • Pemohon Banding pihak yang menerima pembayaran dari konsumen agar menerbitkan faktur pajak keluaran;
        • Rekanan sebagai pihak pemberi jasa wajib menerbitkan faktur pajak keluaran yang nantinya dapat digunakan sebagai kredit pajak oleh Pemohon Banding;
        Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan bahwa mulai dari tahun 2012 Pemohon Banding sudah mengenakan dan melaporkan PPN atas penyerahan non air;
        Bahwa berdasarkan Kertas Kerja Penelitian Keberatan, koreksi DPP PPN sebesar Rpl.068.173.216,00 diperinci sebagai berikut :
        1. Pendapatan Jasa Administrasi sebesar Rp 66.605.500,00;
        2. Pendapatan sambungan baru sebesar Rp 344.451.250,00;
        3. Pendapatan pemeriksaan air laborat sebesar Rp 816.000,00;
        4. Pendapatan Penyambungan kembali sebesar Rp 41.733.400,00;
        5. Penggantian meter baru sebesar Rp 8.655.000,00;
        6. Pendapatan Bea balik nama sebesar Rp 750.000,00;
        7. Pendapatan Biaya tes meter sebesar Rp 2.730.000,00;
        8. Pendapatan Biaya pindah taping sebesar Rp 0,00;
        9. Penerimaan cadangan dana meter sebesar Rp 581.289.350,00;
        10. Bagian pendapatan lainnya sebesar Rp 21.142.716,00;
        Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyerahkan perincian atas koreksi DPP PPN sebesar Rpl.068.173.216,00 sebagai berikut:
        1. Sambungan baru sebesar Rp 344.451.250,00;
        2. Pemeriksaan air laborat sebesar Rp 816.000,00;
        3. Penyambungan kembali sebesar Rp 41.733.400,00;
        4. Penggantian meter baru sebesar Rp 8.655.000,00;
        5. Non air lainnya sebesar Rp 0,00;
        6. Pengganti biaya tes meter sebesar Rp 2.730.000,00;
        7. Pengganti biaya balik nama sebesar Rp 750.000,00;
        8. Pindah taping sebesar Rp 0,00;
        9. Jasa Administrasi sebesar Rp 66.605.500,00;
        10. Penerimaan lain-lain sebesar Rp 21.142.716,00;
        11. Diterima dimuka sebesar Rp 0,00;
        12. Cadangan dana meter sebesar Rp 581.289.350,00;
        Bahwa dari perincian menurut Pemohon Banding terdapat biaya balik nama dan jasa administrasi ;
        Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah s.t.d.d. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 menyebutkan Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;
        Bahwa biaya balik nama dan jasa administrasi adalah bukan merupakan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang-undang PPN, sehingga Majelis berpendapat bahwa biaya balik nama dan jasa administrasi bukan merupakan objek PPN;
        bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka atas penerimaan sebesar Rp67.355.500,00 terdiri dari :
        1. Pengganti biaya balik nama sebesar Rp 750.000,00;
        2. Jasa Administrasi sebesar Rp 66.605.500,00;
        harus dikurangkan dari DPP karena bukan merupakan objek PPN;
        bahwa dengan demikian maka DPP Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri menurut Majelis adalah sebesar Rp 1.000.817.716,00 , terdiri dari:
        1. Sambungan baru sebesar Rp 344.451.250,00;
        2. Pemeriksaan air laborat sebesar Rp 816.000,00;
        3. Penyambungan kembali sebesar Rp 41.733.400,00;
        4. Penggantian meter baru sebesar Rp 8.655.000,00;
        5. Pengganti biaya tes meter sebesar Rp 2.730.000,00;
        6. Pindah taping sebesar Rp 0,00;
        7. Penerimaan lain-lain sebesar Rp 21.142.716,00;
        8. Cadangan dana meter sebesar Rp 581.289.350,00;
        Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa koreksi DPP Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp 1.000.817.716,00 tetap dipertahankan, sedangkan koreksi DPP Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp67.355.500,00 tidak dapat dipertahankan;
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
      2.1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak :
      Pasal 69 ayat (1):
      “Alat bukti dapat berupa :
      1. Surat atau tulisan;
      2. keterangan ahli;
      3. keterangan para saksi;
      4. pengakuan para pihak; dan/atau
      5. pengetahuan hakim;”
      Pasal 76:
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
      Pasal 78:
      “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”;
      Pasal 91 huruf c dan huruf e :
      Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
      e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
      2. 2. Undang-Undang Nomor Nomor 18 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undangundang nomor 18 tahun 2000 (UU PPN) :
      Pasal 1 angka 5
      Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan alas petunjuk dari pemesan;
      Pasal 1 angka 14
      Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dan luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dan luar Daerah Pabean;
      Pasal 1 angka 15
      Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
      Pasal 3A
      Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, atau ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang Pasal 4A ayat (2) Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai bahwa Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
      1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya;
      2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
      3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya; dan
      4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.;
      Pasal 4A ayat (3)
      jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
      1. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
      2. jasa di bidang pelayanan sosial;
      3. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
      4. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
      5. jasa di bidang keagamaan;
      6. jasa di bidang pendidikan;
      7. jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
      8. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
      9. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
      10. jasa di bidang tenaga kerja;
      11. jasa di bidang perhotelan;
      12. jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
      Pasal 16B ayat (1)
      bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk (b) penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
      2. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai antara lain mengatur bahwa:
      Pasal 1 angka 1
      Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah : (g) air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
      Pasal 2 ayat (2)
      Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa : (g) air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
      2. 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 Tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan Atas Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis, antara lain mengatur:
      Pasal 1 angka 1 huruf g
      Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah: g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum.
      Pasal 4 ayat (2)
      Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 huruf g dan h dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
      2. 5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-539/PJ.1/2001 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Air Bersih Oleh Perusahaan Air Minum, antara lain mengatur :
      Pasal 3 ayat (3)
      bahwa Perusahaan Air Minum yang disamping melakukan penyerahan air bersih juga melakukan penyerahan Barang dan atau Jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
      Pasal 3 ayat (4)
      bahwa atas penyerahan air bersih yang dilakukan oleh Perusahaan Air Minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), wajib diterbitkan Faktur Pajak yang dibubuhi cap "PPN Dibebaskan Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001";
    3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.53062/PP/M.IVB/16/2014 tanggal 12 Juni 2014 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan penjelasan sebagai berikut:
      1. Sengketa Formal: Pemenuhan Persyaratan Formal Pengajuan Banding
        3.1. Bahwa fakta-fakta yang terungkap pada saat persidangan adalah sebagai berikut :
        1. Keputusan Walikota Semarang Nomor 539/26/2013 tanggal 9 Januari 2013 menunjuk Sdr. Ir. Agus Sutyoso, M.Si. sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Direktur Utama Perusahaan Air Minum (PDAM) Kota Semarang. Dalam Keputusan Walikota Nomor 539/26/2013 tanggal 9 Januari 2013, salah satu dasar hukum yang dicantumkan dalam bagian konsiderans adalah Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Perusahaan Daerah Air Minum Kota Semarang;
        2. Keputusan Walikota tersebut mengangkat seorang Pejabat Sementara (PA), bukan Pelaksana Tugas (PLT);
        3. Ir. R. Agus Sutyoso, M.Si., yang diangkat sebagai Pjs bukan merubakan salah satu Direktur di XXX Semarang, melainkan Kabala Bidang Kerjasama Setda Kota Semarang.
        4. Surat penunjukan pejabat direktur utama berlaku sejak tanggal ditetapkan (berlaku 9 Januari 2013) dan surat banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ditandatangani tanggal 23 April 2013;
        3.2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, menyatakan bahwa Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya;
        3.3. Bahwa selanjutnya dalam Pasal 20 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Perusahaan Daerah Air Minum Kota Semarang, dinyatakan bahwa bahwa:
        1. Apabila Direktur Utama karena sesuatu hal tidak dapat melaksangkan tugas atau berhalangan, maka Ketua Badan Pengawas segera mengusulkan salah satu Direktur sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Utama kepada Walikota;
        2. Apabila salah satu Direksi berhalangan Walikota berhak mengangkat PLT yang memenuhi kriteria;
        3. Walikota dapat mengangkat Pelaksana Tugas (PLT), apabila Direksi diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir;
        4. Pengangkatan Pelaksana Tugas ditetapkan dengan Surat Keputusan Walikota untuk masa jabatan paling lama 3 (tiga) bulan;
        3.4. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa ketentuan dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 juncto Pasal 20 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2006 secara tegas telah menyatakan bahwa apabila Direktur Utama karena sesuatu hal tidak dapat melaksangkan tugas atau berhalangan, maka Walikota mengangkat Pelaksana Tugas (PLT) yang berasal dari salah satu direktur. Apabila direksi diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, Walikota juga mengangkat Pelaksana Tugas (PLT). Selain itu, dalam Perda tersebut juga diatur bahwa pejabat yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas menjabat paling lama 3 (tiga) bulan;
        3.5. Berdasarkan fakta-fakta di atas dan ketentuan yang terkait, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai berikut :
        1. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dalam hal direktur utama berhalangan atau diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir seharusnya adalah Pelaksana Tugas (PLT) yang berasal dari salah satu Direktur. Namun dalam keputusan walikota yang diangkat adalah Pejabat Sementara (Pjs) dan Pejabat yang diangkat yaitu Ir. R. Agus Sutyoso, M.Si bukan salah satu direktur;
        2. Berdasarkan fakta-fakta di atas, Keputusan Walikota Semarang Nomor 539/26/2013 tanggal 9 Januari 2013 nyata-nyata bertentangan dengan Pasal 20 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2006. Hal itu melanggar ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Oleh karena itu, Keputusan Walikota Semarang Nomor 539/26/2013 tanggal 9 Januari 2013 tersebut "cacat hukum" sehingga harus "batal demi hukum";
        3. Selain itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (4) Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2006, masa jabatan bagi pejabat yang diangkat tersebut paling lama adalah 3 (tiga) bulan, sehingga apabila dihitung sejak masa berlakunya Keputusan Walikota tersebut (9 Januari 2013), maka masa jabatannya paling lama adalah sampai dengan 8 April 2013. Berdasarkan penelitian atas surat banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), diketahui bahwa surat banding yang ditandatangani Ir. R. Agus Sutyoso, M.Si. tertanggal 23 April 2013, sehingga surat banding tersebut ditandatangani melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (4) Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2006;
        3.6. Mengingat bahwa Keputusan Walikota yang menunjuk Ir. R. Agus Sutyoso, M.SI. tersebut "cacat hukum" dan harus "batal demi hukum" serta ditandatangani melebihi jangka waktu 3 bulan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa Ir. R. Agus Sutyoso, M.Si., bukan merupakan pengurus sehingga tidak berhak menandatangani surat banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
        3.7. Dengan demikian putusan Majelis yang menyatakan bahwa pengajuan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memenuhi ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah tidak tepat karena putusan tersebut tidak didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
        3.8. Bahwa ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak antara lain mengatur bahwa "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";
        3.9. Dengan demikian, putusan Majelis terkait sengketa formal pemenuhan persyaratan formal pengajuan banding yang menyatakan Ir. R. Agus Sutyoso, M.Si, Jabatan: Pjs. Direktur Utama, selaku penandatangan Surat Banding Nomor: 973/187 tanggal 23 April 2013, berwenang untuk menandatangani Surat Banding sehingga memenuhi ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diamanatkan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak;
        3.10. Oleh karena itu atas putusan Majelis terkait sengketa formal pemenuhan persyaratan formal pengajuan banding tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, diajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali ke Mahakamah Agung;
      1. Sengketa Materi: Koreksi DPP Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp67.355.500
        3.1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sebesar Rp1.068.173.216,00 karena selain melakukan penyerahan air bersih, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga melakukan penyerahan berupa jasa administrasi, sambungan baru, pemeriksaan air laborat, penyambungan kembali, penggantian meter baru, penggantian bea balik nama, penggantian biaya test meter, penggantian biaya pemindahan taping, penerimaan cadangan dana meter, bagian pendapatan lainnya dan pendapatan diterima dimuka sebesar Rp1.068.173.216,00 yang merupakan penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
        3.2. Bahwa dalam proses penelitian keberatan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap dipertahankan dengan pertimbangan sebagai berikut :
        1. Adanya penerimaan/penggantian yang diperoleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dari konsumen atas kegiatan usaha lain tersebut, menunjukkan adanya penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada konsumen yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak berupa air bersih yang dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa PD. PAM Semarang termasuk dalam kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-539/PJ./2001 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Air Bersih Oleh Perusahaan Air Minum, yaitu Perusahaan Air Minum yang disamping melakukan penverahan air bersih juga melakukan penyerahan Barang dan atau Jasa yang terutanq Pajak Pertambahan Nilai, sehingga waiib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
        2. Atas penyerahan air bersih sebesar Rp6.920.914.315,00 tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menetapkannya sebagai "Penyerahan yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN" sehingga "Jumlah PPN yang Terutang" atas penyerahan air bersih tersebut adalah sebesar Rp0. Sementara itu atas penyerahan berupa jasa administrasi, sambungan baru, pemeriksaan air laborat, penyambungan kembali, penggantian meter baru, penggantian bea balik nama, penggantian biaya test meter, penggantian biaya pindah taping, penerimaan cadangan dana meter, bagian pendapatan lainnya dan pendapatan diterima dimuka sebesar Rp1.068.173.216,00 tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menetapkannya sebagai "Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri" sehingga "Jumlah PPN yang terutang" atas penyerahan tersebut adalah sebesar Rp 106.817.322,00;
        3.3. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak wajib untuk memungut PPN kepada pelanggan atas sambungan baru, yang terkait erat dengan penyerahan air bersih yang dibebaskan. Dimana pemasangan sambungan baru yang dibayar oleh pelanggan semata-mata untuk menyalurkan air bersih ke pelanggan, dan pipa/malerial tersebut adalah asset/aktiva tetap milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang mana bisa diganti oleh pihak Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sehingga tidak ada Penyerahan Barang Kena Pajak;
        3.4. Bahwa dalam putusannya Majelis menyatakan untuk tetap mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebesar Rp1.000.817.716,00 dan membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebesar Rp67.355.500,00 dengan pertimbangan sebagai berikut :
        1. Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah s.t.d.d. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 menyebutkan Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan alas petunjuk dari pemesan;
        2. Biaya balik nama dan jasa administrasi adalah bukan merupakan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang-undang PPN, sehingga Majelis berpendapat bahwa biaya balik nama dan jasa administrasi bukan merupakan objek PPN;
        3. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka atas penerimaan sebesar Rp67.355.500,00 terdiri dari:
          • Pengganti biaya balik nama sebesar Rp 750.000,00;
          • Jasa Administrasi sebesar Rp 66.605.500,00;
          harus dikurangkan dari DPP karena bukan merupakan objek PPN;
        4. Dengan demikian maka DPP Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri menurut Majelis adalah sebesar Rp1.000.817.716,00;
        3.5. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 yang menyatakan dalam:
        • Pasal 1 angka 14 bahwa Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dan luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dan luar Daerah Pabean;
        • Pasal 1 angka 15 bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
        • Pasal 3A bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, atau ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang;
        • Pasal 4A ayat (2) juncto Pasal 1 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 144 tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai bahwa Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
          1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya;
          2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
          3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya; dan
          4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga;
          Namun demikian, air maupun barang lainnya yang terkait dengan penyerahan air tidak ditetapkan sebagai jenis barang yang tidak dikenakan PPN;
        • Pasal 4A ayat (3) juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai bahwa penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
          1. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
          2. jasa di bidang pelayanan sosial;
          3. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
          4. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
          5. jasa di bidang keagamaan;
          6. jasa di bidang pendidikan;
          7. jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
          8. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
          9. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
          10. jasa di bidang tenaga kerja;
          11. jasa di bidang perhotelan;
          12. jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
          Namun demikian, jasa yang terkait dengan penyerahan air tidak ditetapkan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN.
        • Pasal 16B ayat (1) menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk (b) penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
        3.6. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai s.t.d.d. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007, mengatur dalam:
        • Pasal 1 angka 1 ; Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah : (g) air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
        • Pasal 2 ayat (2) ; Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa : (g) air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
        3.7. Bahwa berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 539/PJ./2001 tanggal 26 Juli 2001 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Air Bersih oleh Perusahaan Air Minum yang mengatur dalam:
        • Pasal 3 ayat (3) bahwa Perusahaan Air Minum yang disamping melakukan penyerahan air bersih juga melakukan penyerahan Barang dan atau Jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
        • Pasal 3 ayat (4) bahwa atas penyerahan air bersih yang dilakukan oleh Perusahaan Air Minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), wajib diterbitkan Faktur Pajak yang dibubuhi cap "PPN Dibebaskan Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001".
        3.8. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut dan fakta-fakta di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai berikut :
        1. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa untuk masa pajak Oktober 2007 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan penyerahan air bersih sebesar Rp6.920.914.315,00 dan penyerahan non air sebesar Rp 1.068.173.216,00 dengan rincian sebagai berikut :
          1. Pendapatan Jasa Administrasi sebesar Rp 66.605.500,00;
          2. Pendapatan sambungan baru sebesar Rp 344.451.250,00;
          3. Pendapatan pemeriksaan air laborat sebesar Rp816.000,00;
          4. Pendapatan Penyambungan kembali sebesar Rp41.733.400,00;
          5. Penggantian meter baru sebesar Rp 8.655.000,00;
          6. Pendapatan Bea balik nama sebesar Rp 750.000,00;
          7. Pendapatan Biaya tes meter sebesar Rp 2.730.000,00;
          8. Pendapatan Biaya pindah taping sebesar Rp 0,00;
          9. Penerimaan cadangan dana meter sebesar Rp 581.289.350,00;
          10. Bagian pendapatan lainnya sebesar Rp 21.142.716,00;
        2. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2, Pasal 4, dan Pasal 4A Undang-Undang PPN juncto Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN, air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum tidak termasuk jenis barang yang tidak dikenakan PPN, sehingga air bersih merupakan Barang Kena Pajak;
        3. Apabila selain melakukan penyerahan air bersih, perusahaan air minum juga melakukan penyerahan barang dan/atau jasa lainnya, selain jenis barang dan/atau jasa yang tidak dikenakan PPN, maka barang yang diserahkan tersebut merupakan Barang Kena Pajak, dan jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak, sehingga atas penyerahan barang atau jasa tersebut wajib dipungut PPN;
        4. Bahwa selain itu dalam ketentuan Pasal 16B Undang-Undang PPN juncto Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 s.t.d.d. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 juga diatur bahwa air bersih merupakan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Mengingat bahwa yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN hanya atas air bersihnya saja, dalam hal terdapat penyerahan barang dan/atau jasa lainnya yang merupakan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, maka atas penyerahan selain air bersih tersebut harus dipungut PPN;
        5. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa terdapat penyerahan BKP dan/atau JKP selain air bersih dalam penghasilan non air berupa berupa jasa administrasi, pendapatan sambungan baru, pendapatan pemeriksaan air laborat, pendapatan sambung kembali, pendapatan pengganti meter air baru, pendapatan balik nama, pendapatan tes meter, pendapatan pindah taping, penerimaan cadangan dana meter dan pendapatan lainnya.
          Mengingat bahwa barang dan/atau jasa tersebut di atas tidak termasuk dalam jenis barang dan/atau jasa yang tidak dikenakan PPN, maka atas penyerahannya wajib dipungut PPN;
        6. Bahwa atas pendapat Majelis yang menyatakan bahwa biaya balik nama dan jasa administrasi adalah bukan merupakan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang-undang PPN, sehingga biaya balik nama dan jasa administrasi bukan merupakan objek PPN, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa pendapat Majelis tersebut tidak tepat karena pendapatan jasa administrasi dan pendapatan bea balik nama tersebut memenuhi definisi jasa sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang PPN, dan tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 sehingga atas penyerahannya tetap harus dipungut PPN;
        7. Bahwa sebagai bahan pertimbangan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyampaikan adanya Putusan Pengadilan atas sengketa pajak yang sama terkait dengan pengenaan PPN atas penyerahan non air dengan amar putusan menolak permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) antara lain sebagai berikut :
          1. Putusan Nomor Put.52637/PP/M.XVIIIA/16/2014 diucap tanggal 20 Mei 2014 atas sengketa PPN Masa Pajak Maret 2007 a.n PD Tirta Musi NPWP 01.xxxx;
          2. Putusan Nomor Put.52638/PP/M.XVIIIA/16/2014 diucap tanggal 20 Mei 2014 atas sengketa PPN Masa Pajak April 2007 a.n PD Tirta Musi NPWP 01.xxxx;
          3. Putusan Nomor Put.52639/PP/M.XVIIIA/16/2014 diucap tanggal 20 Mei 2014 atas sengketa PPN Masa Pajak Mei 2007 a.n PD Tirta Musi NPWP 01.xxxx;
          4. Putusan Nomor Put.52640/PP/M.XVIIIA/16/2014 diucap tanggal 20 Mei 2014 atas sengketa PPN Masa Pajak Juni 2007 a.n PD Tirta Musi NPWP 01.xxxx;
        8. Bahwa ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak antara lain mengatur bahwa "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim".;
        9. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis untuk membatalkan koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sebesar Rp67.355.500,00 nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diamanatkan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
        10. Oleh karena itu atas putusan Majelis yang membatalkan koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sebesar Rp67.355.500, berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, diajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali ke Mahakamah Agung;
    1. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53062/PP/M.IVB/16/2014 tanggal 12 Juni 2014 harus dibatalkan;
  5. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.53062/PP/M.IVB/16/2014 tanggal 12 Juni 2014 yang menyatakan:
    Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-155/WPJ. 10/2013 tanggal 28 Januari 2013 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2007 Nomor 00199/207/07/511/11 tanggal 21 Desember 2011. atas nama XXX Semarang, NPWP: 01.xxx beralamat di Jl KKK, Petompon, Semarang, sehingga Pajak Pertambahan Nilai dihitung kembali menjadi sebagaimana perhitungan tersebut di atas,
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-155/WPJ.10/2013 tanggal 28 Januari 2013 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2007 Nomor 00199/207/07/511/11 tanggal 21 Desember 2011 atas nama Pemohon Banding, NPWP 01.xxx, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp148.121.021,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu alasan butir A tentang sengketa Formal Pemenuhan Persyaratan Formal Pengajuan Banding dan alasan butir B tentang Koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp67.355.500,00; yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa butir A telah memenuhi syarat formal banding, sedangkan butir B mengenai biaya balik nama dan jasa administrasi bukan merupakan obyek PPN dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 1 angka 5 dan 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 8 Juni 2017, oleh Dr. H. CCC, S.H., M.Hum., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. AAA, S.H., M.S. dan Dr. BBB, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd.
Dr. H. AAA, S.H., M.S.

ttd.
Dr. BBB, S.H., M.Hum.

Ketua Majelis,

ttd.
Dr. H. CCC, S.H., M.Hum.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd.
DDD, S.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx