Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.72527/PP/M.XIIIA/04/2016
Kategori : Lainnya
bahwa yang menjadi sengketa dalam perkara banding ini adalah koreksi Pajak Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak 2013 sebesar Rp5.166.038,00;
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.72527/PP/M.XIIIA/04/2016Jenis Pajak | : | PKB Jenis Alat Berat dan Besar | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tahun Pajak | : | 2013 | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pokok Sengketa | : | bahwa yang menjadi sengketa dalam perkara banding ini adalah koreksi Pajak Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak 2013 sebesar Rp5.166.038,00; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Terbanding | : | bahwa Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 serta Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun Tahun 2013 tentang Pajak Daerah. bahwa kendaraan bermotor jenis alat berat/besar yang dimilik atau dikuasai oleh Pemohon Banding, merupakan objek PKB dan BBNKB dan oleh karenanya wajib dikenakan Pajak Kendaraan Bemiotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Pemohon Banding | : | bahwa
Pemohon Banding beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya
yang ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemohon
Banding pada tanggal 2 Desember 1986. Pemohon Banding adalah salah satu perusahaan pertambangan yang tunduk kepada Kontrak Karya (Contract of Work), Kontrak Karya secara khusus mengatur masalah perpajakan, yaitu Pasal 13 dan lampiran H, disamping itu, pengaturan masalah perpajakan di dalam Kontrak Karya tersebut bersifat “lex spesialis”, artinya masalah perpajakan yang secara spesifik diatur di dalam Kontrak Karya berlaku khusus (dipersamakan dengan Undang-Undang), dalam hal tidak diatur secara khusus maka berlaku ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang ada; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Majelis | : | bahwa
berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap berkas banding diketahui
bahwa secara garis besarnya kronologi timbulnya sengketa banding yang
diajukan Pemohon Banding adalah sebagai berikut: bahwa Terbanding menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak 2013 Nomor 516/X/AB/2012 tanggal 16 Oktober 2013 diterbitkan oleh UPTD Pelayanan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PPDRD) Sumbawa Barat dengan jumlah yang harus dibayar sebesar Rp5.166.038,00;
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap Surat Pemohon Banding Nomor MHMs/NNT/0115/0650 tanggal 29 Januari 2015 dapat diketahui antara lain:
bahwa dengan demikian menurut pendapat Majelis bahwa permohonan banding Pemohon Banding mempunyai alasan yang jelas sehingga memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak; bahwa secara substansi yang menjadi sengketa dalam banding ini adalah pengenaan atau pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraaan Bermotor (PBK dan BBNKB); bahwa menurut Terbanding kendaraan bermotor yang dimiliki oleh Pemohon Banding dikenakan PKB dan BBN-KB berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam:
bahwa Pasal 3 ayat (1) Kontrak Karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding yang berbunyi sebagai berikut: "Perusahaan adalah suatu badan usaha yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia dan berkedudukan di Indonesia serta tunduk kepada Undang-Undang dan yurisdiksi pengadilan di Indonesia yang biasanya mempunyai kewenangan hukum atas perusahaanperusahaan, perusahaan harus mendirikan satu kantor pusat di Jakarta untuk menerima setiap pemberitahuan dan komunikasi resmi serta komunikasi hukum lainnya"; bahwa berdasarkan ketentuan tersebut menurut pendapat Terbanding bahwa Pemohon Banding wajib tunduk kepada undang-undang dan yurisdiksi yang berlaku di Indonesia, oleh karena itu pendapat Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Kontrak Karya bersifat khusus atau dipersamakan dengan Undang-Undang terbantahkan oleh ketentuan yang diatur dalam Kontrak Karya itu sendiri, yang berarti juga bahwa dalam pemberlakuannya Kontrak karya tersebut terikat pada Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berlaku. Sehingga dengan demikian jelas bahwa Pemohon Banding sebagai pelaksana Kontrak karya terkait dengan Pajak Daerah, wajib tunduk kepada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya tunduk kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah; bahwa Pasal 13 Kontrak Karya Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding antara lain menyebutkan sebagai berikut: "Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan ini, perusahaan membayar kepada Pemerintah dan memenuhi kewajiban-kewajiban pajaknya, seperti yang ditetapkan sebagai berikut:
bahwa Terbanding berpendapat berdasarkan ketentuan tidak ada alasan hukum bagi Pemohon Banding untuk menghindar dari kewajibannya membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) karena Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah telah disetujui oleh Pemerintah Pusat dan berlaku universal bagi semua orang yang ada di Provinsi NTB tidak terkecuali Pemohon Banding yang memiliki/menguasai dan telah menerima penyerahan kendaraan bermotor jenis alat berat dan alat besar di wilayah Provinsi NTB; bahwa menurut pendapat Pemohon Banding kendaraan bermotor yang dimiliki oleh Pemohon Banding tidak dikenakan PKB dan BBN-KB berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam:
bahwa Pemohon Banding beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya yang ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemohon Banding pada tanggal 2 Desember 1986. Pemohon Banding adalah salah satu perusahaan pertambangan yang tunduk kepada Kontrak Karya (Contract of Work), Kontrak Karya secara khusus mengatur masalah perpajakan, yaitu Pasal 13 dan lampiran H, disamping itu, pengaturan masalah perpajakan di dalam Kontrak Karya tersebut bersifat “lex spesialis”, artinya masalah perpajakan yang secara spesifik diatur di dalam Kontrak Karya berlaku khusus (dipersamakan dengan Undang-Undang), dalam hal tidak diatur secara khusus maka berlaku ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang ada; bahwa argumentasi Pemohon Banding di atas tentang karakteristik Kontrak Karya yang bersifat 'Lex Specialis' didukung dengan fakta-fakta sebagai berikut:
bahwa dengan demikian sangat jelas bahwa Kontrak Karya memiliki sifat "Lex Specialis" dimana ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Kontrak Karya wajib untuk dihormati dan dilaksanakan baik oleh Perusahaan Pertambangan maupun Pemerintah (baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan semua Aparatur Negara) sebagai pihak yang telah menyetujui dan menandatangani Kontrak karya tersebut, sebagaimana diuraikan di atas, sifat "Lex Specialis" dari Kontrak Karya juga diatur dan diakui oleh undang undang yaitu Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, Undang-Undang Pajak Penghasilan, dan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara, oleh karena itu hal yang menyangkut materi pengenaan/perhitungan pajak bagi perusahaan pertambangan yang beroperasi berdasarkan Kontrak Karya, termasuk Pemohon Banding, harus tunduk terhadap ketentuan-ketentuan terkait yang secara khusus diatur di dalam Kontrak Karya yang bersangkutan; bahwa dalam Kesimpulan Akhir Pemohon Banding Nomor Ms/NNT/0316/2363 tanggal 01 Maret 2016 antara lain disampaikan: bahwa di dalam proses persidangan – sebelumnya di Majelis Hakim yang lain, Pemohon Banding pernah menghadirkan saksi yaitu Bapak BBB, mantan Direktur Jenderal Pertambangan Umum – Departemen Pertambangan dan Energi (beliau menjabat dalam periode 1989 – 1993). Di dalam kesaksiannya, Pak BBB secara khusus menekankan mengenai proses dari diterbitkannya suatu Kontrak Karya dan juga sifat "Lex Specialis" dari Kontrak Karya yang harus dihormati baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berikut adalah beberapa kutipan dari kesaksian Bapak BBB; Pokok-Pokok Pikiran Bapak Ir. BBB;
bahwa Pemohon Banding juga telah menghadirkan saksi ahli di dalam persidangan oleh Majelis Hakim yang sama, yaitu Bapak Prof. CCC, SH, LL.M, Ph.D, yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang mana pokok-pokok pikirannya atas masalah ini dituangkan sebagai berikut): Prof. CCC, SH, LL.M, Ph.D
bahwa terhadap pendapat Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Kontrak karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding tersebut bersifat Lex Specialis, maka Terbanding memberikan tanggapan bahwa pendapat Pemohon Banding tersebut tidak tepat, karena kontrak karya (Contract of Work) berada dalam ruang lingkup Hukum Perdata, sedangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berada dalam ruang lingkup Hukum Publik, sehingga kontrak karya tidak tunduk pada azas Lex Specialis. Penjelasan tersebut sejalan dengan maksud Surat Mahkamah Agung Republik Indonesia 28 Juli 2005 Nomor KMA/270/VII/2005 yang ditujukan kepada Tim Hukum DPRD Provinsi Maluku Utara yang isinya, bahwa Kontrak Karya (Contract of Work) berada dalam ruang lingkup Hukum Perdata, sedangkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) berada dalam ruang lingkup Hukum Publik, sehingga Kontrak Karya tidak tunduk pada azas Lex Specialis; bahwa terkait dengan pendapat bahwa Kontrak Karya tidak tunduk pada azas Lex Specialis lebih lanjut dalam Kesimpulan Akhir Terbanding Nomor 1KA-XIII.A/PKB-BBNKB/III/2016 tanggal 04 Maret 2016 antara lain disampaikan pendapat hukum dari Pakar Hukum mengenai asas lex spesialis yaitu:
bahwa berdasarkan pendapat Terbanding, Pemohon Banding dan Ahli sebagaimana dimaksud di atas maka Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa apabila merujuk kepada proses pembuatan Kontrak Karya maka nampak jelas bahwa pembuatan Kontrak Karya melibatkan banyak pihak, yang terdiri dari pejabat-pejabat Eselon 2 dan atau staf ahli dan Departemen-Departemen dan instansi-isntansi terkait seperti BKPM, Departemen Keuangan, Departemen Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehakiman, Direktorat Jenderal Pajak, dll., dan diketuai oleh Dirjen Pertambangan Umum. Kemudian pembuatan Kontrak Karya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan DPR-RI dan BKPM melalui pengajuan naskah Kontrak Karya yang telah diparaf oleh para pihak oleh Menteri Pertambangan dan Energi (Menteri P&E) kepada DPR-RI dan BKPM. Adapun pembahasan segala ketentuan yang tercantum dalam naskah Kontrak Karya, dalam sidang-sidang Komisi DPR-RI yang bersangkutan bersama Tim Perunding Interdepartemen, terbuka bagi umum. Atas dasar hasil pembahasan tersebut, surat rekomendasi/persetujuan DPR-RI yang ditanda tangani oleh Ketua DPRRI, disampaikan kepada Presiden RI, lengkap dengan catatan-catatannya; bahwa selanjutnya Ketua BKPM juga membuat Surat Rekomendasi untuk disampaikan kepada Presiden RI. Berdasarkan Surat Rekomendasi/persetujuan dan DPR dan BKPM, Presiden RI akan membuat surat pengesahan Kontrak Karya. Setelah surat pengesahan Kontrak Karya diperbaiki sesuai catatan-catatan dari DPR-RI dan/atau Ketua BKPM, Presiden RI akan memberikan Surat Perintah kepada Menteri Pertambangan dan Energi untuk menandatangani Kontrak Karya atas nama Pemerintah RI; bahwa dalam hal ini pemerintah harus juga diartikan mempunyai fungsi sebagai badan hukum privat yang juga harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang telah disepakatinya di dalam Kontrak Karya, apabila di kemudian hari pemerintah membuat Undang-Undang/peraturan yang bertentangan dengan isi dari Kontrak Karya, maka Kontrak Karya tersebut tetap harus dihormati (Pacta Sunt Servanda); bahwa Pacta Sunt Servanda (aggrements must be kept) adalah asas hukum yang menyatakan bahwa “setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Asas ini menjadi dasar hukum Internasional karena termaktub dalam pasal 26 Konvensi Wina 1969 yang menyatakan bahwa “every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith” (setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik); bahwa Pasal 1338 KUH Perdata berbunyi: “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undangundang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik; bahwa terdapat Yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang pada intinya menyatakan bahwa kesepakatan para pihak berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata dapat mengenyampingkan ketentuan hukum publik sebagai berikut:
bahwa dalam ajaran Trias Politica yang pertama kali dikemukakan oleh Montesquieu (1689 – 1755) secara normatif kekuasaan dibagi menjadi kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan judikatif. Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat undang-undang atau disebut dengan rule making function. Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang atau disebut dengan rule application function, sedangkan kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan untuk mengadili atas pelanggaran undang-undang atau disebut dengan rule adjudication function. bahwa sesuai dengan fungsinya, kekuasaan judikatif hanya mengurusi tempat dan atau waktu kejadian perkara atau hal yang telah ada atau hal yang mulai terjadinya di masa lalu. Dalam peta pembagian waktu ke dalam kemarin, hari ini, besok, judikatif mengurusi kemarin. Dalam peta dasar aktivitas manajerial bernegara pengawasan, pelaksanaan, perencanaan, judikatif mengurusi pegawasan. Judikatif tidak mengurusi tindak lanjut dari sesuatu atau tindak lanjut dari derivatnya sesuatu yang sedang menjadi objek penghakiman. bahwa Pasal 13 ayat (11) Kontrak Karya Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding berbunyi sebagai berikut: "Pungutan-pungutan, pajak-pajak, pembebanan-pembebanan dan bea-bea yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia yang telah disetujui oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan undangundang dan peraturan-peraturan yang berlaku dengan tarif dan dihitung sedemikian rupa sehingga tidak lebih berat dari undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku pada tanggal Persetujuan ini ditandatangani"; bahwa Kontrak Karya antara Pemerintah RI dan Pemohon Banding adalah produk hukum berupa perjanjian dan oleh karenanya tunduk kepada azas-azas hukum perjanjian dan wajib tunduk pada kaedah memaksa (dwingen recht) yang terdapat dalam KUHPerdata; bahwa Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian yang dibuat di Indonesia merupakan kaedah memaksa yang tidak boleh diabaikan oleh para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan dinyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
bahwa penjelasan mengenai “suatu sebab yang halal” dijelaskan dalam Pasal 1337 KUHPerdata: "Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum." bahwa Kontrak Karya ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemohon Banding pada tanggal 2 Desember 1986 dimana pada saat penandatanganan Kontrak Karya a quo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah belum ada, sehingga menurut Pendapat Majelis Kontrak Karya a quo tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1320 dan 1337 KUH Perdata; bahwa Majelis berpendapat pada saat menandatangani Kontrak Karya dengan Pemohon Banding pada tanggal 2 Desember 1986, Pemerintah Republik Indonesia berfungsi sebagai badan hukum privat sehingga tunduk kepada ketentuan maupun asas-asas yang berlaku dalam Hukum Perdata; bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata sebagaimama tersebut di atas, Majelis berpendapat dalam hal Terbanding ingin memberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berbeda dengan yang diatur dalam Pasal 13 ayat (11) Kontrak Karya Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding, harus melalui kesepakatan terlebih dahulu dengan Pemohon Banding, atau dengan kata lain bahwa Pemerintah Republik Indonesia dan Pemohon Banding terlebih dahulu melakukan adendum atau amandemen terhadap ketentuan Pasal 13 ayat (11) Kontrak Karya Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding tersebut; bahwa dalam Pasal 13 ayat (11) Kontrak Karya Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding tersebut secara jelas dinyatakan bahwa: "Pungutan-pungutan, pajak-pajak, pembebananpembebanan dan bea-bea yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia yang telah disetujui oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku dengan tarif dan dihitung sedemikian rupa sehingga tidak lebih berat dari undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku pada tanggal Persetujuan ini ditandatangani; bahwa peraturan-peraturan yang berlaku di bulan Desember 1986 terkait dengan pengenaan PKB adalah Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat Nomor 5 Tahun 1985 (PD Nomor 5/1985), salah satu rujukan dari Peraturan Daerah Nomor 5/1985 tersebut adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 8 Tahun 1959, tentang Perubahan Tarip Pajak Kendaraan Bermotor, yang menyatakan bahwa: " ...Pada waktu ini jumlah pajak sudah tidak seimbang lagi dengan harga kendaraan bermotor, maka oleh sebab itu dapat dianggap sudah tiba waktunya untuk mengubah tarip Pajak Kendaraan Bermotor. Disamping itu biaya pemeliharaan jalan-jalan sudah meningkat pula, karena meningkatnya harga bahan-bahan, sehingga sudah sewajarnya bahwa kenaikan itu dibebankan kepada pemakaipemakai jalan-jalan itu, khususnya pemilik kendaraan bermotor. Pula dianggap tidak melampaui batas keadilan jika mobil-mobil penumpang atau barang yang dipergunakan untuk umum, yang semata-mata dijalankan dengan bahan pembayar bensin, yang semula tidak kena Pajak Rumah Tangga dikenakan pajak ini. Dengan ketentuan ini maka kendaraan mobil yang dibebaskan dari Pajak Rumah Tangga dapat dikenakan Pajak Kendaraan Bermotor jika memenuhi syarat-syaratnya. Dalam hal ini, maka semuanya mobil yang belum mempunyai nomor polisi yang diperdagangkan, dan dengan demikian tidak dapat dipakai dijalan umum, dibebaskan dari pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor...."; bahwa ketentuan sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Kendaraan Bermotor adalah yang digunakan untuk umum dan dipakai di jalan umum, sedangkan kendaraan bermotor yang tidak dipakai di jalan umum dibebaskan dari pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor; bahwa yang dimaksud dengan kendaraan bermotor menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah: setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik selain Kendaraan yang berjalan di atas rel; bahwa ketentuan Pasal 4 Undang-Undang a quo mengatur bahwa: Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancer melalui:
bahwa pada umumnya kendaraan bermotor yang digunakan di pertambangan lebih bersifat sebagai alat berat meskipun sama-sama berpenggerak peralatan mekanik berupa mesin, namun alat berat memiliki perbedaan teknis yang sangat mendasar, berbeda dengan kendaraan bermotor lain yang dipegunakan sebagai kendaraan penumpang dan atau barang di jalan sebagai sarana transportasi. Alat berat secara khusus didesain bukan untuk transportasi melainkan untuk melaksanakan pekerjaan berskala besar dengan mobilitas relatif rendah, sehingga Majelis berpendapat bahwa alat berat tidak tepat kalau dikelompokan dalam kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud di atas; bahwa berdasarkan data dan fakta yang terungkap dalam persidangan dapat diketahui bahwa Pemerintah Republik Indonesia dan Pemohon Banding tidak melakukan adendum atau amandemen terhadap ketentuan Pasal 13 ayat (11) Kontrak Karya Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding tersebut; bahwa Majelis berpendapat sifat “Lex Specialis” Kontrak Karya antara Pemohon Banding dan Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana yang dikemukakan oleh Pemohon Banding bukan disebabkan karena kedudukan hukum kontrak karya tersebut yang berada dalam lingkup Hukum Perdata dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang berada dalam lingkup Hukum Publik, tetapi lebih dikarenakan telah disepakatinya oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemohon Banding sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 13 ayat (11) Kontrak Karya tersebut; bahwa di dalam Pasal 1 Kontrak Karya antara Pemohon Banding dan Pemerintah Republik Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Pemerintah" berarti Pemerintah Republik Indonesia, Menteri, Departemen, Badan, Lembaga, Pemerintah Daerah, Kepala Daerah Tingkat I atau Tingkat IInya. Berdasarkan ketentuan Pasal ini, maka dapat disimpulkan bahwa Pemerintah yang dimaksud di sini adalah termasuk juga Pemerintah Daerah, dengan demikian Pemerintah Daerah juga harus menghormati ketentuan-ketentuan yang di atur di dalam Kontrak Karya tersebut; bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas dan sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata serta sejalan dengan asas “Pacta Sunt Servanda” yang berlaku secara universal, Majelis berkesimpulan koreksi Pajak Kendaraan Bermotor Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak 2013 sebesar Rp5.166.038,00 tidak dapat dipertahankan; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menimbang | : | bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
menimbang | : | bahwa
atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan
Keputusan Terbanding Nomor 973/2490/02/Dipenda tanggal 5 November 2014
tidak dapat dipertahankan, sehingga Pajak Kendaraan Bermotor Jenis Alat
Berat dan Besar Tahun Pajak 2013 dihitung kembali menjadi sebagai
berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Mengingat | : | Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundangundangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Memutuskan | : | Mengabulkan
seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 973/2490/02/Dipenda tanggal 5
November 2014 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak
Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (SKPD PKB dan
BBNKB) Jenis Alat Berat dan Besar Tahun Pajak 2013 Nomor 516/X/AB/2012
tanggal 16 Oktober 2013, atas nama Pemohon Banding sehingga perhitungan
pajaknya menjadi Nihil. Demikian diputus di Surabaya pada hari Jumat tanggal 04 Maret 2016 berdasarkan musyawarah Majelis XIIIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 27 Juli 2016 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding. |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.