Putusan Mahkamah Agung Nomor : 374/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPh Badan

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.56230/PP/M.IIIB/15/2014, Tanggal 16 Oktober 2014 yang telah


 

PUTUSAN
Nomor 374/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jl. Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. ABC, pekerjaan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak.
  2. DEF, pekerjaan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  3. GHI, pekerjaan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  4. JKL, Pekerjaan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-242/PJ./2015, Tanggal 27 Januari 2015;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT XXX, tempat kedudukan di Jln. KK No. YY, Jakarta – 10xxx;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.56230/PP/M.IIIB/15/2014, Tanggal 16 Oktober 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Perincian pihak Terbanding dalam Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1314/WPJ.06/BD.06/2009:
Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002
Semula (Rp) Ditambah/(Dikurangi) (Rp) Menjadi (Rp)
Peredaran Usaha 9.982.965.611,00 0,00 9.982.965.611,00
Penghasilan Netto 2.681.250.279,00 (146.119.340,00) 2.535.130.939,00
Kompensasi Kerugian 0,00 0,00 0,00
Penghasilan Kena Pajak 2.681.250.279,00 (146.119.340,00) 2.535.130.939,00
Pajak Penghasilan Terutang 786.874.822,00 (43.835.540,00) 743.039.282,00
Kredit Pajak 212.504.740,00 0,00 212.504.740,00
PPh Kurang (Lebih) Bayar 574.370.082,00 (43.835.540,00) 530.534.542,00
Sanksi Administrasi 257.697.639,00  (21.041.059,00) 254.656.581,00
Jumlah yang Masih Harus Dibayar 850.067.721,00 (64.876.599,00) 785.191.122,00

Pertimbangan dan Alasan Permohonan Banding
Bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun 2002 diterbitkan berdasarkan Hasil Pemeriksaan yang dilakukan tim pemeriksa Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Menteng Tiga dengan SP-3 Nomor: Print-059.R-1162/WPJ.06/KP.1505/2006 tanggal 5 April 2006 jo. Surat Tugas Nomor: ST-184/WPJ.06/KP.1505/2006 tanggal 8 November 2006 dan Hasil Pemeriksaan berupa Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor: PHP-113/WPJ.06/KP.1500/2008 tanggal 23 September 2008, yang mana atas Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan tersebut Pemohon Banding telah menyatakan tidak setuju terhadap sebagian besar temuan;

Bahwa alasan dan penjelasan yang Pemohon Banding kemukakan disertai bukti/data otentik tidak diterima oleh Terbanding, sehingga hasil pemeriksaan Terbanding tetap dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun 2002 Nomor: 00015/206/02/076/08 tanggal 7 November 2008;
Bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dimaksud Pemohon Banding pergunakan hak perpajakan Pemohon Banding dengan mengajukan permohonan keberatan melalui surat Nomor: 04/CIF/II/2009 tanggal 2 Februari 2009, namun Terbanding tetap menolak sebagian besar permohonan tersebut dengan diterbitkannya Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1314/WPJ.06/BD.06/2009 tanggal 4 November 2009;
Bahwa pada kesempatan ini Pemohon Banding menggunakan hak banding Pemohon Banding kepada Pengadilan Pajak sesuai Pasal 23 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, dengan uraian sebagai berikut:

Biaya Usaha Lainnya
Rincian Koreksi:
  1. Biaya Transportasi
    Menurut Pemohon Banding ... Rp. 213.273.092,00
    Menurut Terbanding .............. Rp.     2.520.000,00
    Koreksi ................................... Rp. 210.753.092,00 (98,8%)
    Alasan Koreksi:
    Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan bukti pendukung tersebut;
    Tanggapan:
    bahwa biaya Transportasi meliputi Biaya Jasa Pengiriman Copy Film melalui darat/udara dalam negeri dan Biaya Antar Jemput antara 2 atau lebih bioskop dalam 1 (satu) kota yang berbagi copy film untuk dipertunjukkan/pemutaran film di hari yang sama dengan jam tayang yang berbeda;
    bahwa Pemohon Banding telah menyerahkan seluruh bukti pengeluaran biaya tersebut sebesar Rp.185.678.538,00 yang terdiri dari:
    1. Biaya ekspedisi pengiriman copy film sebesar Rp. 55.801.443 dan,
    2. Biaya transport antar jemput copy film sebesar Rp. 129.874.095.
    3. Sedangkan sisanya sebesar Rp.27.694.554 dapat Pemohon Banding setujui untuk dikoreksi, karena dokumennya tidak dapat Pemohon Banding temukan.
    bahwa koreksi atas Biaya Transportasi tersebut (sebesar 98,8%) tidak dapat Pemohon Banding terima;
  2. Biaya Bunga, Sewa, dan Royalty
    Menurut Pemohon Banding ... Rp. 42.250.000,00
    Menurut Terbanding .............. Rp.                 0,00
    Koreksi ................................... Rp. 42.250.000,00
    Alasan Koreksi:
    bahwa pengeluaran tersebut merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 26 yang sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf h bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan;
    Tanggapan:
    bahwa koreksi tersebut dapat Pemohon Banding terima;
  3. Biaya Pemasaran
    Menurut Pemohon Banding ... Rp. 566.679.071,00
    Menurut Terbanding .............. Rp. 112.128.565,00
    Koreksi ................................... Rp. 454.550.506,00 (80,2%)
    Alasan Koreksi:
    bahwa Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan bukti-bukti pendukung pengeluaran biaya tersebut;
    Tanggapan:
    bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Terbanding karena semua bukti-bukti dan dokumen yang merupakan bukti pendukung atas pengeluaran biaya tersebut sudah Pemohon Banding lengkapi dan tunjukkan kepada Terbanding. Biaya tersebut adalah merupakan Biaya Pemasaran yang terdiri dari Biaya Iklan (media cetak dan elektronik) dan Biaya Marketing (alat peraga promosi seperti Trailer, Baliho, Banner, Poster, dsb.) yang benar-benar telah menjadi beban perusahaan dengan didukung bukti/dokumen yang lengkap sejumlah Rp.566.461.164,00 sehingga koreksi yang dapat Pemohon Banding terima sejumlah Rp.235.907,00. Total koreksi sejumlah Rp.454.314.599,00 tidak dapat Pemohon Banding terima;
  4. Biaya Lain-lain
    Menurut Pemohon Banding ... Rp.1.192.525.892,00
    Menurut Terbanding .............. Rp.       2.457.750,00
    Koreksi ................................... Rp.1.190.068.142,00 (99,8%)
    Alasan Koreksi:
    bahwa Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan bukti-bukti pendukung pengeluaran biaya tersebut;
    Tanggapan:
    bahwa biaya Lain-lain menurut Terbanding yang diterima hanya sebesar Rp.2.457.750,00, itupun tidak ada rincian untuk pos pembiayaan yang mana.
    Koreksi terbesar adalah koreksi terhadap pembiayaan Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dapat dikreditkan sebesar Rp.447.311.880,00. Koreksi tidak dapat Pemohon Banding terima karena pembayaran Pajak Pertambahan Nilai tersebut merupakan lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dapat dikompensasikan dan atau direstitusi karena pengenaan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan deemed taxable price yang menurut Pemohon Banding seharusnya dapat diakui sebagai biaya. Pendapat Pemohon Banding ini didasarkan oleh hal-hal sebagai berikut:
    1. Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-04/PJ.52/1996 tanggal 1 Februari 1996 tentang ketentuan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Film berdasarkan deemed taxable price, Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan pada saat importasi merupakan Pajak Pertambahan Nilai Masukan dan Pajak Pertambahan Nilai deemed taxable price merupakan Pajak Pertambahan Nilai Keluaran bagi Importir Film;
    2. Yang dibebankan menjadi biaya adalah kelebihan bayar Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dapat dikompensasikan lagi berdasarkan ketentuan deemed taxable price tersebut;
    3. Sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000, maka kelebihan Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dapat dikompensasikan tersebut termasuk dalam pengertian Pajak kecuali Pajak Penghasilan yang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
    4. Dalam aturan Pajak Pertambahan Nilai yang mengatur deemed taxable tidak ada larangan untuk membiayakan kelebihan Pajak Pertambahan Nilai tersebut;
    bahwa penolakan oleh Terbanding terhadap pembebanan Pajak Pertambahan Nilai Pajak Masukan (Impor) yang lebih bayar sebagai Biaya Perusahaan tidak mempunyai dasar;
    Koreksi atas Biaya Lain-lain terdiri dari:
    1. Biaya Packing ................................... Rp. 42.316.090,00
    2. Biaya Service Film ............................ Rp. 28.097.883,00
    3. Biaya Adm. Bank ............................... Rp. 10.392.000,00
    4. Biaya Listrik, Telpon/Fax, & Air ......... Rp.293.640.556,00
    5. Biaya ATK dan Cetakan/Copy ........... Rp.217.485.743,00
    6. Biaya Administrasi ............................. Rp. 46.133.339,00
    7. Biaya Maintenance/Perawatan .......... Rp.107.148.401,00
    Alasan Koreksi:
    bahwa tidak ada bukti pendukungnya;
    Tanggapan:
    bahwa koreksi atas Biaya Lainnya tidak dapat Pemohon Banding terima
    dengan alasan dan penjelasan sebagai berikut:
    1. Koreksi positif oleh Terbanding terhadap Biaya Lainnya tersebut sungguh diluar logika sehat karena koreksi mencapai 99,8%;
    2. Adalah tidak mungkin perusahaan bisa berjalan atau berjalan baik/lancar tanpa adanya biaya-biaya tersebut;
    3. Semua bukti dan dokumen pengeluaran atas beban Biaya Lain-lain tersebut telah diserahkan kepada Terbanding;
    4. Semua pengeluaran tersebut benar-benar merupakan biaya perusahaan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai ketentuan Pasal 6 huruf (a) Undang-undang Pajak Penghasilan;
    5. Biaya Lainnya yang Pemohon Banding maksud adalah:
    1. Biaya Packing dan Service Film adalah biaya untuk pembelian bahan baku pengepakan film untuk pengiriman dan penyimpanan serta pembelian bahan pembantu untuk perawatan film secara berkala. Meskipun banyak bukti pengeluaran ini yang dianggap tidak memenuhi syarat oleh Terbanding, namun setidaknya bukti pembayaran sejumlah total Rp.3.201.000,00 sudah memenuhi syarat;
    2. Biaya Listrik, Telpon/Fax dan Air adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam tahun buku 2002 untuk penggunaan fasilitas listrik, telpon/fax dan air. Berdasarkan bukti kuitansi yang dapat ditemukan, Pemohon Banding telah menyerahkan bukti sejumlah Rp.36.670.445,00;
    3. Biaya ATK dan Cetakan adalah merupakan pembelian alat tulis kantor dan biaya cetakan/photo copy yang semata-mata untuk kebutuhan operasional perusahaan selama tahun buku 2002. Berdasarkan bukti pengeluaran yang dapat ditemukan, Pemohon Banding telah menyerahkan bukti sejumlah Rp.18.594.283,00;
    4. Biaya Administrasi perusahaan adalah merupakan pengeluaran untuk keperluan administrasi guna mendukung jalannya operasional perusahaan dan dicatat/dibukukan sebagaimana mestinya;
    5. Biaya Maintenance/Perawatan adalah biaya perawatan rutin atas gedung dan peralatan kantor, seperti: biaya service (AC, Photocopy), biaya kebersihan, pembelian bahan pembersih/pewangi dan anti hama;
  5. Kredit Pajak
    Menurut Pemohon Banding ... Rp.180.135.369,00
    Menurut Terbanding .............. Rp.175.056.947,00
    Koreksi ................................... Rp.   5.078.422,00
    Alasan Koreksi:
    bahwa berdasarkan konfirmasi ke Kantor Pelayanan Pajak terkait yang dijawab tidak ada;
    Tanggapan:
    bahwa oleh karena pengeluaran/pembayaran pajak tersebut benar terjadi dan dapat dibuktikan dengan Surat Setoran Pajak asli, maka kredit pajak tersebut tetap, Pemohon Banding pertahankan dengan demikian koreksi tidak dapat Pemohon Banding terima;
Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka menurut perhitungan Pemohon Banding Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002 yang masih harus dibayar Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002:
Peredaran Usaha Rp. 9.982.965.611,00
Harga Pokok Penjualan Rp. 6.770.574.322,00
Laba Bruto Rp. 3.212.391.289,00
Biaya Usaha Rp. 1.835.525.745,00
Penghasilan Neto Rp. 1.376.865.544,00
Penghasilan Kena Pajak Rp. 1.376.865.000,00
Pajak Penghasilan Terutang Rp.    395.559.500,00
Kredit Pajak Rp.    217.583.162,00
Pajak Kurang (Lebih) Bayar Rp.    177.976.338,00
Sanksi Administrasi Pasal 13 (2) KUP Rp.      85.428.642,00
Jumlah PPh ymh (lebih) dibayar Rp.    263.404.980,00

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.56230/PP/M.IIIB/15/2014, Tanggal 16 Oktober 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1314/WPJ.06/BD.06/2009 tanggal 4 November 2009, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002 Nomor: 00015/206/02/076/08 tanggal 7 November 2008, atas nama: PT. XXX, NPWP 01.xxxx, beralamat di: Jln. KK No. YY, Jakarta – 10xxx, sehingga perhitungan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002 menjadi sebagai berikut :

Penghasilan Neto …………………………………………… Rp. 1.652.675.226,00
Penghasilan Kena Pajak ……………………………………. Rp. 1.652.675.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang ………………………….... Rp. 478.302.500,00
Kredit Pajak ………………………………………………… Rp. 212.504.740,00
Pajak Penghasilan Kurang dibayar …………………………. Rp. 265.797.760,00
Sanksi Administrasi
- Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP …………………………...... Rp. 127.582.924,00
Jumlah yang masih harus dibayar ………………………….. Rp. 393.380.684,00


 
 

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.56230/PP/M.IIIB/15/2014, Tanggal 16 Oktober 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 5 November 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-242/PJ./2015, Tanggal 27 Januari 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 2 Februari 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 2 Februari 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 18 Maret 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 56230/PP/M.IIIB/15/2014 Tanggal 16 Oktober 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 56230/PP/M.IIIB/15/2014 Tanggal 16 Oktober 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf c dan e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak) :
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
    1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 56230/PP/M.IIIB/15/2014 Tanggal 16 Oktober 2014, atas nama PT. XXX (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 7 November 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201411070674 .
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 UU Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 56230/PP/M.IIIB/15/2014 Tanggal 16 Oktober 2014 ini ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
    Bahwa yang menjadi sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
    1. Koreksi Biaya Transportasi sebesar Rp183.158.538,00
    2. Koreksi Biaya Pemasaran sebesar Rp308.213.259,00
    3. Koreksi Biaya Lain-Lain berupa Koreksi Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp447.311.880,00
  4. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 56230/PP/M.IIIB/15/2014 Tanggal 16 Oktober 2014, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku;
    V. 1. Bahwa dalam putusan a quo, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyampaikan pendapat sebagai berikut:
    1. Sengketa Biaya Transportasi Sebesar Rp183.158.538,00
      bahwa biaya Transportasi dikoreksi Terbanding sebesar Rp210.753.092,00 dengan alasan bahwa Pemohon Banding pada saat pemeriksaan tidak dapat menunjukkan bukti/dokumen pendukung;
      bahwa Pemohon Banding menyatakan telah menyerahkan bukti Biaya Transportasi sebesar Rp. 185.675.538,00 dan memohon agar dapat diakui sebesar bukti yang telah diserahkan tersebut dengan rincian sebagai berikut:
      1. Biaya ekspedisi pengiriman copy film sebesar Rp. 55.801.443,00 dan,
      2. Biaya transport antar jemput copy film sebesar Rp. 129.874.095,00,
      3. sedangkan sisanya sebesar Rp.27.694.554,00 dapat Pemohon Banding setujui untuk dikoreksi, karena dokumennya tidak dapat Pemohon Banding temukan.
      bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan bukti-bukti pendukung berupa:
      • Rekap Biaya Transportasi (Bukan General Ledger),
      • Kwitansi;
      bahwa Majelis telah memberikan kesempatan kepada Pemohon Banding dan Terbanding untuk melakukan uji bukti dalam persidangan dengan hasil sebagai berikut:
      bahwa menurut Terbanding, atas koreksi biaya Transportasi sebesar Rp.210.753.092,00 Pemohon Banding dalam uji bukti menyampaikan rekap biaya transportasi sebesar Rp.128.373.160,00 sedangkan selisihnya sebesar Rp.82.379.932,00 Pemohon Banding tidak memberikan bukti dan sanggahan sehingga koreksi diusulkan untuk dipertahankan;
      bahwa atas rekap biaya transportasi yang diberikan oleh Pemohon Banding sebesar Rp.128.373.160,00 Terbanding menyatakan sebagai berikut:
      bahwa Pemohon Banding tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga tidak ada General Ledger yang diperlihatkan kepada Terbanding, oleh karena itu Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
      bahwa bukti yang diberikan oleh Pemohon Banding tidak menunjuk Pemohon Banding tetapi pihak lain sehingga tidak diketahui biaya tersebut berkaitan dengan usaha atau tidak;
      bahwa Pemohon Banding tidak memberikan jurnal pencatatan;
      bahwa Pemohon Banding tidak memberikan bukti pembayaran;
      bahwa Pemohon Banding tidak memberikan rekening koran bank yang membuktikan telah terjadi transaksi;
      bahwa atas pernyataan Terbanding tersebut, Pemohon Banding berpendapat sebagai berikut:
      bahwa menurut Pemohon Banding, Pemohon Banding telah menyerahkan bukti dan rekap biaya Transportasi sebesar Rp. 128.373.160,00 dan Pemohon Banding mohon bukti tersebut dapat diterima sedangkan selisihnya sebesar Rp.82.379.932,00 Pemohon Banding serahkan sepenuhnya kepada Majelis yang terhormat;
      bahwa menurut Pemohon Banding, Terbanding menyatakan Pemohon Banding tidak menyelenggarakan pembukuan, adalah tidak benar karena pembukuan Pemohon Banding menggunakan sistem kartu, per setiap perkiraan penghasilan dan biaya per film, kecuali mengenai biaya umum;
      bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding serta hasil uji bukti yang telah dilakukan, Majelis berpendapat sebagai berikut:
      bahwa koreksi biaya Transaksi sebesar Rp210.753.092,00 menurut keterangan Pemohon Banding adalah biaya yang meliputi Biaya Jasa Pengiriman Copy Film melalui darat/udara dalam negeri dan Biaya Antar Jemput antara 2 atau lebih bioskop dalam 1 (satu) kota yang berbagi copy film untuk dipertunjukkan/pemutaran film di hari yang sama dengan jam tayang yang berbeda;
      bahwa Majelis berpendapat, Pemohon Banding dalam Banding ini hanya menyengketakan sebesar Rp. 185.678.538,00 sedangkan sisanya sebesar Rp.27.694.554,00 Pemohon Banding menyatakaan setuju untuk dikoreksi, karena dokumennya tidak dapat Pemohon Banding temukan;
      bahwa dalam persidangan, dari sengketa sebesar Rp. 185.678.538,00 Pemohon Banding hanya menunjukkan bukti berupa Rekap Biaya Transportasi (Bukan General Ledger) dan Kwitansi untuk biaya Transportasi sebesar Rp. 128.373.160,00;
      bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan sebagai berikut:
      (1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi:
      a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratiflkasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;
      bahwa Biaya Transportasi yang meliputi Biaya Jasa Pengiriman Copy Film melalui darat/udara dalam negeri dan Biaya Antar Jemput antara 2 atau lebih bioskop dalam 1 (satu) kota yang berbagi copy film untuk dipertunjukkan/pemutaran film di hari yang sama dengan jam tayang yang berbeda merupakan biaya yang lumrah harus dikeluarkan dalam bidang usaha perfilman;
      bahwa Majelis berpendapat, bahwa biaya Transportasi merupakan biaya yang terkait dengan usaha Pemohon Banding sehingga termasuk dalam pengertian biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dan karenanya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000;
      bahwa Rekap Biaya Transportasi dan Kwitansi yang disampaikan Pemohon Banding dipandang cukup sebagai bukti pendukung untuk Biaya Transportasi dan Kwitansi sebesar Rp.128.373.160,00;
      bahwa terhadap sisa koreksi yang disengketakan sebesar Rp 57.305.378,00, Pemohon Banding dalam persidangan menyatakan setuju untuk dikoreksi, karena tidak dapat menunjukkan bukti pendukung;
      bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan bahwa permohonan Banding Pemohon Banding atas Biaya Transportasi yang dikabulkan adalah sebesar Rp.128.373.160,00 dan yang ditolak sebesar Rp 57.305.378,00;
    2. Sengketa Biaya Pemasaran Sebesar Rp308.213.259,00
      bahwa Biaya Iklan dan Marketing dikoreksi positif sebesar Rp.454.550.506,00 oleh Terbanding dengan alasan Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan bukti-bukti pendukung atas biaya tersebut;
      bahwa Pemohon Banding telah menyerahkan bukti Biaya Iklan dan Marketing sebesar Rp.566.461.164,00 dan mohon agar dapat diakui sebesar bukti yang telah diserahkan;
      bahwa berdasarkan penelitian Terbanding pada saat proses keberatan terhadap bukti yang disampaikan Pemohon Banding berupa SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan, SPT Pajak Pertambahan Nilai, General Ledger, Rekap Pajak Pertambahan Nilai Impor, Perjanjian Kesepakatan Sharing Beban Iklan dan bukti biaya yang terkait Biaya Iklan dan Marketing Terbanding berpendapat sebagai berikut :
      bahwa pencatatan Biaya Iklan dalam General Ledger pada pos Biaya Iklan dan Media tidak dilakukan secara terperinci terkait dengan judul dan jenis film serta media eetak yang digunakan oleh Pemohon Banding;
      bahwa berdasarkan Perjanjian Kesepakatan Sharing Beban Iklan diketahui bahwa pembagian Beban Iklan dilakukan berdasarkan prosentase tertentu antara Pemohon Banding selaku pemilik film dengan pemilik bioskop;
      bahwa berdasarkan data atau dokumen pendukung Biaya Iklan dan Marketing Masa Januari sampai dengan Desember 2002, diketahui rincian biaya sebagai berikut:
      Bulan Tahun RP
      Januari 
      Pebruari  
      Maret
      April
      Mei
      Juni
      Juli
      Agustus
      September
      Oktober
      November
      Desember 
      2002
      2002
      2002
      2002
      2002
      2002
      2002
      2002
      2002
      2002
      2002
      2002
      17.072.440,00
      26.560.900,00
      74.176.405,00
      32.544.000,00
      82.466.000,00
      15.380.000,00
      4.367.360,00
      3.565.800,00
      1.452.600,00
      0,00
      257.600,00
      404.800,00
      Jumlah 258.247.905,00
         
      bahwa berdasarkan rincian pembebanan biaya tersebut kemudian ditrasir ke bukti-bukti pendukung yaitu bukti internal berupa voucher pengeluaran dan bukti eksternal berupa nota atau kwitansi dari pihak ketiga serta invoice, dan diperoleh hasil sebagai berikut:
      • Menurut Terbanding (pemeriksaan)                Rp.112.128.565,00
      • Menurut Terbanding                                      Rp.258.247.905,00
      • Koreksi yang Tidak Dapat Dipertahankan      Rp.146.119.340,00
      bahwa Terbanding berpendapat, biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding, yaitu pengeluaran yang dibebankan kepada Biaya Iklan dan Marketing yaitu pengeluaran iklan pada media cetak dan televisi, pembuatan poster dan lobby cards atas film yang telah dimiliki oleh Pemohon Banding karena pengeluaran tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding;
      bahwa Terbanding juga berpendapat pengeluaran tersebut adalah merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dengan tujuan untuk memelihara penghasilan kepada pelanggan, sehingga sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan, atas Biaya Lain-lain pada Selling Expense tersebut dapat dikurangkan;
      bahwa oleh karenanya pada proses penelitian keberatan, Terbanding telah melakukan penghitungan ulang atas Biaya Pemasaran pada pos Biaya Usaha Lainnya sesuai dengan bukti dokumen pendukung yang telah disampaikan oleh Pemohon Banding sehingga Biaya Pemasaran menurut Terbanding menjadi sebesar Rp.258.247.905,00;
      bahwa Pemohon Banding dalam Bandingnya menyatakan bahwa terhadap koreksi Biaya Pemasaran sebesar Rp.454.550.506,00 Pemohon Banding hanya menyengketakan sebesar Rp.454.314.599,00 sedangkan terhadap sisanya sebesar Rp.235.907,00 menyatakan setuju untuk tetap dikoreksi;
      bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan bukti-bukti pendukung berupa:
      • sebagian invoice;
      • sebagian kwitansi;
      • rekapitulasi Biaya Pemasaran;
      bahwa Majelis telah memberikan kesempatan kepada Pemohon Banding dan Terbanding untuk melakukan uji bukti dalam persidangan dengan hasil sebagai berikut:
      bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding tidak menyelenggarakan pembukuan dan tidak memiliki General Ledger, sehingga Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan Pasal 28 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
      bahwa data yang diberikan adalah berupa kwitansi tanpa disertai bukti-bukti pembayaran;
      bahwa data yang diberikan terdapat invoice namun tidak disertai bukti-bukti pembayaran;
      bahwa Pemohon Banding tidak menunjukkan rekening koran bank; bahwa Pemohon Banding tidak memiliki jurnal pencatatan;
      bahwa atas pernyataan Terbanding tersebut, Pemohon Banding beipendapat sebagai berikut:
      bahwa menurut Pemohon Banding, pembukuan yang dikerjakan Pemohon Banding adalah dengan sistem kartu dan sewaktu pemeriksaan lapangan, hal tersebut telah dibuktikan dan diperiksa oleh Terbanding;
      bahwa data yang diberikan Pemohon Banding adalah berupa kwitansi yang juga berlaku sebagai bukti pembayaran;
      bahwa semua invoice selama ini disertai (selalu) dengan kwitansi, adapun sebagian kecil tidak ada kwitansi mungkin masalah terselip atau kwitansi tersebut datang belakangan sehingga tidak tergabung/belum tergabung dengan invoice;
      bahwa biaya iklan/marketing adalah Rp.566.461.164,00, sedangkan yang dibuktikan/dipertanggungjawabkan Pemohon Banding adalah Rp.565.018.578,00, sehingga terdapat selisih sebesar Rp. 1.442.646,00, dan hal tersebut Pemohon Banding setuju untuk dikoreksi;
      bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding serta hasil uji bukti yang telah dilakukan, Majelis berpendapat sebagai berikut:
      bahwa koreksi biaya Pemasaran yang disengketakan Pemohon Banding adalah sebesar Rp308.213.259,00 dan biaya tersebut adalah merupakan Biaya Pemasaran yang terdiri dari Biaya Iklan (media cetak dan elektronik) dan Biaya Marketing (alat peraga promosi seperti Trailer, Baliho, Banner, Poster, dan sebagainya);
      bahwa menurut Pemohon Banding biaya tersebut merupakan biaya yang benar-benar telah menjadi beban perusahaan dengan didukung bukti/dokumen yang lengkap yang disampaikan Pemohon Banding dalam persidangan;
      bahwa Terbanding berpendapat, biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding, yaitu pengeluaran yang dibebankan kepada Biaya Iklan dan Marketing yaitu pengeluaran iklan pada media cetak dan televisi, pembuatan poster dan lobby cards atas film yang telah dimiliki oleh Pemohon Banding karena pengeluaran tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding, maka pengeluaran tersebut merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dengan tujuan untuk memelihara penghasilan kepada pelanggan, sehingga sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, atas Biaya Lain-lain pada Selling Expense tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
      bahwa namun demikian, atas pembuktian yang disampaikan Pemohon Banding dalam persidangan, Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding tidak menyelenggarakan pembukuan dan tidak memiliki General Ledger, sehingga Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan Pasal 28 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan data yang diberikan adalah berupa kwitansi tanpa disertai bukti-bukti pembayaran, invoice yang juga tidak disertai bukti-bukti pembayaran, dan Pemohon Banding tidak menunjukkan rekening koran bank, serta tidak memiliki jurnal pencatatan;
      bahwa Majelis berpendapat, koreksi biaya Pemasaran yang masih menjadi sengketa adalah sebagai berikut:
      • Menurut Pemohon Banding (cfm. Surat Keberatan) Rp. 566.461.164,00
      • Menurut Terbanding (cfm. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) Rp. 112.128.565,00
      • Sengketa pada saat proses keberatan Rp. 454.332.599,00
      • Diterima Terbanding pada saat keberatan Rp. 146.119.340,00
      • Sengketa yang diajukan banding Rp. 308.213.259,00
      bahwa dalam persidangan, Pemohon Banding hanya dapat menunjukkan rincian dan bukti-bukti pendukung sebesar Rp.565.018.578,00;
      bahwa Majelis berpendapat biaya Pemasaran sebesar Rp.565.018.578,00 terbukti dalam persidangan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding untuk iklan pada media cetak dan televisi, pembuatan poster dan lobby cards atas film yang telah dimiliki oleh Pemohon Banding yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding, sehingga termasuk dalam pengertian biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, sehingga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
      bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat sebagai berikut:
      • Menurut Pemohon Banding (cfm. Surat Keberatan) Rp. 566.461.164,00
      • Dapat dibuktikan Pemohon Banding dalam persidangan Rp. 565.018.578,00
      • Biaya pemasaran yang tidak dapat dibuktikan Pemohon Banding Rp. 1.442.586,00
      • Koreksi yang disengketakan dalam banding ini Rp. 308.213.259,00
      • Koreksi yang dibatalkan oleh Majelis Rp. 306.770.673,00
      bahwa oleh karenanya Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas biaya Pemasaran sebesar Rp.306.770.673,00 harus dibatalkan karena terbukti dalam persidangan termasuk dalam pengertian biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, sehingga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, sedangkan sisanya yaitu sebesar Rp1.442.586,00 tetap dipertahankan karena Pemohon Banding tidak dapat menyampaikan bukti pendukung;
    3. Sengketa Biaya Lain-Lain berupa Koreksi Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp447.311.880,00 bahwa pembebanan Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar dikoreksi Terbanding sebesar Rp.447.311.880,00 karena Pajak Masukan yang dibayar pada saat impor dapat/sudah dikreditkan oleh Pemohon Banding per paket film sesuai SE-32/PJ.3/1986 tanggal 8 Juli 1986, jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran per paket film tersebut, maka kelebihannya tidak dapat dikompensasikan/diminta kembali mengingat bahwa Dasar Pengenaan Pajak atas film tersebut ditetapkan atas dasar harga rata-rata;
      bahwa dasar hukum yang digunakan Terbanding dalam melakukan koreksi adalah:
      1. Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000;
      2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-32/PJ.3/1986 jo. SE-04/PJ.52/1996;
      bahwa Pemohon Banding menyatakan tidak dapat menerima koreksi Terbanding atas pembebanan Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar sebesar Rp.447.311.880,00 karena pembayaran Pajak Pertambahan Nilai tersebut merupakan lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dapat dikompensasikan dan atau direstitusi karena pengenaan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan deemed taxable price yang menurut Pemohon Banding seharusnya dapat diakui sebagai biaya;
      bahwa menurut Terbanding, jenis kegiatan usaha Pemohon Banding adalah importir film ceritera untuk diputar di bioskop 21, film ceritera yang diimpor tersebut kemudian diserahkan kepada Lembaga Sensor Film (LSF) untuk dilakukan penelitian (sensor) dan atas penghasilan yang diperoleh dari tiket penjualan, setelah dikurangi Pajak Tontonan dari Pemerintah Daerah, dibagi dua antara Pemohon Banding dengan pemilik bioskop;
      bahwa menurut Terbanding, sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE32/PJ.3/1986 tanggal 8 Juli 1986, Pemohon Banding dalam menghitung Dasar Pengenaan Pajak film ceritera dapat memilih menggunakan perkiraan harga rata-rata (deemed taxable base) atau memilih menggunakan harga sebenarnya (actual price), dan berdasarkan angka 5 humf c Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-32/PJ.3/1986 tanggal 8 Juli 1986 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Film Ceritera Impor, apabila Dasar Pengenaan Pajak atas film ditetapkan atas dasar perkiraan harga rata-rata (deemed taxable base), maka kelebihan bayar tersebut tidak dapat dikompensasi dengan kekurangan bayar Pajak Pertambahan Nilai per paket film yang lain atau diminta kembali, mengingat bahwa Dasar Pengenaan Pajak atas film ditetapkan atas dasar perkiraan harga rata-rata;
      bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding dalam menghitung Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai telah memilih menggunakan perkiraan harga rata-rata (deemed taxable base), sedangkan Pajak Masukan berupa Surat Setoran Pajak yang terkait dengan impor film dihitung berdasarkan nilai impor (sesuai dengan harga pasar) sehingga terdapat Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar dan berdasarkan rekap SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Januari sampai dengan Desember 2002 diketahui terdapat kelebihan Pajak Pertambahan Nilai dengan penghitungan sebagai berikut:
      Tersebut dalam Tabel halaman 42-43 Putusan Pengadilan Pajak.
      bahwa berdasarkan penelitian Terbanding diketahui bahwa penghitungan menurut SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, besarnya Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar adalah sebesar Rp.508.576.994,00 namun dalam laporan rugi laba, Pemohon Banding membebankan Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp.447.310.880,00;
      bahwa namun demikian, menurut Terbanding, Pemohon Banding tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan dalam persidangan Pemohon Banding hanya menunjukkan rekap Surat Setoran Pajak, Pemberitahuan Impor Barang serta mengakui tidak membuat General Ledger, sehingga Pemohon Banding tidak memberikan penjelasan atas perbedaan pencatatan antara SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Laporan Rugi Laba tersebut;
      bahwa menurut Pemohon Banding, perbedaan Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.508.576.994,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar yang dibebankan sebagai biaya perusahaan dalam laporan rugi laba sebesar Rp.447.310.880,00 telah Pemohon Banding jelaskan dalam persidangan, yaitu sebagai berikut:
      • bahwa pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran film impor dilakukan terbatas dan masing-masing hanya dalam dan untuk setiap paket impor film;
      • bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak Pajak Pertambahan Nilai ada film dari suatu paket impor yang belum lolos sensor, maka Pajak Masukan atas film tersebut belum bisa dikreditkan;
      • bahwa Pajak Masukan dari film-film yang belum bisa dikreditkan dalam Masa Pajak Pajak Penghasilan belum merupakan Pajak Masukan Lebih Bayar yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan karena Pajak Masukan film itu belum dikreditkan dengan Pajak Masukan atas impor film dalam paketnya;
      • bahwa jumlah Pajak Masukan Lebih Bayar yang bisa dibebankan sebagai biaya perusahaan tentu lebih kecil dari Pajak Masukan Lebih Bayar yang tercantum dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai yang disebabkan masih terdapatnya film dalam satu paket yang belum lolos sensor dan deemed taxable base yang jumlahnya sudah out of date, sementara Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Film sudah dan selalu up to date;
      • bahwa dalam hal ada film yang sama sekali tidak lolos sensor, maka otomatis Pajak Masukan-nya menjadi biaya perusahaan dalam Masa Pajak Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan dimana film tersebut ditolak/tidak lolos sensor;
      bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan serta keterangan Pemohon Banding dan Terbanding baik lisan maupun tertulis, diketahui hal-hal sebagai berikut:
      bahwa terdapat Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar yang dibebankan Pemohon Banding sebagai biaya dalam laporan rugi laba sebesar Rp.447.311.880,00;
      bahwa terhadap pembebanan Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar tersebut dikoreksi Terbanding karena Pemohon Banding telah melakukan pengkreditan melalui mekanisme PK-PM pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai;
      bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, diketahui bahwa usaha Pemohon Banding adalah importir film ceritera untuk diputar di bioskop 21 dimana film ceritera yang diimpor tersebut kemudian diserahkan kepada Lembaga Sensor Film (LSF) untuk dilakukan penelitian {sensor) dan atas penghasilan yang diperoleh dari tiket penjualan, setelah dikurangi Pajak Tontonan dari Pemerintah Daerah, dibagi dua antara Pemohon Banding dengan pemilik bioskop;
      bahwa dalam menghitung Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai film ceritera yang diimpor tersebut Pemohon Banding sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-32/PJ.3/1986 tanggal 8 Mi 1986, dapat memilih menggunakan perkiraan harga rata-rata {deemed taxable base) atau memilih menggunakan harga sebenarnya {actualprice);
      bahwa Pemohon Banding dalam menghitung Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai telah memilih menggunakan perkiraan harga rata-rata {deemed taxable base). Sedangkan pengkreditan Pajak Masukan berupa Surat Setoran Pajak yang terkait dengan impor film dihitung berdasarkan nilai impor (sesuai dengan harga pasar) sehingga terdapat Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar;
      bahwa penyebab terjadinya kelebihan bayar Pajak Pertambahan Nilai tersebut adalah karena Dasar Pengenaan Pajak film dengan taksiran harga rata-rata yang ditetapkan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-04/PJ.52/1996 tanggal 1 Februari 1996 lebih kecil dibandingkan dengan harga pasar, karena terjadi inflasi dan perubahan nilai kurs mata uang asing akibat krisis ekonomi Indonesia tahun 1998;
      bahwa berdasarkan angka 5 huruf c Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-32/PJ.3/1986 tanggal 8 Juli 1986 apabila Dasar Pengenaan Pajak atas film ditetapkan atas dasar perkiraan harga rata-rata {deemed taxable base), maka kelebihan bayar tersebut tidak dapat dikompensasi dengan kekurangan bayar Pajak Pertambahan Nilai per paket film yang lain atau diminta kembali, mengingat bahwa Dasar Pengenaan Pajak atas film ditetapkan atas dasar perkiraan harga rata-rata;
      bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan sebagai berikut:
      bahwa dalam sengketa Banding ini yang menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai adalah Film ceritera impor yang merupakan Barang Kena Pajak yang perhitungan Dasar Pengenaan Pajaknya diatur tersendiri dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-32/PJ.3/1986 tanggal 8 Juli 1986 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Film Ceritera Impor;
      bahwa dalam Surat Edaran a quo, dinyatakan bahwa mengingat adanya ketentuan bahwa impor film ceritera hams dilakukan dengan sistem paket yang terdiri dari 5 atau lebih film, sedang lolosnya film dari Badan Sensor Film tidak bersamaan waktunya, maka sulit untuk dapat melakukan perhitungan harga pokok per judul film dan karenanya untuk pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas film ceritera impor per judul film ditetapkan berdasarkan suatu perkiraan harga sesuai dengan negara asal film yang bersangkutan {deemed taxable base);
      bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak berdasarkan suatu perkiraan {deemed taxable base) yang ditetapkan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-04/PJ.52/1996 tanggal 1 Februari 1996 diketahui lebih kecil dibandingkan dengan harga pasar yang digunakan sebagai dasar pengkreditan Pajak Masukan terkait dengan impor film sehingga menyebabkan terjadinya lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai;
      bahwa atas kelebihan bayar Pajak Pertambahan Nilai tersebut, berdasarkan angka 5 huruf c Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-32/PJ.3/1986 tanggal 8 Juli 1986, tidak dapat dikompensasi dengan kekurangan bayar Pajak Pertambahan Nilai per paket film yang lain atau diminta kembali;
      bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, menyatakan bahwa: "Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk us aha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan " bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.447.311.880,00 tersebut dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 sehingga koreksi Terbanding atas Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp 447.311.880,00 dibatalkan;
    V. 2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan terhadap pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak tersebut, dengan alasan sebagai berikut:
    1. Sengketa Biaya Transportasi Sebesar Rp183.158.538,00
      A. 1. Bahwa dasar hukum terkait sengketa a quo adalah sebagai berikut:
      • UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000
        Pasal 6 ayat (1) huruf a Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
        a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;
        Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a Biaya-biaya yang dimaksud dalam ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
        Dengan demikian pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
        ...
        Pengeluaran-pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
        ...
      • UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK
        Pasal 69 ayat (1)
        Alat bukti dapat berupa:
        1. surat atau tulisan;
        2. keterangan ahli;
        3. keterangan para saksi;
        4. pengakuan para pihak; dan/atau
        5. pengetahuan Hakim
        Pasal 76
        Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
        Pasal 78
        Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
      A.2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sependapat dengan kesimpulan dan putusan Majelis Hakim menolak permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas koreksi Biaya Transportasi sebesar Rp 57.305.378,00; dengan pertimbangan sebagai berikut :
      A.2.1. Bahwa faktanya, dalam proses pemeriksaan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas Biaya Transportasi sebesar Rp 210.753.092,00.
      A.2. 2. Bahwa faktanya, terhadap koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut telah dilakukan uji bukti dalam persidangan. Bahwa dari hasil uji bukti yang dilakukan, faktanya, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya dapat menunjukkan rekapitulasi atas Biaya Transportasi sebesar Rp 128.373.160,00. Sedangkan atas selisihnya sebesar Rp 82.379.932,00; Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan bukti dan sanggahan.
      A.2. 3. Bahwa dalam nilai koreksi Biaya Transportasi sebesar Rp 82.379.932,00 di dalamnya termasuk nilai koreksi Biaya Transportasi sebesar Rp 57.305.378,00.
      A.2. 4. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesimpulan dan putusan Majelis menolak permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas koreksi Biaya Transportasi sebesar Rp 57.305.378,00; telah didasarkan pada fakta yang terungkap dalam proses uji bukti, yaitu bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan bukti dan sanggahan atas koreksi tersebut.
      A.2. 5. Kesimpulan dan putusan yang didasarkan pada fakta yang terungkap dalam proses uji bukti merupakan kesimpulan dan putusan yang telah sesuai dengan hukum pembuktian sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 69 ayat (1), Pasal 76, dan Pasal 78 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
      A. 3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)) tidak sependapat dengan kesimpulan dan putusan Majelis Hakim mengabulkan permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas koreksi Biaya Transportasi sebesar Rp 128.373.160,00; dengan pertimbangan sebagai berikut :
      A.3. 1. Bahwa faktanya, kesimpulan dan putusan Majelis Hakim semata-mata didasarkan pada rekapitulasi Biaya Transportasi yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam proses uji bukti.
      A.3. 2. Bahwa faktanya, dalam mengambil kesimpulan dan putusan Majelis Hakim telah mengabaikan fakta-fakta bahwa :
      • Rekapitulasi Biaya Transportasi yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam proses uji bukti tidak disertai dengan General Ledger, sehingga nilai Biaya Transportasi yang tercantum dalam rekapitulasi tersebut tidak dapat disandingkan dengan pembebanan dalam General Ledger Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
      • Bukti-bukti yang disampaikan terkait rekapitulasi tersebut tidak menunjuk pada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), tetapi pihak lain; sehingga tidak dapat dibuktikan keterkaitan biaya tersebut dengan kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
      • Rekapitulasi Biaya Transportasi yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam proses uji bukti juga tidak disertai dengan jurnal pencatatan dan bukti pembayaran, sehingga tidak dapat dibuktikan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah pihak yang melakukan pembayaran atas biaya tersebut.
      A.3. 3. Dari fakta-fakta tersebut di atas selanjutnya dapat disimpulkan :
      1. Tidak terbukti bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah pihak yang melakukan pembayaraan atas Biaya Transportasi sebesar Rp 128.373.160,00. Karena selain tidak ditemukan adanya bukti pembayaran dari pihak Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas Biaya Transportasi tersebut, juga tidak ditemukan adanya pembebanan Biaya Transportasi tersebut dalam General Ledger Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
      2. Tidak terbukti bahwa Biaya Transportasi sebesar Rp 128.373.160,00 merupakan biaya yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Hal ini dapat diketahui dari bukti-bukti yang tidak menunjuk kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), tetapi kepada pihak lain. Dari bukti-bukti tersebut, maka dapat disimpulkan juga bahwa pihak lain yang tersebut dalam bukti itulah yang seharusnya berhak atas pembebanan Biaya Transportasi sebesar Rp 128.373.160,00; dan bukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
      A.3. 4. Dari beberapa uraian penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa dalam mengambil kesimpulan dan putusan mengabulkan permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas koreksi Biaya Transportasi sebesar Rp 128.373.160,00;
      Majelis Hakim nyata-nyata telah mengabaikan beberapa fakta yang terungkap dalam proses uji bukti.
      A.3. 5. Hal ini mengakibatkan kesimpulan dan putusan Majelis Hakim mengabulkan permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas koreksi Biaya Transportasi sebesar Rp 128.373.160,00 bertentangan dengan hukum pembuktian sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 69 ayat (1), Pasal 76, dan Pasal 78 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
      Kesimpulan dan putusan Majelis Hakim mengabulkan permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas koreksi Biaya Transportasi sebesar Rp 128.373.160,00 juga bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 dan memori penjelasannya.
    2. Sengketa Biaya Pemasaran Sebesar Rp308.213.259,00
      B. 1. Bahwa ketentuan perundang-undangan mengatur sebagai berikut:
      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK
      Pasal 69 ayat (1)
      Alat bukti dapat berupa:
      1. surat atau tulisan;
      2. keterangan ahli;
      3. keterangan para saksi;
      4. pengakuan para pihak; dan/atau
      5. pengetahuan Hakim
      Pasal 76
      Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
      Pasal 78
      Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
      B. 2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sependapat dengan kesimpulan dan putusan Majelis Hakim tetap mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Biaya Pemasaran sebesar Rp1.442.586,00;
      dengan penjelasan sebagai berikut :
      • Dalam dasar pertimbangannnya, Majelis Hakim menyebutkan bahwa kesimpulan dan putusan Majelis Hakim tetap mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Biaya Pemasaran sebesar Rp1.442.586,00 didasarkan pada fakta bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menyampaikan bukti pendukung atas koreksi tersebut.
      • Karena telah didasarkan pada fakta bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menyampaikan bukti pendukung atas koreksi Biaya Pemasaran sebesar Rp1.442.586,00; maka artinya kesimpulan dan putusan Majelis Hakim nyata-nyata telah sesuai dengan hukum pembuktian sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 69 ayat (1), Pasal 76, dan Pasal 78 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
      B. 3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak sependapat dengan kesimpulan dan putusan Majelis Hakim membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Biaya Pemasaran sebesar Rp.306.770.673,00; dengan penjelasan sebagai berikut :
      1. Bahwa faktanya, kesimpulan dan putusan Majelis Hakim membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Biaya Pemasaran sebesar Rp.306.770.673,00 semata-mata didasarkan pada data kwitansi dan invoice yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam proses uji bukti.
      2. Bahwa faktanya, dalam mengambil kesimpulan dan putusan membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Biaya Pemasaran sebesar Rp.306.770.673,00; Majelis Hakim telah mengabaikan fakta-fakta lain terkait alat bukti kwitansi dan invoice yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sebagai berikut :
      1. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyerahkan General Ledger atas Biaya Pemasaran tersebut, sehingga kebenaran dari data-data yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat disandingkan dengan pembebanan dalam General Ledger Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
      2. Selain itu, dalam proses uji bukti juga tidak ditemukan adanya jurnal pencatatan ataupun bukti pembayaran atas kwitansi dan invoice yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Adanya pembayaran atas kwitansi dan invoice tersebut seharusnya tercatat atau te-record dalam rekening koran ataupun jurnal pencatatan.
      1. Diabaikannya fakta-fakta di atas tentunya bertentangan dengan hukum pembuktian sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 69 ayat (1), Pasal 76, dan Pasal 78 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
      2. Perlu disampaikan juga bahwa dengan tidak adanya bukti pembayaran atas Biaya Pemasaran sebesar Rp.306.770.673,00 maka tidak terbukti bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah pihak yang berhak untuk membebankan biaya tersebut.
      Untuk selanjutnya terhadap kesimpulan dan putusan Majelis Hakim membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Biaya Pemasaran sebesar Rp.306.770.673,00 diajukan upaya hukum Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
    3. Sengketa Biaya Lain-Lain berupa Koreksi Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp447.311.880,00
      C. 1. Bahwa ketentuan perundang-undangan mengatur sebagai berikut:
      • UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000
        Pasal 9 ayat (9)
        Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
        Penjelasan Pasal 9 ayat (9)
        Ketentuan ini memungkinkan Pengusaha Kena Pajak untuk mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama, yang disebabkan antara lain karena Faktur Pajak terlambat diterima. Pengkreditan Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang tidak sama tersebut hanya diperkenankan dilakukan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan. Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, pengkreditan Pajak Masukan tersebut dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan. Kedua cara pengkreditan tersebut hanya dapat dilakukan apabila Pajak Masukan yang bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan (dikapitalisasikan) kepada harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bersangkutan, dan terhadap Pengusaha Kena Pajak belum dilakukan pemeriksaan.
      • PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN
        Pasal 3 ayat (1)
        Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) Undangundang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto,
        kecuali : ...
        Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak/Pengusaha Kena Pajak yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, merupakan bagian dari harga perolehan barang dan jasa. Oleh karena itu, apabila Pajak Masukan tersebut berkenaan dengan pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
      C. 2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak sependapat dengan kesimpulan dan putusan Majelis Hakim membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas pembebanan Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp 447.311.880,00; dengan pertimbangan sebagai berikut :
      1. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi atas pembebanan kelebihan PPN sebesar Rp 447.311.880,00 dengan pertimbangan bahwa Pajak Masukan yang dibayarkan pada saat impor film dan mengakibatkan terjadinya kelebihan bayar PPN pada dasarnya sudah dikreditkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
      2. Sehingga apabila Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) diperkenankan membiayakan kelebihan PPN tersebut sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak, maka berarti Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah memperhitungkan Pajak Masukan secara dobel taxation atau sebanyak 2 (dua) kali, yaitu sebagai kredit pajak di PPN dan sebagai biaya di Pajak Penghasilan.
      3. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 berikut memori penjelasannya, serta ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan berikut memori penjelasannya.
      4. Dalam Pasal 9 ayat (9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, sangat jelas diatur bahwa : Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Dan dalam memori penjelasannya dinyatakan bahwa : Ketentuan ini memungkinkan Pengusaha Kena Pajak untuk mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama, yang disebabkan antara lain karena Faktur Pajak terlambat diterima. Pengkreditan Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang tidak sama tersebut hanya diperkenankan dilakukan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan. Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, pengkreditan Pajak Masukan tersebut dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan. Kedua cara pengkreditan tersebut hanya dapat dilakukan apabila Pajak Masukan yang bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan (dikapitalisasikan) kepada harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bersangkutan, dan terhadap Pengusaha Kena Pajak belum dilakukan pemeriksaan.
      5. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, diatur bahwa: Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali : ... Dengan penjelasan bahwa : Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak/Pengusaha Kena Pajak yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, merupakan bagian dari harga perolehan barang dan jasa. Oleh karena itu, apabila Pajak Masukan tersebut berkenaan dengan pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
      6. Dari beberapa ketentuan perundang-undangan perpajakan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa :
      1. Pajak masukan dapat dikurangkan sebagai kredit pajak apabila belum dibebankan sebagai biaya.
      2. Dan sebaliknya, pajak masukan dapat dibebankan sebagai biaya hanya apabila belum dikurangkan sebagai kredit pajak.
      1. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa apabila Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) diperkenankan membiayakan kelebihan PPN tersebut sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak, maka artinya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah memperhitungkan Pajak Masukan secara dobel taxation atau sebanyak 2 (dua) kali, yaitu sebagai kredit pajak di PPN dan sebagai biaya di Pajak Penghasilan.
      2. Bahwa kesimpulan dan putusan Majelis membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas pembebanan Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp 447.311.880,00 pada dasarnya juga akan mengakibatkan dobel taxation atas pajak masukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), dimana selain telah dikurangkan sebagai kredit pajak atas pajak keluarannya (pada SPT PPN yang dilaporkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)), pajak masukan tersebut pada akhirnya juga diakui Majelis sebagai biaya yang dapat dikurangkan terhadap penghasilan di PPh Badan.
      3. Kesimpulan dan putusan Majelis tersebut nyatanyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 berikut memori penjelasannya, serta ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan berikut memori penjelasannya, karena kesimpulan dan putusan Majelis membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas pembebanan Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp 447.311.880,00 akan mengakibatkan adanya dobel taxation atas pajak masukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
      4. Untuk itu terhadap kesimpulan dan putusan Majelis membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas pembebanan Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp 447.311.880,00 diusulkan untuk diajukan upaya hukum Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
      5. Perlu disampaikan juga bahwa meskipun Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp 447.311.880,00 pada akhirnya tidak dapat direstitusikan ataupun dikompensasikan ke masa pajak berikutnya, akan tetapi hal itu semata-mata terjadi sebagai konsekuensi dari metode penentuan DPP PPN Penjualan Film yang dipilih Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
        Dan metode penentuan DPP PPN Penjualan Film yang dipilih Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), faktanya tidak mengakibatkan hilangnya hak Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk mengkreditan Pajak Masukan atas Impor Film terhadap DPP tersebut.
      6. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 32/PJ.3/1986 tanggal 8 Juli 1986 tentang PPn atas Film Ceritera Impor (Seri PPN-78) sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -04/PJ.52/1996 tanggal 1 Februari 1996, telah diatur beberapa ketentuan sebagai berikut :
        Butir 4 huruf a
        Mengingat adanya ketentuan bahwa impor film ceritera harus dilakukan dengan sistem paket yang terdiri dari 5 atau lebih film, sedang lolosnya film dari Badan Sensor Film tidak bersamaan waktunya, maka sulit untuk dapat melakukan perhitungan harga pokok per judul flm dan karenanya untuk pengenaan PPN, Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas film ceritera impor per judul film ditetapkan berdasarkan suatu perkiraan harga sesuai dengan negara asal film yang bersangkutan (deemed taxable base).
        Butir 5
        Saat Pajak Terhutang dan Pengkreditan Pajak Masukan:
        a. PPN atas film ceritera impor terhutang dalam Masa Pajak pada saat film tersebut disetujui oleh Badan Sensor Film untuk diedarkan (lolos sensor).
        b. Pajak Masukan yang dibayar pada saat impor film dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang terhutang.
        c. Pengkreditan tersebut pada butir b dilakukan per paket film. Apabila Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran maka kelebihan tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan kekurangan bayar PPN per paket film yang lain atau diminta kembali, mengingat bahwa DPP atas film ditetapkan atas dasar perkiraan harga rata-rata.
        Butir 7
        Hak PKP untuk tidak menggunakan deemed price:
        Importir Film Ceritera yang tidak menghendaki diberlakukannya Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana ditetapkan dalam butir 4 huruf a (deemed taxable base) dapat memilih untuk melaksanakan PPN berdasarkan harga sebenarnya (actual price) sesuai dengan ketentuan umum PPN yang berlaku.
      7. Dari beberapa ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
        1. Dalam menentukan nilai DPP PPN, Importir Film (termasuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) dapat memilih untuk menggunakan perkiraan harga rata-rata (deemed taxable base) atau harga sebenarnya (actual base).
        2. Kedua metode penentuan nilai DPP PPN tersebut di atas, faktanya tidak menghilangkan hak bagi Importir Film (termasuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) untuk mengkreditkan pajak masukan yang diperolehnya pada saat impor film.
        3. Hanya saja, ketika Importir Film (termasuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) memilih menggunakan perkiraan harga rata-rata (deemed taxable base) sebagai dasar dalam menentukan nilai DPP PPN, maka konsekuensinya apabila Pajak Masukan yang dikreditkan lebih besar dari Pajak Keluaran atas DPP PPN yang diperoleh dari perkiraan harga rata-rata, selisih lebih dari perhitungan tersebut (atau lazim disebut sebagai kelebihan bayar PPN) tidak dapat direstitusikan ataupun dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Ketentuan mengatur demikian karena DPP PPN atas Penjualan Film ditetapkan atas dasar perkiraan harga rata-rata. Meskipun demikian, apabila Pajak Masukan yang dikreditkan tidak lebih besar dari Pajak Keluaran atas DPP PPN yang diperoleh dari perkiraan harga rata-rata, maka tetap berlaku ketentuan umum sesuai Undang-Undang PPN.
        4. Dan apabila Importir Film (termasuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) memilih menggunakan harga sebenarnya (actual base) sebagai dasar dalam menentukan nilai DPP PPN, maka mekanisme pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran atas DPP PPN tersebut adalah sesuai dengan ketentuan umum dalam Undang-Undang PPN.
        5. Kedua penjelasan pada butir c dan butir d di atas semakin membuktikan bahwa metode penentuan DPP PPN Penjualan Film yang dipilih Importir Film (termasuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)), pada dasarnya tidak mengakibatkan hilangnya hak Importir Film (termasuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)) untuk mengkreditan Pajak Masukan atas Impor Film yang diperolehnya. Tidak dapat direstitusikannya ataupun dikompensasikannya nilai kelebihan bayar PPN atas pengkreditan pajak masukan yang dilakukan Importir Film (termasuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) semata-mata terjadi sebagai konsekuensi dari metode penentuan DPP PPN Penjualan Film yang dipilih Importir Film (termasuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sendiri, yang memilih menggunakan perkiraan harga rata-rata (deemed taxable base).
        Menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), konsekuensi yang diatur dalam ketentuan perundangundangan tersebut di atas adalah konsekuensi yang sangat logis karena tidak mungkin negara memberikan restitusi ataupun kompensasi atas kelebihan bayar yang didasarkan pada sebuah perkiraan.
    4. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyatanyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 56230/PP/M.IIIB/15/2014 Tanggal 16 Oktober 2014 harus dibatalkan
  5. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put. 56230/PP/M.IIIB/15/2014 Tanggal 16 Oktober 2014 yang menyatakan:
    mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1314/WPJ.06/BD.06/2009 tanggal 4 November 2009, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002 Nomor: 00015/206/02/076/08 tanggal 7 November 2008, atas nama: PT. XXX, NPWP 01.xxxx, beralamat di: Jln. KK No. YY, Jakarta – 10xxx,
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-1314/WPJ.06/BD.06/2009 tanggal 4 November 2009, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002 Nomor : 00015/206/02/076/08 tanggal 7 November 2008, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.xxxx, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp393.380.684,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu point 1 tentang Koreksi Biaya Transportasi sebesar Rp183.158.538,00; point 2 tentang Koreksi Biaya Pemasaran sebesarRp308.213.259,00; dan alasan point 3 tentang Koreksi Biaya Lain-Lain berupa Koreksi Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sebesar Rp447.311.880,00; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo telah dilakukan uji bukti yang dilakukan kedua belah pihak dan telah diyakini kebenarannya oleh Majelis Pengadilan Pajak dan olehkarenanya koreksi Terbanding sekarang (Pemohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan, karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,- ( dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 10 Mei 2017, oleh Dr. H. CCC, S.H.,M.Hum, Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. AAA, S.H., M.S. dan BBB, S.H., M.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd./Dr. H. AAA, S.H., M.S.

ttd./BBB, S.H., M.H.


Ketua Majelis,

ttd./Dr. H. CCC, S.H.,M.Hum
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd./DDD, S.H., M.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx