Putusan Mahkamah Agung Nomor : 575 B/PK/PJK/2011

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 22979/PP/M.II/16/2010 tanggal 1 April 2010 yang t


 

PUTUSAN
Nomor 575 B/PK/PJK/2011

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jl. Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. KRP, Pj. Direktur Keberatan dan Banding;
  2. JCO, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. WBH, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. SYM, Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding;
Kesemuanya berkantor di Jl. Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-676/PJ./2010 tanggal 22 Juli 2010;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. ABC, berkedudukan di Jl. ZZZ KM. X, No. XX, Cilongok, Desa Sukamantri, Tangerang;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 22979/PP/M.II/16/2010 tanggal 1 April 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding dengan posita perkara sebagai berikut :

Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Keputusan Terbanding No. KEP527/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 30 April 2009, yang menolak Permohonan Keberatan sesuai surat Pemohon Banding No. 015/DIR-DSGNII/08 tanggal 17 Juli 2008, atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Impor Masa Pajak Januari samapai dengan Desember Tahun 2006 No. 00010/227/06/055/08 tanggal 26 Juni 2008 perkenankanlah Pemohon Banding mengajukan permohonan Banding atas Keputusan Terbanding No. KEP527/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 30 April 2009, dengan alasan sebagai berikut :

Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN

Bahwa Pemohon Banding telah mengisi dengan lengkap dan benar dan menandatangani SPT-SPT Masa PPN masa pajak Januari s.d Desember 2006 serta menyampaikannya ke KPP PMA Dua tepat pada waktunya;

Pemeriksaan Pajak

Bahwa berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Nomor PRINT0612/WPJ.07/KP.0305/2007 tanggal 21 Agustus 2007 Kantor Pelayanan Pajak PMA Dua melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan Pemohon Banding. Pada saat dilakukan pemeriksaan, Pemohon Banding telah menyerahkan semua data yang diminta oleh Pemeriksa sesuai maksud Pasal 29 ayat (3) UU No.6 Tahun 1983 Tentang KUP sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.16 Tahun 2000;

Bahwa berdasarkan Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan No. Pemb.329/WPJ07/KP.0305/2008 tanggal 17 Juni 2008, Pemeriksa melakukan koreksi sebagai berikut :
Koreksi Dasar Pengenaan Pajak
Objek PPN cfm SPT
Objek PPN cfm Pemeriksa
Koreksi positif
Rp. 14.850.543.770,00

Rp. 16.495.922.916,00

Rp. 1.645.379.146,00

Bahwa menurut Pemeriksa koreksi tersebut; berdasarkan equalisasi penyerahan ke DPIL dengan Objek PPN Impor. Keputusan Menkeu Nomor: 291/KMK/05/1997 tanggal 26 Juni 1997;

Surat Ketetapan Pajak

Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan pajak tersebut Kantor Pelayanan Pajak PMA Dua menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Impor tahun 2006 No.00010/227/06/055/08 tanggal 26 Juni 2008 dengan perincian sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak
Pajak Keluaran
Pajak Yang Dapat Diperhitungkan
Pajak Yang Kurang Dibayar
Sanksi Administrasi (Kenaikan Pasal 13 (3) huruf b KUP)
Jumlah Yang Masih Harus Dibayar
Rp. 16.495.922.916,00
Rp. 1.649.592.292,00

Rp. 1.495.054.377,00
Rp. 164.537.915,00
Rp. 164.537.915,00
Rp. 329.075.830,00

 
Keberatan atas koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa

Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi yang dilakukan Pemeriksa atas objek PPN Impor sebesar Rp. 16.495.922.916,00;

Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa atas Objek PPN Impor. Menurut Pemeriksa koreksi dilakukan berdasarkan equalisasi penjualan kedalam Daerah Pabean Indonesia Lain (DPIL), Pemohon Banding juga mengerti bahwa sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 17 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 291/KMK/05/97 Tanggal 26 Juni 1997 atas pengeluaran barang yang telah diolah Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB) ke Daerah Pabean Indonesia Lain (DPIL) dikenakan Bea Masuk/Cukai, PPN,PPN-BM dan PPh Pasal 22 Impor, sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor;

Bahwa perlu Pemohon Banding beritahukan bahwa Penyerahan Barang Kena Pajak ke Daerah Pabean Indonesia Lain (DPIL) yang menurut Pemeriksa sebesar Rp. 16.495.922.916,00 bukanlah dari bahan baku / barang pembantu yang berasal impor yang mendapat fasilitas sesuai Keputusan Menkeu Nomor: 291/KMK/05/97, melainkan pembelian bahan baku/pembantu berasal dari lokal;

Bahwa perlu Pemohon Banding beritahukan kepada Majelis bahwa:
a. Berdasarkan surat No.S-444/WPJ.07/KP.0309/2008 tanggal 6 Agustus 2008.
KPP-PMA II memberitahukan bahwa keberatan yang kami ajukan dengan surat No.015/DIR-DSGNI1/08 tanggal 17 Juli 2008, atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Impor Tahun 2006 No. 00010/227/06/055/08 Tanggal 26 Juni 2008 telah memenuhi persyaratan formal;
b. Semua data yang diminta oleh Direktorat Jenderal Pajak cq. Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus telah kami serahkan dan diterima oleh Kanwil DJP Khusus, antara lain berupa :
SK Menkeu No.44/KMK.04/2002 Tentang Penetapan Perusahaan kami sebagai Kawasan Berikat Dan Pemberian Persetujuan Penyelenggaraan Kawasan Berikat (PKB) Merangkap Pengusaha Dikawasan Berikat (PDKB) Kepada PT. ABC yang berlokasi di Jl. ZZZ KM.X No.XX,Cilongok, Kelurahan Sukamantri, Kecamatan Pasar Kemis, Tangerang, Banten;
Daftar rekap pembelian bahan baku/pembantu dari lokal dan bukti dokumen pemberitahuan pemasukan asal daerah pabean ke kawasan berikat (BC 4.0);
Bahwa berdasarkan Keputusan No. KEP-527/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 30 April 2009, Terbanding menolak Permohonan Keberatan sesuai surat Pemohon Banding No. 015/DIR-DSGNII/08 tanggal 17 Juli 2008, atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Impor Tahun 2006 No. 00010/227/06/055/08 tanggal 26 Juni 2008 dengan pertimbangan bahwa tidak terdapat cukup alasan untuk menerima permohonan Pemohon Banding dengan perincian sbb:
Uraian Semula
Rp
Ditambah/(dikurangi)
Rp.
Menjadi
Rp.
PPN Kurang (Lebih) Bayar 164.537.915 0 164.537.915
Sanksi Bunga 0 0 0
Sanksi Kenaikan 164.537.915 0 164.537.915
Jumlah PPN Ymh Dibayar 329.075.830 0 329.075.830

Bahwa atas Keputusan Terbanding No. KEP-527/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 30 April 2009, yang menolak Permohonan Keberatan sesuai surat Pemohon Banding No. 015/DIR-DSGNII/08 tanggal 17 Juli 2008, atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Impor Tahun 2006 No. 00010/227/06/055/08 tanggal 26 Juni 2008 dengan ini Pemohon Banding mengajukan permohonan Banding dengan alasan sbb:

Bahwa sebagaimana telah Pemohon Banding jelaskan pada surat keberatan sebagaimana dimaksud di atas bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Objek PPN Impor yang dilakukan Pemeriksa sebesar Rp.16.495.922.916,00 dengan alasan sebagai berikut;

Bahwa menurut Pemeriksa koreksi dilakukan berdasarkan equalisasi penjualan kedalam Daerah Pabean Indonesia Lain (DPIL), Pemohon Banding juga mengerti bahwa sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 17 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 291/KMK/05/97 Tanggal 26 Juni 1997 atas pengeluaran barang yang telah diolah Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB) ke Daerah Pabean Indonesia Lain (DPIL) dikenakan Bea Masuk/Cukai, PPN,PPN-BM dan PPh Pasal 22 Impor, sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor;

Bahwa perlu Pemohon Banding beritahukan bahwa Penyerahan Barang Kena Pajak ke Daerah Pabean Indonesia Lain (DPIL) yang menurut Pemeriksa sebesar Rp. 16.495.922.916,00 bukanlah dari bahan baku/barang pembantu yang berasal impor yang mendapat fasilitas sesuai Keputusan Menkeu Nomor 291/KMK/05/97, melainkan pembelian bahan baku/pembantu berasal dari lokal;

Bahwa atas fasilitas bahan baku/barang pembantu yang berasal impor yang mendapat fasilitas sesuai Keputusan Menkeu Nomor: 291/KMK/05/97, telah diaudit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah IX Jawa Barat periode 1 Juni 2002 sampai dengan 30 Juni 2007;

Perhitungan PPN Terutang

Bahwa berdasarkan data dan fakta tersebut diatas menurut kami perhitungan PPN Terutang adalah sebagai berikut :
PPN Impor Terutang
PPN Impor Yang Telah Dibayar
PPN Impor Yang Kurang/Lebih Dibayar
Rp.   0

Rp.      0
Rp. Nihil


Bahwa demikian permohonan banding ini Pemohon Banding ajukan kepada Majelis, dengan harapan agar permohonan Banding yang Pemohon Banding sampaikan berdasarkan kenyataan yang ada tersebut diatas dapat dipergunakan sebagai pertimbangan Majelis, untuk dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya.

Pemohon Banding akan dengan senang hati memenuhi panggilan atau permintaan tambahan dokumen atau data yang diperlukan Majelis dalam rangka memutuskan permohonan banding Pemohon Banding;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 22979/PP/M.II/16/2010 tanggal 1 April 2010 yang telah berkekuatan tetap tersebut adalah sebagai berikut :

Mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-527/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 30 April 2009 mengenai keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Impor Masa Pajak Januari s.d Desember 2006 nomor: 00010/227/06/055/08 tanggal 26 Juni 2008, atas nama : PT ABC, NPWP : 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, alamat : Jl. ZZZ Km. X No. XX Cilongok, Sukamantri, Tangerang, sehingga penghitungan pajak menjadi sebagai berikut :

Dasar Pengenaan Pajak
Pajak Keluaran
Pajak yang dapat diperhitungkan
Pajak yang kurang, dibayar
Rp. 14.850.543.770,00
Rp.   1.485.054.377,00
Rp.   1.485.054.377,00
Nihil;
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan 22979/PP/M.II/16/2010 tanggal 1 April 2010, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 28 April 2010, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-676/PJ./2010 tanggal 22 Juli 2010, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak Jakarta pada Tanggal 26 Juli 2010, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 26 Juli 2010;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 9 Agustus 2010, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 7 September 2010;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasanalasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

Sengketa Koreksi Atas DPP PPN Impor Sebesar Rp 1.645.379.146,00
1 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
Halaman 23 alinea ke-8 :
"bahwa berdasarkan keterangan dan data yang ada dalam berkas banding, serta bukti yang disampaikan Pemohon Banding dalam persidangan, terdapat cukup bukti bahwa Penyerahan Barang Kena Pajak ke Daerah Pabean Indonesia Lain (DPIL) bukan berasal dari bahan baku yang diimpor melainkan pembelian bahan baku/pembantu berasal dari lokal, dengan demikian koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Impor Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 sebesar Rp 1.645.379.146,00 tidak dapat dipertahankan"
2 Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.22979/PP/M.II/16/2010 tanggal 01 April 2010 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan- pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia;
3 Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.22979/PP/M.II/16/2010 tanggal 01 April 2010 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta - fakta yang Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) ajukan.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU PP), menyebutkan sebagai berikut :
"Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim."
4 Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (selanjutnya disebut Undang-Undang PPN), menyatakan :
Pasal 1 angka 1:
"Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan."
Pasal 1 angka 2 :
"Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud."
Pasal 1 angka 9 :
"Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean."
Pasal 1 angka 17 :
"Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean."
Pasal 1 angka 18 :
"Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak."
Pasal 1 angka 20 :
"Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini."
Pasal 1 angka 23 :
"Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai"
Pasal 4 :
"Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
  1. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  2. impor Barang Kena Pajak;
  3. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
  6. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak"
Pasal 7 ayat (1)
"Tarif Pajak Pertambahan Nilai berjumlah 10% (sepuluh persen)."
Pasal 11 ayat (1)
"Terutangnya pajak terjadi pada saat :
  1. penyerahan Barang Kena Pajak;
  2. impor Barang Kena Pajak;
  3. penyerahan Jasa Kena Pajak;
  4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d;
  5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e; atau
  6. ekspor Barang Kena Pajak.
Pasal 11 ayat (2) :
"Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran."
Pasal 12 ayat (1) :
"Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;"
Pasal 13 :
“(1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4huruf c.
(2) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat membuat satu Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama sebulan takwim.
(3) Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.
(4) Saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
(6) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu sebagai Faktur Pajak.
(7) Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak Sederhana yang persyaratannya ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak."
5 Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut :
Pasal 69 ayat (1) :
"Alat bukti dapat berupa:
  1. surat atau tulisan;
  2. keterangan ahli;
  3. keterangan para saksi;
  4. pengakuan para pihak; dan/atau
  5. pengetahuan Hakim"
Pasal 70 huruf d:
"Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan banding atau Gugatan."
Pasal 76 :
"Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)."
Pasal 78 :
"Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim."
6 Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997, menyebutkan sebagai berikut :
Pasal 5 ayat (1) :
"Barang asal impor yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan diimpor untuk dipakai, sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, atau pajak dalam rangka impor :
  1. dipungut bea masuk berdasarkan tarif yang berlaku pada saat diimpor untuk dipakai dan Nilai Pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat;
  2. yang merupakan Barang Kena Cukai, dilunasi cukainya;
  3. dikenakan PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 berdasarkan harga penyerahan.
Pasal 5 ayat (2) :
"Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor."
7 Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 101/PMK.04/2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Menteri keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat antara lain diatur :
Pasal 8 ayat (1) :
"PKB dan PDKB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk (BM), Cukai, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor yang terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari KB"
Pasal 8 ayat (2) :
"PKB dan PDKB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang ada di KB :
  1. musnah tanpa sengaja; dan/atau
  2. diekspor; dan/atau
  3. diekspor kembali; dan/atau
  4. diimpor untuk dipakai; dan/atau
  5. dimasukkan ke KB lainnya."
Pasal 14 huruf c dan d :
"Terhadap impor barang, pemasukan Barang Kena Pajak (BKP), pengiriman hasil produksi, pengeluaran barang, penyerahan kembali BKP, peminjaman mesin, pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) ke dan/atau dari Kawasan Berikat (KB) diberikan fasilitas sebagai berikut :
  1. atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB diberikan penangguhan BM, pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor;
  2. atas pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut, tidak dipungut PPN dan PPnBM;
Pasal 17 ayat (1) :
"Atas pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB ke DPIL dikenakan BM, Cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor."
Pasal 17 ayat (2) :
"Dasar perhitungan pungutan negara atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
  1. BM berdasarkan tarif bahan baku dengan pembebanan dan kurs valuta asing yang berlaku pada saat dikeluarkan dari PDKB dan nilai pabean bahan baku pada saat diimpor ke PDKB;
  2. Apabila pembebanan tarif BM untuk bahan baku lebih tinggi dari pembebanan tarif BM untuk barang hasil olahan, BM didasarkan pada pembebanan tarif BM barang hasil olahan yang berlaku pada saat dikeluarkan dari PDKB;
  3. Cukai berdasarkan ketentuan perundang-undangan cukai yang berlaku;
  4. PPN, PPNBM dan PPh Pasal 22 berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
8 Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-03/BC/2002 tanggal 15 Januari 2002 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-63/BC/1997 tanggal 1 Juli 1997 tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Berikat antara lain diatur :
Pasal 38 :
  1. Pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB ke DPIL hanya dapat dilakukan setelah ada realisasi ekspor dan atau pengeluaran ke PDKB lain.
  2. Barang yang akan dikeluarkan ke DPIL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jumlah:
    1. Untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut, dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan digunakan oleh konsumen akhir sebanyak-banyaknya 50%;
    2. Barang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a sebesar 100% dari nilai realisasi ekspor dan atau pengeluaran PDKB lainnya.
  3. Perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada PEB dan atau dokumen pengeluaran ke KB lain (formulir BC.2.3) dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 (satu) tahun sejak tanggal pendaftaran PEB dan atau formulir BC.2.3 tersebut.
  4. Terhadap barang asal impor yang telah diolah oleh PDKB yang akan dikeluarkan ke DPIL, dilakukan pemeriksaan pabean.
  5. Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) sesuai dengan tatalaksana kepabeanan di bidang impor.
  6. Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan BM, Cukai, PPN, PPnBM dan PPh pasal 22 impor sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas penangguhan atau pembebasan BM, Cukai atau pajak dalam rangka Impor:
  7. Dasar perhitungan pungutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah sebagai berikut:
    1. Bea Masuk berdasarkan tarif bahan baku dengan pembebanan yang berlaku pada saat diimpor untuk dipakai dan nilai pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke KB;
    2. Cukai berdasarkan ketentuan perundang-undangan cukai yang berlaku;
    3. PPN dan PPnBM berdasarkan harga penyerahan;
    4. PPh pasal 22 Impor berdasarkan harga penyerahan, untuk olahan yang bahan baku seluruhnya berasal dari impor
    5. PPh pasal 22 impor terhadap pengeluaran barang hasil olahan yang berasal dari bahan baku impor dan bahan baku lokal, berdasarkan tarif dikalikan dengan prosentase kandungan bahan baku Impor dikalikan harga penyerahan"
9 Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.22979/PP/M.II/16/2010 tanggal 01 April 2010 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya faktafakta sebagai berikut :
  • Bahwa berdasarkan penelitian terhadap Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor: 44/KMK.04/2002 tanggal 14 Februari 2002 diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) diberikan persetujuan Penyelenggara Kawasan Berikat (selanjutnya disebut PKB) merangkap Pengusaha di Kawasan Berikat (selanjutnya disebut PDKB) yang berlokasi di JI. ZZZ Km. X nomor XX, Kelurahan Sukamantri, Kecamatan Pasar Kemis, Tangerang, Banten;
  • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah Wajib Pajak di Kawasan Berikat sehingga bertanggungjawab atas kebenaran laporan kegiatan operasional Kawasan Berikat serta juga mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat;
  • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) menjalankan kegiatan usaha di Kawasan Berikat yang bahan bakunya berasal dari impor dan dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya, hal tersebut tertuang dalam Lampiran I KKA No. 2 (Perbandingan antara Saldo Buku dengan Saldo Fisik Barang Jadi per 30 Juni 2007) Laporan Hasil Audit Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk Periode Audit 1 Juni 2002 s.d. 30 Juni 2007 (sumber data BC 4.0/Pemasukan barang dari DPIL dan BC 2.3/impor).
  • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa atas barang dan/atau bahan yang diolah di Kawasan Berikat yang berasal dari impor dan lokal tersebut ditujukan untuk diekspor dan dijual ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya. Hal tersebut tertuang dalam SPM PPN Masa Pajak Januari s,d, Desember 2006 dimana penyerahan ekspor sebesar Rp55.002.710.253 dan penyerahan kepada bukan Pemungut PPN sebesar Rp15.934.911.480;
  • Bahwa koreksi obyek PPN Impor sebesar Rp1.645.379.146,00 dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : KMK 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 Pasal 17 ayat (1) yaitu atas pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB ke DPIL dikenakan BM, Cukai, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor dengan perhitungan sebagai berikut :
  • DPP PPN Impor cfm Termohon PK       Rp. 14.850.543.770,00
  • DPP PPN Impor cfm Pemohon PK        Rp. 16.495.922.916,00
  • Selisih                                                      Rp. 1.645.379.146,00

Keterangan DPP PPN Impor cfm Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding):
Uraian Jumlah Keterangan
Penyerahan kepada Bukan Pemungut Rp. 16.487.609.066,00 Hasil equalisasi Peredaran Usaha  PPh Badan
Penyerahan Lain-lain Rp. 8.313.850,00 Penjualan besi tua dan barang bekas yang belum dipungut PPN
Jumlah Rp. 16.495.922.916,00

Bahwa atas permintaan kartu pengawasan terkait kegiatan produksi produk lokal mulai dari bahan baku sampai dengan barang jadi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan tidak ada, sehingga prosesnya adalah semua bahan baku lokal dicampur dalam satu tungku tertentu, semua proses keluar masuk bahan/ produk dan Daerah Pabean Indonesia Lainnya (selanjutnya disebut DPIL) ke Kawasan Berikat atau Kawasan Berikat ke DPIL selalu dilakukan pengawasan oleh Bea dan Cukai;
10 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) meyakini adanya pembelian barang dan/atau bahan baku dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya selain dari luar Daerah Pabean karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah membayar PPN Impor sebesar Rp14.850.543.750 (bukti SSP lembar ke-1) atas penyerahan Barang Kena Pajak ke DPIL mengandung bahan baku impor sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 17 ayat (1) PMK 101/PMK.04/2005 (tidak seluruh barang dan/atau bahan baku yang diimpor untuk diekspor seluruhnya) sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat meyakini alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yang menyatakan bahwa Barang Kena Pajak yang dijual ke DPIL/lokal berasal dari barang dan/atau bahan baku DPIL/lokal ;
11 Bahwa selain daripada hal tersebut di atas, dalam Lampiran I KKA No. 2 (Perbandingan antara Saldo Buku dengan Saldo Fisik Barang Jadi per 30 Juni 2007) Laporan Hasil Audit Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk Periode Audit 1 Juni 2002 s.d. 30 Juni 2007, sumber datanya hanya berasal dari:
• BC 4.0 : Pemasukan barang dari DPIL
• BC 2.3 : Impor
• BC 3.0 : Ekspor (PEB)
yang menunjukkan bahwa atas barang dan/atau bahan baku dari impor dan dari DPIL seluruhnya ditujukan untuk tujuan diekspor, sehingga Laporan Hasil Audit Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk periode 1 Juni 2002 sampai dengan 30 Juni 2007 sama sekali tidak bisa menjelaskan darimana bahan baku/pembantu yang diolah untuk dijual ke DPIL/lokal ;
12 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat menggunakan Laporan Hasil Audit Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk Periode Audit 1 Juni 2002 s.d. 30 Juni 2007 dalam kasus sengketa ini karena tidak bisa menjelaskan tentang dari mana bahan baku/pembantu yang diolah untuk dijual de DPIL/lokal;
13 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat meyakini atas table komposisi untuk Barang Kena Pajak Tujun ekspor dengan alasan jumlah item barang yang ada di Lampiran I KKA No. 2 (Perbandingan antara Saldo Buku dengan Saldo Fisik Barang Jadi per 30 Juni 2007) Laporan Hasil Audit Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk Periode Audit 1 Juni 2002 s.d. 30 Juni 2007 ada 7, namun jumlah item barang yang digunakan untuk ekspor tidak diketahui dengan pasti apakah 4 atau 6, karena menurut PB material lokal yang digunakan sebagai bahan baku adalah brass scrape;
14 Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan kode dan jumlah barang dan/atau bahan baku yang digunakan dalam tabel komposisi untuk Barang Kena Pajak tujuan ekspor sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat mencocokannya dengan Laporan Hasil Audit Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk Periode Audit 1 Juni 2002 s.d. 30 Juni 2007;
15 Bahwa berdasarkan data dan dokumen tersebut tidak dapat diyakini bahwa atas produk yang dijual ke lokal/DPIL tidak terkontaminasi atau tercampur bahan baku impor khususnya yang mendapatkan fasilitas sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat;
16 Bahwa pendapat Majelis yang menyatakan terdapat cukup bukti bahwa Penyerahan Barang Kena Pajak ke Daerah Pabean Indonesia Lain (DPIL) bukan berasal dari bahan baku yang diimpor melainkan pembelian bahan baku/pembantu berasal dari lokal adalah tidak benar karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sendiri sudah membuktikan adanya unsur bahan baku impor dengan adanya pembayaran PPN Impor sebesar Rp14.850.543.750 sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa kebenaran material secara nyata-nyata tidak terungkap dalam persidangan.
17 Bahwa dengan demikian, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.22979/PP/M.II/16/2010 tanggal 01 April 2010 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding tersebut, bukti yang valid serta aturan perpajakan yang berlaku khususnya mengenai koreksi DPP PPN Impor karena tidak didukung dengan bukti yang kuat dan cukup, sehingga hal tersebut nyatanyata telah melanggar ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Penjelasannya, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.22979/PP/M.II/16/2010 tanggal 01 April 2010 tersebut adalah cacat secara hukum dan harus dibatalkan demi hukum
 

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Pertimbangan Hukum dan Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-527/WPJ.07/BD.05/2009 tanggal 30 April 2009 mengenai keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Impor Masa Pajak Januari s.d Desember 2006 nomor: 00010/227/06/055/08 tanggal 26 Juni 2008 sehingga pajak yang kurang dibayar menjadi sebesar Nihil sudah tepat dan benar dengan pertimbangan bahwa terbukti bahwa penyerahan barang kena pajak ke Daerah Pabean Indonesia Lain (DPIL) bukan berasal dari bahan baku yang diimpor melainkan pembelian bahan baku yang berasal dari lokal oleh karena itu koreksi Terbanding/Pemohon Peninjauan Kembali sebesar Rp1.645.379.146,00 tidak dapat dipertahankan dengan demikian tidak terdapat pertimbangan hukum dan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah) ;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis tanggal 22 November 2012 oleh DEF, S.H. M.Sc., Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI. yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. GHI, S.H., M.H., dan H. JKL, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh MNO, S.H. M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak ;




Anggota Majelis:

ttd/.

Dr. H. GHI, S.H., M.H.,

ttd/.

H. JKL, S.H., M.H.,
Ketua Majelis,

ttd/.

DEF, S.H. M.Sc.,
Biaya-biaya 
1. M e t e r a i .............. Rp       6.000,00
2. R e d a k s i ............. Rp       5.000,00
3. Administrasi …......... Rp2.489.000,00
Jumlah …..................... Rp2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd

MNO, S.H. M.H.,



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara



(GVL, SH.)
Nip. XX0000XXX.