Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-69398/PP/M.IIA/36/2016

Kategori : PPh Pasal 26

bahwa yang menjadi sengketa dalam perkara banding ini adalah koreksi Pajak Penghasilan Final Pasal 23/26 Masa Pajak April 2009 yang Terutang sebesar Rp18.092.624,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-69398/PP/M.IIA/36/2016

Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26 Final
     
Tahun Pajak : 2009
     
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi sengketa dalam perkara banding ini adalah koreksi Pajak Penghasilan Final Pasal 23/26 Masa Pajak April 2009 yang Terutang sebesar Rp18.092.624,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
     
     
Menurut Terbanding : bahwa terdapat perbedaan antara Pemohon Banding dengan Terbanding dalam penghitungan koreksi PPh Pasal 26 Terutang Masa Pajak April 2009 sebesar Rp18.092.624,00 dikarenakan adanya perbedaan pengenaan tarif PPh Pasal 26 terkait dengan pembayaran bunga pinjaman kepada Bank ZZZ cabang Singapura dan XXX, N.A Singapura, dimana Terbanding menetapkan tarif PPh Pasal 26 yang terutang sebesar 20% dengan jumlah PPh terutang sebesar Rp36.185.247,00 sedangkan Pemohon Banding mengenakan tarif sebesar 10% berdasarkan Tax Treaty dengan jumlah PPh terutang sebesar Rp18.092.624,00;
     
Menurut Pemohon : bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding atas penetapan PPh Pasal 26 terutang sebesar Rp36.185.247,00 dengan menggunakan tarif sebesar 20% sehubungan dengan adanya pembayaran bunga pinjaman kepada Bank ZZZ dan XXX, N.A Singapura. Menurut Pemohon Banding objek PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga kepada Bank ZZZ dan XXX, N.A Singapura sebesar Rp180.926.236,00 seharusnya dikenakan tarif sebesar 10% sehingga PPh Pasal 26 terutang adalah sebesar Rp18.092.624,00 oleh Pemeriksa dikenakan tarif sebesar 20% sehingga terutang PPh Pasal 26 sebesar Rp36.185.247,00;
     
Menurut Majelis : bahwa berdasarkan Laporan Penelitian Keberatan Nomor LAP-85/WPJ.19/2015 tanggal 20 Januari 2015 Peneliti Keberatan menolak Permohonan Keberatan Pemohon Banding dan tetap mempertahankan koreksi PPh Pasal 26 Terutang Masa ajak April 2009 sebesar Rp36.185.247,00 berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor: LAP-00494/WPJ.19/KP.0105/RIK.SIS/2013 tanggal 10 Desember 2013 dikarenakan pada saat pemeriksaan Pemohon Banding sebagai pemotong pajak PPh Pasal 26 tidak dapat menunjukkan asli Surat Keterangan Domisili maka dalam proses keberatan tidak ada dasar bagi Pemohon Banding untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai ketentuan P3B/Taxtreaty;

bahwa yang menjadi sengketa dalam sengketa banding ini adalah koreksi PPh Pasal 26 Terutang Masa Pajak April 2009 sebesar Rp18.092.623,00 dikarenakan adanya perbedaan pengenaan tarif PPh Pasal 26 terkait dengan pembayaran bunga pinjaman kepada Bank ZZZ dan XXX, N.A Singapore, dimana Terbanding menetapkan tarif PPh Pasal 26 yang terutang sebesar 20% dengan jumlah PPh terutang sebesar Rp36.185.247,00 sedangkan Pemohon Banding mengenakan tarif sebesar 10% berdasarkan Tax Treaty dengan jumlah PPh terutang sebesar Rp18.092.624,00;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding atas penetapan PPh Pasal 26 terutang sebesar Rp36.185.247,00 dengan menggunakan tarif sebesar 20% sehubungan dengan adanya pembayaran bunga pinjaman kepada Bank ZZZ dan XXX, N.A Singapore, seharusnya menurut Pemohon Banding dikenakan tarif sebesar 10% sehingga PPh Pasal 26 terutang adalah sebesar Rp18.092.624,00;

bahwa menurut Pemohon Banding pada masa April 2009 membayar bunga pinjaman ke Bank ZZZ dan XXX, N.A Singapore, namun karena tidak mengerti Pemohon Banding tidak memungut dan tidak membayar PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran bunga tersebut dan tidak melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa April 2009;

bahwa Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) mengatur:

Pasal 26 ayat (1)
”Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
  1. dividen;
  2. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
  3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
  5. hadiah dan penghargaan;
  6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya”.

Memori Penjelasan:
Pemotongan pajak berdasarkan ketentuan ini wajib dilakukan oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto. Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongandapat digolongkan dalam:
1) penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium, diskonto, premi swap sehubungan dengan interest swap dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
2) imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan;
3) hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun;
4) pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) pada angka 2 dan angka 3 menegaskan sebagai berikut:
2. penerapan PPh Pasal 26 sesuai dengan P3B dilaksanakan sebagai berikut:
a) Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan foto copy Surat Keterangan Domisili tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar penghasilan terdaftar.
b) Asli Surat Keterangan Domisili tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut.Dalam hal Surat Keterangan Domisili akan digunakan untuk lebih dari satu pembayar penghasilan, maka Wajib Pajak luar negeri dapat menyampaikan foto copy yang telah dilegalisasi Kepala KPP tempat salah satu pihak pembayar penghasilan terdaftar kepada pihak yang membayar penghasilan. Kepala KPP yang melegalisasi foto copy tersebut wajib memegang aslinya.
c) Surat Keterangan Domisili tidak diperlukan bagi bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan yang secara tegas disebut dalam P3B yang bersangkutan. Bagi Bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan tersebut langsung diterapkan ketentuan-ketentuan sesuai dengan P3B yang bersangkutan.

bahwa dalam hal terdapat bank atau lembaga keuangan yang tidak disebutkan secara tegas dalam P3B, tetapi berdasarkan persetujuan Competent Authority Indonesia dan negara treaty partner yang bersangkutan disetujui sebagai badan yang penghasilannya dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26, maka bank atau lembaga keuangan tersebut diperlakukan sama dengan bank atau lembaga keuangan yang secara tegas disebutkan dalam P3B, yaitu tidak diperlukan Surat Keterangan Domisili.

bahwa sesuai dengan ketentuan tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) ditegaskan bahwa asli Surat Keterangan Domisili menjadi dasar bagi pihak yang membayar penghasilan untuk merapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan Negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak Luar Negeri tersebut;

bahwa sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dilaksanakan sebagai berikut:

bahwa Wajib Pajak Luar Negeri (dalam hal ini Bank ZZZ dan XXX NA Cabang Singapore tidak dinyatakan secara khusus dalam P3B Indonesia – Singapore sehingga diwajibkan menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayarkan penghasilan (dalam hal ini Pemohon Banding);
   
bahwa asli SKD tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayarkan penghasilan (dalam hal ini Pemohon Banding) untuk menerapkan pemungutan PPh Pasal 26 sesuai ketentuan dalam tax treaty yang berlaku antara indonesia dengan negara tempat kedudukan (residence) dari wajib pajak luar negeri tersebut;

bahwa pada saat pemeriksaan Pemohon Banding ternyata tidak dapat menunjukkan asli SKD atau lazim disebut Certificate of Domicile kepada Terbanding;

bahwa menurut Majelis oleh karena Pemohon Banding tidak memotong dan menyetor PPh Pasal 26, maka penerapan tarif PPh Pasal 26 sebesar 10% atas pembayaran bunga pinjaman ke Bank ZZZ dan XXX, N.A Singapore oleh Pemohon Banding sesuai “Tax Treaty” tidak dapat dilakukan oleh karena persyaratan administrasi tersebut di atas seharusnya dipenuhi terlebih dahulu pada saat dilaksanakannya pembayaran dalam rangka penerapan sistem pemungutan pajak melalui metode PAYE (Pay As You Earn), sesuai ketentuan dimaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008;

bahwa menurut Majelis data SKD yang disampaikan dalam proses persidangan seharusnya dilegalisir oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemohon Banding terdaftar sebelum dilakukannya pemotongan PPh Pasal 26 oleh pihak yang melakukan pembayaran (dalam hal ini Pemohon Banding);

bahwa menurut pendapat Majelis, Pemohon Banding tidak melaksanakan ketentuan tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan karenanya tidak dapat diterapkan tarif PPh Pasal 26 sebesar 10% sesuai ketentuan P3B/Tax Treaty;

bahwa menurut pendapat Majelis, pengenaan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% atas pembayaran bunga pinjaman Luar Negeri sebesar Rp180.926.236,00 kepada Bank ZZZ dan XXX, N.A Singapore oleh Terbanding telah sesuai dengan ketentuan sehingga banding Pemohon Banding ditolak;
     
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;
     
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;
     
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk menolak banding Pemohon Banding Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Final yang Terutang Masa Pajak April 2009 tetap sesuai dengan keputusan Terbanding;
     
Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
     
Memutuskan : Menyatakan menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-96/WPJ.19/2015 tanggal 20 Januari 2015, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Final Pasal 23/26 Masa Pajak April 2009 Nomor: 00004/245/09/091/13 tanggal 12 Desember 2013, atas nama: XXX;

Demikian diputus di Jakarta pada hari Selasa tanggal 17 November 2015, berdasarkan musyawarah Majelis IIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Drs. ABC, Ak.         
Drs. DEF             
GHI, Ak., MM.         
JKL, SE., MM.   
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Panitera Pengganti,

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2016 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding.