Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 1325/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan kembali, Sub Direktorat Peninjauan
Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-3466/PJ/2015 tanggal 8 Oktober 2015;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT. AAA, tempat kedudukan di Blok A II Nomor XX, QQQ, WWW, Purwakarta;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.62024/PP/M.IA/12/2015, tanggal 15 Juni 2016 yang telah berkekuatan
hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali
dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding
Nomor : KEP-1707/WPJ.09/BD.06/2013 tanggal 4 November 2013 tentang
keberatan Wajib Pajak atas SKPKB Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor :
00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012 Tahun Pajak Januari sampai
dengan Desember 2010 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 9
Nopember 2013;
Latar Belakang;
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
bahwa berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Nomor :
00617/WPJ.07/KP.0305/ RIK.SIS/2011 tanggal 7 November 2011 Terbanding
melakukan pemeriksaan pajak terhadap Pemohon Banding untuk tahun pajak
2010. Sebagai hasil dari pemeriksaan pajak tersebut DJP menerbitkan
SKPKB PPh Pasal 23 Nomor 00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012
Tahun Pajak Januari s.d. Desember 2010, dengan perincian sebagai berikut
No. |
Uraian |
Jumlah
Rupiah Menurut |
Wajib
Pajak |
Fiskus |
Pembahasan
Akhir
(Disetujui) |
1 |
Penghasilan Kena
Pajak/Dasar Pengenaaan Pajak |
4.576.224.045 |
8.010.598.598 |
4.576.224.045 |
2 |
PPh Pasal 23 yang
terutang |
91.588.481 |
160.275.973 |
91.588.481 |
3 |
Kredit Pajak |
|
|
|
|
a. PPh Ditanggung
Pemerintah |
0 |
0 |
0 |
|
b. Setoran masa |
91.588.481 |
91.588.481 |
91.588.481 |
|
c. STP (pokok
kurang bayar) |
0 |
0 |
0 |
|
d Kompensasi
kelebihan dari Masa Pajak |
0 |
0 |
0 |
|
e. Lain-lain |
0 |
0 |
0 |
|
f Kompensasi
kelebihan ke Masa Pajak |
0 |
0 |
0 |
|
g. Jumlah
(a+b-b+c+d-e+f) |
91.588.481 |
91.588.481 |
91.588.481 |
4 |
PPN yang kurang
dibayar (2-3.g) |
0 |
68.687.492 |
0 |
5 |
Sanksi Administrasi |
|
|
|
|
a. Bunga Pasal 13
(2) KUP |
|
26.101.247 |
0 |
|
b. Kenaikan Pasal
13 (3) KUP |
|
0 |
0 |
|
c. Bunga Pasal 13
(5) KUP |
|
0 |
0 |
|
d. Kenaikan Pasal
13A KUP |
|
0 |
0 |
|
e. Jumlah (a +b +c
+ d ± e ) |
|
26.101.247 |
0 |
6 |
Jumlah PPh yang
masih harus dibayar (4 + 5.e) |
0 |
94.788.739 |
0 |
Keberatan Pemohon Banding;
bahwa atas penerbitan SKPKB tersebut Pemohon Banding mengajukan
permohonan Keberatan melalui surat No. 035/ACT/XI/12 tanggal 6 November
2012. Atas permohonan Keberatan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak
menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-1707/WPJ.09/BD.06/2013 tanggal 4 November 2013 yang menolak
permohonan keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam SKPKB PPh Pasal 23 Nomor
00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012 Tahun Pajak Januari s.d.
Desember 2010 dengan perincian sebagai berikut:
Uraian |
Semula
(Rp) |
Ditambah/
(Dikurangi)
(Rp) |
Menjadi
(Rp) |
Dasar
Pengenaan Pajak |
8.010.598.598 |
- |
8.010.598.598 |
PPh
Terutang |
160.275.973 |
- |
160.275.973 |
Kredit
Pajak |
91.588.481 |
- |
91.588.481 |
Kompensasi
Masa Pajak Sebelumnya |
- |
- |
- |
PPh
Kurang (Lebih) Bayar |
68.687.492 |
- |
68.687.492 |
Sanksi
Administrasi |
26.101.247 |
- |
26.101.247 |
Jumlah
PPh yang masih harus dibayar |
94.788.739 |
- |
94.788.739 |
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan Keputusan Terbanding
Nomor:KEP-1707/WPJ.09/BD.06/2013 tanggal 4 November 2013 tersebut dan
dengan ini Pemohon Banding mengajukan banding dengan alasan dan
penjelasan sebagai berikut:
Koreksi Pajak Penghasilan;
No |
Pos-pos
yang dikoreksi |
Cfm
SPT/WP |
Cfm
Pemeriksa |
Koreksi |
1. |
Obyek PPh Pasal 23 |
4.576.224.045 |
8.010.598.598 |
3.434.374.553 |
Koreksi Obyek PPh Pasal 23;
Bahwa Koreksi Obyek PPh Pasal 23 Tahun Pajak Januari s.d. Desember 2010
sebesar Rp3.434.374.553, menurut Pemeriksa merupakan Jasa Maklon yang
belum diperhitungkan oleh Pemohon Banding sebagai obyek PPh Pasal 23;
Banding Pemohon Banding:
- Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan seluruh koreksi
Pemeriksa atas Objek PPh Pasal 23 sebesar Rp3.434.374.553,00 tersebut
karena Pemohon Banding telah melakukan pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajaknya atas seluruh Objek PPh Pasal 23;
- Bahwa atas pembayaran jasa maklon kepada PT. BBB dan PT.
CCC
telah dilakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 oleh
Pemohon Banding;
- Sedangkan jumlah koreksi obyek PPh Pasal 23 sebesar
Rp3.434.374.553 merupakan pembayaran atas pembelian material (cat)
sehingga bukan merupakan obyek PPh Pasal 23;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-62024/PP/M.IA/12/2015, tanggal 15 Juni 2015 yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1707/WPJ.09/BD.06/ 2013 tanggal 4
November 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2010
Nomor : 00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012, atas nama: PT. AAA,
NPWP : 0X.XXX.XXX.X-X0X.00X, beralamat di Blok A II No. XX, QQQ, WWW,
Purwakarta, sehinggga perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak
Januari sd Desember 2010 menjadi sebagai berikut :
Penghasilan Kena
Pajak/ DPP |
Rp
4.576.224.045,00 |
Pajak Penghasilan
Terutang |
Rp
91.588.481,00 |
Kredit Pajak |
Rp
91.588.481,00 |
PPN yang
kurang/(lebih) dibayar |
Rp
0,00 |
Sanksi Administrasi
: |
|
- Bunga Pasal 13
ayat (2) Undang-undang KUP |
Rp
0,00 |
Jumlah PPh yang
masih harus/(lebih) Dibayar |
Rp
0,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-62024/PP/M.IA/12/2015,
tanggal 15 Juni 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali
pada tanggal 28 Juli 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan
Kembali, dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus
Nomor SKU-3466/PJ/2015 tanggal 8 Oktober 2015 diajukan permohonan
peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
pada tanggal 16 Oktober 2015, dengan disertai alasanalasannya yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 16
Oktober 2015;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 1 November
2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban
sebagaimana ternyata dalam surat Keterangan Wakil Panitera Pengadilan
Pajak Nomor TKM-96/PAN.Wk/2016 tanggal 1 Maret 2017;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. |
Tentang
Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca,
memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor :
Put.62024/PP/M.IA/12/2015 tanggal 15 Juni 2015, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut,
karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta
hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau
setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti
maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya,
sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah
digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang
nyatanyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra
legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku,
dengan penjelasan sebagai berikut :
1. |
Bahwa
pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan
kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo halaman 12,
berbunyi sebagai berikut:
Bahwa koreksi Terbanding atas DPP PPh Pasal 23 Masa Januari - Desember
2010 sebesar Rp3.434.374.553,00 didasarkan hasil ekualisasi antara DPP
PPh Pasal 23 yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23 oleh
Pemohon Banding dengan akun biaya-biaya yang terdapat dalam SPT PPh
Badan dengan perhitungan sebagai berikut:
-
Jumlah Biaya
- DPP PPh Pasal 23 menurut SPT
Selisih |
:
Rp 8.010.598.598,00
: Rp
4.576.224.045.00
: Rp 3.434.374.553,00 |
Bahwa selisih sebesar Rp3.434.374.553,00 tersebut oleh Terbanding
dinyatakan sebagai Obyek PPh Pasal 23 yang belum dipungut dan
disetorkan oleh Pemohon Banding;
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian terhadap buktibukti
yang diserahkan oleh Pemohon Banding dalam persidangan, Majelis
berpendapat bahwa jumlah sebesar Rp3.434,374.553,00 merupakan pembelian
cat (material), yang dicatat oleh Pemohon Banding dalam akun biaya
makloon;
Bahwa berdasarkan hal tersebut Majelis berpendapat pembelian cat
(material) bukan merupakan Obyek yang harus dipungut pajak PPh Pasal 23
UU Pajak Penghasilan;
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis berkesimpulan koreksi
Terbanding atas DPP PPh Pasal 23 Masa Januari - Desember 2010 sebesar
Rp3.434.374.553,00 adalah tidak tepat sehingga harus dibatalkan; |
2. |
Bahwa
ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan
Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
2.1. |
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, antara lain mengatur :
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan para saksi;
d. pengakuan para pihak; dan/atau
e. pengetahuan Hakim;
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim; |
1.2. |
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) :
Pasal 23 ayat (1) huruf c:
Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan bentuk apapun
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan,bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua
persen) dari jumlah bruto atas:
- sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
- imbalan sehubungan dengan jasa teknik,
jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa
yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal
21;
|
2.3. |
Peraturan
Menteri Keuangan nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kalidiubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008; |
2.4. |
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-53/PJ./2009 tentang Jumlah
Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Angka 2
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008:
Angka 1:
Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak
Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen)
dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
Angka 2:
Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1
adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, tidak termasuk :
b. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
Angka 5:
Untuk memberikan kejelasan, contoh penerapan jumlah bruto dalam
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebagaimana terdapat
dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini;
Lampiran (contoh nomor 4):
PT. DDD mengikat kontrak dengan PT. EEE untuk pembuatan seragam kantor
PT. DDD berdasarkan model dan spesifikasi yang telah ditentukan oleh
PT. DDD. Dalam kontrak disepakati bahwa PT. DDD akan menyediakan bahan
baku utama berupa kain dan PT. EEE akan menyediakan bahan tambahan.
Imbalan yang disepakati atas kontrak tersebut adalah sebesar Rp
25.000.000,00 tidak termasuk biaya bahan tambahan. PT. EEE mengeluarkan
biaya sebesar Rp5.000.000,00 untuk bahan tambahan;
a. |
Rincian
tagihan PT. EEE kepada PT. DDD :
Biaya untuk bahan tambahan ... .Rp 5.000.000,00;
Imbalan Jasa maklon................. Rp 25.000.000,00; |
b. |
Atas
pembayaran yang dilakukan PT. DDD kepada PT. EEE dipotong PPh Pasal 23
oleh PT. Terang sebesar : 2% x Rp25.000.000,00 = Rp500.000,00; |
c. |
Dalam
hal tidak ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jumlah
bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebeasr Rp
30.000.000,00 sehingga PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT. DDD
atas pembayaran kepada PT. EEE adalah sebesar :2% x Rp30.000.000,00 =
Rp600.000,00 ; |
|
|
3. |
Bahwa
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan
berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak
sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.62024/PP/M.IA/12/2015 tanggal 15 Juni 2015 serta berdasarkan
penelitian atas dokumendokumen milik Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap
pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan
Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan
sebagai berikut:
3.1.
|
Yang
menjadi pokok sengketa adalah adanya koreksi positif Pemohon Peninjauan
Kembali atas DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp3.434.374.553,00 yaitu atas
jasa maklon yang belum diperhitungkan Termohon Peninjauan Kembali
sebagai objek PPh Pasal 23. Termohon Peninjauan Kembali menyanggah
temuan Pemohon Peninjauan Kembali tersebut, dengan alasan bahwa atas
pembayaran jasa maklon kepada PT. BBB dan PT. CCC telah dilakukan
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 oleh Termohon
Peninjauan Kembali, sedangkan atas jumlah koreksi objek PPh Pasal 23
sebesar Rp3.434.374.553,00 tersebut merupakan pembayaran atas pembelian
material (cat)sehingga bukan merupakan objek PPh Pasal 23; |
3.2. |
Pemohon
Peninjauan Kembali mendapatkan akun atas biaya maklon tersebut
bersumber dari Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali, dimana
dasar perhitunganuntuk PPh Pasal 23 adalah sebesar Rp8.010.598.598,00; |
3.3. |
Dalam
proses pemeriksaan dan keberatan, Termohon Peninjauan Kembali
menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali memaklonkan pekerjaan atas
pengecatan spare part kepada PT. BBB dan PT. CCC;
Namun, atas alasan Termohon Peninjauan Kembali bahwa terdapat pembelian
bahan baku berupa cat yang diserahkan kepada penyedia jasa maklon, baik
pada saat pemeriksaan maupun dalam proses keberatan, Termohon
Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan transaksi tersebut;
Oleh karena Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan atas
transaksi pembelian cat tersebut, sesuai dengan SE-53/PJ./2009 dan
lampirannya, maka jumlah bruto untuk menentukan dasar pengenaan PPh
Pasal 23 adalah sesuai dengan perhitungan biaya maklon Termohon
Peninjauan Kembali (Laporan Keuangan) sebesar Rp8.010.598.598,00;
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atas temuan Pemohon Peninjauan
Kembali tersebut, yang berasal dari akun biaya maklon yang bersumber
dari Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali, Termohon Peninjauan
Kembali tidak dapat membuktikan sanggahannya; |
3.4. |
Dalam
proses sidang banding, Majelis Hakim juga telah meminta Termohon
Peninjauan Kembali untuk membuktikan alasan bandingnya, yaitu bukti
pembelian material (cat). Namun hingga proses persidangan terakhir
(sidang dicukupkan tanggal 13 April 2015), Termohon Peninjauan Kembali
tidak pernah memberikan bukti tersebut. Adapun persidangan dilakukan
sebanyak 10 (sepuluh kali). Sedangkan Majelis Hakim meminta Termohon
Peninjauan Kembali untuk memberikan bukti pembelian material (cat)
tersebut, sejak persidangan ke-3 (20 Oktober 2014);
Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa waktu yang diberikan oleh
Majelis Hakim tersebut (hampir 6 bulan penuh) sudah sangat lebih dari
cukup;
Adapun kronologis sidang banding tersebut adalah sebagai berikut:
- Sidang ke-1: pemeriksaan formal pengajuan
banding;
- Sidang ke-2: penyampaian matrik sengketa;
- Sidang ke-3: Majelis Hakim meminta
Termohon
Peninjauan Kembali menyerahkan bukti-bukti bahwa atas objek PPh Pasal
23 telah dilakukan pemotongan dan penyetoran dan bukti pembelian
material (cat) pada persidangan selanjutnya;
- Sidang ke-4: Termohon Peninjauan Kembali
tidak menghadiri persidangan;
- Sidang ke-5: Termohon Peninjauan Kembali
tidak menghadiri persidangan;
- Sidang ke-6: Termohon Peninjauan Kembali
menjelaskan bahwa Termohon Peninjauan Kembali akan menyiapkan dokumen
pendukung terkait koreksi Pemohon Peninjauan Kembali;
- Sidang ke-7: Termohon Peninjauan Kembali
tidak hadir di persidangan;
- Sidang ke-8: Termohon Peninjauan Kembali
tidak hadir di persidangan;
- Sidang ke-9: Termohon Peninjauan Kembali
menjelaskan bahwa belum ada bukti/dokumen pendukung yang akan
diserahkan;
- Sidang ke-10: Termohon Peninjauan Kembali
menjelaskan bahwa tidak ada lagi dokumen pendukung yang akan diserahkan
kepada Majelis Hakim danPemohon Peninjauan Kembali;
Sidang dinyatakan cukup;
Berdasarkan kronologis sidang banding di atas, dapat disimpulkan juga
bahwa Termohon Peninjauan Kembali sering tidak hadir di persidangan
tanpa alasan yang jelas, dan terkesan mencoba mengulur-ulur waktu, yang
pada akhirnya tetap saja tanpa hasil sama sekali (tanpa penyampaian
data dan atau dokumen sama sekali). Hal tersebut juga mengesankan bahwa
Termohon Peninjauan Kembali tidak beritikad baik untuk memenuhi beban
pembuktian yang telah dibebankan oleh Majelis Hakim kepada Termohon
Peninjauan Kembali;
Dengan demikian, Termohon Peninjauan Kembali tidak mengindahkan amanat
ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan penjelasannya, serta Pasal 76 dan
penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak; |
3.5. |
Setelah
sidang dinyatakan cukup oleh Majelis Hakim, dengan hasil tanpa
pembuktian sama sekali dari Termohon Peninjauan Kembali padahal Majelis
Hakim telah membebankan pembuktian tersebut kepada Termohon Peninjauan
Kembali, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutus perkara a quo dengan
putusan mengabulkanseluruhnya banding Termohon Peninjauan Kembali; |
3.6. |
Terkait
uraian pada butir 1 s.d. 5 di atas Pemohon Peninjauan Kembali
berpendapat sebagai berikut:
a. |
Pada
intinya yang menjadi pokok sengketa ini adalah pembuktian atas
alasan Termohon Peninjauan Kembali yang menyatakan bahwa atas koreksi
objek PPh Pasal 23 sebesar Rp3.434.374.553,00 tersebut merupakan
pembayaran atas pembelian material (cat) sehingga bukan merupakan objek
PPh Pasal 23; |
b. |
Keputusan
Majelis Hakim yang telah menunjuk
Termohon Peninjauan Kembali untuk membuktikan transaksi pembelian
material (cat), sudah sangat adil, karena atas hal tersebut Termohon
Peninjauan Kembali berada pada posisi yang lebih mudah untuk
membuktikan dibandingkan dengan posisi Pemohon Peninjauan Kembali,
karena jika benar terdapat transaksi tersebut maka data dan dokumen
transaksi tersebut tentunya ada pada Termohon Peninjauan Kembali. Hal
ini seusai dengan teori keadilan yaitu :
“Beban pembuktian
diletakkan pada pihak yang paling sedikit menanggung beban pembuktian
atau yang paling mudah untuk membuktikan jika disuruh
membuktikan”
(Buku: Peradilan Pajak Sebagai Sistem Penyelesaian Sengketa Pajak Di
Indonesia, penulis Dr. SSS, S.E., MSi, halaman 198);
Keputusan
Mejelis Hakim tersebut juga seuai dengan asas pembuktian bebas (vrij
bewijs), yaitu asas yang menentukan bahwa hakimlah yang menetapkan
beban pembuktian, sebagaimana dianut oleh Pengadilan Pajak sesuai
dengan ketentuan penjelasan Pasal 69 ayat (1) serta Pasal 76 dan
penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak; |
c. |
Berdasarkan
hal-hal tersebut, Pemohon
Peninjauan Kembali berpendapat bahwa sudah selayaknya Termohon
Peninjauan Kembali menanggung resiko pembuktian, yaitu:
“Barang
siapa diberi beban untuk membuktikan sesuatu tidak melakukannya akan
menanggung suatu resiko, bahwa beberapa fakta yang mendukung positanya
akan dikesampingkan dan dianggap tidak terbukti, Jadi beban pembuktian
itu menanggung resiko pembuktian” (Buku: Peradilan Pajak
Sebagai Sistem
Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia, penulis Dr. SSS, S.E.,
MSi, halaman 195); |
d. |
Dengan
demikian, keputusan Majelis Hakim yang
memutus perkara a quo dengan putusan mengabulkan seluruhnya banding
Termohon Peninjauan Kembali, bertentangan dengan hasil pembuktian atau
persidangan
itu sendiri. Oleh karena itu, putusan tersebut tidak
sesuai dengan Pasal 78 dan penjelasannya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yaitu:
Pasal 78:
Putusan
Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan,
serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Penjelasan Pasal 78:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan;
e.
Oleh karena itu juga, Pemohon Peninjauan Kembali mempertanyakan apa
yang menjadi dasar bagi Majelis Hakim untuk mengabulkan seluruhnya
banding Termohon Peninjauan Kembali, sedangkan Termohon Peninjauan
Kembali itu sendiri tidak memenuhi sama sekali permintaan Majelis Hakim
untuk membuktikan alasan bandingnya dengan bukti-bukti; |
|
3.7. |
Atas
Putusan Pengadilan Pajak ini diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah
Agung karena putusan Majelis Hakim yang membatalkan koreksi positif
Pemohon Peninjauan Kembali atas DPP PPh Pasal 23 sebesar
Rp3.434.374.553,00 tidak sesuai dengan fakta yaitu bahwa Termohon
Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan alasan bandingnya yang
menyatakan nilai koreksi tersebut merupakan pembayaran atas pembelian
material (cat) sehingga bukan merupakanobjek PPh Pasal 23; |
|
4. |
Bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memiliki kewenangan untuk menentukan
beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan (bersifat aktif),
sehingga sudah seharusnya Majelis hakim Pengadilan Pajak meneliti dan
memberikan pertimbangan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada,
Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga harus mempertimbangkan pendapat
kedua belah pihak (Asas Audio Et Alteram partem) namun dalam sengketa a
quo Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah bersikap tidak berimbang dalam
pembuktian di persidangan, karena tanpa adanya pembuktian yang kuat
(adanya bukti eksternal) atas dalil yang disampaikan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), akan tetapi dalam
putusannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak tetap mengabulkan
bandingTermohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding); |
5. |
Bahwa
berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas
secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan
sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru
serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga
putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena
itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor:Put.62024/PP/M.IA/12/2015
tanggal 15 Juni 2015 harus dibatalkan; |
|
II. |
Bahwa
dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor
Put.62024/PP/M.IA/12/2015 tanggal 15 Juni 2015 yang menyatakan:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1707/WPJ.09/BD.06/2013 tanggal 4
November 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2010
Nomor : 00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012, atas nama: PT. AAA,
NPWP : 0X.XXX.XXX.X-X0X.00X, beralamat di Blok A II No. XX, QQQ, WWW,
Purwakarta, sehinggga perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak
Januari s.d. Desember 2010 menjadi sebagaimana perhitungan tersebut
diatas (pada halaman 2):
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; |
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan
seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Terbanding Nomor KEP-1707/WPJ.09/2013 tanggal 4 November 2013, mengenai
keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak
Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari s/d Desember 2010 Nomor
00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012, atas nama Pemohon Banding,
NPWP 0X.XXX.XXX.X-X0X.001, sehingga pajak yang masih harus dibayar
menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
a. |
Bahwa
alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara
a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 Masa Pajak
Januari – Desember 2010 sebesar Rp3.434.374.553,00; yang
tidak
dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan,
karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan
dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan
Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan
Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti
yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis
Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo telah dilakukan
pemeriksaan dan pengujian serta diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan
Pajak sudah tepat dan benar karena Pemohon Banding telah melakukan
pemotongan, penyetoran serta pelaporannya dalam SPT Masa PPh Pasal 23,
sehingga Majelis Hakim Agung menguatkan atas putusan Pengadilan Pajak a
quo dan oleh karenanya tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku sebagaimana
diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan juncto Pasal 23 Undang-Undang
Pajak Penghasilan; |
b. |
Bahwa
dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang
nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak; |
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan
sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan
Kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 serta peraturan
perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima
ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Kamis, tanggal 31 Agustus 2017 oleh Dr. H. KWZ, S.H., M.Hum.,
Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr.
H.DPN, S.H., M.S., dan Dr. EML, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai
Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis
tersebut dan dibantu oleh RHV, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan
tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis:
ttd.
Dr. H. DPN, S.H., M.S.
ttd.
Dr.
EML, S.H., M.Hum |
Ketua
Majelis,
ttd.
Dr. H. KWZ, S.H., M.Hum. |
|
Panitera Pengganti,
ttd.
RHV, S.H., M.H. |
Biaya-biaya :
1. Meterai ........................................
Rp 6.000,00
2. Redaksi ........................................
Rp 5.000,00
3.
Administrasi ................................. Rp
2.489.000,00
Jumlah .............................................
Rp 2.500.000,00 |
|
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara
H.
CYQ, SH.
NIP. XXXX0XXXXXXX0XX00X
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.