Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1393/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPh Pasal 23

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.65729/PP/M.IA/10/2015, tanggal 16 November 2015 yang telah b


 

PUTUSAN
Nomor 1393/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan banding;
Kesemuanya berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40- 42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-745/PJ./2016 tanggal 26 Februari 2016;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT XXX, beralamat di Desa Negeri Lama – Bilah Hilir, Negeri Lama – Labuhan Ratu, Rantau Prapat, Sumatera Utara dan dengan alamat korespondensi di Jl. M No. YY, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat, 10xxx;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;


Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.65729/PP/M.IA/10/2015, tanggal 16 November 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa berkenaan dengan diterbitkannya Keputusan Terbanding Nomor : KEP-175/WPJ.26/2014 tanggal 17 Juni 2014 sebesar Rp. 29.405.600,- tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 untuk selanjutnya disebut SKPKB PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2009 Nomor : 00007/203/09/116/13 tanggal 08 April 2013 sebesar Rp. 29.405.600,-, yang memutuskan menolak Keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB PPh Pasal 23 Nomor : 00007/203/09/116/13 tanggal 08 April 2013 Masa Pajak Oktober 2009, maka dengan ini perkenankanlah Pemohon Banding mengajukan permohonan banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-175/WPJ.26/2014 tanggal 17 Juni 2014 sebesar Rp. 29.405.600,- berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

KETETAPAN SEMULA
Bahwa dalam Pemeriksaan Pajak oleh KPP Pratama Rantau Prapat terhadap Pemohon Banding, telah diterbitkan SKPKB PPh Pasal 23 Nomor: 00007/203/09/116/13 tanggal 08 April 2013 untuk masa pajak Oktober 2009 dengan perincian yang diuraikan dalam tabel sebagai berikut :

URAIAN SPT - WP SKPKB Koreksi
1. Dasar Pengenaan Pajak : 842.683.816 1.522.761.086 680.077.270
2. PPh Pasal 23 yang terutang 30.689.519 57.892.610 27.303.091
3. Kredit Pajak :
    a. PPh Ditanggung Pemerintah - - -
    b. Setoran masa 30.689.519 30.689.519 -
    c. STP (pokok kurang bayar) - - -
    d Kompensasi kelebihan dari Masa Pajak ............ - 7.334.442 7.334.442
    e Lain-lain - - -
    f Kompensasi kelebihan ke Masa Pajak .............. - - -
    g Jumlah pajak yang dapat dikreditkan 30.689.519 38.023.961 7.334.442
4. Pajak yang tidak/kurang dibayar - 19.868.649 19.868.649
5. Sanksi administrasi :
    a.Bunga Pasal 13 (2) KUP - 9.536.951 9.536.951
    b. Kenaikan Pasal 13 (3) KUP - - -
    c.Bunga Pasal 13 (5) KUP - - -
    d. Kenaikan Pasal 13A KUP - - -
    e.Jumlah Sanksi Administrasi - 9.536.951 9.536.951
6. Jumlah PPh yang masih harus dibayar - 29.405.600 29.405.600

KEPUTUSAN KEBERATAN
Ketentuan Formal

Pengajuan Surat Keberatan
Bahwa Pemohon Banding telah mengajukan Keberatan terhadap SKPKB PPh Pasal 23. tersebut melalui Surat Nomor 0172/TA-HSJ/EXT/VII/13 Tanggal 01 Juli 2013 (lampiran 3), sehingga Pengajuan Keberatan Pemohon Banding sudah memenuhi jangka waktu sebagaimana dipersyaratkan dalam pasal 25 ayat (3) UU No. 6 tahun 1983 sttd UU No. 16 tahun 2009 tentang KUP;

bahwa Terbanding menerbitkan Surat Keputusan Nomor : KEP- 175/WPJ.26/2014 tertanggal 17 Juni 2014 yang menyatakan menolak Keberatan Wajib Pajak dan mempertahankan jumlah pajak yang harus dibayar dalam SKPKB PPh Pasal 23 Nomor : 00007/203/09/116/13 tanggal 08 April 2013 Masa Pajak Oktober 2009;

Ketentuan Materil
Bahwa dasar Keputusan Penolakan Keberatan yang pada intinya mempertahankan koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa;

bahwa dalam proses Keberatan, Terbanding menolak Keberatan Wajib Pajak dan mempertahankan jumlah Pajak yang masih dibayar sesuai dengan perhitungan dalam SKPKB PPh Pasal 23 Nomor: 00007/203/09/116/13 tanggal 08 April 2013;

Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-175/WPJ.26/2014 tertanggal 17 Juni 2014 jumlah Pajak yang masih harus dibayar adalah sebesar Rp. 29.405.600,- dengan perincian sebagai berikut:

Uraian Semula Ditambah/Dikurangi Menjadi
a. Dasar Pengenaan Pajak 1.522.761.086 0 1.522.761.086
b. Pajak Penghasilan (PPh) Terutang 57.892.610 0 57.892.610
c. Kredit Pajak 30.689.519 0 30.689.519
d. Kompensasi Masa Pajak sebelumnya 7.334.442 0 7.334.442
e. PPh Kurang/(Lebih) Bayar 19.868.649 0 19.868.649
f. Sanksi Administrasi 9.536.951 0 9.536.951
g. Jumlah PPh yang masih harus /(lebih) dibayar 29.405.600 0 29.405.600

PERMOHONAN BANDING
Ketentuan Formal
Bahwa sebagai salah satu persyaratan Banding, berdasarkan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor: 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bahwa permohonan Banding dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%, dengan ini Pemohon Banding sampaikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran sebesar Rp.29.405.600,- pada tanggal 08 Mei 2013;

Bahwa banding diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU Pengadilan Pajak;

Bahwa Surat Banding ini diajukan oleh Pemohon Banding kepada Pengadilan Pajak melalui Sekretariat Pengadilan Pajak yang berlokasi di Gedung Sutikno Slamet - Kementerian Keuangan Republik Indonesia - J1. D No. Y, Jakarta Pusat;

Bahwa kemudian surat Banding ini dibuat dalam Bahasa Indonesia.
Untuk itu, permohonan Banding ini telah memenuhi ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU Pengadilan Pajak;

Bahwa banding diajukan dalam jangka waktu 3 bulan (90 hari) sejak tanggal diterima Keputusan yang di Banding sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (2) UU Pengadilan Pajak;

Bahwa Pemohon Banding mengajukan Banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-175/WPJ.26/2014 tertanggal 17 Juni 2014 tentang Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 23 masa pajak Oktober 2009 yang diterima oleh Pemohon Banding pada tanggal 30 Juni 2014;

Bahwa untuk itu, pengajuan permohonan Banding ini masih dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang di Banding, sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 35 ayat (2) LTU Pengadilan Pajak;

Bahwa banding dibuat dalam 1 Surat Banding untuk 1 Keputusan yang diajukan Banding sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UU Pengadilan Pajak;

Bahwa Surat Banding ini diajukan atas 1 (satu) Keputusan Terbanding yaitu Keputusan Nomor: KEP-175/WPJ.26/2014 tertanggal 17 Juni 2014, sehingga memenuhi persyaratan Pasal 36 ayat (1) UU Pengadilan Pajak;

bahwa banding diajukan oleh Pemohon dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dengan mencantumkan tanggal diterima, dan dilampiri salinan dokumen yang di Banding sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (2 dan 3) UU Pengadilan Pajak;

Bahwa Surat Banding ini diajukan oleh Pemohon dengan menyertakan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima Keputusan Terbanding Nomor: KEP-175/WPJ.26/2014 yaitu yang diterima oleh Pemohon Banding pada tanggal 30 Juni 2014. Selain itu, Pemohon juga melampirkan Keputusan yang di Banding yaitu pada lampiran 1 Surat Banding ini;

bahwa berdasarkan uraian di atas, permohonan Banding ini telah memenuhi ketentuan persyaratan formal Pasal 35 dan 36 UU Pengadilan Pajak. Untuk itu, atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-175/WPJ.26/2014 tentang Keberatan terhadap SKPKB PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2009 Nomor: 00007/203/09/116/13 yang diterbitkan tanggal 08 April 2013, dapat diperiksa perkaranya oleh Majelis Hakim yang terhormat;

URAIAN POKOK BANDING
Bahwa Kep Terbanding KEP-175/WPJ.26/2014 tanggal 17 Juni 2014 sebesar Rp.29.405.600,- tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2009 Nomor : 00007/203/09/116/13 tanggal 08 April 2013 sebesar Rp.29.405.600,- yang diterbitkan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Nomor: Prin-01/WPJ.26/KP.0305/2011 tanggal 15 Maret 2011 untuk Masa/Tahun Pajak Januari 2009 s/d Oktober 2009 dengan tujuan Pemeriksaan : Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;

bahwa sengketa Banding Pemohon Banding ajukan dengan uraian sebagai berikut :
Uraian Menurut Kep-175/WPJ.26/2014 Menurut SPT Wajib Pajak Koreksi
a. Dasar Pengenaan Pajak 1.522.761.086 842.683.816 680.077.270
b. Pajak Penghasilan (PPh) Terutang 57.892.610 30.689.519 49.252.018
c. Kredit Pajak 30.689.519 30.689.519 0
d. Kompensasi Masa Pajak sebelumnya 7.334.442 0 7.334.442
e. PPh Kurang/(Lebih) Bayar 19.868.649 0 19.868.649
f. Sanksi Administrasi 9.536.951 0 9.536.951
g. Jumlah PPh yang masih harus /(lebih) dibayar 29.405.600 0 29.405.600

Dasar Koreksi menurut Terbanding
Bahwa dasar dilakukan koreksi oleh Terbanding adalah:
Bahwa berdasarkan Pemeriksaan terhadap Buku Besar, bukti – bukti dan dokumen yang ada terdapat koreksi Objek PPh Pasla 23 yang kemudian sebagian dibatalkan pemeriksa dalam Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir. Terhadap selisih koreksi Objek PPh tersebut Pemeriksa menghitung PPh terutang berdasarkan tarif Pasal 23 ayat (1a) Undang - Undang Nomor 7 tahun 1984 stdtd Undang - Undang Nomor 36 tahun 2008;

Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi PPh pasal 23 sebesar Rp680.077.270 karena bukan merupakan objek PPh Pasal 23;

bahwa untuk menjelaskan bahwa koreksi Pemeriksa tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23, dengan ini lampirkan rekapan tersendiri beserta dokumen pendukung lainnya sebagai dasar pembuktiannya

KESIMPULAN
Bahwa berdasarkan uraian Banding Pemohon Banding tersebut di atas terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-175/WPJ.26/2014 tertanggal 17 Juni 2014 tersebut, maka menurut Pemohon Banding jumlah perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 masa pajak Oktober 2009 seharusnya adalah sebagai berikut

URAIAN MENURUT PEMOHON BANDING
1. Dasar Pengenaan Pajak : 842.683.816
2. PPh Pasal 23 yang terutang 30.689.519
3. Kredit Pajak :
    a.PPh Ditanggung Pemerintah -
    b. Setoran masa 30.689.519
    c.STP (pokok kurang bayar) -
    d. Kompensasi kelebihan dari Masa Pajak -
    e.Lain-lain -
    f. Kompensasi kelebihan ke Masa Pajak ............ -
    g. Jumlah pajak yang dapat dikreditkan 30.689.519
4. Pajak yang tidak/kurang dibayar -
5. Sanksi administrasi :
    a. Bunga Pasal 13 (2) KUP -
    b. Kenaikan Pasa] 13 (3) KUP -
    c. Bunga Pasal 13 (5) KUP -
    d. Kenaikan Pasal 13A KUP -
    e. Jumlah Sanksi Administrasi -
6. Jumlah PPh yang masih harus dibayar -

PENUTUP
Bahwa besar harapan Pemohon Banding agar Majelis Hakim dapat mempertimbangkan permohonan Banding ini seperti yang telah Pemohon Banding uraikan di atas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemohon Banding mohon untuk diundang menghadiri Sidang agar dapat memberikan penjelasan kepada Majelis Hakim;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.65729/PP/M.IA/10/2015, tanggal 16 November 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan Sebagian banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-175/WPJ.26/2014 tanggal 17 Juni 2014, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2009 Nomor: 00007/203/09/116/13 tanggal 08 April 2013, atas nama : PT XXX, NPWP: 01.003.xxxx, Jenis Usaha: Pengolahan Kelapa Sawit, beralamat di Desa Negeri Lama – Bilah Hilir, Negeri Lama – Labuhan Ratu, Rantau Prapat, Sumatera Utara , sehingga perhitungan PPh Pasal 23 masa Oktober 2009 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak Rp 984.872.826,00
PPh Pasal 23 terutang Rp   19.697.456,00
Kredit Pajak Rp   30.689.519,00
PPh Lebih dibayar Rp   10.992.063,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.65729/PP/M.IA/10/2015, tanggal 16 November 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 21 Desember 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-745/PJ./2016 tanggal 26 Februari 2016, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 11 Maret 2016, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 11 Maret 2016;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 14 Februari 2017, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 08 Maret 2017;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 65729/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015 telah dibuat dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan dasar yuridis serta fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan mengabaikan hukum pembuktian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengadilan Pajak sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 65729/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undangundang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak):
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan
    Kembali
    1. Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 65729/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015 , atas nama: PT XXX (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 14 Desember 2015 dan diterima pada tanggal 23 Desember 2015 sesuai dengan bukti tanda terima dari TPST dengan Nomor Dokumen : 201512230144.
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 65729/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015 ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah :
    Koreksi DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp680.077.270,00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 65729/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan tidak tepat sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut :
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
      Halaman 22 - 23:
      bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian terhadap bukti-bukti yang diserahkan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut:
      bahwa pada saat proses keberatan, Terbanding secara tertulis telah meminta kepada Pemohon Banding untuk memberikan data dan buktibukti yang terkait dengan sengketa keberatan yang diajukan oleh Pemohon Banding (melalui Surat Nomor:S-135/WPJ.26/BD.0603/2013 tanggal 29 Juli 2013, dan surat Nomor S-147/WPJ.26/BD.0603/2013 tanggal 28 Agustus 2013) ;
      bahwa Pemohon Banding telah memenuhi permintaan data dan bukti yang diminta oleh Terbanding, namun data dan dokumen serta bukti yang diberikan oleh Pemohon Banding tidak dipertimbangkan oleh Terbanding dalam proses keberatan;
      bahwa Majelis berpendapat atas tidak dipertimbangkannya dokumen dan bukti yang diberikan oleh Pemohon Banding dalam proses keberatan (atas permintaan Terbanding sendiri) merupakan praktek pelayanan oleh birokrasi yang menyimpang dari asas-asas pemerintahan yang baik;
      bahwa berdasarkan bukti-bukti yang diserahkan oleh Pemohon Banding dalam persidangan atas koreksi DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp680.077.270,00 Majelis berpendapat sebagai berikut:
      • bahwa transaksi sebesar Rp537.888.260,00 merupakan Objek PPh Pasal 23, namun telah dilakukan pemotongan/pemungutan dan pelaporang PPh Pasal 23;
      • bahwa biaya sebesar Rpl42.189.010,00 menurut Terbanding merupakan Objek PPh Pasal 23, sedangkan Pemohon Banding tidak dapat membuktikan sebaliknya;
      bahwa berdasarkan memory penjelasan pasal 29 Ayat (2) UU KUP, antara lain dinyatakan: Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ";
      bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas DPP PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2009 sebesar Rp680.077.270,00, koresi sebesar Rp142.189.010,00 adalah sudah tepat, sedangkan koreksi sebesar Rp537.888.260,00 harus dibatalkan;
    2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 65729/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia.
    3. Bahwa ketentuan perpajakan yang terkait dengan sengketa a quo, dapat dijelaskan sebagai berikut:
      1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut dengan UU PPh) yang menyatakan :
      Pasal 23 ayat 1 huruf (c)
      (1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
      1. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas :
        1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
        2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
      (2) Besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
      1.  Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-70/PJ/2007 tanggal 9 April 2007 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.
      2. Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya disebut dengan UU KUP Tahun 2007) yang menyatakan :
        Pasal 26A ayat (4)
        “Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;”
        Pasal 29 ayat (1)
        “Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
        Pasal 29 ayat (3) huruf a
        “Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
        1. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak”;
      3. Bahwa berdasarkan ketentuan UU Pengadilan Pajak yang menyatakan :
        Pasal 76 :
        “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
        Pasal 78 :
        “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
        Penjelasan Pasal 78 :
        “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
    4. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 65729/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya data dan fakta-fakta sebagai berikut :
      a)  bahwa dalam proses Pemeriksaan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah melakukan permintaan data/bukti/dokumen sebagai berikut:
      • Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sesuai dengan surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Rantau Prapat Nomor S-59/WPJ.26/KP.0300/2011 tanggal 21 Maret 2011;
      • Peringatan I sesuai dengan surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Rantau Prapat Nomor S-112/WPJ.26/KP.0300/2011 tanggal 31 Mei 2011;
      b) bahwa berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen dari KPP Pratama Rantau Prapat tanggal 18 Febuari 2012 diketahui bahwa sebagian buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen Nomor S-59/WPJ.26/KP.0300/2011 tanggal 21 Maret 2011 dan Surat Peringatan I Nomor S-112/WPJ.26/KP.0300/2011 tanggal 31 Mei 2011 tersebut, tidak dipenuhi seluruh peminjamannya (dipenuhi sebagian) oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada tim Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Pajak. Buku, Catatan, dan Dokumen yang tidak dapat dipenuhi tersebut adalah Voucher dan Bukti Pendukung tiap transaksi, Laporan Penerimaan TBS baik dari kebun sendiri maupun dari pihak lain berikut nota timbang,dan fotokopi Surat Kepemilikan Aktiva;
      c) bahwa dalam proses penyelesaian keberatan, terhadap Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah dilakukan Permintaan Buku, Catatan, Data dan Informasi sesuai Surat Nomor S-135/WPJ.26/BD.0603/2013 tanggal 29 Juli 2013, dan permintaan kedua Nomor S-147/WPJ.26/BD.0603/2013 tanggal 28 Agustus 2013.
      Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan sebagian data yang diminta, termasuk yang diberikan adalah voucher/bukti transaksi yang pada pemeriksaan tidak diberikan. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah menerbitkan Berita Acara Pemenuhan Sebagian Permintaan Buku, Catatan, Data dan Informasi serta memproses keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sesuai data yang ada;
      d) bahwa dalam pembahasan sengketa dan klarifikasi perpajakan dengan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), disampaikan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menjadikan biaya sebagai koreksi berdasarkan buku besar / ledger serta dokumen lainnya, namun Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan pembuktian untuk membantah koreksi tersebut melalui penyerahan voucher/bukti/dokumen/keterangan pada saat pemeriksaan maupun pada saat pembahasan;
      e) bahwa pada proses keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memenuhi surat panggilan dalam rangka pembahasan dan klarifikasi sengketa perpajakan meskipun telah mengajukan penundaan waktu dan telah dikirimkan panggilan ke-dua, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tetap tidak dapat menghadiri, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat melakukan pembahasan dan klarifikasi sengketa perpajakan atas koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang menjadi keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      f)  bahwa pada proses keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyerahkan dokumen voucher pembayaran atas tiap transaksi yang mana pada saat pemeriksaan telah diminta oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetapi tidak diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga berdasarkan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara II berpendapat bahwa voucher dan bukti pembayaran atas tiap transaksi yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam proses keberatan tersebut tidak dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
    5. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak setuju dan sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan dalam butir V.I di atas, sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:Put.65729/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015, dengan pertimbangan sebagai berikut:
      5.1.  bahwa koreksi positif DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp680.077.270,00 adalah berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap SPT PPh Pasal 23, Buku Besar, dan dokumen lainnya.
      5.2.  bahwa dari koreksi sebesar Rp680.077.270,00 tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan transaksi sebesar Rp537.888.260,00 memang merupakan objek PPh Pasal 23, namun telah dilakukan pemotongan dan pelaporan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, sedangkan atas sisa koreksi sebesar Rp142.189.010,00 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan alasan/bantahan.
      5.3.  bahwa pada saat pemeriksaan, secara patut dan layak Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah meminta Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk menyerahkan dokumen/bukti/catatan pendukung yakni dengan surat nomor S-59/WPJ.26/KP.0300/2011 tanggal 21 Maret 2011;
      5.4.  bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan seluruh data yang diminta, bahkan voucher dan bukti pendukung tiap transaksi juga tidak diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya memberikan rekapitulasi perhitungan sendiri, dan samasekali tidak didukung dengan source document padahal dokumen tersebut sangat penting untuk dapat dipakai Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam melakukan analisa;
      5.5.  bahwa kemudian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengeluarkan Surat Peringatan I nomor S-112/WPJ.26/KP.0300/2011 tanggal 31 Mei 2011 dimana dalam surat tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) meminta dokumen pendukung tiap transaksi, namun sampai dengan closing pemeriksaan, tetap tidak ada source document yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
      5.6.  bahwa pada saat proses keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) juga telah meminta Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk menyerahkan dokumen/bukti/catatan pendukung yakni dengan surat nomor S-135/WPJ.26/BD.0603/2013 tanggal 29 Juli 2013 dan surat permintaan ke II nomor S-147/WPJ.26/BD.0603/2013 tanggal 28 Agustus 2013.
      5.7.  bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyampaikan sebagian data, termasuk di dalamnya adalah voucher / bukti transaksi yang dalam proses pemeriksaan tidak diberikan;
      5.8.  bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat mempertimbangkan dokumen yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), karena dokumen tersebut tidak diserahkan dalam proses pemeriksaan, hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP, sehingga koreksi tetap Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pertahankan.
      5.9. bahwa putusan Majelis Hakim adalah membatalkan sebagian koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), dengan amar pertimbangan sebagai berikut:
      bahwa Majelis berpendapat atas tidak dipertimbangkannya dokumen dan bukti yang diberikan oleh Pemohon Banding dalam proses keberatan (atas permintaan Terbanding sendiri) merupakan praktek pelayanan oleh birokrasi yang menyimpang dari asas-asas pemerintahan yang baik.
      bahwa berdasarkan bukti-bukti yang diserahkan oleh Pemohon Banding dalam persidangan atas koreksi DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp680.077.270,00 Majelis berpendapat sebagai berikut:
      • bahwa Biaya Selisih Kurs atas transaksi Forward sebesar Rp537.888.260,00 bukan merupakan Objek PPh Pasal 23, sehingga tidak ada kewajiban bagi Pemohon banding untuk memungut PPh Pasal 23;
      • bahwa biaya sebesar Rp142.189.010,00 menurut Terbanding merupakan Objek PPh Pasal 23, sedangkan Pemohon Banding tidak dapat membuktikan sebaliknya;
      bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp680.077.270,00 ; koreksi sebesar Rp142.189.010,00 adalah sudah tepat, sedangkan koreksi sebesar Rp537.888.260,00 harus dibatalkan.
      5.10. bahwa atas amar pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan keberatan dan tidak setuju dengan penjelasan sebagai berikut:
      • bahwa terkait dengan penerapan Pasal 26A ayat (4) UU KUP, dapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sampaikan sebagai berikut:
        • bahwa bunyi dari Pasal 26A ayat (4) UU KUP adalah
          sebagai berikut:
          “Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya”.
        • bahwa ketentuan tersebut dibuat dengan itikad dan tujuan yang baik, yakni agar kualitas hasil pemeriksaan menjadi lebih baik lagi, dan produk pemeriksaan benar-benar dihasilkan dari pengujian dokumen-dokumen yang valid.
        • bahwa dengan didasarkan pada itikad dan tujuan yang baik tersebut, maka seharusnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat memberikan dokumen-dokumen pendukung serta pembukuan terkait tahun pajak yang diperiksa, hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (3) UU KUP.
          bahwa Pasal 29 ayat (3) UU KUP menyatakan sebagai berikut:
          “Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
          1. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
          2. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;dan/atau
          3. memberikan keterangan lain yang diperlukan”.
        • bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), karena terbukti Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyampaikan dokumen dan pembukuan pada saat pemeriksaan, maka sudah tepat apabila dokumen-dokumen tersebut tidak dipertimbangkan dalam proses keberatannya.
        • bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), proses keberatan yang menggunakan ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP adalah telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, ini berarti Keputusan Keberatan yang dihasilkan juga telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang ada.
        • bahwa Logemann dalam Buku Pengantar dalam Hukum Indonesia Edisi 3 oleh Ernst Utrecht, Balai Buku Indonesia, 1956, hal 1414 menyatakan bahwa “men mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de juiste uitleg mag gelden” orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undang-undang menjadi tafsiran yang tepat. bahwa dengan demikian dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada Hakim, maka seorang Hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam hukum acara (formele recht) dari pengadilan. Sebagai hukum dan hak asasi, hakim dibatasi menafsirkan atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara. Hal demikian dikarenakan fungsi dari hukum acara (formele recht, adjective law) adalah untuk mempertahankan hukum materiil (materiele recht, substantive law).
        • bahwa secara formal, aturan mengenai tidak dapat digunakannya data pada proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan telah jelas aturannya dalam Pasal 26A ayat (4) UU KUP, aturan ini mengikat fiskus dalam melaksanakan tugasnya, namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut dengan alasan azas material.
        • bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
      • bahwa dalam proses persidangan, Majelis Hakim mengakomodir/menerima dokumen-dokumen yang tidak diserahkan dalam proses pemeriksaan, dimana menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) hal yang Majelis Hakim lakukan tersebut dapat menjadi preseden yang buruk bagi penegakan hukum (khususnya hukum perpajakan) di Indonesia, karena seharusnya Majelis Hakim mempertimbangkan argumen dan alasan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) kenapa menerapkan ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP.
      bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), seharusnya Majelis Hakim menolak permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), karena faktanya dokumen-dokumen yang diserahkan di Pengadilan Pajak terbukti tidak diserahkan dalam proses pemeriksaan;
    6. Bahwa dengan dipertimbangkannya pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat keberatan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak pada saat persidangan akan menjadi preseden buruk bagi penerapan peraturan perpajakan yang berlaku dan bagi keadilan untuk negara dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan Wajib Pajak lain yang telah memenuhi prosedur pemeriksaan dengan benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
    7. Bahwa sebagai bahan pertimbangan dalam memutus sengketa, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sampaikan aspek yuridis dalam sistem hukum di Indonesia, yang seharusnya menjadi basis atau dasar dalam penegakan hukum, sebagai berikut :
      1. Logemann dalam Buku Pengantar dalam Hukum Indonesia Edisi 3 oleh Ernst Utrecht, Balai Buku Indonesia, 1956, pada halaman 1414 menyatakan bahwa “men mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de juiste uitleg mag gelden”, dimana dapat diartikan bahwa orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undangundang menjadi tafsiran yang tepat; Maka dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada hakim, seorang hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam hukum acara (formele recht) dari pengadilan. Sebagai hukum dan hak asasi, hakim dibatasi menafsirkan atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara. Hal demikian dikarenakan fungsi dari hukum acara (formele recht, adjective law) adalah untuk mempertahankan hukum materiil (materiele recht, substantive law);
      2. Bahwa dalam sistem perpajakan di Indonesia, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 16 Tahun 2009 merupakan hukum formal atau hukum acara (formele recht, adjective law) yang mengatur tata cara pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak. Bahwa secara formal, aturan mengenai tidak dapat digunakannya data pada proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan telah jelas aturannya dalam Pasal 26A Ayat (4) UU KUP Tahun 2007, aturan ini mengikat fiskus dalam melaksanakan tugasnya namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut dengan alasan azas material.
      3. Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan;
    8. Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Majelis tidak cermat dalam memutus sengketa karena tidak mempertimbangkan alasan-alasan Pemohon Peninjauan kembali (semula Terbanding) yang melandasi pengambilan keputusan keberatan;
    9. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) a quo, adalah nyata-nyata tidak tepat dan keliru karena tidak sesuai dengan data, fakta dan dokumen yang terungkap di persidangan banding;
    10. Bahwa meskipun Majelis Hakim memiliki kewenangan untuk menentukan kekuatan pembuktian dan alat bukti yang digunakan, akan tetapi dalam sengketa ini Majelis Hakim nyata-nyata mengabaikan ketentuan yuridis formal terkait penyelesaian keberatan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian Putusan Majelis yang tidak mempertahankan koreksi atas sengketa a quo tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan upaya hukum luar biasa dengan mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
    11. Bahwa dengan demikian, amar putusan Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus sengketa mengenai koreksi a quo adalah tidak tepat karena amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.65729/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding dan juga melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku karena nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 26A ayat (4) dan Pasal 29 ayat (3) huruf a UU KUP Tahun 2007, sehingga telah terbukti secara nyatanyata melanggar Pasal 91 huruf e UU Pengadilan Pajak dan Penjelasannya dan oleh karena itu atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 65729/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015 tersebut harus dibatalkan;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-175/WPJ.26/2014 tanggal 17 Juni 2014 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2009 Nomor : 00007/203/09/116/13 tanggal 08 April 2013 atas nama Pemohon Banding, NPWP : 01.003.217.5-116.001, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp10.992.063,00;
adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp680.077.270,00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo biaya selisih kurs atas transaksi forward bukan objek PPh Pasal 23, sehingga tidak ada kewajiban pembayaran pajak bagi Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 7 September 2017, oleh Dr. CCC, S.H., M.Hum, Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. AAA, S.H., M.S. dan Dr. BBB, S.H., M.Hum Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.IP., S.H., M.Hum., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd.
Dr. AAA, S.H., M.S.

ttd.
Dr. BBB, S.H., M.Hum

Ketua Majelis,

ttd.
Dr. CCC, S.H., M.Hum
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd.
DDD, S.IP., S.H., M.Hum.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx