Putusan Mahkamah Agung Nomor : 605/B/PK/PJK/2011

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 28924/PP/M.I/16/2011, tanggal 31 Januari 201


 

PUTUSAN
Nomor 605/B/PK/PJK/2011

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

PT XXX, beralamat di Jl. P Nomor YY RT X, Air Putih, Samarinda, dalam hal ini diwakili oleh AAA, selaku Direktur Utama, selanjutnya memberi kuasa kepada: BBB, kuasa hukum, bertempat tinggal di Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 26 Mei 2011;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

melawan:


DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini diwakili oleh :
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Kesemuanya berkantor di Jl. Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-814/PJ./2011 tanggal 4 Juli 2011;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 28924/PP/M.I/16/2011, tanggal 31 Januari 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding dengan posita perkara pada pokoknya sebagai berikut :

POKOK SENGKETA FORMAL
  1. bahwa Keputusan Terbanding Nomor : KEP-853/PJ.07/2009 tanggal 19 Oktober 2009 tersebut adalah terkait dengan surat keberatan Pemohon Banding Nomor 069/CT-SMD/IV/2009 atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor 00239/207/07/725/09 tanggal 21 April 2009 dan permohonan banding ini diajukan ke Pengadilan Pajak masih dalam batas waktu yang ditentukan sesuai dengan Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
  2. bahwa Keputusan Terbanding Nomor : KEP-853/PJ.07/2009 tanggal 19 Oktober 2009 tersebut adalah terkait dengan surat keberatan Pemohon Banding Nomor 069/CT-SMD/IV/2009 atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor 00239/207/07/725/09 tanggal 21 April 2009 dan permohonan banding ini diajukan ke Pengadilan Pajak masih dalam batas waktu yang ditentukan sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) dan Wajib Pajak tidak harus membayar 50% dari Jumlah Pajak yang belum dibayar sesuai dengan Pasal 27 ayat (5c) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
KESIMPULAN FORMAL
bahwa berdasarkan uraian di atas, maka Banding ini dapat diperiksa lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

POKOK SENGKETA MATERI
bahwa DPP Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri Masa Juli 2007
DPP Pajak Pertambahan Nilai Menurut SPT/WP  Rp                      0
DPP Pajak Pertambahan Nilai Menurut Pemeriksa Rp 3.358.058.820
Koreksi            Rp 3.358.058.820
DPP Kurang Bayar
Menurut SPT/WP            Rp                      0
Menurut Pemeriksa            Rp    449.979.882
Koreksi            Rp    449.979.882

Tanggapan Pemohon Banding
bahwa Pemohon Banding tidak sependapat apabila Terbanding mengganggap seolah-olah, Pemohon Banding mendapatkan Imbalan Jasa yang berupa. Royalty atas Perjanjian Kerjasama Pertambangan Batubara atara Pemohon Banding dengan PT. YYY tersebut;

bahwa dapat dijelaskan dalam Industri Pertambangan, Perjanjian Kerjasama Pertambangan Batubara dengan imbalan bagi hasil tersebut hal yang wajar dan bukan merupakan Imbalan yang berupa Royalty, hal ini dapat dilihat dari aturan main dalam PSAK 33 maupun Undang-Undang Pertambangan Minerba, kriteria perusahaan pertambangan adalah melakukan kegiatan sebagai berikut:
  1. Eksplorasi, yakni meliputi kegiatan antara lain:
    1. Penyelidikan umum, kegiatan yang dilakukan dan biaya yang terjadi adalah Studi literatur, membuat data satelit dan foto udara, pemetaan geologi, pengambilan contoh dan analisa contoh pemukaan;
    2. bahwa perijinan dan adrninistrasi, kegiatan yang dilakukan dan biaya yang terjadi adalah memperoleh Kuasa Pertambangan, memperoleh Kontrak Kerja Sama, memperoleh Kontrak Karya, pembebasan lahan (tanah/tanam tumbuh) dan membuat ijin eklporasi;
    3. Geologi dan geofisika;
    4. Pemboran Eksplorasi, dan;
    5. Evaluasi;
  2. Pengembangan dan Konstruksi, yakni meliputi kegiatan dan biaya yang terjadi adalah;
    1. Kegiatan pengembangan dari eksplorasi untuk selanjutnya ke Produksi;
    2. Kegiatan konstruksi, pembuatan prasarana, pembuatan atau pengadaan bangunan dan pengadaan mesin dan peralatan;
  3. Produksi, yakni meliputi kegiatan dan biaya yang terjadi adalah;
    1. Pengupasan lapisan tanah;
    2. Pengambilan bahan galian;
    3. Pencucian bahan galian; dan;
    4. Pengangkutan bahan galian;
  4. Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni meliputi kegiatan dan biaya yang terjadi adalah :
    1. Penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup;
    2. Pencegahan pencemaran sungai oleh air hasil penirisan tambang (limbah);
    3. Land scaping (pengaturan bentuk lahan) yang sesuai dengan kondisi topografi dan hidrologi areal tambang serta pengaturan saluran pembuangan air limbah;
    4. Pengelolaan tanah pucuk (top soil);
    5. Revegetasi;
    6. Pengendalian erosi;
    7. Pencegahan pencemaran, dll sebagaimana dituangkan dalam PSAK No 33 tahun 2007;
bahwa semua kegiatan tersebut di atas dikelola oleh masing-masing sesuai dengan beban dan tanggungjawabnya sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Sama Operasi (Lampiran 3).

bahwa didalam pelaksanaannya pihak Pemohon Banding pemilik Kuasa Pertambangan, melakukan kegiatan eksplorasi, pengembangan dan konstruksi tahap awal, serta kegiatan pengelolaan Lingkungan hidup, dimana terhadap kegiatan eksplorasi dan pengembangan dan konstruksi awal dilakukan dan dibiayai sepenuhnya oleh Pemohon Banding, sementara terhadap kegiatan pengelolaan Lingkungan hidup dilakukan oleh Pemohon Banding terhadap beban biayanya direimburs/ditagihkan kembali kepada PT. YYY sebagai operator tambang, terkecuali atas biaya Community Developmen dan Pengamanan Area Tambang sepenuhnya di tanggung oleh Pemohon Banding;

bahwa untuk kegiatan pengembangan dan konstruksi tingkat lanjutan serta kegiatan produksi sepenuhnya menjadi tanggungjawab PT. YYY sebagai Operator;

bahwa dalam ketentuan Undang-Undang Mineral dan Batubara yang mempunyai kewajiban untuk membayar dan melaporkan Royalty (Penerimaan Negara Bukan Pajak) atas kegiatan pertambangan dan kewajiban administrasi lainnya yang terkait dengan kegiatan penambangan kepada Instansi (Dinas Pertambangan dan Direktorat Pertambangan Mineral dan Batubara adalah Pemohon Banding, dengan demikian maka jelas bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding adalah perusahaan yang kegiatan usahanya adalah dibidang pertambangan bukan sebagai kontraktor atau kegiatan usaha yang mendukung kegiatan pertambangan;

bahwa sebagai informasi tambahan untuk kewajiban Royalty (Penerimaan Negara Bukan Pajak) tahun 2005 sampai dengan 2007 atas nama Pemohon Banding telah dilakukan Audit oleh BPKP (Lampiran 4);

bahwa demi menjaga resiko yang tidak diinginkan dari Investasi yang cukup besar tersebut PT. YYY di berikan hak eksklusif untuk mencari pembeli dan melakukan penjualan Batubara, dari hasil penjualan tersebut dan setelah dikurangi biaya-biaya serta margin yang telah diperhitungkan oleh Operator (PT. YYY), Pemohon Banding menerima bagi hasil per ton batubara sebesar Rp. 24.000,-, namun apabila Pemohon Banding mampu mencari dan menjual sendiri, maka hak eksklusif tersebut kembali ke Pemohon Banding;

bahwa sangat dipaksakan apabila Terbanding menganggap penghasilan yang diterima oleh Pemohon Banding tersebut termasuk dalam klasifikasi penghasilan sesui dengan Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan yakni “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk antara lain penghasilan berupa royalti”;

bahwa dalam penjelasan ayat tersebut, dijelaskan pada dasarnya imbalan berupa royalti terdiri dari 3 kelompok, yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan:
  1. Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
  2. Hak atas harta herwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat industri, dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (rig), dan sebagainya;
  3. Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya; Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian informasi disini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama;
bahwa diklasifikasikan sesuai dengan Pasal 4 huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai “penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha” karena dari perjanjian kerjasama tersebut tidak ada nilai tambahnya buat PT. YYY (sesuai dengan azas dari Pajak Pertambahan Nilai) dan atau penyerahan jasa atas penggunaan hak atas harta tak berwujud;

bahwa dengan demikian sangat tidak relevan dan terkesan dipaksakan apabila Pemohon Banding diklasifikasikan sebagai Jasa Pelimpahan Barang Tidak Berwujud dengan KLU 74114 dan dikukuhkan secara sebagai Pengusaha Kena Pajak secara Jabatan oleh Kantor Pelayanan Pajak Madya Balikpapan sejak tanggal 21 April 2009;

bahwa Pemohon Banding menyadari telah terjadi kekeliruan yang dilakukan oleh pihak PT. YYY dalam menerapkan dan atau melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 terhadap penghasilan yang diperoleh Pemohon Banding dari Perjanjian Kerjasama tersebut, dan Pemohon Banding telah melakukan beberapa kali pembahasan dengan PT. YYY untuk melakukan revisi terhadap pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23 tersebut namun hingga perjanjian tersebut berakhir dikarena dicabutnya Kuasa Pertambangan yang dimiliki oleh Pemohon Banding menemui jalan buntu dengan alasan bahwa apapun bukti potong tersebut adalah kredit pajak bagi Pemohon Banding tanpa memahami konsekuensi atas penerapan dari pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23 tersebut;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 28924/PP/M.I/16/2011, tanggal 31 Januari 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut :

Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-853/PJ.07/2009 tanggal 19 Oktober 2009, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November sampai dengan November 2007 Nomor : 00239/207/07/725/09 tanggal 21 April 2009, atas nama : PT XXX, NPWP xxxx, alamat di Jl. P Nomor YY RT X, Air Putih, Samarinda;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 28924/PP/M.I/16/2011, tanggal 31 Januari 2011, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 3 Maret 2011, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 26 Mei 2011, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak Jakarta pada Tanggal 26 Mei 2011, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 26 Mei 2011;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 13 Juni 2011, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 12 Juli 2011;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim yang berbunyi :
    Halaman 35
    alinea ke- 6 :
    “ bahwa Majelis berpendapat hak atas kuasa pertambangan termasuk pengertian yang dimaksud dengan barang tidak berwujud;”
    alinea ke- 7 :
    “ bahwa sesuai bukti P-3, diketahui dalam Pasal 2 Pemohon Banding sebagai pihak pertama mengalihkan hak-hak pertambangan kepada pihak kedua (PT. YYY) sehingga Majelis berpendapat penyerahan yang dilakukan memenuhi ketentuan dalam Pasal 1A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 menyatakan yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian ;”
    Halaman 36
    alinea ke- 1 :
    “ bahwa berdasarkan keterangan yang disampaikan dalam persidangan, bukti-bukti yang disampaikan dalam persidangan dan keyakinan hakim, Majelis berpendapat bahwa imbalan yang diperoleh Pemohon Banding dari PT. YYY adalah obyek PPN sehingga Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding sebesar Rp3.358.058.820 ,00 tetap dipertahankan ;”
  2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.28924/PP/M.I/16/2011 yang diucapkan tanggal 31 Januari 2011 tersebut diatas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta terhadap hasil pembuktian atas data serta bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang terungkap pada saat persidangan, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia;
  3. Bahwa Pengadilan Pajak merupakan pengadilan di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara;
    Bahwa menurut Pasal 107, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan :
    “ Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan kayakinan Hakim.”
  4. Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan :
    “ Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
  5. Bahwa Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan :
    “ Alat bukti dapat berupa ;
    1. surat atau tulisan
    2. keterangan ahli
    3. keterangan para saksi
    4. pengakuan para pihak ; dan/atau
    5. pengetahuan hakim.”
  6. Bahwa Pasal 70 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan :
    “ Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari ;
    1. akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya;
    2. akta dibawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya;
    3. surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang;
    4. surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan;”
  7. Bahwa pertimbangan Majelis Hakim yang dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.28924/PP/M.I/16/2011 yang diucapkan tanggal 31 Januari 2011 telah mengabaikan alat bukti yang disampaikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
  8. Bahwa dalam mengambil keputusannya sebagaimana yang dituangkan didalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.28924/PP/M.I/16/2011 yang diucapkan tanggal 31 Januari 2011 Majelis Hakim tidak mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
  9. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 disebutkan;
    Pasal 4
    “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
    a. penyerahan Barang Kena Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
    b. impor Barang Kena Pajak;
    c. penyerahan Jasa Kena Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
    d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean;
    e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean; atau
    f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
    Pasal 1A ayat (1)
    “Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah :
    a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
    b. pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing;
    c. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
    d. pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak ;
    e. persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
    f. penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang;
    g. penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi;”
    Pasal 1 angka 3
    “Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini”;
    Pasal 1 angka 2
    “Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud”;
    Pasal 1 huruf b
    “yang dimaksud dengan barang tidak berwujud adalah antara lain hak atas merek Dagang, HakPaten dan Hak Cipta”;
  10. Bahwa berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110) definisi Merek disebutkan sebagai berikut :
    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 :
    “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Pasal 1 Ayat 1)”;
    Bahwa berdasarkan jenis-jenis merek dapat dijelaskan sebagai berikut :
    Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
    Merek jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
    Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
    Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.
  11. Bahwa berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109) definisi Paten sebagai berikut :
    “Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1)”;
    bahwa Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi.
  12. Bahwa berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta disebutkan definisi Hak Cipta sebagai berikut :
    “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1).”
    Bahwa Hak Cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu "seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi".
  13. Bahwa berdasarkan peraturan didalam Undang-undang tersebut diatas telah jelas bahwa pemberian hak penambangan batubara dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada PT. YYY tidak termasuk kedalam pengertian penyerahan hak barang tidak berwujud (seperti merek dagang, hak paten dan hak cipta).
  14. Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 secara jelas definisi Royalti disebutkan sebagai berikut ;
    “Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas :
    1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta dibidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, disain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaaan intelektual /industrial atau hak serupa lainnya;
    2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan /perlengkapan industrial, komersial atau ilmiah;
    3. Pemberian pengetahuan atau informasi dibidang ilmiah, teknikal, industrial atau komersial;
    4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa :
      1. Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optic, atau teknologi yang serupa;
      2. Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optic, atau teknologi yang serupa;
      3. Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spectrum radio komunikasi;
    5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture film), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio;
    6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut diatas.”
  15. Bahwa berdasarkan peraturan didalam Undang-undang tersebut diatas telah jelas bahwa pemberian hak penambangan batubara dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada PT. YYY tidak termasuk kedalam pengertian penerimaan Royalti .
  16. Bahwa didalam persidangan banding di Pengadilan Pajak, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah memberikan bukti-bukti yang dapat meyakinkan Majelis Hakim bahwa pembayaran dari PT. YYY kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan imbalan atas bagi hasil dari penjualan batubara.
    Bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut dibawah ini berupa ;
    1. Bukti P-3 Perjanjian Kerjasama Operasi antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon banding) dengan PT. YYY;
    2. Bukti P-7 Laporan Keuangan 31 Desember 2007 dan 2006 dan Laporan Auditor Independen;
    3. Bukti P-8 Surat Keberatan Nomor :069/CT-SMD/Iv/2009 tanggal 27 April 2009;
    4. Bukti P-9 invoice;
    5. Bukti P-14 Coal Mining Cooperation Agreement;
      terungkap faktanya bahwa pembayaran tersebut adalah pembayaran atas bagi hasil kerjasama operasi atas penjualan batubara dari PT. YYY kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
  17. Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.28924/PP/M.I/16/2011 yang diucapkan tanggal 31 Januari 2011 telah terungkap bahwa penerimaan dari PT. YYY sebesar Rp.3.358.058.820,00 bukan pembayaran Royalti melainkan pembayaran atas bagi hasil kerjasama operasi atas penjualan batubara dari PT. YYY kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
    Halaman 34
    Alinea ke-5
    “bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti P-8 diketahui pendapatan usaha Pemohon Banding berasal dari pendapatan kerjasama operasi dari hasil penambangan yang dilakukan oleh PT. YYY terhadap lahan konsesi tambang yang dimiliki perusahaan; ”.
    Alinea ke-6
    “bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti P-3 diketahui dalam Pasal 2 Pemohon Banding sebagai pihak pertama mengalihkan hak-hak pertambangan kepada pihak kedua (PT. YYY) dan pihak kedua menerima pengalihan hak-hak pertambangan tersebut dari pihak pertama;”.
    Alinea ke-7
    “bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti P-3 diketahui dalam Pasal 6 sebagai berikut :
    6.1 pihak kedua berhak sepenuhnya atas semua hasil penjualan dan produksi batubara dimaksud dalam perjanjian ini, kecuali apabila ditentukan lain;
    6.2 pihak pertama berhak mendapatkan fee sehubungan dengan batubara yang diproduksi dan dijual oleh pihak kedua yaitu sejumlah Rp.25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) per metric ton untuk produksi hingga 250.000 ton dan Rp.24.000,- (dua puluh empat ribu rupiah) untuk produksi batubara diatas 250.000 ton;
    6.4.b pihak kedua akan membayar dimuka kepada pihak pertama (advance fee) sebagai berikut :
    Rp.3.125.000.000,- (tiga milyar seratus dua puluh lima juta rupiah) sebagai advance fee untuk 125.000 (seratus dua puluh lima ribu ) ton metric kedua sebagai hasil penjualan batubara dimaksud dalam perjanjian ini, setelah dikeluarkannya KP untuk eksploitasi, pengangkutan dan penjualan yang syarat-syaratnya dapat diterima oleh pihak kedua, sebagai pengganti KP-KP (untuk eksploitasi) yang ada pada saat ditandatanganinya perjanjian ini dan setelah perjanjian ini mendapat persetujuan dari Walikota Samarinda dan/atau Kantor Dinas Wilayah Pertambangan dan Energi;
    6.7 pihak kedua bertanggung jawab atas pemotongan dan pembayaran pajak dari pembayaran fee pihak pertama dalam jumlah yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan akan menanggung dan membayarkannya pada Kantor Pajak yang berwenang (ketentuan PPh Pasal 23);”
  18. Bahwa koreksi Termohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang berpendapat bahwa penerimaan dari PT. YYY sebesar Rp3.358.058.820 ,00 adalah obyek PPN yaitu termasuk sebagai penyerahan hak atas Barang Kena Pajak (Royalti) adalah sangat tidak mendasar dan terkesan hanya mengada-ada.
  19. Bahwa pertimbangan Majelis yang mempertahankan koreksi yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena alasan pembayaran tersebut merupakan penerimaan atas Royalti sebesar Rp.3.358.058.820,00 adalah tidak berdasarkan bukti-bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan dan ketentuan perundang-undangan yang ada karena mengabaikan asas/prinsip “substance over form”.
    Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), pembayaran yang diterima oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas bagi hasil penjualan telah didasarkan kepada kesepakatan kerjasama operasi dibidang pertambangan antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT. YYY sebagaimana tertuang pada bukti P-14 yang disampaikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada persidangan banding di Pengadilan Pajak;
    Bahwa Perjanjian/Kontrak yang dibuat tersebut telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata;
    Bahwa sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata maka Perjanjian/Kontrak tersebut dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang mengadakan perikatan/perjanjian, sedangkan koreksi yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak mempertimbangkan hal tersebut;
    Bahwa dalam industri dibidang pertambangan, perjanjian kerjasama operasi (Joint Operation) dengan imbalan bagi hasil merupakan hal yang wajar.
    Bahwa didalam perjanjian kerjasama operasi tersebut tertuang didalam Pasal 4 adanya PEMBAGIAN TUGAS PEKERJAAN antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT. YYY.
    Bahwa didalam perjanjian kerjasama operasi tersebut tertuang didalam Pasal 5 adanya RAPAT KOORDINASI PEKERJAAN antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT. YYY.
    Bahwa didalam perjanjian kerjasama operasi tersebut tertuang didalam Pasal 6 mengenai HASIL PENJUALAN BATUBARA, FEE PIHAK PERTAMA DAN JANGKA WAKTU PEMBAYARAN antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT. YYY.
    Bahwa peraturan perpajakan menganut asas/prinsip materi/substansi (substance over form), maka alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yang menganggap penerimaan pembayaran tersebut sebagai Royalti tidak sesuai dengan prinsip tersebut karena secara materi penerimaan pembayaran tersebut merupakan pembayaran atas bagi hasil atas penjualan batubara;
  20. Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap pada saat persidangan banding Pengadilan Pajak, dengan demikian alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk mengkoreksi penerimaan pembayaran atas bagi hasil penjualan batubara sebesar Rp. 3.358.058.820,00 menjadi penerimaan pembayaran atas royalty menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat sebagai berikut :
    1. bahwa penghasilan yang diterima oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah dari imbalan (fee) yang diperoleh atas kerjasamanya dengan PT. YYY, bukan dari penjualan batubara adalah tidak benar, karena berdasarkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor : Put.28924/PP/M.I/16/2011 tanggal 31 Januari 2011 pada halaman 34 alinia ke-5 telah dituangkan:
      “bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap bukti P-8 diketahui pendapatan usaha Pemohon Banding berasal dari pendapatan kerjasama operasi dari hasil penambangan yang dilakukan oleh PT. YYY terhadap lahan konsesi tambang yang dimiliki perusahaan;”
    2. bahwa imbalan yang diperoleh tersebut tidak termasuk dalam jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah sangat keliru, karena berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada hak atas kuasa pertambangan tidak termasuk pengertian barang tidak berwujud (merek dagang, hak paten dan hak cipta).
      Bahwa dengan demikian kesimpulan tersebut diatas yaitu bahwa pembayaran yang diterima oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dari PT. YYY sebesar Rp.3.358.058.820,00 yang dianggap sebagai penyerahan hak atas barang kena pajak tidak berwujud adalah lemah dan tidak memiliki dasar yang kuat.
  21. Bahwa dengan demikian berdasarkan fakta hukum (fundamentum petendi) yang terungkap dari bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat persidangan banding di Pengadilan Pajak, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim yang berbunyi :
    Halaman 35
    alinea ke- 6 :
    “ bahwa Majelis berpendapat hak atas kuasa pertambangan termasuk pengertian yang dimaksud dengan barang tidak berwujud;”
    alinea ke- 7 :
    “bahwa sesuai bukti P-3, diketahui dalam Pasal 2 Pemohon Banding sebagai pihak pertama mengalihkan hak-hak pertambangan kepada pihak kedua (PT. YYY) sehingga Majelis berpendapat penyerahan yang dilakukan memenuhi ketentuan dalam Pasal 1A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 menyatakan yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian ;”
    Halaman 36
    alinea ke- 1 :
    “bahwa berdasarkan keterangan yang disampaikan dalam persidangan, bukti-bukti yang disampaikan dalam persidangan dan keyakinan hakim, Majelis berpendapat bahwa imbalan yang diperoleh Pemohon Banding dari PT. YYY adalah obyek PPN sehingga Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding sebesar Rp3.358.058.820,00 tetap dipertahankan;” merupakan pertimbangan yang patut untuk ditinjau kembali.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Pertimbangan Hukum dan Putusan Pengadilan Pajak yang menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-853/PJ.07/2009 tanggal 19 Oktober 2009, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak November sampai dengan November 2007 Nomor : 00239/207/07/725/09 tanggal 21 April 2009 atas nama Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali adalah sudah tepat dan benar, yaitu bahwa penyerahan hak kuasa pertambangan batubara, sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) jo Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali : PT XXX tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak ;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : PT XXX tersebut ;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah) ;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin tanggal 14 Mei 2012 oleh Prof. Dr. Paulus E. Lotulung, S.H., Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. H. CCC, S.H. M.A., dan DDD, S.H. M.Sc., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh FFF, S.H. M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak ;


Anggota Majelis :

ttd./
Prof. Dr. H. CCC, S.H. M.A.

ttd./
DDD, S.H. M.Sc.

Ketua Majelis,



   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd./
FFF, S.H. M.H.


Oleh karena Hakim Agung Prof. Dr. GGG, S.H., sebagai Ketua Majelis telah meninggal dunia pada hari Kamis tanggal 29 Agustus 2013, maka Putusan ini ditandatangani oleh Hakim Agung/Pembaca I Prof. Dr. H. CCC, S.H. M.A., dan Hakim Agung/Pembaca II DDD, S.H. M.Sc.


Jakarta, 28 April 2015

Ketua Mahkamah Agung RI,


ttd/.

Prof. Dr. HHH S.H., M.H.



Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx