Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1325/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPh Pasal 23

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.62024/PP/M.IA/12/2015, tanggal 15 Juni 2016 yang telah berke


 

PUTUSAN
Nomor 1325/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3466/PJ/2015 tanggal 8 Oktober 2015;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. AAA, tempat kedudukan di Blok A II Nomor XX, QQQ, WWW, Purwakarta;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.62024/PP/M.IA/12/2015, tanggal 15 Juni 2016 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor : KEP-1707/WPJ.09/BD.06/2013 tanggal 4 November 2013 tentang keberatan Wajib Pajak atas SKPKB Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor : 00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012 Tahun Pajak Januari sampai dengan Desember 2010 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 9 Nopember 2013;

Latar Belakang;

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;

bahwa berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Nomor : 00617/WPJ.07/KP.0305/ RIK.SIS/2011 tanggal 7 November 2011 Terbanding melakukan pemeriksaan pajak terhadap Pemohon Banding untuk tahun pajak 2010. Sebagai hasil dari pemeriksaan pajak tersebut DJP menerbitkan SKPKB PPh Pasal 23 Nomor 00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012 Tahun Pajak Januari s.d. Desember 2010, dengan perincian sebagai berikut
No. Uraian Jumlah Rupiah Menurut
Wajib Pajak Fiskus Pembahasan Akhir
(Disetujui)
1 Penghasilan Kena Pajak/Dasar Pengenaaan Pajak 4.576.224.045 8.010.598.598 4.576.224.045
2 PPh Pasal 23 yang terutang 91.588.481 160.275.973 91.588.481
3 Kredit Pajak
a. PPh Ditanggung Pemerintah 0 0 0
b. Setoran masa 91.588.481 91.588.481 91.588.481
c. STP (pokok kurang bayar) 0 0 0
d Kompensasi kelebihan dari Masa Pajak 0 0 0
e. Lain-lain 0 0 0
f Kompensasi kelebihan ke Masa Pajak 0 0 0
g. Jumlah (a+b-b+c+d-e+f) 91.588.481 91.588.481 91.588.481
4 PPN yang kurang dibayar (2-3.g) 0 68.687.492 0
5 Sanksi Administrasi
a. Bunga Pasal 13 (2) KUP 26.101.247 0
b. Kenaikan Pasal 13 (3) KUP 0 0
c. Bunga Pasal 13 (5) KUP 0 0
d. Kenaikan Pasal 13A KUP 0 0
e. Jumlah (a +b +c + d ± e ) 26.101.247 0
6 Jumlah PPh yang masih harus dibayar (4 + 5.e) 0 94.788.739 0

Keberatan Pemohon Banding;

bahwa atas penerbitan SKPKB tersebut Pemohon Banding mengajukan permohonan Keberatan melalui surat No. 035/ACT/XI/12 tanggal 6 November 2012. Atas permohonan Keberatan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1707/WPJ.09/BD.06/2013 tanggal 4 November 2013 yang menolak permohonan keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB PPh Pasal 23 Nomor 00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012 Tahun Pajak Januari s.d. Desember 2010 dengan perincian sebagai berikut:

Uraian Semula
(Rp)
Ditambah/
(Dikurangi)
(Rp)
Menjadi
(Rp)
Dasar Pengenaan Pajak 8.010.598.598 - 8.010.598.598
PPh Terutang 160.275.973 - 160.275.973
Kredit Pajak 91.588.481 - 91.588.481
Kompensasi Masa Pajak Sebelumnya - - -
PPh Kurang (Lebih) Bayar 68.687.492 - 68.687.492
Sanksi Administrasi 26.101.247 - 26.101.247
Jumlah PPh yang masih harus dibayar 94.788.739 - 94.788.739

Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan Keputusan Terbanding Nomor:KEP-1707/WPJ.09/BD.06/2013 tanggal 4 November 2013 tersebut dan dengan ini Pemohon Banding mengajukan banding dengan alasan dan penjelasan sebagai berikut:

Koreksi Pajak Penghasilan;

No Pos-pos yang dikoreksi Cfm SPT/WP Cfm Pemeriksa Koreksi
1. Obyek PPh Pasal 23 4.576.224.045 8.010.598.598 3.434.374.553

Koreksi Obyek PPh Pasal 23;

Bahwa Koreksi Obyek PPh Pasal 23 Tahun Pajak Januari s.d. Desember 2010 sebesar Rp3.434.374.553, menurut Pemeriksa merupakan Jasa Maklon yang belum diperhitungkan oleh Pemohon Banding sebagai obyek PPh Pasal 23;

Banding Pemohon Banding:
  1. Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan seluruh koreksi Pemeriksa atas Objek PPh Pasal 23 sebesar Rp3.434.374.553,00 tersebut karena Pemohon Banding telah melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajaknya atas seluruh Objek PPh Pasal 23;
  2. Bahwa atas pembayaran jasa maklon kepada PT. BBB dan PT. CCC telah dilakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 oleh Pemohon Banding;
  3. Sedangkan jumlah koreksi obyek PPh Pasal 23 sebesar Rp3.434.374.553 merupakan pembayaran atas pembelian material (cat) sehingga bukan merupakan obyek PPh Pasal 23;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-62024/PP/M.IA/12/2015, tanggal 15 Juni 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1707/WPJ.09/BD.06/ 2013 tanggal 4 November 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2010 Nomor : 00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012, atas nama: PT. AAA, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-X0X.00X, beralamat di Blok A II No. XX, QQQ, WWW, Purwakarta, sehinggga perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sd Desember 2010 menjadi sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak/ DPP Rp    4.576.224.045,00
Pajak Penghasilan Terutang Rp         91.588.481,00
Kredit Pajak Rp         91.588.481,00
PPN yang kurang/(lebih) dibayar Rp                         0,00
Sanksi Administrasi :
- Bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-undang KUP Rp                         0,00
Jumlah PPh yang masih harus/(lebih) Dibayar Rp                         0,00
  
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-62024/PP/M.IA/12/2015, tanggal 15 Juni 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 28 Juli 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali, dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3466/PJ/2015 tanggal 8 Oktober 2015 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 16 Oktober 2015, dengan disertai alasanalasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 16 Oktober 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 1 November 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban sebagaimana ternyata dalam surat Keterangan Wakil Panitera Pengadilan Pajak Nomor TKM-96/PAN.Wk/2016 tanggal 1 Maret 2017;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62024/PP/M.IA/12/2015 tanggal 15 Juni 2015, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyatanyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo halaman 12, berbunyi sebagai berikut:
Bahwa koreksi Terbanding atas DPP PPh Pasal 23 Masa Januari - Desember 2010 sebesar Rp3.434.374.553,00 didasarkan hasil ekualisasi antara DPP PPh Pasal 23 yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23 oleh Pemohon Banding dengan akun biaya-biaya yang terdapat dalam SPT PPh Badan dengan perhitungan sebagai berikut:
- Jumlah Biaya
- DPP PPh Pasal 23 menurut SPT
                  Selisih
: Rp 8.010.598.598,00
: Rp 4.576.224.045.00
: Rp 3.434.374.553,00
Bahwa selisih sebesar Rp3.434.374.553,00 tersebut oleh Terbanding dinyatakan sebagai Obyek PPh Pasal 23 yang belum dipungut dan disetorkan oleh Pemohon Banding;
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian terhadap buktibukti yang diserahkan oleh Pemohon Banding dalam persidangan, Majelis berpendapat bahwa jumlah sebesar Rp3.434,374.553,00 merupakan pembelian cat (material), yang dicatat oleh Pemohon Banding dalam akun biaya makloon;
Bahwa berdasarkan hal tersebut Majelis berpendapat pembelian cat (material) bukan merupakan Obyek yang harus dipungut pajak PPh Pasal 23 UU Pajak Penghasilan;
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas DPP PPh Pasal 23 Masa Januari - Desember 2010 sebesar Rp3.434.374.553,00 adalah tidak tepat sehingga harus dibatalkan;
2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
2.1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, antara lain mengatur :
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan para saksi;
d. pengakuan para pihak; dan/atau
e. pengetahuan Hakim;
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
1.2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) :
Pasal 23 ayat (1) huruf c:
Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
  1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
  2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21;
2.3. Peraturan Menteri Keuangan nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kalidiubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
2.4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-53/PJ./2009 tentang Jumlah Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008:
Angka 1:
Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
Angka 2:
Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
b. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
Angka 5:
Untuk memberikan kejelasan, contoh penerapan jumlah bruto dalam penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebagaimana terdapat dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
Lampiran (contoh nomor 4):
PT. DDD mengikat kontrak dengan PT. EEE untuk pembuatan seragam kantor PT. DDD berdasarkan model dan spesifikasi yang telah ditentukan oleh PT. DDD. Dalam kontrak disepakati bahwa PT. DDD akan menyediakan bahan baku utama berupa kain dan PT. EEE akan menyediakan bahan tambahan. Imbalan yang disepakati atas kontrak tersebut adalah sebesar Rp 25.000.000,00 tidak termasuk biaya bahan tambahan. PT. EEE mengeluarkan biaya sebesar Rp5.000.000,00 untuk bahan tambahan;
a. Rincian tagihan PT. EEE kepada PT. DDD :
Biaya untuk bahan tambahan ... .Rp 5.000.000,00;
Imbalan Jasa maklon................. Rp 25.000.000,00;
b. Atas pembayaran yang dilakukan PT. DDD kepada PT. EEE dipotong PPh Pasal 23 oleh PT. Terang sebesar : 2% x Rp25.000.000,00 = Rp500.000,00;
c. Dalam hal tidak ada bukti pendukung atas rincian tagihan di atas maka jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebeasr Rp 30.000.000,00 sehingga PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT. DDD atas pembayaran kepada PT. EEE adalah sebesar :2% x Rp30.000.000,00 = Rp600.000,00 ;
3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.62024/PP/M.IA/12/2015 tanggal 15 Juni 2015 serta berdasarkan penelitian atas dokumendokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
3.1. Yang menjadi pokok sengketa adalah adanya koreksi positif Pemohon Peninjauan Kembali atas DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp3.434.374.553,00 yaitu atas jasa maklon yang belum diperhitungkan Termohon Peninjauan Kembali sebagai objek PPh Pasal 23. Termohon Peninjauan Kembali menyanggah temuan Pemohon Peninjauan Kembali tersebut, dengan alasan bahwa atas pembayaran jasa maklon kepada PT. BBB dan PT. CCC telah dilakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 oleh Termohon Peninjauan Kembali, sedangkan atas jumlah koreksi objek PPh Pasal 23 sebesar Rp3.434.374.553,00 tersebut merupakan pembayaran atas pembelian material (cat)sehingga bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
3.2. Pemohon Peninjauan Kembali mendapatkan akun atas biaya maklon tersebut bersumber dari Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali, dimana dasar perhitunganuntuk PPh Pasal 23 adalah sebesar Rp8.010.598.598,00;
3.3. Dalam proses pemeriksaan dan keberatan, Termohon Peninjauan Kembali menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali memaklonkan pekerjaan atas pengecatan spare part kepada PT. BBB dan PT. CCC;
Namun, atas alasan Termohon Peninjauan Kembali bahwa terdapat pembelian bahan baku berupa cat yang diserahkan kepada penyedia jasa maklon, baik pada saat pemeriksaan maupun dalam proses keberatan, Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan transaksi tersebut;
Oleh karena Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan atas transaksi pembelian cat tersebut, sesuai dengan SE-53/PJ./2009 dan lampirannya, maka jumlah bruto untuk menentukan dasar pengenaan PPh Pasal 23 adalah sesuai dengan perhitungan biaya maklon Termohon Peninjauan Kembali (Laporan Keuangan) sebesar Rp8.010.598.598,00;
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atas temuan Pemohon Peninjauan Kembali tersebut, yang berasal dari akun biaya maklon yang bersumber dari Laporan Keuangan Termohon Peninjauan Kembali, Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan sanggahannya;
3.4. Dalam proses sidang banding, Majelis Hakim juga telah meminta Termohon Peninjauan Kembali untuk membuktikan alasan bandingnya, yaitu bukti pembelian material (cat). Namun hingga proses persidangan terakhir (sidang dicukupkan tanggal 13 April 2015), Termohon Peninjauan Kembali tidak pernah memberikan bukti tersebut. Adapun persidangan dilakukan sebanyak 10 (sepuluh kali). Sedangkan Majelis Hakim meminta Termohon Peninjauan Kembali untuk memberikan bukti pembelian material (cat) tersebut, sejak persidangan ke-3 (20 Oktober 2014);
Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa waktu yang diberikan oleh Majelis Hakim tersebut (hampir 6 bulan penuh) sudah sangat lebih dari cukup;
Adapun kronologis sidang banding tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Sidang ke-1: pemeriksaan formal pengajuan banding;
  2. Sidang ke-2: penyampaian matrik sengketa;
  3. Sidang ke-3: Majelis Hakim meminta Termohon Peninjauan Kembali menyerahkan bukti-bukti bahwa atas objek PPh Pasal 23 telah dilakukan pemotongan dan penyetoran dan bukti pembelian material (cat) pada persidangan selanjutnya;
  4. Sidang ke-4: Termohon Peninjauan Kembali tidak menghadiri persidangan;
  5. Sidang ke-5: Termohon Peninjauan Kembali tidak menghadiri persidangan;
  6. Sidang ke-6: Termohon Peninjauan Kembali menjelaskan bahwa Termohon Peninjauan Kembali akan menyiapkan dokumen pendukung terkait koreksi Pemohon Peninjauan Kembali;
  7. Sidang ke-7: Termohon Peninjauan Kembali tidak hadir di persidangan;
  8. Sidang ke-8: Termohon Peninjauan Kembali tidak hadir di persidangan;
  9. Sidang ke-9: Termohon Peninjauan Kembali menjelaskan bahwa belum ada bukti/dokumen pendukung yang akan diserahkan;
  10. Sidang ke-10: Termohon Peninjauan Kembali menjelaskan bahwa tidak ada lagi dokumen pendukung yang akan diserahkan kepada Majelis Hakim danPemohon Peninjauan Kembali;
Sidang dinyatakan cukup;
Berdasarkan kronologis sidang banding di atas, dapat disimpulkan juga bahwa Termohon Peninjauan Kembali sering tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang jelas, dan terkesan mencoba mengulur-ulur waktu, yang pada akhirnya tetap saja tanpa hasil sama sekali (tanpa penyampaian data dan atau dokumen sama sekali). Hal tersebut juga mengesankan bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak beritikad baik untuk memenuhi beban pembuktian yang telah dibebankan oleh Majelis Hakim kepada Termohon Peninjauan Kembali;
Dengan demikian, Termohon Peninjauan Kembali tidak mengindahkan amanat ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan penjelasannya, serta Pasal 76 dan penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
3.5. Setelah sidang dinyatakan cukup oleh Majelis Hakim, dengan hasil tanpa pembuktian sama sekali dari Termohon Peninjauan Kembali padahal Majelis Hakim telah membebankan pembuktian tersebut kepada Termohon Peninjauan Kembali, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutus perkara a quo dengan putusan mengabulkanseluruhnya banding Termohon Peninjauan Kembali;
3.6. Terkait uraian pada butir 1 s.d. 5 di atas Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagai berikut:
a. Pada intinya yang menjadi pokok sengketa ini adalah pembuktian atas alasan Termohon Peninjauan Kembali yang menyatakan bahwa atas koreksi objek PPh Pasal 23 sebesar Rp3.434.374.553,00 tersebut merupakan pembayaran atas pembelian material (cat) sehingga bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
b. Keputusan Majelis Hakim yang telah menunjuk Termohon Peninjauan Kembali untuk membuktikan transaksi pembelian material (cat), sudah sangat adil, karena atas hal tersebut Termohon Peninjauan Kembali berada pada posisi yang lebih mudah untuk membuktikan dibandingkan dengan posisi Pemohon Peninjauan Kembali, karena jika benar terdapat transaksi tersebut maka data dan dokumen transaksi tersebut tentunya ada pada Termohon Peninjauan Kembali. Hal ini seusai dengan teori keadilan yaitu :
“Beban pembuktian diletakkan pada pihak yang paling sedikit menanggung beban pembuktian atau yang paling mudah untuk membuktikan jika disuruh membuktikan”
(Buku: Peradilan Pajak Sebagai Sistem Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia, penulis Dr. SSS, S.E., MSi, halaman 198);
Keputusan Mejelis Hakim tersebut juga seuai dengan asas pembuktian bebas (vrij bewijs), yaitu asas yang menentukan bahwa hakimlah yang menetapkan beban pembuktian, sebagaimana dianut oleh Pengadilan Pajak sesuai dengan ketentuan penjelasan Pasal 69 ayat (1) serta Pasal 76 dan penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
c. Berdasarkan hal-hal tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa sudah selayaknya Termohon Peninjauan Kembali menanggung resiko pembuktian, yaitu:
“Barang siapa diberi beban untuk membuktikan sesuatu tidak melakukannya akan menanggung suatu resiko, bahwa beberapa fakta yang mendukung positanya akan dikesampingkan dan dianggap tidak terbukti, Jadi beban pembuktian itu menanggung resiko pembuktian” (Buku: Peradilan Pajak Sebagai Sistem Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia, penulis Dr. SSS, S.E., MSi, halaman 195);
d. Dengan demikian, keputusan Majelis Hakim yang memutus perkara a quo dengan putusan mengabulkan seluruhnya banding Termohon Peninjauan Kembali, bertentangan dengan hasil pembuktian atau persidangan
itu sendiri. Oleh karena itu, putusan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 78 dan penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yaitu:
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Penjelasan Pasal 78:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
e. Oleh karena itu juga, Pemohon Peninjauan Kembali mempertanyakan apa yang menjadi dasar bagi Majelis Hakim untuk mengabulkan seluruhnya banding Termohon Peninjauan Kembali, sedangkan Termohon Peninjauan Kembali itu sendiri tidak memenuhi sama sekali permintaan Majelis Hakim untuk membuktikan alasan bandingnya dengan bukti-bukti;
3.7. Atas Putusan Pengadilan Pajak ini diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung karena putusan Majelis Hakim yang membatalkan koreksi positif Pemohon Peninjauan Kembali atas DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp3.434.374.553,00 tidak sesuai dengan fakta yaitu bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan alasan bandingnya yang menyatakan nilai koreksi tersebut merupakan pembayaran atas pembelian material (cat) sehingga bukan merupakanobjek PPh Pasal 23;
4. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan (bersifat aktif), sehingga sudah seharusnya Majelis hakim Pengadilan Pajak meneliti dan memberikan pertimbangan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga harus mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak (Asas Audio Et Alteram partem) namun dalam sengketa a quo Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah bersikap tidak berimbang dalam pembuktian di persidangan, karena tanpa adanya pembuktian yang kuat (adanya bukti eksternal) atas dalil yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), akan tetapi dalam putusannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak tetap mengabulkan bandingTermohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
5. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor:Put.62024/PP/M.IA/12/2015 tanggal 15 Juni 2015 harus dibatalkan;
II. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.62024/PP/M.IA/12/2015 tanggal 15 Juni 2015 yang menyatakan: Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1707/WPJ.09/BD.06/2013 tanggal 4 November 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2010 Nomor : 00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012, atas nama: PT. AAA, NPWP : 0X.XXX.XXX.X-X0X.00X, beralamat di Blok A II No. XX, QQQ, WWW, Purwakarta, sehinggga perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2010 menjadi sebagaimana perhitungan tersebut diatas (pada halaman 2):
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
  

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1707/WPJ.09/2013 tanggal 4 November 2013, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari s/d Desember 2010 Nomor 00049/203/10/409/12 tanggal 9 Agustus 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.XXX.XXX.X-X0X.001, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
a. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari – Desember 2010 sebesar Rp3.434.374.553,00; yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo telah dilakukan pemeriksaan dan pengujian serta diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah tepat dan benar karena Pemohon Banding telah melakukan pemotongan, penyetoran serta pelaporannya dalam SPT Masa PPh Pasal 23, sehingga Majelis Hakim Agung menguatkan atas putusan Pengadilan Pajak a quo dan oleh karenanya tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan juncto Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 31 Agustus 2017 oleh Dr. H. KWZ, S.H., M.Hum., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.DPN, S.H., M.S., dan Dr. EML, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh RHV, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis:

ttd.

Dr. H. DPN, S.H., M.S.

ttd.

Dr. EML, S.H., M.Hum
Ketua Majelis,

ttd.

Dr. H. KWZ, S.H., M.Hum.
  Panitera Pengganti,

ttd.

RHV, S.H., M.H.
Biaya-biaya :
1. Meterai  ........................................   Rp       6.000,00
2. Redaksi ........................................   Rp       5.000,00
3. Administrasi .................................    Rp 2.489.000,00
Jumlah .............................................    Rp 2.500.000,00



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara



H.  CYQ, SH.
NIP. XXXX0XXXXXXX0XX00X