Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1666/B/PK/PJK/2016

Kategori : Bea Cukai

Bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-39178/PP/M.XVII/19/2012, Tanggal 18 Juli 2012 yang telah ber


 

PUTUSAN
Nomor 1666/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, berkedudukan di Jalan Jenderal AY By Pass, Jakarta Timur XXXX0, dalam hal ini memberi kuasa kepada:

  1. AA, Plt. Kepala Sub Direktorat Peraturan dan Bantuan Hukum, pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  2. BB, S.H, Penangan Perkara Tk.IV pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. CC, S.H, Penangan Perkara Tk.IV pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  4. DD, S.H, Pelaksana, pada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
Keempatnya berdomisili hukum di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia Jalan Jenderal AY By Pass, Jakarta Timur XXXX0, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-72/BC/2012 tanggal 31 Oktober 2012;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. DFG, berkedudukan di Jalan DF Nomor X0X, Kelurahan Babura, Kecamatan Medan Baru, Medan,
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, Bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-39178/PP/M.XVII/19/2012, Tanggal 18 Juli 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor DSI-VAL/X/0133/ 1011 tanggal 24 Oktober 2011, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Bahwa dengan ini mengajukan permohonan banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-75/WBC.03/2011 Tanggal 26 Agustus 2011 tentang Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar atas Barang yang Diekspor sebesar Rp.1.582.329.000,00 dengan PEB Nomor 004929 Tanggal 30 November 2010;
Ketentuan Formal:
Bahwa Keputusan Terbanding Nomor KEP-75/WBC.03/2011 tanggal 26 Agustus 2011 tentang Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar atas Barang yang diekspor sebesar Rp1.582.329.000,00;
Bahwa surat permohonan banding Pemohon Banding disampaikan tanggal 24 Oktober 2011. Dengan demikian permohonan banding Pemohon Banding memenuhi ketentuan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, karena diajukan dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal Penetapan atau Keputusan Terbanding tersebut di atas;
Bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran sebesar Rp.791.164.500,00 sehingga dengan demikian Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak karena telah membayar 50% dari jumlah pajak terutang;
Pokok Permasalahan:
Bahwa Terbanding menetapkan kembali perhitungan Bea Keluar atas PEB Nomor 004929 tanggal 30 November 2010 sebesar Rp1.582.329.000,00;
Bahwa alasan penetapan kembali ini karena:
  1. Pemohon Banding mengajukan PEB Nomor 004929 tanggal 30 November 2010 dengan mencantumkan tanggal perkiraan ekspor 7 Desember 2010 berupa crude palm oil dengan pos tarif 1511.10.00.00 dan ditetapkan harga ekspor USD 883/MT (dan/atau), tarif bea keluar 10,00% (dan/atau), Kurs Rp.8.960,00;
  2. Bahwa realisasi ekspor dilaksanakan pada tanggal 11 Desember 2010;
  3. Bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar, Pembetulan terhadap tanggal perkiraan ekspor untuk barang ekspor yang dikenakan bea keluar yang ditimbun atau dimuat di tempat lain selain kawasan pabean, hanya dapat dilakukan dalam hal tanggal perkiraan ekspor yang diajukan pembetulan tidak melampaui tanggal perkiraan ekspor yang dibetulkan;
  4. Bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar, eksportir wajib mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor dalarn hal tanggal perkiraan ekspor yang diajukan pembetulan untuk barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) melampaui tanggal perkiraan ekspor yang dibetulkan;
  5. Bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2008 yang berlaku pada tanggal 22 Maret 2008 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 173/KM.4/2011 pada tanggal 31 Januari 2011, tarif bea keluar dan harga ekspor terhadap barang ekspor berupa crude palm oil telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan;
  6. Bahwa berdasarkan hasil penelitian ulang diketahui tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean ekspor namun terhadap pemberitahuan pabean ekspor dimaksud tidak diajukan pembatalan;
  7. Bahwa berdasarkan uraian di alas, terhadap barang ekspor yang telah diberitahukan dengan PEB Nomor 004929 tanggal 30 November 2010 dan telah diekspor pada tanggal 11 Desember 2010, ditetapkan tarif Bea Keluar 15% (dan/atau), harga ekspor USD 1.010/MT (dan/atau) Kurs Rp9.020,20;
Bahwa Pemohon Banding tidak dapat menyetujui penetapan kembali Terbanding tersebut karena:
  1. Bahwa realisasi ekspor baru dilakukan tanggal 11 Desember 2010 karena faktor ketidaksengajaan, keterlambatan ini bukan atas kemauan Pemohon Banding tapi di luar kemampuan Pemohon Banding, antara lain karena keterlambatan kapal tiba di pelabuhan muat dan kapal menunggu antrian lama untuk sandar sementara kargo barang yang akan dimuat sudah tersedia di tangki timbun di pelabuhan;
  2. Bahwa pihak Terbanding juga tidak menyarankan pembatalan PEB yang Pemohon Banding ajukan dan tetap melaksanakan pengawasan dan pelayanan terhadap pemuatan barang ke kapal;
  3. Bahwa sangat tidak efisien jika Pemohon Banding diharuskan melakukan pembatalan pemberitahuan Pabean ekspor karena:
    1. kantor manajemen Pemohon Banding berada di Medan sementara pemuatan barang di pelabuhan Dumai sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk proses perubahan dokumen;
    2. dalam satu kapal terdapat barang untuk beberapa shipper dan sejumlah pembeli jadi tidak dimungkinkan apabila semua muatan yang telah dimuat harus dikeluarkan kembali dan dimuat ulang;
    3. sesuai dengan perjanjian kontrak (sales contract), pajak ekspor adalah beban penjual (WP), sehingga sangat merugikan Pemohon Banding atas kesalahan yang dilakukan pihak kapal;
    4. Cash flow Pemohon Banding juga akan sangat terganggu karena dengan melakukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor, di mana WP tidak dibenarkan hanya membayar sebesar kekurangan saja tapi membayar penuh sesuai tarif pajak ekspor yang baru, sedangkan pajak ekspor dengan tarif lama yang telah disetor hanya bisa dikembalikan dengan melalui permohonan restitusi;
  4. Bahwa Pasal 7 ayat (5) dan pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.04/2007 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan serta Pasal 1 angka 8 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-40/BC/2008 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor yang menyatakan "Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, Bandar udara atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  5. Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar tidak mengatur sanksi terhadap pelanggaran dari aturan yang diatur dalam peratuan tersebut;
  6. Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar ini menghambat dunia perdagangan karena tidak ada mekanisme yang lebih fleksibel di mana dimungkinkan apabila terjadi kekurangan pajak ekspor langsung bisa dipotong dari jaminan tanpa harus  prosedur yang berbelit-belit;
  7. Pemohon Banding menambahkan informasi bahwa kuantiti yang dalam penetapan kembali tidak sesuai dengan realisasi;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas dan memperhatikan Bahwa kekurangan bayar sebesar Rp1.582.329.000,00 dalam Keputusan Terbanding tersebut telah Pemohon Banding lunasi pada tanggal 21 Oktober 2011 sebesar Rp791.164.500,00 dan sisa sebesar Rp791.164.500,00 dengan bank garansi;
Bahwa Pemohon Banding mengusulkan agar Keputusan Terbanding Nomor KEP-75/WBC.03/2011 Tanggal 26 Agustus 2011 tentang Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar atas Barang yang diekspor sebesar Rp1.582.329.000,00 dikurangkan menjadi nihil;
Menimbang, Bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-39178/PP/M.XVII/19/2012, Tanggal 18 Juli 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
-
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding dengan membatalkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-75/ WBC.03/2011 Tanggal 26 Agustus 2011, atas nama PT. DFG, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000 beralamat di Jalan DF Nomor 107, Kelurahan Babura, Kecamatan Medan Baru, Medan, sehingga tagihan kurang bayar atas PEB Nomor 004929 tanggal 30 November 2010 menjadi nihil;

Menimbang, Bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-39178/PP/M.XVII/19/2012, Tanggal 18 Juli 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 15 Agustus 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-72/BC/2012 Tanggal 31 Oktober 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 06 November 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 06 November 2012;
Menimbang, Bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 17 Januari 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 22 Februari 2014;
Menimbang, Bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut PERMA 03/2002), yang mengatur tata cara pengajuan permohonan peninjauan kembali Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung dalam Pasal 6 dinyatakan, “Permohonan Peninjauan Kembali diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak:
  1. Diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan Pidana memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
  2. Ditemukan surat-surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang bewenang;
  3. Putusan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak”.
  1. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak tersebut di atas diberitahukan secara resmi dengan Surat dari Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor P.548/SP.33/2012 tanggal 07 Agustus 2012. Oleh karenanya baik permohonan peninjauan kembali maupun pengajuan memori peninjauan kembali a quo, diajukan masih dalam tenggang waktu dan dengan cara sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 92 Ayat (3) Undang-Undang 14/2002 juncto Pasal 6 huruf c PERMA 03/2002, yang pada pokoknya menyatakan Permohonan Peninjauan Kembali diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja, maka diketahui jangka waktu pengajuan Peninjauan Kembali adalah sampai dengan tanggal 19 Desember 2012 (5 hari kerja dalam seminggu, karena sabtu-minggu, hari libur nasional, dan cuti bersama merupakan hari libur/bukan hari kerja), sehingga permohonan peninjauan kembali dan memori peninjauan kembali a quo secara formal dapat diterima;
  1. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002:
  1. Pasal 77 Ayat (1) menyatakan, “Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap”;
  2. Pasal 77 Ayat (3) menyatakan, “pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”;
  3. Pasal 89 Ayat (1) menyatakan, “Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.” Dengan demikian, putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 39178/PP/M.XVII/19/2012 tanggal 18 Juli 2012 adalah putusan akhir yang telah berkekuatan hukum tetap sehingga telah memenuhi syarat untuk diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak;
  1. Bahwa segala hal yang telah diuraikan dan disampaikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dalam persidangan, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-75/WBC.03/2011 tanggal 26 Agustus 2011 tentang Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar Atas Barang Yang Diekspor Oleh PT. DFG, Surat Uraian Banding Pemohon Peninjauan Kembali Nomor SR-61/BC.8/2012 tanggal 10 Januari 2012, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam uraian-uraian di bawah ini. Sehingga hal-hal yang telah diuraikan di dalamnya dianggap telah termuat kembali di dalam memori peninjauan kembali ini;
  1. Bahwa yang menjadi objek sengketa dalam banding perkara a quo adalah Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-75/WBC.03/2011 tanggal 26 Agustus 2011 tentang Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar Atas Barang Yang Diekspor Oleh PT. DFG, yang menetapkan atas Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) oleh Termohon Peninjauan Kembali Nomor 004929 tanggal 30 November 2010 dengan jenis barang Crude Palm Oil (CPO) sebanyak 2750 Ton diberitahukan dengan HS 1511.10.00.00 Tarif 10% Harga Ekspor = USD 883/MT (Kurs 1 USD = Rp8.960,00) menjadi HS 1511.10.00.00 Tarif 15% Harga Ekspor = USD 1010/MT (Kurs 1 USD Rp9.020,20), maka tagihan bea keluar yang harus dibayar sebesar Rp3.758.040.825,00, sehingga terdapat kekurangan pembayaran bea keluar yang harus dilunasi oleh Termohon Peninjauan Kembali sebesar Rp1.582.329.000,00;
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan peninjauan kembali karena terdapat pertimbangan-pertimbangan hukum (Judex Facti) Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa banding a quo bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan menghasilkan putusan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, sehingga putusan tersebut mutlak harus dibatalkan;
  1. Bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum (Judex Facti) dalam putusan Pengadilan Pajak a quo nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dinyatakan pada halaman 20 sampai dengan halaman 32 putusan a quo yang menyatakan sebagai berikut:
  • Bahwa menurut Majelis tanggal perkiraan ekspor adalah tanggal perkiraan keberangkatan sarana pengangkut masih merupakan tanggal dugaan atau praduga yang belum pasti …… Oleh karenanya tidak adil apabila baru perkiraan sudah dinyatakan salah dan dikenakan koreksi berupa tambah bayar dengan alasan tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor dan Pemohon Banding tidak mengajukan pembetulan data PEB atau pembatalan PEB;
  • Bahwa Pemohon Banding tidak menyampaikan permohonan pembetulan atau perubahan data PEB dan pembatalan PEB dan mengajukan PEB baru … menurut Majelis PEB barang curah Pemohon Banding yang menurut Terbanding tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor bukan objek yang dapat diajukan pembatalan, karena barang telah diekspor dan PEB barang curah Pemohon Banding yang disengketakan tidak memenuhi persyaratan yang disyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 dan Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 sebagaimana ... ;
  • Bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa apabila Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tidak dilaksanakan, maka eksportir mengajukan PEB baru, yang diatur adalah apabila Pasal 8 ayat (1) tidak dilaksanakan maka sanksinya Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 eksportir tersebut tidak diberi pelayanan;
  • Bahwa pada tanggal 26 Agustus 2011 Terbanding dalam hal ini Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Riau dan Sumbar atas nama Direktur Jenderal berdasarkan Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor S- 446/BC/2011 tanggal 12 Mei 2011 … menggunakan data dan bukti yangsama yang digunakan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Kepala Seksi Pabean bukan data dan bukti baru (novum) menetapkan kembali perhitungan bea keluar dengan menggunakan tanggal realisasi ekspor … ;
  • Bahwa Majelis berpendapat bahwa antara Terbanding sendiri terjadi perbedaan pendapat dalam menetapkan dasar perhitungan Bea Keluar yang dapat merugikan Pemohon Banding yang seharusnya untuk memberikan kepastian hukum dan pelayanan, hal tersebut tidak terjadi;
  • Bahwa Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 merupakan pendelegasian dari Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 … tidak mendelegasikan mengenai “pembetulan terhadap tanggal perkiraan ekspor” sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan mengenai “kewajiban eksportir mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor karena pembetulan melampaui Tanggal perkiraan ekspor” sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008;
  • Bahwa berdasarkan Lampiran Bab II Nomor Urut 173 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menyebutkan antara lain “pendelegasian dari undang-undang kepada Menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis adminsitratif” … Pendelegasian dari Pasal 2A ayat (3) Undang-Undang Kepabeanan a quo hanya mendelegasikan kepada Peraturan Pemerintah tidak ada subdelegasi;
  • Bahwa alasan Penetapan Kembali Terbanding mengkoreksi kurang bayar bea keluar PEB Pemohon Banding dengan menggunakan Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 karena tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor dan Pemohon Banding tidak mengajukan pembetulan tanggal perkiraan ekspor dan tidak mengajukan pembatalan PEB. Menurut Majelis seharusnya hal tersebut tidak terjadi, ...;
  • Bahwa oleh karenanya tidak adil apabila kesalahan Terbanding dalam menerapkan atau melaksanakan peraturan perundang-undangan yang mengatur barang ekspor yang dikenakan bea keluar atas eskpor barang curah CPKO ditanggung oleh pengguna jasa kepabeanan dalam hal ini Pemohon Banding;
  • Bahwa Majelis berpendapat bahwa kata “dapat” pada Pasal 4 ayat (2) mempunyai arti bahwa atas ekspor barang curah, PEB dibolehkan disampaikan ke Kantor Pabean pemuatan sebelum atau sesudah keberangkatan sarana pengangkut dan Pasal 4 ayat (2) khusus mengatur ekspor barang curah, kata “dapat” pada Pasal 4 ayat (2) bukan berarti untuk ekspor barang curah boleh mengajukan PEB dengan menggunakan prosedur ekspor dengan mekanisme ayat (1) PEB mekanisme biasa atau mekanisme ayat (2) PEB barang curah, seharusnya pelaksanaan ekspor barang curah sesuai dengan lampiran V …;
  • Bahwa seharusnya Terbanding tidak melayani ekspor barang curah yang menggunakan PEB mekanisme biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tetapi secara konsisten pelayanan ekspor barang curah harus menggunakan PEB barang curah yang secara khusus sudah diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 25 ayat (5) dan Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai a quo;
  • Bahwa akibat dari penjelasan Terbanding tersebut telah membingungkan bagi Pemohon Banding dan Terbanding sendiri dalam membayar dan memungut Penerimaan Negara berupa bea keluar atas barang curah CPKO;
  • Bahwa menurut Majelis, dengan diizinkannya eksportir dalam mengekspor barang curah dengan menggunakan dua pilihan dalam prosedur pelayanan ekspor barang curah oleh Terbanding menunjukkan tidak adanya kepastian hukum yang dilakukan oleh Terbanding dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa kepabeanan dalam hal ini Pemohon Banding;
  • Bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur barang ekspor yang dikenakan bea keluar yang mengatur bahwa perhitungan bea keluar dihitung dengan menggunakan tanggal realisasi ekspor. Seharusnya jika Terbanding …;
  • Bahwa menurut Majelis PEB Nomor 004929 tanggal 30 November 2010 adalah PEB yang sah menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 sebagaimana telah diubah dengan …, sehingga Penetapan Terbanding SPKPBK Nomor KEP- 75/WBC.03/2011 Tanggal 26 Agustus 2011 yang perhitungan bea keluar dengan menggunakan tanggal realisasi ekspor bukan dengan tanggal PEB yang telah didaftarkan ke Kantor Pabean Pemuatan, tidak sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 dan aturan yang mengatur perhitungan bea keluar …;
  • Bahwa Terbanding dalam penetapan kembali SPKPBK terhadap ekspor barang curah dengan menggunakan Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan 214/PMK.04/2008 ... Penetapan Terbanding tersebut tidak sesuai dengan prosedur ekspor barang curah yang secara khusus sudah diatur …;
  • Bahwa … tetapi di dalam pelaksanaannya Terbanding tidak menerapkan prosedur ekspor barang curah yang secara khusus sudah diatur …;
  • Bahwa menurut Majelis, sengketa tersebut tidak terjadi apabila terbanding dalam memungut bea keluar melaksanakan prosedur ekspor barang curah CPKO sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur barang ekspor yang dikenakan bea keluar a quo secara benar dan konsisten. Oleh karenanya, penetapan kembali SPKPBK Terbanding tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan a quo, sehingga penetapan Terbanding SPKPBK Nomor KEP-75/WBC.03/2011 tanggal 26 Agustus 2011 cacat hukum;
  • Bahwa berdasarkan alasan-alasan Terbanding, tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor, Pemohon Banding tidak mengajukan pembetulan data PEB, dan tidak mengajukan pembatalan PEB, maka Terbanding menetapkan kembali … Majelis berpendapat penetapan kembali Terbanding tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur barang ekspor yang dikenakan bea keluar a quo, sehingga penetapan Terbanding cacat hukum;
  • Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis berpendapat dasar penetapan Terbanding terhadap SPKPBK Nomor KEP-75/WBC.03/2011 Tanggal 26 Agustus 2011 tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur barang ekspor yang dikenakan bea keluar a quo, sehingga Majelis berkesimpulan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding dengan membatalkan keputusan Terbanding dan tagihan kurang bayar atas PEB Nomor 004929 Tanggal 30 November 2010 menjadi nihil;
    1. Bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum (Judex Facti) sebagaimana tersebut di atas (romawi VIII angka 1), sama sekali tidak mempertimbangkan terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, khususnya pemenuhan ketentuan dalam hal Keberatan di bidang Kepabeanan sebagaimana diatur dalam:
  • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (selanjutnya disebut Undang-Undang 17/2006);
  • Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor (selanjutnya disebut PP 55/2008);
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2011 (selanjutnya disebut PMK 145/2007);
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar (selanjutnya disebut PMK 214/2008);
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar (selanjutnya disebut PMK 67/2010);
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2258/KM.4/2010 tentang Penetapan Harga Ekspor Untuk Penghitungan Bea Keluar (selanjutnya disebut KMK 2258/KM.4/2010);
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1084/KM.1/2010 tentang Nilai Kurs sebagai dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 06 Desember 2010 sampai dengan 12 Desember 2010 (selanjutnya disebut KM 1084/KM.1/2010);
  • Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 46/MDAG/PER/11/2010 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar (selanjutnya disebut PERMENDAG 46/M-DAG/PER/11/2010);
    Sehingga menunjukan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah tidak cermat dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo serta telah membuat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan;
  1. BahwaPemohon Peninjauan Kembali akan menguraikan dasar hukum dan peraturan pelaksanaannya yang mengatur tentang ketentuan dalam hal ekspor dan penetapan kembali bea keluar di bidang kepabeanan, sebagaimana tersebut di bawah ini:
    1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006:
  1. Pasal 2 Ayat (2) menyatakan “Barang yang telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor”;
  2. Pasal 2A:
  • Ayat (1) menyatakan “Terhadap barang ekspor dapat dikenakan bea keluar”;
  • Ayat (2) menyatakan “Bea keluar dikenakan terhadap barang ekspor dengan tujuan untuk:
  1. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam nNegeri;
  2. Melindungi kelestarian sumber daya alam;
  3. Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastic dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional; atau
  4. Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam Negeri”;
        • Ayat (3) menyatakan “Ketentuan mengenai pengenaan bea keluar terhadap barang ekspor sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”;
      1. Pasal 6 Ayat (1) menyatakan “Terhadap barang yang diimpor atau diekspor berlaku segala ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”;
    1. PP 55 Tahun 2008:
      1. Pasal 2:
  • Ayat (1) menyatakan “Terhadap barang ekspor dapat dikenakan bea keluar”;
  • Ayat (3) menyatakan “Penetapan barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dan/atau usul menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan dan/atau menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen/kepala badan teknis terkait”;
      1. Pasal 5:
  • Ayat (1) menyatakan “Harga ekspor untuk penghitungan bea keluar ditetapkan oleh Menteri sesuai harga patokan ekspor yang ditetapkan secara periodik oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan setelah berkoordinasi dengan menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen/kepala badan teknis terkait”.
  • Ayat (2) menyatakan “dalam hal harga ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk periode berikutnya belum ditetapkan oleh Menteri, berlaku ketentuan harga ekspor periode sebelumnya”;
  1. Pasal 7 Ayat (1) menyatakan “barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan pemberitahuan pabean ekspor”;
  2. Pasal 12:
  • Ayat (1) menyatakan “Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali perhitungan Bea Keluar dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean ekspor disampaikan ke Kantor Pabean”;
  • Ayat (3) menyatakan “Bea keluar yang kurang dibayar atau pengembalian bea keluar yang lebih dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibayar sesuai dengan penetapan kembali”;
    1. PMK 145 Tahun 2007:
      Pasal 2:
  • Ayat (1) menyatakan “Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan ke kantor pabean dengan menggunakan pemberitahuan Pabean ekspor”;
  • Ayat (2) menyatakan “Pemberitahuan Pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh eksportir/kuasanya ke kantor pabean pemuatan paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal perkiraan ekspor paling lambat sebelum dimasukkan ke Kawasan Pabean”;
  • Ayat (3) menyatakan “Atas ekspor barang curah, pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat disampaikan sebelum keberangkatan sarana pengangkut”;
    1. PMK 214/2008:
  1. Pasal 5 Ayat (1) menyatakan “tarif bea keluar dan harga ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang digunakan untuk penghitungan bea keluar adalah tarif bea keluar dan harga ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean”;
  2. Pasal 7 Ayat (5) menyatakan “Pembetulan terhadap tanggal perkiraan ekspor untuk barang ekspor yang dikenakan bea keluar yang ditimbun atau dimuat di tempat lain selain di kawasan pabean, hanya dapat dilakukan dalam hal tanggal perkiraan ekspor yang diajukan pembetulan tidak melampaui tanggal perkiraan ekspor yang dibetulkan”;
  3. Pasal 8:
    • Ayat (1) menyatakan “Eksportir wajib mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor dalam hal:
    1. Pemasukan barang ekspor yang dikenakan bea keluar ke kawasan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan setelah tanggal perkiraan ekspor;
    2. Pengajuan pembetulan tanggal perkiraan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) melampaui jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean; atau
    3. Tanggal perkiraan ekspor yang diajukan pembetulan untuk barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) melampaui tanggal perkiraan ekspor yang dibetulkan”:
    • Ayat (2) menyatakan “Dalam hal eksportir tidak mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap eksportir tersebut tidak diberikan pelayanan ekspor”;
  4. Pasal 11 Ayat (1) menyatakan “Bea Keluar harus dibayar paling lambat pada saat pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean”;
  5. Pasal 14:
    • Ayat (1) menyatakan “Direktur Jenderal menetapkan kembali perhitungan Bea Keluar dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak pemberitahuan pabean ekspor mendapat nomor pendaftaran, dalam hal:
    1. Berdasarkan hasil penelitian ulang atas pemberitahuan pabean ekspor; atau
    2. Dalam pelaksanaan audit kepabeanan, ditemukan adanya kekurangan dan/atau kelebihan pembayaran bea keluar yang disebabkan oleh perbedaan tarif bea keluar, harga ekspor, jenis dan/atau jumlah barang ekspor;
    • Ayat (2) menyatakan “Terhadap penetapan kembali perhitungan Bea Keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. Tarif bea keluar dan harga ekspor yang digunakan adalah tarif bea keluar dan harga ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean; dan;
    2. Nilai tukar mata uang yang digunakan adalah nilai tukar mata uang yang berlaku pada saat pembayaran bea keluar untuk penyampaian pemberitahuan pabean ekspor”;
    • Ayat (4) menyatakan “Penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK) sesuai dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini”;
    • Ayat (5) menyatakan “Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berfungsi sebagai:
    1. Penetapan Direktur Jenderal;
    2. Pemberitahuan; dan
    3. Penagihan kepada eksportir”;
    1. PMK 67/2010:
      1. Pasal 1 Angka 6 menyatakan “Harga Referensi adalah harga rata-rata internasional komoditi tertentu untuk penetapan tarif bea keluar”;
      2. Pasal 3 Ayat (1) menyatakan “barang ekspor yang dikenakan bea keluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah rotan, kulit, kayu, kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya, serta biji kakao”;
    2. KMK 2258/KM.4/2010:
      Diktum Keempat menyebutkan:
      “Berdasarkan harga referensi yang ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan, tarif Bea Keluar yang digunakan untuk barang ekspor berupa:
      (a)
      Kelapa sawit, CPO dan produk-produk turunannya adalah sebagaimana tercantum pada kolom 9 lampiran II;
      (b)
      Biji Kakao adalah sebagaimana tercantum pada kolom 3 Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar”;

  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali untuk selanjutnya menyampaikan bantahan terhadap pertimbangan hukum Judex Facti Pengadilan Pajak yang menjadi alasan Pemohon Peninjauan Kembali dalam mengajukan permohonan peninjauan kembali dan penjelasannya kepada Majelis Hakim Agung Yang Terhormat secara lebih terperinci sebagaimana tersebut di bawah ini:
    1. Keberatan Pertama:
      Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali menolak dengan tegas pertimbangan hukum Judex Facti perkara a quo yang menyatakan:
      • Bahwa Pemohon Banding tidak menyampaikan permohonan pembetulan atau perubahan data PEB dan pembatalan PEB dan mengajukan PEB baru ….. menurut Majelis PEB barang curah Pemohon Banding yang menurut Terbanding tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor bukan objek yang dapat diajukan pembatalan, karena barang telah diekspor dan PEB barang curah Pemohon Banding yang disengketakan tidak memenuhi persyaratan yang disyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 dan Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 sebagaimana ... ;
      • Bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa apabila Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tidak dilaksanakan, maka eksportir mengajukan PEB baru, yang diatur adalah apabila Pasal 8 ayat (1) tidak dilaksanakan maka sanksinya Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 eksportir tersebut tidak diberi pelayanan;
      • Bahwa alasan Penetapan Kembali Terbanding mengkoreksi kurang bayar Bea Keluar PEB Pemohon Banding dengan menggunakan Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 karena tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor dan Pemohon Banding tidak mengajukan pembetulan tanggal perkiraan ekspor dan tidak mengajukan pembatalan PEB. Menurut Majelis seharusnya hal tersebut tidak terjadi, …;
      • Bahwa oleh karenanya tidak adil apabila kesalahan Terbanding dalam menerapkan atau melaksanakan peraturan perundang-undangan yang mengatur barang ekspor yang dikenakan bea keluar atas eskpor barang curah CPKO ditanggung oleh pengguna jasa kepabeanan dalam hal ini Pemohon Banding;
      • Bahwa Majelis berpendapat bahwa kata “dapat” pada Pasal 4 ayat (2) mempunyai arti bahwa atas ekspor barang curah, PEB dibolehkan disampaikan ke Kantor Pabean pemuatan sebelum atau sesudah keberangkatan sarana pengangkut dan Pasal 4 ayat (2) khusus mengatur ekspor barang curah, kata “dapat” pada Pasal 4 ayat (2) bukan berarti untuk ekspor barang curah boleh mengajukan PEB dengan menggunakan prosedur ekspor dengan mekanisme ayat (1) PEB mekanisme biasa atau mekanisme ayat (2) PEB barang curah, seharusnya pelaksanaan ekspor barang curah sesuai dengan lampiran V ...;
      • Bahwa seharusnya Terbanding tidak melayani ekspor barang curah yang menggunakan PEB mekanisme biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tetapi secara konsisten pelayanan ekspor barang curah harus menggunakan PEB barang curah yang secara khusus sudah diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 25 ayat (5) dan Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai a quo;
      • Bahwa akibat dari penjelasan Terbanding tersebut telah membingungkan bagi Pemohon Banding dan Terbanding sendiri dalam membayar dan memungut Penerimaan Negara berupa bea keluar atas barang curah CPKO;
      • Bahwa menurut Majelis, dengan diizinkannya eksportir dalam mengekspor barang curah dengan menggunakan dua pilihan dalam prosedur pelayanan ekspor barang curah oleh Terbanding menunjukkan tidak adanya kepastian hukum yang dilakukan oleh Terbanding dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa kepabeanan dalam hal ini Pemohon Banding;
      • Bahwa Terbanding dalam penetapan kembali SPKPBK terhadap ekspor barang curah dengan menggunakan Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan 214/PMK.04/2008 … Penetapan Terbanding tersebut tidak sesuai dengan prosedur ekspor barang curah yang secara khusus sudah diatur …;
      • Bahwa …tetapi di dalam pelaksanaannya Terbanding tidak menerapkan prosedur ekspor barang curah yang secara khusus sudah diatur ...;
      • Bahwa menurut Majelis, sengketa tersebut tidak terjadi apabila Terbanding dalam memungut Bea Keluar melaksanakan prosedur ekspor barang curah CPKO sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar a quo secara benar dan konsisten. Oleh karenanya, penetapan kembali SPKPBK Terbanding tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan a quo, sehingga penetapan Terbanding SPKPBK Nomor KEP -75/WBC.03/2011 tanggal 26 Agustus 2011 cacat hukum;
      dengan alasan sebagai berikut:
      1. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan kekhilafan, sehingga memberikan pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas;
      2. Bahwa perlu Pemohon Peninjauan Kembali sampaikan, barang impor dalam perkara a quo sesuai PEB 004929 tanggal 30 November 2010, Surat Banding Termohon Peninjauan Kembali, Surat Uraian Banding Pemohon Peninjauan Kembali Nomor SR-61/BC.8/2012 adalah Crude Palm Oil (CPO), bukan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) sebagaimana tertulis dalam Putusan maupun pertimbangan Majelis Hakim Pegangilan Pajak dalam perkara a quo;
      3. Berdasarkan ketentuan PMK 145/2007 secara jelas dan tegas Pasal 2 Ayat (2) dan Ayat (3) menyatakan bahwa:
        Ayat (2) menyatakan “Pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh eksportir/kuasanya ke kantor pabean pemuatan paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal perkiraan ekspor paling lambat sebelum dimasukkan ke kawasan Pabean”;
        Ayat (3) menyatakan “Atas ekspor barang curah, pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat disampaikan sebelum keberangkatan sarana pengangkut”, maka jelas terhadap ekspor barang curah atas pemberitahuan pabean ekspornya dapat disampaikan sebelum keberangkatan sarana pengangkut;
      4. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 PMK 145/2007 tersebut, cara penyampaian Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) untuk komoditi yang terkena Bea Keluar dimungkinkan dengan 2 (dua) cara sebagaimana diuraikan di atas, dan pemilihannya diserahkan kepada eksportir (in casu Termohon Peninjauan Kembali) untuk menggunakan mekanisme biasa atau mekanisme barang curah. Oleh karenanya, sesuai dengan kata “dapat” pada ketentuan Pasal 2 Ayat (3) PMK 145/2007 tersebut, maka untuk ekspor barang dengan karakteristik curah tidak berarti wajib menggunakan mekanisme curah, melainkan diperkenankan untuk menggunakan mekanisme biasa;
      5. Bahwa sengketa Banding dalam perkara a quo merupakan akibat dari ketidaktaatan Termohon Peninjauan Kembali dalam mematuhi konsekuensi dari mekanisme yang dipilihnya.
      6. Bahwa PEB dalam perkara a quo adalah PEB yang pengajuannya menggunakan mekanisme biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (2) PMK 145/2007, yang pengajuannya dilakukan di akhir-akhir bulan dimana tarif Bea Keluar pada bulan berikutnya mengalami kenaikan, walaupun jadwal kapal maupun kesiapan barang sendiri belum jelas, Termohon Peninjauan Kembali memanfaatkan keuntungan dari pengajuan PEB di depan karena tarif dan Harga Ekspor lebih rendah namun Termohon Peninjauan Kembali tidak mematuhi konsekuensi yang diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 PMK 214/2008.
      7. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 7 Ayat (5) PMK 214/2008 telah secara tegas dinyatakan “Pembetulan terhadap Tanggal Perkiraan Ekspor untuk Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar yang ditimbun atau dimuat di tempat lain selain di kawasan pabean, hanya dapat dilakukan dalam hal Tanggal Perkiraan Ekspor yang diajukan pembetulan tidak melampaui Tanggal Perkiraan Ekspor yang dibetulkan”.
      8. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 8 Ayat (1) huruf c PMK 214/2008 secara tegas menyatakan “Eksportir wajib mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor dalam hal: c. Tanggal Perkiraan Ekspor yang diajukan pembetulan untuk Barang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) melampaui Tanggal Perkiraan Ekspor yang dibetulkan”.
      9. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali mengajukan izin kepada Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe A2 Dumai untuk melakukan pemuatan barang ekspor di luar kawasan pabean dan telah memperoleh Keputusan sesuai Keputusan Kepala KPPBC Tipe A2 Dumai Nomor: KEP- 0385/WBC.03/KPP.02/2010 tanggal 21 Januari 2010 perihal Pemberian Izin Kepada Eksportir untuk Memuat Barang Ekspor di Luar Kawasan Pabean atas Nama PT. DFG.
      10. Berdasarkan fakta hukum yang ada bahwa Termohon Peninjauan Kembali melakukan pemuatan barang ekspor di luar kawasan pabean, yang apabila eksportasi tidak sesuai tanggal perkiraan ekspor dan tidak memenuhi kondisi yang dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (5) PMK 214/2008, maka berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) huruf c PMK 214/2008 atas PEB 004929 tanggal 30 November 2010 wajib dibatalkan. Dan apabila eksportasi tetap akan dilakukan, maka eksportir wajib mengajukan PEB baru dengan membayar Bea Keluar sesuai tarif dan Harga Ekspor yang berlaku pada tanggal PEB baru dimaksud (sesuai Pasal 6 PP 55/2008 jo. Pasal 5 PMK 214/2008, perhitungan bea keluar adalah berdasarkan tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean).
      11. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 8 Ayat (2) PMK 214/2008, apabila PEB 004929 tanggal 30 November 2010 tidak dibatallkan, maka atas eksportasi tersebut tidak dilayani.
      12. Bahwa berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) huruf c PMK 214/2008 telah diatur mengenai kewajiban membatalkan PEB atas eksportasi yang melampaui tanggal perkiraan ekspor dan ditimbun serta dimuat diluar kawasan pabean.
      13. Bahwa pembatalan PEB sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) huruf c PMK 214/2008 untuk eksportasi yang melampaui tanggal perkiraan ekspor dan ditimbun serta dimuat ditempat lain selain kawasan pabean adalah mutlak dan melakukan pembayaran Bea Keluar dengan menggunakan tarif bea keluar dan harga ekspor baru adalah mutlak apabila eksportasi tetap akan dilakukan (mengingat barang ekspor dalam perkara a quo melebihi tanggal perkiraan ekspor dan dimuat di tempat lain selain kawasan Pabean);
      14. Berdasarkan fakta hukum dalam perkara a quo yaitu eksportasi melampaui tanggal perkiraan ekspor (tanggal perkiraan ekspor adalah 07 Desember 2010 sedangkan realisasi ekspor tanggal 11 Desember 2010) dan barang ekspor ditimbun dan dimuat di tempat lain selain kawasan pabean (sesuai Keputusan Kepala KPPBC Tipe A2 Dumai Nomor KEP-0385/WBC.03/KPP.02/2010 Tanggal 21 Januari 2010), namun PEB tidak dibatalkan dan tidak diajukan PEB baru dengan penghitungan bea keluar baru (tarif bea keluar telah berubah), maka pembatalan dan pembayaran bea keluar dengan penghitungan baru adalah mutlak dan pelayanan eksportasi yang tidak memenuhi ketentuan tersebut tidak serta merta menggugurkan kewajiban eksportir untuk melakukan pembayaran bea keluar yang seharusnya;
      15. Berdasarkan Pasal 2 PP 55 Tahun 2008 telah diatur bahwa terhadap barang ekspor dapat dikenakan bea keluar, yang artinya ketentuan untuk membayar bea keluar eksportasi komoditi yang ditetapkan untuk dikenakan bea keluar adalah hal yang mutlak. sehingga apabila ada kejadian suatu eksportasi komoditi yang terkena bea keluar diberitahukan dalam PEB tanpa membayar bea keluar dan atas eksportasi tersebut telah dilayani oleh Pejabat Bea dan Cukai, tidak serta merta menggugurkan kewajiban eksportir untuk membayar bea keluar. Oleh karena itu, apabila terdapat eksportasi komoditi yang terkena Bea Keluar yang masih terdapat kewajiban membayar Bea Keluar namun tetap dilayani eksportasinya oleh Pejabat Bea dan Cukai (pejabat pemeriksa dokumen), maka Pemohon Peninjauan Kembali (in casu Direktur Jenderal Bea dan Cukai) akan menggunakan kewenangannya dalam rangka pengawasan dan evaluasi melalui mekanisme penetapan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) PP 55 Tahun 2008 untuk menagih bea keluar yang seharusnya atau kurang dibayar oleh eksportir (in casu Termohon Peninjauan Kembali);
      16. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah, keliru, dan tidak cermat dalam menerapkan peraturan perundang-undangan dibidang Kepabeanan khususnya terkait penerbitan keputusan tentang penetapan kembali penghitungan bea keluar atas barang yang diekspor oleh PT. DFG sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 17 Tahun 2006, PP 55/2008, PMK 145/2007, dan PMK 214/2008, sehingga Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam perkara a quo layak dan/atau patut untuk dibatalkan;
    2. Keberatan Kedua:
      Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali menolak dengan tegas pertimbangan hukum Judex Facti perkara a quo yang menyatakan:
      • Bahwa Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 merupakan pendelegasian dari Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 … tidak mendelegasikan mengenai “pembetulan terhadap tanggal perkiraan ekspor” sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan mengenai kewajiban eksportir mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor karena pembetulan melampaui Tanggal perkiraan ekspor” sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan No. 214/PMK.04/2008;
      • Bahwa berdasarkan Lampiran Bab II Nomor Urut 173 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menyebutkan antara lain “pendelegasian dari undang-undang kepada Menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis adminsitratif” … Pendelegasian dari Pasal 2A ayat (3) Undang-Undang Kepabeanan a quo hanya mendelegasikan kepada Peraturan Pemerintah tidak ada subdelegasi;
      dengan alasan sebagai berikut:
      1. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan kekhilafan dalam melakukan pertimbangan hukumnya, sehingga memberikan pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas;
      2. Bahwa berdasarkan Pasal 14 dan Pasal 18 PP 55 Tahun 2008:
      • Pasal 14 menyatakan “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran bea keluar, penetapan penghitungan bea keluar oleh pejabat bea dan cukai, penetapan kembali penghitungan bea keluar oleh Direktur Jenderal, dan permohonan perubahan atas kesalahan pemberitahuan Pabean ekspor diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri”;
      • Pasal 18 menyatakan “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan keberatan, penetapan keberatan, dan tata cara pengembalian bea keluar diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri”;
      1. Bahwa dalam konsiderans menimbang PMK 214 Tahun 2008 telah disebutkan “bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (5), Pasal 14, dan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemungutan Bea Keluar”, sehingga telah nyata dan jelas bahwa PMK 214 Tahun 2008 merupakan pengaturan lebih lanjut yang diamanatkan Pasal 14 dan Pasal 18 PP 55 Tahun 2008;
      2. Bahwa berdasarkan Pasal 2A Ayat (3) Undang-Undang 17 Tahun 2006 disebutkan “Ketentuan mengenai pengenaan bea keluar terhadap barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”;
      3. Bahwa dalam konsiderans menimbang PP 55 tahun 2008 telah disebutkan “bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2A ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor”, sehingga telah nyata dan jelas bahwa PP 55 Tahun 2008 merupakan pengaturan lebih lanjut sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2A Ayat (3) Undang-Undang 17 Tahun 2006;
      4. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, PMK 214 Tahun 2008 adalah Peraturan Menteri Keuangan yang sah dan merupakan pengaturan lebih lanjut sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan (in casu PP 55 Tahun 2008);
      5. Bahwa berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang 14 Tahun 2002:
      • Ayat (1) menyatakan “Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak”;
      • Ayat (2) menyatakan “Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
      • Ayat (3) menyatakan “Pengadilan Pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku”.
      Sehingga telah jelas bahwa kewenangan Pengadilan Pajak hanya memeriksa dan memutus sengketa pajak, dan tidak ada kewenangan pengadilan pajak untuk menguji sebuah peraturan terhadap peraturan yang lebih tinggi dan/atau terhadap undang-undang, karena kewenangan menguji peraturan dibawah undang-undang terhadap undang-undang adalah kewenangan Mahkamah Agung;
      1. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah, keliru, dan tidak cermat dalam melaksanakan kewenangan yang dimilikinya, sehingga menghasilkan putusan yang keliru dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam perkara a quo layak dan/atau patut untuk dibatalkan;
    3. Keberatan Ketiga:
      Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali menolak dengan tegas pertimbangan hukum Judex Facti perkara a quo yang menyatakan:
      • Bahwa menurut Majelis tanggal perkiraan ekspor adalah tanggal perkiraan keberangkatan sarana pengangkut masih merupakan tanggal dugaan atau praduga yang belum pasti … Oleh karenanya tidak adil apabila baru perkiraan sudah dinyatakan salah dan dikenakan koreksi berupa tambah bayar dengan alasan tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor dan Pemohon Banding tidak mengajukan pembetulan data PEB atau pembatalan PEB;
      • Bahwa pada tanggal 26 Agustus 2011 Terbanding dalam hal ini Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Riau dan Sumbar atas nama Direktur Jenderal berdasarkan Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor S-446/BC/2011 Tanggal 12 Mei 2011 … menggunakan data dan bukti yang sama yang digunakan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Kepala Seksi Pabean bukan data dan bukti baru (novum) menetapkan kembali perhitungan Bea Keluar dengan menggunakan tanggal realisasi ekspor … ;
      • Bahwa Majelis berpendapat bahwa antara Terbanding sendiri terjadi perbedaan pendapat dalam menetapkan dasar perhitungan bea keluar yang dapat merugikan Pemohon Banding yang seharusnya untuk memberikan kepastian hukum dan pelayanan, hal tersebut tidak terjadi;
      • Bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur barang ekspor yang dikenakan bea keluar yang mengatur bahwa perhitungan bea keluar dihitung dengan menggunakan tanggal realisasi ekspor. Seharusnya jika Terbanding …;
      • Bahwa menurut Majelis PEB Nomor 004929 tanggal 30 November 2010 adalah PEB yang sah menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 sebagaimana telah diubah dengan …, sehingga Penetapan Terbanding SPKPBK Nomor KEP-75/WBC.03/2011 Tanggal 26 Agustus 2011 yang perhitungan bea keluar dengan menggunakan tanggal realisasi ekspor bukan dengan tanggal PEB yang telah didaftarkan ke Kantor Pabean Pemuatan, tidak sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 dan aturan yang mengatur perhitungan Bea Keluar …;
      • Bahwa berdasarkan alasan-alasan Terbanding, tanggal realisasi ekspor melampaui tanggal perkiraan ekspor, Pemohon Banding tidak mengajukan pembetulan data PEB, dan tidak mengajukan pembatalan PEB, maka Terbanding menetapkan kembali …, Majelis berpendapat penetapan kembali Terbanding tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur barang ekspor yang dikenakan bea keluar a quo, sehingga penetapan Terbanding cacat hukum;
      dengan alasan sebagai berikut:
      1. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo telah secara nyata melakukan kekeliruan dan kekhilafan dalam melakukan pertimbangan hukumnya, sehingga memberikan pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas;
      2. Bahwa perlu Pemohon Peninjauan Kembali sampaikan, barang impor dalam perkara a quo sesuai PEB 004929 Tanggal 30 November 2010, Surat Banding Termohon Peninjauan Kembali, Surat Uraian Banding Pemohon Peninjauan Kembali Nomor SR-61/BC.8/2012 adalah Crude Palm Oil (CPO), bukan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) sebagaimana tertulis dalam Putusan maupun pertimbangan Majelis Hakim Pegangilan Pajak dalam perkara a quo;
      3. Bahwa dapat Pemohon Peninjauan Kembali sampaikan, tidak diterbitkannya Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK) adalah karena pada saat penelitian perhitungan bea keluar pada tanggal 30 November 2010 adalah telah sesuai dengan pemberitahuan (tarif yang berlaku pada saat PEB di daftarkan), namun permasalahan muncul sebagai akibat ketidakpatuhan Termohon Peninjauan Kembali dalam melakukan realisasi ekspor (selesai muat barang ekspor) sesuai dengan yang diberitahukan yaitu tanggal 07 Desember 2010;
      4. Bahwa penentuan tanggal selesai muat untuk penetapan kembali bea keluar telah menjunjung prinsip keadilan bagi eksportir karena titik ini merupakan titik paling menguntungkan bagi eksportir, karena berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang 17 Tahun 2006 barang dianggap diekspor apabila telah dimuat di sarana pengangkut.
        Dan berdasarkan 1 butir 14 PMK 214 Tahun 2008, tanggal perkiraan ekspor dimaksudkan dengan tanggal perkiraan keberangkatan sarana pengangkut yang akan menuju keluar Daerah Pabean yang justru memberikan keuntungan bagi ekportir untuk menghindari kenaikan tarif karena bea keluar telah dibayarkan pada saat pengajuan PEB sementara barang masih belum terealisasi ekspornya;
      5. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 6 PP 55 Tahun 2008 juncto Pasal 5 PMK 214 Tahun 2008, perhitungan bea keluar adalah berdasarkan tarif bea keluar dan harga ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean;
      6. Bahwa dapat Pemohon Peninjauan Kembal sampaikan, sesuai penjelasan ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang 17 Tahun 2006 disebutkan bahwa secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi pada saat barang tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar daerah pabean;
      7. Bahwa fakta hukum dalam perkara a quo dapat disampaikan sebagai berikut:
      • PEB dalam perkara a quo adalah Nomor 004929 tanggal 30 November 2010 dengan tanggal perkiraan ekspor 07 Desember 2010;
      • Selesai muat barang ekspor ke sarana pengangkut (realisasi ekspor) adalah tanggal 11 Desember 2010 (sesuai catatan petugas bea dan cukai pengawas pemuatan barang pada nota pelayanan ekspor);
      • Termohon Peninjauan Kembali mengajukan izin kepada Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe A2 Dumai untuk melakukan pemuatan barang ekspor di luar kawasan pabean dan telah memperoleh Keputusan sesuai Keputusan Kepala KPPBC Tipe A2 Dumai Nomor KEP-0385/WBC.03/KPP.02/2010 tanggal 21 Januari 2010 perihal Pemberian Izin Kepada Eksportir untuk Memuat Barang Ekspor di Luar Kawasan Pabean atas Nama PT. DFG;
      1. Bahwa terhadap permasalahan eksportasi yang melampaui tanggal perkiraan ekspor dan barang ekspor dimuat diluar kawasan pabean berdasarkan ketentuan Pasal 8 Ayat (1) h