Putusan Mahkamah Agung Nomor : 844/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Put. 48243/PP/M.VIII/16/2013, Tanggal 13 November 2013 y


 

PUTUSAN
Nomor 844/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan Jalan Jenderal AF No. 40-42, Jakarta XXXX0, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan banding;
Kesemuanya berkantor di Jalan Jenderal AF No. 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-310/PJ./2014 tanggal 11 Februari 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. FGH, beralamat keputusan di Desa AB RT.000 RW.000 AB Torgamba Labuhan Batu Sumatera Utara dan alamat korespondensi di Jl. Kapten AG No.X Medan X0XXX;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Put. 48243/PP/M.VIII/16/2013, Tanggal 13 November 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa Pemohon Banding mengajukan Permohonan Banding atas Keputusan Terbanding Nomor : KEP-146/WPJ.26/BD.06/2012 tanggal 31 Mei 2012 mengenai penolakan terhadap Surat Keberatan yang diajukan Pemohon Banding terhadap SKPKB PPN Masa Pajak Nopember 2009 Nomor : 00059/207/09/116/11 tanggal 18 Maret 2011 sebesar Rp. 316.892.224,00 (tiga ratus enam belas juta delapan ratus sembilan puluh dua ribu dua ratus dua puluh empat rupiah);
Bahwa Pemohon Banding mengajukan Permohonan Banding ini karena keberatan yang Pemohon Banding ajukan terhadap SKPKB PPN Masa Pajak Nopember 2009 tersebut ditolak oleh Terbanding;
Aspek Formal
Bahwa Surat Keputusan Terbanding Nomor : KEP-146/WPJ.26/BD.06/2012 tanggal 31 Mei 2012 tersebut Pemohon Banding terima tanggal 04 Juni 2012 sehingga Banding yang Pemohon Banding ajukan ini memenuhi persyaratan jangka waktu pengajuan Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) jo. Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak);
Aspek Material
Bahwa pokok sengketa dalam Banding ini adalah ditetapkannya Surat Keputusan Nomor : KEP-146/WPJ.26/BD.06/2012 tanggal 31 Mei 2012 yang mengabulkan sebagian permohonan keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPN Nomor : 00059/207/09/116/11 tanggal 18 Maret 2011 sebesar Rp316.892.224,00 (tiga ratus enam belas juta delapan ratus sembilan puluh dua ribu dua ratus dua puluh empat rupiah) yang mana SKPKB PPN tersebut tidak sesuai dengan perhitungan Pemohon Banding;
Bahwa SKPKB PPN tersebut merupakan hasil pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Rantauprapat, dengan perhitungan sesuai dengan lampiran Berita Acara Hasil Pemeriksaan adalah sebagai berikut:

Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri
Kredit PPN
PPN yang Kurang (Lebih) Bayar
Dikompensasikan ke Masa Pajak Berikut
PPN yang Kurang (Lebih) Dibayar
Sanksi Administrasi Kenaikan Pasal 13 ayat (3) huruf c KUP
PPN Kurang (Lebih) Dibayar
Rp    253.210.376,00
Rp        5.638.326,00
Rp    247.572.050,00
Rp                      0,00
Rp    247.572.050,00
Rp      69.320.174,00
Rp    316.892.224,00

Bahwa sedangkan menurut perhitungan Pemohon Banding, sebagaimana yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Nopember 2009 adalah sebagai berikut:

A. Penyerahan BKP/JKP
Ekspor
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Penyerahan yang PPN-nya dipungut Wapu PPN
Penyerahan yang PPN-nya Tidak Dipungut
Penyerahan yang PPN-nya Dibebaskan
Jumlah Penyerahan yang terutang PPN
Jumlah Penyerahan yang Tidak Terutang PPN
Jumlah Seluruh Penyerahan

B. Pajak Keluaran
Pajak Keluaran yang Harus Dipungut Sendiri
PPN Disetor Dimuka Dalam Masa Pajak yang Sama
Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan
PPN yang Kurang (Lebih) Bayar
PPN yang Kurang (Lebih) Bayar SPT yang Dibetulkan
PPN Kurang (Lebih) Bayar karena Pembetulan

Rp                          0,00
Rp                          0,00
Rp                          0,00
Rp     8.675.425.000,00
Rp        104.486.700,00
Rp     8.779.911.700,00
Rp                          0,00
Rp     8.779.911.700,00


Rp                         0,00
Rp                         0,00
Rp           7.204.326,00
Rp          (7.204.326,00)
Rp                         0,00
Rp          (7.204.326,00)

Bahwa terhadap PPN yang Lebih Bayar tersebut Pemohon Banding ajukan restitusi seluruhnya sebesar Rp 7.204.326,00;

Bahwa perbedaan perhitungan tersebut terjadi karena adanya koreksi-koreksi positif yang dilakukan pemeriksa dengan rincian sebagai berikut :
  1. Menurut Terbanding
  1. Koreksi Peredaran Usaha (DPP PPN) Rp 2.532.103.762,00
    Bahwa koreksi positif tersebut dilakukan oleh Pemeriksa berdasarkan dugaan bahwa mutasi kredit di rekening koran bank merupakan penerimaan uang yang terkait dengan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang terutang PPN dan belum dilaporkan di SPT Masa PPN Masa Pajak Nopember 2009;
  2. Koreksi PPN yang harus dipungut sendiri Rp 253.210.376,00
    Bahwa koreksi Pemeriksa tersebut dilakukan karena adanya koreksi positif atas DPP PPN sebagaimana diuraikan di atas;
  3. Koreksi Pajak Masukan Rp 1.566.000,00
    Bahwa koreksi positif Pajak Masukan (PM) tersebut dilakukan Pemeriksa karena PM dianggap berhubungan langsung dengan penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang merupakan BKP yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan;
  1. Menurut Pemohon Banding
    1. Koreksi Peredaran Usaha (DPP PPN) Rp 2.532.103.762,00
      Bahwa koreksi positif tersebut dilakukan oleh Pemeriksa atas dugaan bahwa mutasi kredit di rekening koran bank merupakan penerimaan penjualan atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang terutang PPN dan belum dilaporkan di SPT Masa PPN Masa Pajak Nopember 2009;
      Bahwa terhadap koreksi ini Pemohon Banding menyatakan tidak setuju karena mutasi kredit dalam rekening koran tersebut bukan merupakan penerimaan uang karena adanya transaksi penyerahan BKP maupun JKP yang terutang PPN. Mutasi kredit dalam rekening koran bank tersebut sebenarnya adalah perintah overbooking (pemindahan dana) dari rekening bank lainnya untuk keperluan pengeluaran dan biaya-biaya usaha;
    2. Koreksi PPN yang harus dipungut sendiri Rp 253.210.376,00
      Bahwa koreksi pemeriksa tersebut dilakukan karena adanya koreksi positif atas DPP PPN sebagaimana diuraikan di atas sehingga alasan ketidaksetujuan Pemohon Banding adalah seperti diuraikan di atas;
    3. Koreksi Pajak Masukan Rp 1.566.000,00
      Bahwa koreksi positif Pajak Masukan (PM) tersebut dilakukan Pemeriksa karena PM dianggap berhubungan langsung dengan penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) yang merupakan BKP yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan;
Bahwa Pemohon Banding menyatakan tidak setuju dan mengajukan keberatan atas koreksi ini karena PPN (PM) yang dibayarkan/dikeluarkan adalah untuk kegiatan usaha menghasilkan CPO yang atas penyerahannya terutang PPN sehingga PM tersebut seharusnya dapat dikreditkan di SPT Masa PPN sesuai ketentuan Pasal 9 dan Pasal 16B UU PPN dan peraturan terkait lainnya. Selama ini Pemohon Banding tidak pernah menjual langsung hasil kebun yang berupa TBS. Hasil kebun (TBS) tersebut diolah terlebih dahulu menjadi CPO dengan menggunakan pabrik milik Pemohon Banding sendiri;
Bahwa pada saat proses Keberatan di Kanwil DJP Sumatera Utara II (Pematang Siantar), Pemohon Banding juga telah menjelaskan hal tersebut di atas dan telah menunjukkan bukti-bukti seperti tersebut di atas. Akan tetapi, sama seperti Pemeriksa sebelumnya, Tim Penelaah Keberatan juga tidak menerima penjelasan tersebut dan tetap mempertahankan koreksi yang telah dilakukan Pemeriksa sebelumnya;

Bahwa oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, Pemohon Banding mohon kepada Majelis untuk mengabulkan permohonan banding yang Pemohon Banding ajukan dan membatalkan KEP-146/WPJ.26/BD.06/2012 tanggal 31 Mei 2012 dan SKPKB PPN Masa Pajak Nopember 2009 Nomor: 00059/207/09/116/11 tanggal 18 Maret 2011 yang telah diterbitkan oleh Terbanding. Dalam Hal ini, Pemohon Banding harap Majelis dapat mengedepankan prinsip substance over form atas sengketa ini;
Bahwa Pemohon Banding melampirkan salinan (copy) Surat Keputusan Terbanding Nomor : KEP-146/WPJ.26/BD.06/2012 tanggal 31 Mei 2012 dan salinan (copy) SKPKB PPN Nomor : 00059/207/09/116/11 tanggal 18 Maret 2011 sebesar Rp 316.892.224,00 (tiga ratus enam belas juta delapan ratus sembilan puluh dua ribu dua ratus dua puluh empat rupiah);
Bahwa demi kelancaran proses banding, Pemohon Banding menyatakan bersedia menghadiri persidangan untuk menyampaikan data-data dan dokumen serta keterangan lain agar banding yang Pemohon Banding ajukan dapat diterima;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Put. 48243/PP/M.VIII/16/2013, Tanggal 13 November 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-146/WPJ.26/BD.06/2012 tanggal 31 Mei 2012 tentang Keberatan Wajib Pajak Atas SKPKB PPN Nomor : 00059/207/09/116/11 tanggal 18 Maret 2011 Masa Pajak Nopember 2009 atas nama PT FGH, NPWP : 0X.XX0.XXX.X.XXX-00X, beralamat di Desa AB RT 000 RW 000 AB Torgamba Labuhan Batu, Sumatera Utara sehingga perhitungan pajak menjadi sebagai berikut:

DPP PPN
Ekspor
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut
Penyerahan yang PPN-nya Tidak Dipungut
Penyerahan yang PPN-nya Dibebaskan
Jumlah
Jumlah Penyerahan yang Tidak Terutang PPN
Jumlah Seluruh Penyerahan
Perhitungan PPN Kurang Bayar

Pajak Keluaran yang Harus Dipungut Sendiri
PPN Disetor Dimuka Dalam Masa Pajak yang Sama
Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan
Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan
PPN yang Kurang dibayar
Sanksi Administrasi
Jumlah PPN yang masih harus dibayar

Rp                         0,00
Rp                         0,00
Rp                         0,00
Rp    8.675.425.000,00
Rp       104.486.700,00
Rp    8.779.911.700,00
Rp                         0,00
Rp    8.779.911.700,00


Rp                         0,00
Rp                         0,00
Rp           7.204.326,00
Rp                         0,00
Rp          (7.204.326,00)
Rp                         0,00
Rp          (7.204.326,00)

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Put. 48243/PP/M.VIII/16/2013, Tanggal 13 November 2013, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 06 Desember 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-310/PJ./2014 tanggal 11 Februari 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak Jakarta pada Tanggal 27 Februari 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 27 Februari 2014;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 16 Desember 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 16 Januari 2015;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 48243/PP/M.VIII/16/2013 tanggal 13 November 2013 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis dan/atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan fakta yang terungkap dalam persidangan, sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 48243/PP/M.VIII/16/2013 tanggal 13 November 2013 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-undang Pengadilan Pajak), yaitu :
“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
  1. Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 48243/PP/M.VIII/16/2013 tanggal 13 November 2013, atas nama: FGH (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tanggal 29 November 2013 dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 9 Desember 2013 sesuai dengan surat tanda terima dokumen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor Dokumen: X0XXXX0X0XXX;
  2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 48243/PP/M.VIII/16/2013 tanggal 13 November 2013 ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah
  1. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Rp2.532.103.762,00
  2. Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp1.566.000,00
Yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 48243/PP/M.VIII/16/2013 tanggal 13 November 2013, dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Bahwa dasar hukum yang digunakan terkait koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) ini adalah mengacu pada :
    1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 3 ayat (1) bahwa Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; Pasal 28 ayat (1)
      bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan;
      Pasal 28 ayat (3),
      bahwa Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan Iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
      Pasal 29 ayat (3) huruf a
      bahwa Wajib Pajak yang diperiksa wajib;
      memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
      Pasal 29 ayat (3a)
      bahwa Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasi, dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan.
      Pasal 26A ayat (4)
      bahwa Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;
    2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
      Pasal 15 ayat (1) huruf c
      “Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan Pemeriksaan Lapangan , Buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf b, wajib diserahkan kepada Pemeriksa Pajak paling lama 1(satu) bulan sejak surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen”;
      Pasal 15 ayat (3)
      “Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain belum dipenuhi dan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c atau ayat (2) huruf d belum terlampaui, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatan secara tertulis paling banyak 2 (dua) kali”;
    3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan
      Pasal 10
      ”Pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan;
    4. Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000, antara lain mengatur sebagai berikut :
      Pasal 9 ayat (5)
      Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak;
      Penjelasan Pasal 9 ayat (5)
      “...Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud Pasal 16B....”;
      Pasal 9 ayat (6)
      Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan;
      Pasal 16B ayat (1)
      “Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
      1. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
      2. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
      3. impor Barang Kena Pajak tertentu;
      4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
      5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
      diatur dengan Peraturan Pemerintah”;
      Penjelasan Pasal 16B ayat (1):
      “Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
      Oleh karena itu, setiap kemudahan dalam bidang perpajakan, jika benar-benar diperlukan, harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar di dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan diberikannya kemudahan tersebut”;
      Pasal 16B ayat (3):
      “Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan";
      Penjelasan Pasal 16B ayat (3):
      ”Berbeda dengan ketentuan pada ayat (2), adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran, sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan;
      Contoh:
      Pengusaha Kena Pajak B memproduksi Barang Kena Pajak yang mendapat fasilitas dari negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
      Untuk memproduksi Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B menggunakan Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai bahan baku, bahan pembantu, barang modal ataupun sebagai komponen biaya lain;

      Pada waktu membeli Barang Kena Pajak lain dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak B membayar Pajak Pertambahan Nilai kepada Pengusaha Kena Pajak yang menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut.
      Meskipun Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak B kepada Pengusaha Kena Pajak pemasok tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, karena tidak ada Pajak Keluaran berhubung diberikannya fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pajak Masukan tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan”;
    5. Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tanggal 01 Mei 2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 1 angka 1 huruf c:
      “Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian;”
      Pasal 1 angka 2 huruf a:
      “Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini;”
      Lampiran:
      “Antara lain diatur bahwa jenis barang perkebunan kelapa sawit yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah Tandan Buah Segar (TBS);”
      Pasal 2 ayat (2) huruf c:
      “Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;”
      Pasal 3:
      “Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat
      dikreditkan;”
    6. Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tanggal 2 April 2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 31/PMK.03/2008 tanggal 19 Februari 2008 antara lain mengatur sebagai berikut:
      Pasal 7:
      “Pajak Masukan atas impor dan atau atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan”;
    7. Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang tidak Terutang Pajak, antara lain menyatakan:
      Pasal 2 ayat (1):
      “Bagi Pengusaha Kena Pajak yang :
      1. Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau
      2. Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau
      3. Melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau
      4. Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang Pajak Pertambahan Nilai dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
      maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang:
      1)
      nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;
      2)
      digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya;
      3)
      nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan;
      Penjelasan Pasal 2 ayat (1):
      “Contoh Pengusaha Kena Pajak yang dimaksud dalam ayat ini, misalnya :
      1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha terpadu (integrated) yang menghasilkan jagung (jagung adalah bukan Barang Kena Pajak), yang juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung adalah Barang Kena Pajak);
      2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya Pengusaha Kena Pajak yang bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha;
      3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misal Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
      4. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan perluasan usaha dan menghasilkan bukan Barang Kena Pajak, misal Pengusaha pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan berupa rumah mewah yang terutang PPN dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
        (1)
        Contoh Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah :
        • Pajak Masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang digunakan untuk perkebunan jagung, karena jagung adalah bukan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
        • Pajak Masukan untuk pembelian truck yang digunakan untuk jasa angkutan, karena jasa angkutan adalah bukan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
        • Pajak Masukan untuk pembelian bahan baku yang digunakan untuk membangun rumah sangat sederhana, karena atas penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
        (2)
        Contoh Pajak Masukan yang dapat dikreditkan seluruhnya terlebih dahulu namun kemudian harus diperhitungkan kembali adalah :
        Pajak Masukan untuk perolehan truck yang digunakan baik untuk, perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak jagung.
        (3)
        Contoh Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepenuhnya adalah :
        Pajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan untuk memproduksi minyak jagung”;
        Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) keberatan atas tidak dipertahankannya ;

  1. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Rp2.532.103.762,00 ;
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam Putusan a quo. Bahwa dari pertimbangan hukum Majelis Hakim tersebut jelas terlihat bahwa Majelis Hakim tidak cermat dan terbukti telah mengabaikan ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak dengan mengabaikan bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada di dalam persidangan. Hal ini dapat terlihat pada pertimbangan Majelis Hakim pada :
      Penerimaan, Surat Perintah Bayar, Bukti Pengeluaran, Buku Besar Nomor : XXXX0X, Buku Besar Nomor : XXXX0X, Bukti Pembayaran, terbukti setoran tersebut adalah sebagai penarikan dana titipan ABB PT KLM September 2009, menurut Majelis mutasi kredit tersebut adalah sebagai dana titipan PT KLM yang sesuai penjelasan Pemohon Banding dalam persidangan adalah merupakan perusahaan afiliasi dimana kedudukan kantornya sama dengan kedudukan kantor Pemohon Banding sehingga bukan merupakan penyerahan yang belum dilaporkan;
      bahwa menurut Majelis untuk Koreksi Positif DPP Cabang seharusnya yang dipakai dasar adalah Rekening Koran Cabang, namun karena yang dikoreksi adalah Rekening Koran Pusat maka tidak relevan untuk dikoreksi sebagai koreksi penjualan/penyerahan di cabang;
      bahwa dengan demikian Majelis berpendapat koreksi terhadap Rekening Koran sebesar Rp72.916.670,00 tidak dapat dipertahankan;
      Halaman 30 :
      bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding berupa bukti Surat Setoran Tunai Bank XY, Rekening Koran Bank Mandiri Nomor : X0X-00- 0XXXXXX-X, Bukti Penerimaan, Surat Perintah Bayar, Buku Besar Nomor : XXXX0X, terbukti setoran tersebut adalah sebagai penarikan dana titipan PT KLM untuk pembayaran PPh Pasal 21, menurut Majelis mutasi kredit tersebut adalah sebagai dana titipan PT KLM yang sesuai penjelasan Pemohon Banding dalam persidangan adalah merupakan perusahaan afiliasi dimana kedudukan kantornya sama dengan kedudukan kantor Pemohon Banding sehingga bukan merupakan penyerahan yang belum dilaporkan;
      bahwa menurut Majelis untuk Koreksi Positif DPP Cabang seharusnya yang dipakai dasar adalah Rekening Koran Cabang, namun karena yang dikoreksi adalah Rekening Koran Pusat maka tidak relevan untuk dikoreksi sebagai koreksi penjualan/penyerahan di cabang;
      bahwa dengan demikian Majelis berpendapat koreksi terhadap Rekening Koran sebesar Rp50.054.772,00 tidak dapat dipertahankan;
      bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding berupa bukti Surat Perintah Bayar, Cek Bank XY, Formulir Setoran Tunai, Bukti Pengeluaran, Buku Besar dan Rekening Koran terbukti setoran tersebut merupakan setoran tunai ke rekening Bank XY Pemohon Banding cabang Medan Nomor : X0X-00-0XXXXXX-X dari pengembalian dana pembelian alat-alat IT sehingga menurut Majelis mutasi kredit tersebut bukan merupakan penyerahan yang belum dilaporkan;
      bahwa menurut Majelis untuk Koreksi Positif DPP Cabang seharusnya yang dipakai dasar adalah Rekening Koran Cabang, namun karena yang dikoreksi adalah Rekening Koran Pusat maka tidak relevan untuk dikoreksi sebagai koreksi penjualan/penyerahan di cabang;
      bahwa dengan demikian Majelis berpendapat koreksi terhadap Rekening Koran sebesar Rp51.377.500,00 tidak dapat dipertahankan;
      Halaman 31 :
      bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding berupa bukti Permohonan Pengiriman Uang Bank QQ Niaga, Buku Besar Nomor: XXXX0X, Bukti Pengeluaran, Surat Perintah Bayar, Rekening Koran Bank XY Nomor : X0X-00-0XXXXXXX-X, terbukti setoran tersebut adalah penggantian dana yang disetorkan ke rekening Bank XY Pemohon Banding cabang Medan Nomor : X0X-00-0XXXXXX-X sehingga mutasi kredit tersebut bukan merupakan penyerahan yang belum dilaporkan;
      bahwa menurut Majelis untuk Koreksi Positif DPP Cabang seharusnya yang dipakai dasar adalah Rekening Koran Cabang, namun karena yang dikoreksi adalah Rekening Koran Pusat maka tidak relevan untuk dikoreksi sebagai koreksi penjualan/penyerahan di cabang;
      bahwa dengan demikian Majelis berpendapat koreksi terhadap Rekening Koran sebesar Rp100.000.000,00 tidak dapat dipertahankan;
      Halaman 32 :
      bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding berupa bukti Surat Perintah Bayar, Cek Bank YY, Rekening Koran Bank YY Nomor : 0X-0XX- 00-XX-00XXX-X, Aplikasi Transfer Bank YY, Buku Besar Nomor : XXXX0X, Buku Besar Nomor : XXXX0X, Rekening Koran Bank XY Nomor : X0X-00-0XXXXX-X, terbukti setoran tersebut adalah kiriman dari dari rekening Bank YY cabang Medan Nomor : 0X-0XX-00-00XXX-X ke rekening Bank XY Pemohon Banding cabang Medan Nomor: 105-00-012887-5 untuk penggantian dana Direktur sehingga bukan merupakan penyerahan yang belum dilaporkan;

      bahwa menurut Majelis untuk Koreksi Positif DPP Cabang seharusnya yang dipakai dasar adalah Rekening Koran Cabang, namun karena yang dikoreksi adalah Rekening Koran Pusat maka tidak relevan untuk dikoreksi sebagai koreksi penjualan/penyerahan di cabang;
      bahwa dengan demikian Majelis berpendapat koreksi terhadap Rekening Koran sebesar Rp42.443.750,00 tidak dapat dipertahankan;
      bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding berupa bukti Surat Perintah Bayar, Cek Bank XY, Buku Kas Besar Nomor : XXXX0X, Buku Besar Nomor : XXXX0X, Rekening Koran Bank XY Nomor : X0X-00-0XXXXXX-X, Bukti Pengeluaran, Formulir Setoran Tunai Bank XY, terbukti setoran tersebut adalah setoran tunai untuk pengembalian pinjaman setoran Graha Mangatur yang disetorkan ke rekening Bank XY Pemohon Banding cabang Medan Nomor: X0X-00-0XXXXXX-X sehingga mutasi kredit tersebut bukan merupakan penyerahan yang belum dilaporkan;
      bahwa menurut Majelis untuk Koreksi Positif DPP Cabang seharusnya yang dipakai dasar adalah Rekening Koran Cabang, namun karena yang dikoreksi adalah Rekening Koran Pusat maka tidak relevan untuk dikoreksi sebagai koreksi penjualan/penyerahan di cabang;
      bahwa dengan demikian Majelis berpendapat koreksi terhadap Rekening Koran sebesar Rp211.000.000,00 tidak dapat dipertahankan;
      Halaman 33 :
      bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding berupa bukti Surat Perintah Bayar, Cek Bank XY, Buku Besar Nomor : XXXX0X, Buku Besar Nomor : XXXX0X, Rekening Koran Bank XY Nomor : 01-0XX-00-XX-00XXX-X, Aplikasi Transfer Bank YY, Rekening Koran Bank XY Nomor : X0X-00-XXXXXXX-X, terbukti setoran tersebut adalah setoran tunai untuk pengantaian dana untuk pembelian kecambah dan alat berat yang disetorkan ke rekening Bank XY Pemohon Banding cabang Medan Nomor : X0X-00-0XXXXXX-X sehingga mutasi kredit tersebut bukan merupakan penyerahan yang belum dilaporkan, maka Majelis berpendapat koreksi terhadap Rekening Koran sebesar Rpl.885.950.000,00 tidak dapat dipertahankan;
      Halaman 34 :
      bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding berupa Aplikasi Setoran Bank XY, Bukti Pembayaran, Buku Besar Nomor : XXXX0X, Buku Besar Nomor : XXXX0X, Rekening Koran Bank XY Nomor : X0X-00-XXXXXXX-X, terbukti setoran tersebut adalah setoran tunai untuk pengembalian pinjaman untuk pesangon karyawan PMKS yang disetorkan ke rekening Bank XY Pemohon Banding cabang Rantau Prapat Nomor : X0X-00-XXXXXXX-X sehingga mutasi kredit tersebut bukan merupakan penyerahan yang belum dilaporkan maka Majelis berpendapat koreksi terhadap Rekening Koran sebesar Rp118.361.070,00 tidak dapat dipertahankan;
      bahwa berdasarkan uraian di atas Majelis berpendapat Koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak PPN Masa Pajak Nopember 2009 seluruhnya sebesar Rp2.532.103.762,00 tidak dapat dipertahankan;
    2. Bahwa sengketa atas DPP PPN Masa Pajak Nopember 2009 sebesar Rp.2.532.103.762,00 adalah merupakan sengketa atas pembuktian arus kas dalam rekening koran dimana terdapat koreksi atas penyerahan BKP yang belum diperhitungkan dalam SPT Masa PPN Masa Nopember 2009 berdasarkan Penerimaan Kas Bank dengan rincian Rekening Bank, dengan perincian sebagai berikut:
      No Tgl  No Rekening Jumlah (Rp)  Bank
      1
      10Nov X0X-00-0XXXXXX-X 1.885.950.000 Bank XY
      2
      17 Nov
      X0X-00-0XXXXXX-X 118.361.070 Bank XY
      3
      02 Nov X0X-00-0XXXXXX-X 72.916.670 Bank XY
      4
      02 Nov X0X-00-0XXXXXX-X 50.054.772 Bank XY
      5
      04 Nov X0X-00-0XXXXXX-X 51.377.500 Bank XY
      6
      09 Nov X0X-00-0XXXXXX-X 100.000.000 Bank XY
      7
      10 Nov X0X-00-0XXXXXX-X 42.443.750 Bank XY
      8
      17 Nov X0X-00-0XXXXXX-X 211.000.000 Bank XY

      Jumlah Penyerahan
      2.532.103.762
    1. Bahwa dalam proses pemeriksaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah beriktikad tidak baik dengan tidak memenuhi kewajibannya sebagai Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, atas hal tersebut dapat disampaikan sebagai berikut :
      1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah melakukan permintaan data/bukti/dokumen berupa Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sesuai dengan surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Rantau Prapat Nomor S-675/WPJ.26/KP.0300/2010 tanggal 27 Agustus 2010;
      2. Bahwa selanjutnya dibuatkan Peringatan I sesuai dengan surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Rantau Prapat Nomor S-828/WP J. 26/KP.0300/2010 tanggal 06 Oktober 2010;
      3. Bahwa kemudian dibuatkan Surat Peringatan II sesuai dengan surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Rantau Prapat Nomor S-1009/WPJ.26/KP.0300/2010 tanggal 27 Oktober 2010.
        Namun sampai dengan diterbitkannya surat peringatan II, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memenuhi permintaaan dokumen tersebut;
      4. Bahwa berdasarkan Berita Acara tidak dipenuhinya Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen KPP Pratama PT. FGH tanggal 15 Januari 2011 diketahui bahwa sebagian buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen Nomor S-675/WPJ.26/KP.0300/2010 tanggal 27 Agustus 2010 tidak dipenuhi peminjamannya oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding). Buku, Catatan, dan Dokumen yang tidak dapat dipenuhi tersebut adalah Laporan Keuangan berupa Neraca, dan Laporan Laba Rugi dan Buku Besar yang diperlukan oleh pemeriksa untuk dapat menghitung peredaran usaha/penyerahan barang kena pajak yang menjadi obyek PPN yang seharusnya dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Nopember 2009;
      5. Bahwa berdasarkan data pemeriksaan, diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak mempunyai laporan keuangan, buku besar, ataupun rekapitulasi pencatatan dan belum memenuhi kewajiban penyampaian SPT Badan Tahun 2008 dan 2009, sehingga Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1) dan pasal 28 ayat (1) UU KUP Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009;
      6. Bahwa oleh karena tidak didukung dokumen pembukuan dan Laporan Keuangan dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), selisih sebesar Rp2.532.103.762,00 tidak dapat ditelusuri, maka menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) koreksi tersebut adalah penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) / penjualan eceran lokal (dalam negeri) yang PPN-nya harus dipungut sendiri, dan belum diperhitungkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Nopember 2009, dengan PPN yang terutang sebesar Rp. 253.210.376,00;
      7. Bahwa sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) huruf c dan Pasal 15 ayat (3) PMK-199/PMK.03/2007, prosedur peminjaman data dan dokumen yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah benar dan sesuai dengan ketentuan tersebut;
    2. Bahwa dalam proses keberatan, sesuai Berita Acara Nomor BA-08/WPJ.26/BD.0602/2012 tanggal 13 Februari 2012 yang ditandatangani lr Hj. Debby F.L. Pane sebagai Direktur, diketahui bahwa :
      1. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah perusahaan besar yang telah terdaftar sejak bulan Oktober 2006, sehingga dalam melakukan transaksi kegiatan usaha seharusnya menggunakan buku kas dan buku bank kemudian mencatat transaksi yang berhubungan dengan kas dan bank tersebut dalam buku besar;
      2. Pada saat proses keberatan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat melakukan pengujian arus barang dan arus uang untuk menghitung peredaran usaha wajib pajak karena wajib pajak tidak menyerahkan Buku Besar, ataupun rekapitulasi pencatatan Barang Kena Pajak yang menjadi obyek PPN yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Dalam Berita Acara diketahui bahwa jumlah rekening koran yang dimiliki Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah 12 rekening yang berfungsi sebagai tempat penerimaan dan pengeluaran uang, sehingga peneliti keberatan tidak dapat menghitung kebenaran peredaran usaha yang menjadi obyek PPN yang dilaporkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam SPT Masa PPN;
      3. Pada saat dilaksanakan pembahasan sengketa perpajakan dalam proses keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyampaikan Surat Penjelasan Keberatan Nomor 0024/PT-HFM/II/2012 tanggal 06 Februari 2012 yang menyampaikan informasi dan keterangan bahwa mutasi kredit tersebut bukan merupakan penjualan;
      4. Pada saat proses keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menjelaskan sumber awal perolehan dana yang dimutasikan terhadap nomor rekening Bank XY diatas kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding). Untuk Itu, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap mempertahankan koreksi karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat melaporkan seluruh peredaran usahanya dalam SPT Masa PPN Masa Nopember 2009 berdasarkan sumber penerimaan kas/bank dengan rincian rekening bank tersebut diatas;
      5. Dalam surat keberatan dan surat penjelasan keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa "mutasi kredit dalam rekening koran tersebut bukan merupakan transaksi penyerahan BKP maupun JKP yang terutang PPN" dan hal ini telah dijelaskan kepada tim Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding). Akan tetapi, selama proses keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat membuktikan bahwa penjelasan/informasi dimaksud telah diberikan pada saat saat pemeriksaan;
    3. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 26A ayat (4) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Tim Peneliti Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara II berpendapat bahwa informasi atau keterangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam surat penjelasan keberatan tersebut tidak dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya karena keterangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang menyatakan bahwa mutasi kredit tersebut bukan merupakan penjualan tidak pernah disampaikan pada saat pemeriksaan;
    4. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26A ayat 4 UU KUP, atas data dan dokumen yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat keberatan, yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan sekalipun telah diterbitkan Surat Peringatan II, tidak dapat dipertimbangkan untuk memutus sengketa keberatan;
    5. Bahwa dalam persidangan banding, Majelis Hakim tetap mempertimbangkan data-data dan dokumen Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang tidak dipertimbangkan dalam keberatan dan melakukan uji bukti atas data-data dan dokumen yang diserahkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut;
    6. Bahwa sebagai bahan pertimbangan dalam memutus sengketa, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sampaikan aspek yuridis dalam sistem hukum di Indonesia, yang seharusnya menjadi basis atau dasar dalam penegakan hukum, sebagai berikut:
      1. Logemann dalam Buku Pengantar dalam Hukum Indonesia Edisi 3 oleh Ernst Utrecht, Balai Buku Indonesia, 1956, pada halaman 1414 menyatakan bahwa “men mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de juiste uitleg mag gelden”, dimana dapat diartikan bahwa orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undang-undang menjadi tafsiran yang tepat;
        Maka dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada hakim, seorang hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam hukum acara (formele recht) dari pengadilan. Sebagai hukum dan hak asasi, hakim dibatasi menafsirkan atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara.
        Hal demikian dikarenakan fungsi dari hukum acara (formele recht, adjective law) adalah untuk mempertahankan hukum materiil (materiele recht, substantive law);
      2. Bahwa dalam sistem perpajakan di Indonesia, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 merupakan hukum formal atau hukum acara (formele recht, adjective law) yang mengatur tata cara pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak.
      Bahwa secara formal, aturan mengenai tidak dapat digunakannya data pada proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan telah jelas aturannya dalam Pasal 26A Ayat (4) Undang-Undang KUP 2007, aturan ini mengikat fiskus dalam melaksanakan tugasnya namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut dengan alasan azas material.
      Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
    7. Bahwa oleh karena proses pengajuan banding merupakan rangkaian dari proses pemeriksaan dan keberatan dimana Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) saat proses tersebut tidak memberikan data maka seharusnya data/dokumen yang disampaikan pada proses banding tersebut tidak dapat dipertimbangkan karena selain aspek yuridis, data/dokumen tersebut tidak dapat dinilai kebenaran dan keabsahannya dikarenakan data tersebut tidak pernah sama sekali diperlihatkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) baik pada saat pemeriksaan maupun pada proses keberatan;
    8. Bahwa dalam persidangan Majelis memutuskan untuk mempertimbangkan data/ dokumen yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berupa dokumen/bukti arus uang dan arus barang yang menjadi dasar Majelis untuk membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
    9. Bahwa dalam putusannya Majelis sama sekali tidak mempertimbangkan itikad baik Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang telah melakukan prosedur pemeriksaan dengan disampaikannya Surat Permintaan Data/Dokumen, dalam mengambil putusannya Majelis Hakim hanya mempertimbangkan data-data maupun dokumen yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang mana data/dokumen terkait koreksi Harga Pokok Penjualan tersebut tidak diberikan pada saat pemeriksaan maupun keberatan sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat melakukan penelitian lebih lanjut;
    10. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat atas pertimbangan Majelis tersebut disamping dapat dinyatakan bahwa Majelis tidak mendukung adanya kepastian hukum, karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bebas memberikan data kapan pun juga, dapat juga dinyatakan Majelis tidak mengajarkan kepada masyarakat untuk tunduk pada peraturan/ketentuan yang berlaku;
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa keputusan Majelis Hakim yang mengabulkan permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berkaitan dengan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Dasar Pajak tidak sesuai dengan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, oleh karena itu atas sengketa ini Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
  1. Koreksi Pajak Masukan Rp1.566.000,00
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam Putusan a quo. Bahwa dari pertimbangan hukum Majelis Hakim tersebut jelas terlihat bahwa Majelis Hakim tidak cermat dan terbukti telah mengabaikan ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak dengan mengabaikan bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada di dalam persidangan. Hal ini dapat terlihat pada pertimbangan Majelis Hakim pada :
      Halaman 44 :
      bahwa jika memperhatikan ketentuan yang ada dalam Pasal 9 ayat (5) dan ayat (6) serta ketentuan Pasal 16B ayat (3) UU PPN, Majelis berpendapat bahwa pengkreditan PM tidak dikaitkan dengan produk yang dihasilkan melainkan dikaitkan dengan penyerahannya;
      bahwa terkait penafsiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 atas Pajak Masukan sebesar Rp1.566.000,00 yaitu atas pembelian Smart 486 AS (obat-obatan atau sejenis herbisida) terkait Produk atu hasil dari pohon/kebun sawit berupa Tandan Buah Segar (TBS) ya