Putusan Mahkamah Agung Nomor : 277/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-60106/PP/M.IIIB/16/2015, tanggal 12 Maret 2015 yang telah be


 

PUTUSAN
Nomor 277/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2160/PJ./2015, tanggal 17 Juni 2015;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT AAA (PERSERO) TBK, beralamat di Jalan Raya QQQ Km. XX, Jakarta Selatan 12510;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-60106/PP/M.IIIB/16/2015, tanggal 12 Maret 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 014-20/041 tanggal 10 Juli 2014, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Bahwa bersama ini Pemohon Banding mengajukan Banding atas Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-856/WPJ.19/2014 tanggal 6 Mei 2014 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00008/407/10/093/13 tanggal 2 Juli 2013 Masa Pajak Desember 2010 yang Pemohon Banding terima suratnya tanggal 12 Mei 2014;

Sengketa;

Bahwa kredit Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masukan dari hasil jawaban klarifikasi yang oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait dijawab “tidak ada” sebesar Rp40.893.795,00;

Bahwa Pemohon Banding menolak dan menyatakan tidak setuju atas Surat Keputusan tersebut di atas dengan alasan bahwa dengan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP-754/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan yang mengatur antara lain apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya, maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dalam hal ini Pemohon Banding mempunyai bukti-bukti berupa arus uang maupun arus barang sesuai transaksi yang terjadi. Maka atas kredit Pajak Masukan sebesar Rp40.893.795,00 yang dijawab “tidak ada” oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait, seharusnya dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan terkait dengan jawaban klarifikasi yang dijawab “Tidak Ada”, dalam waktu berjalan oleh Kantor Pelayanan Pajak terkait ada yang sudah dilakukan ralat jawaban menjadi “Ada”;

Bahwa demikian Surat Permohonan Banding ini Pemohon Banding sampaikan dan Pemohon Banding mohon Pengadilan Pajak dapat mengabulkannya, atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-60106/PP/M.IIIB/16/2015, tanggal 12 Maret 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-856/WPJ.19/2014 tanggal 6 Mei 2014, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00008/407/10/093/13 tanggal 2 Juli 2013 Masa Pajak Desember 2010, atas nama PT AAA (Persero) Tbk, NPWP 0X.00X.XX0.X-0XX.000, beralamat di Jl. Raya QQ Km. XX, Jakarta Selatan 12510, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2010 menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak:
Penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri Rp            216.464.461.840,00
Penyerahan yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Rp            831.995.773.796,00
Penyerahan yang PPNnya tidak dipungut Rp              43.274.356.991,00
Jumlah seluruh penyerahan Rp         1.091.734.592.627,00
Penghitungan PPN Lebih Bayar:
PPN yang harus dipungut/dibayar sendiri

Rp              21.646.446.118,00
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp              63.939.703.921,00
Jumlah Perhitungan PPN Kurang/(Lebih) bayar (Rp            42.293.257.803,00)
Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya Rp                                    0,00
Jumlah PPN yang Kurang/(Lebih) dibayar (Rp            42.293.257.803,00)
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-60106/PP/M.IIIB/-16/2015, tanggal 12 Maret 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 08 April 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2160/PJ./2015, tanggal 17 Juni 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 29 Juni 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 19 September 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14 Oktober 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;

Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:

Sengketa tentang koreksi kredit Pajak Masukan dengan jawaban konfirmasi “Tidak Ada” sebesar Rp40.893.795,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;

Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;

Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60106/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 12 Maret 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa a quo ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo pada halaman 19 sampai dengan halaman 21, yang antara lain berbunyi sebagai berikut: Bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (selanjutnya disebut Undang-Undng PPN) menyatakan bahwa: “Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama”; Bahwa menurut Pasal 9 ayat (8) Undang-undang a quo menyatakan bahwa: “Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;..,dst;
Bahwa menurut Majelis, jawaban konfirmasi 'Tidak Ada” adalah tidak termasuk kondisi yang mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN a quo;
Bahwa selanjutnya berdasarkan Lampiran I Keputusan Terbanding Nomor KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistim Informasi Perpajakan dalam angka 1.4.2.1.dinyatakan bahwa:
“1.4.2.1. Dalam hal Faktur Pajak tidak atau belum dipertanggungjawabkan sebagai Pajak Keluaran oleh PKP Penjual maka segera diterbitkan surat tegoran kepada PKP Penjual agar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat tegoran PKP segera melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan pada surat tegoran PKP Penjual tidak mempertanggungjawabkannya, maka KPP wajib menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan”;
Bahwa dalam angka 1.4.1.3.2. ketentuan a quo dinyatakan bahwa:
“1.4.1.3. Apabila jawaban klarifikasi menyatakan:
1.4.1.3.2. "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;
Bahwa selanjutnya dalam angka 1.4.2.3, ketentuan a quo disebutkan bahwa:
1.4.2.3. Permintaan klarifikasi harus dijawab paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman surat permintaan klarifikasi. Jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut sudah termasuk dengan jangkawaktu pengiriman himbauan dan penerbitan SKPKBiSKPKBT kepada PKP Penjual;
Jawaban atas permintaan klarifikasi harus disertai dengan penjelasan;
Bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan, klasifikasi jawaban “Tidak Ada” dari hasil konfirmasi a quo adalah bukan atas “Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tidak atau belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau PKP Penjual menyatakan tidak melakukan penyerahan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pembeli yang tercantum pada Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut”, oleh karena itu menurut Majelis adalah tidak termasuk dalam kategori Faktur tidak sah sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan Terbanding Nomor KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistim Informasi Perpajakan;
Bahwa menurut Majelis berdasarkan ketentuan tersebut di atas, apabila sampai dengan batas waktu yang ditetapkan dalam surat tegoran Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual tidak mempertanggungjawabkan kewajiban perpajakannya, maka Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) wajib diterbitkan oleh Terbanding dalam jangka waktu paling lambat satu bulan sejak tanggal pengiriman surat permintaan klarifikasi, hal tersebut dimaksudkan agar Pemohon Banding dapat mengkreditkan Faktur Pajak Masukannya;
Bahwa terhadap konfirmasi dengan jawaban “Tidak Ada” tersebut ternyata tidak didahului Terbanding dengan menerbitkan surat tegoran kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual agar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat tegoran Pengusaha Kena Pajak (PKP) segera melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, di samping itu Terbanding juga tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual walaupun Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual tidak melaksanakan kewajibannya, sebagaimana dimaksud Keputusan Terbanding Nomor KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tersebut di atas;
Bahwa oleh karena itu menurut Majelis, akibat hukum yang timbul dari belum diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tersebut yaitu berupa “tidak dapat dikreditkannya Faktur Pajak Masukan”, tidak dapat dibebankan kepada Pemohon Banding, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa Faktur Pajak a quo dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;
Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang telah diserahkan oleh Pemohon Banding dalam persidangan, antara lain faktur-faktur pajak, nota pembayaran dan nota pembelian sebagaimana tersebut di atas, Majelis dapat meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan a quo adalah berhubungan dengan kegiatan usaha Pemohon Banding dan benar-benar telah dibayarkan dan dilaporkan oleh Pemohon Banding;
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”;
Bahwa berdasarkan Pasal 69 ayat (le) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa:
"Alat bukti dapat berupa “pengetahuan hakim ”, yang di Pasal 75 disebutkan “adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya”;
Bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa:
"Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
Bahwa pada memori penjelasan pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa: "Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan penjelasan para pihak dalam persidangan serta ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas, Majelis meyakini bahwa dalil yang dikemukakan Pemohon Banding sudah benar, oleh karena itu Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp40.893.795,00 harus dibatalkan; Dan oleh karena Pajak Masukan tersebut terjadi pada akhir tahun buku, maka Pajak Masukan a quo dapat direstitusi;
2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antaralain sebagai berikut:
2.1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
2.2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 9 ayat (2):
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama;
Pasal 9 ayat (8):
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
  1. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  2. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
  3. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
  4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  5. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;
  6. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
  7. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
  8. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
  9. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan;
Pasal 13 ayat (5):
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Penjelasan Pasal 13 ayat (5):
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar;
2.3 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan (KEP-754), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 1:
Klarifikasi Faktur Pajak dengan aplikasi Sistem Informasi Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan keterangan tentang keabsahan Faktur Pajak;
Lampiran I:
Bahwa tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa:
  1. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  2. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan adanya penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan PKP penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN Barang dan Jasa”;
Lampiran I butir 1.4:
1.4.1. Bagi unit/kantor yang melakukan/meminta konfirmasi;
1.4.1.3. Apabila jawaban klarifikasi menyatakan:
1.4.1.3.1. “ada dan sesuai” dengan penjelasan bahwa:
  • Faktur Pajak tersebut belum direkam KPP domisili PKP Penjual;
  • Faktur Pajak tersebut terlambat dilaporkan oleh PKP Penjual;
maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
1.4.1.3.2. “tidak ada” dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yangdapat dikreditkan;
1.4.1.3.3. “tidak ada” dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena:
  • Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP; atau
  • PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang bersangkutan;
maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
2.4. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ.52/2006 tentang Perekaman SPT Masa PPN, Konfirmasi Faktur Pajak dan Langkahlangkah Penanganan Restitusi Dalam Rangka PengamananPenerimaan PPN (SE-10);
3. Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah terkait pembuktian atas koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan hasiljawaban konfirmasi;
4. Bahwa koreksi Positif Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Pajak Masukan Masa Pajak Desember 2010 sebesar Rp40.893.795,00terdiri dari 8 (delapan) Faktur Pajak sebagai berikut:
No NPWP Nama WP Faktur Pajak Jumlah PPN (Rp)
Nomor Tanggal
1 0XX0XXXX0XX000 BBB, PT. 0100001000000413 31/12/2010 9.165.000,00
2 0XXXXXXXXXXX000 CCC, CV. 0100001000000055 01/12/2010 2.250.000,00
3 0XXX0XXXXX0X000 DDD, PT. 0100001000000007 20/10/2010 5.550.000,00
4 0XXXXXX0XX0X000 EEE, PT. 0100001000000059 12/11/2010 9.514.201,00
5 0XXXXXX0XX0X000 EEE, PT. 0100001000000053 12/10/2010 9.514.201,00
6 0XXX00XXXXXX000 FFF, PT. 0100001000000053 09/12/2010 2.390.393,00
7 0XXX00XXXXXX000 FFF, PT. 0100001000000053 29/11/2010 820.000,00
8 0XXX00XXXXXX000 FFF, PT. 0100001000000053 29/11/2010 1.690.000,00
40.893.795,00
5. Bahwa atas koreksi PPN Masukan yang disengketakan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah melakukan permintaan tindak lanjut klarifikasi data Pajak Keluaran ke KPP tempat PKP Penjualterdaftar;
6. Bahwa sebagaimana tersebut dalam Lampiran I KEP-754 yang antara lain menyebutkan bahwa tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa Faktur Pajak tersebut telahdilaporkan PKP Penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN;
7. Bahwa dari hasil klarifikasi sebagaimana telah dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)terbukti tidak dilaporkan oleh penerbit dalam SPT Masa PPN;
8. Bahwa sesuai SE-10, antara lain dinyatakan, perlu ditegaskan bahwa pelaksanaan konfirmasi, baik untuk Pajak Masukan, Pajak Keluaran, PIB, maupun PEB merupakan salah satu prosedur pemeriksaan yang wajib dilakukan, namun bukan merupakan satu-satunya alat uji yang dipakai untuk meyakini bahwa transaksi tersebut benar adanya baik secara formal maupun material. Untuk meyakini kebenaran suatu transaksi agar pemeriksa mengajukan pengujian lainnya seperti arus uang, arus barang, arus dokumen, serta meneliti dokumen-dokumen pendukung lainnya yangberkenaan dengan transaksi tersebut;
9. Bahwa berdasarkan penelitian dalam proses pemeriksaan sampai dengan keberatan, sesuai dengan LHP, KKP serta Laporan Penelitan Keberatan, koreksi Pajak Masukan adalah karena hasil Klarifikasi dengan jawaban “Tidak Ada”, tidak ada pertimbangan lain yang dinyatakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengenai arus uang, arus barang, arus dokumen, serta hasil penelitian atas dokumen-dokumenpendukung lainnya yang berkenaan dengan transaksi tersebut;
10. Bahwa sesuai dengan Pasal 16 F UU PPN dinyatakan bahwa Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar;
Bahwa lebih lanjut dalam penjelasannya dinyatakan sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.
11. Bahwa dalam proses persidangan, Majelis menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam persidangan telah menyerahkan kepada Majelis bukti-bukti antara lain Faktur Pajak, Nota Pembayaran dan Nota Pembelian atas transaksi, yang telah dipertimbangkan Majelis dalam memutus sengketa. Namun dalam menentukan penilaian pembuktian, Majelis tidak memerintahkan keduabelah pihak untuk melakukan uji kebenaran materi;
12. Bahwa atas bukti-bukti yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Majelis, Pemohon Peninjauan Kembali(semula Terbanding) berpendapat:
12.1. Bahwa bukti-bukti tersebut diperiksa oleh Majelis secara umum, tidak dirinci sesuai dengan Faktur Pajak Masukan yang dikoreksi. Majelisjuga tidak memerintahkan dilakukan uji kebenaran materi;
12.2. Bahwa hal ini tidak sesuai dengan asas penilaian pembuktian yang adil bagi kedua belah pihak sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 76 UU Pengadilan Pajak yang antara lain menyatakan Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan olehpara pihak;
12.3. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, Majelis Hakim memang memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan (bersifat aktif), namun Majelis tetap harus mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak (Asas Audio EtAlteram partem);
12.4. Bahwa berdasarkan fakta sampai dengan persidangan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat tidak pernah ada pembuktian mengenai kebenaran pembayaran PPN kepadaPenjual/ Pemberi Jasa;
13. Bahwa terkait data fakta di persidangan dan terkait putusan Majelis untuk tidak mempertahankan seluruh koreksi, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa konfirmasi Pajak Masukan ke KPP Penjual/Pemberi Jasa terdaftar dan penelitian arus uang, arus barang, arus dokumen merupakan prosedur yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) untuk meyakini kebenaran suatu transaksi;
Bahwa tidak dilaporkannya Faktur Pajak oleh PKP Penjual mengindikasikan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak diakui oleh pihak yang dianggap sebagai penerbit Faktur Pajak tersebut;
Bahwa dengan demikian, persoalan ini tidak semata-mata merupakan persoalan formal penerbitan dan pengkreditan Faktur Pajak Standar, melainkan juga masalah transaksi yang diragukan kebenarannya;
Bahwa atas hal ini, seharusnya Majelis memerintahkan kedua belah pihak untuk melakukan uji kebenaran materi di persidangan, sehingga dapat diteliti mengenai adanya arus uang, barang dan dokumen atas kebenaran terjadinya transaksi tersebut;
Bahwa faktanya, Majelis tidak memerintahkan uji bukti di persidangan;
14. Bahwa terkait dengan jawaban konfirmasi Tidak Ada/belum ada jawaban dari KPP PKP Penjual, dan dengan tidak dilakukannya uji kebenaran materi di persidangan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan pengecekan data SPT PKP Penjual melalui Sistem InformasiDJP (SIDJP) menu pelaporan SPT;
15. Bahwa dengan demikian, berdasarkan hasil pengujian dalam menu pelaporan SPT KPP PKP Penjual dalam SIDJP, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa terbukti tidak terdapat pelaporan atas 8 (delapan) Faktur Pajak yang dikoreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), dalam SPT PKP Penjual di KPP Terdaftar, sehingga atas koreksi sebesar Rp40.893.795,00 tetapdipertahankan;
16. Bahwa terkait dengan pendapat Majelis yang menyatakan bahwa menurut Majelis, jawaban konfirmasi “Tidak Ada” adalah tidak termasuk kondisi yang mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN a quo, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan tidak setuju dan tidak sependapat dengan pendapat Majelis dengan alasan-alasan sebagaiberikut:
16.1. Bahwa dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN dinyatakan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk: f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat(5);
16.2. Bahwa Pasal 13 ayat (5) UU PPN mengatur mengenai ketentuan formal dalam pengisian Faktur Pajak secara lengkap, jelas dan benar.
16.3. Bahwa dengan tidak dilaporkannya Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual mengindikasikan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak diakui oleh pihak yang dianggap sebagai penerbit Faktur Pajak. Bahwa dengan demikian, persoalan ini tidak semata-mata hanya persoalan formal penerbitan dan pengkreditan Faktur Pajak Standar, melainkan juga masalah material transaksi yang diragukankebenarannya;
16.4. Bahwa dengan demikian, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa atas hasil jawaban konfirmasi “tidak ada” juga termasuk kondisi yang mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f, karena terkait kebenaran material transaksi yang diragukan kebenarannya;
Bahwa dengan demikian Pendapat Majelis sebagaimana tersebut diatas adalah tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU PPN;
17. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak setuju dengan Pendapat Majelis yang menyatakan:
Bahwa oleh karena itu menurut Majelis, akibat hukum yang timbul dari belum diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tersebut yaitu berupa “tidak dapat dikreditkannya Faktur Pajak Masukan”, tidak dapat dibebankan kepada Pemohon Banding, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa Faktur Pajak a quo dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;
Dengan alasan-alasan sebagai berikut:
17.1. Bahwa seusai dengan kewenangannya dalam menentukan penilaian pembuktian, sesuai dengan teori mengenai asas-asas penilaian pembuktian, selain menilai pembuktian sebagai salah satu tugas hakim, maka tugas hakim yang lain sehubungan dengan masalah pembuktian ini adalah untuk membebani pembuktian kepada parapihak yang berperkara”;
17.2. Bahwa sesuai dengan asas pembuktian tersebut, Majelis seharusnya dengan berlandaskan ketentuan dalam Pasal 16F UU PPN, meminta kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk menunjukkan bukti-bukti per transaksi mengenai kebenaran pembayaran PPN kepada PKP Penjual, melalui perintah uji bukti kedua belah pihak yang sedang bersengketa. Tidak semata-mata mempermasalahkan tidak adanya penerbitan SKPKB/SKPKB olehPemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
17.3. Bahwa dalam pokok sengketa ini, Majelis menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam persidangan telah menyerahkan kepada Majelis bukti-bukti antara lain Faktur Pajak, Nota Pembayaran dan Nota Pembelian atastransaksi;
17.4. Bahwa atas bukti-bukti yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Majelis, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa buktibukti tersebut diperiksa oleh Majelis secara umum, dengan keyakinan sendiri, dan tidak dirinci sesuai dengan Faktur Pajak Masukan yangdikoreksi;
17.5. Bahwa karena sengketa ini adalah masalah pembuktian, seharusnya Majelis memerintahkan dilakukan uji kebenaran materi, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) juga dapat melihat mengenai kebenaran bukti dengan transaksi yang menjadipokok sengketa;
17.6. Bahwa Majelis terbukti tidak melakukan penilaian pembuktian yang adil bagi kedua belah pihak dan tidak memenuhi asas audio alterampartem;
18. Bahwa dengan demikian, berdasarkan uraian tersebut diatas dan mempertimbangkan ketentuan dalam Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, atas putusan Majelis untuk tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan membatalkan sanksi administrasi berupa kenaikan, diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung karena tidak sesuai dengan penilaian pembuktian yang adil bagi kedua belah pihak sertatidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UU PPN;
19. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.60106/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 12 Maret2015 harus dibatalkan;
 
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.60106/PP/M.IIIB/16/2015 tanggal 12 Maret 2015 yang menyatakan:

Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-856/WPJ.19/2014 tanggal 6 Mei 2014, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00008/407/10/093/13 tanggal 2 Juli 2013 Masa Pajak Desember 2010, atas nama PT AAA (Persero) Tbk, NPWP 0X.00X.XX0.X-0XX.000, beralamat di Jl. Raya QQQ Km. XX, Jakarta Selatan 12510, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2010 menjadi sebagaimana tersebut di atas;
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa, alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-856/WPJ.19/2014, tanggal 6 Mei 2014, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2010 Nomor 00008/407/10/093/13 tanggal 2 Juli 2013, atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.00X.XX0.X-0XX.000, sehingga pajak yang lebih dibayar menjadi Rp42.293.257.803,00 adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu koreksi kredit Pajak Masukan dengan jawaban konfirmasi “Tidak Ada” sebesar Rp40.893.795,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa Faktur Pajak Masukan yang telah klarifikasi bahwa Faktur Pajak Masukan yang dijawab “Tidak Ada”, maka apabila terdapat kerugian yang mungkin akan timbul tidak dapat dilimpahkan kepada Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali. Di samping itu, bukti pendukung yang memperkuat Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali berupa pengujian arus kas/uang sesuai dengan transaksi, voucher, kuitansi, invoice dan olehkarenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan, karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UU KUP jo. Pasal 1 angka 23 dan Pasal 13 ayat (5) UU Pajak Perambahan Nilai;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 8 Maret 2017, oleh Dr. H. JSL, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. GTR, S.H., M.Hum., dan BVC, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis dan dibantu oleh HFK, S.H., M.H., Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis:

ttd.

Dr. GTR, S.H., M.Hum.

ttd.

BVC, S.H., M.H.
Ketua Majelis,

ttd.

Dr. H.JSL, S.H., M.S.


Panitera Pengganti,

ttd./

HFK, S.H., M.H.
Biaya-biaya peninjauan kembali:
1. Meterai ……................................... Rp       6.000,00
2. Redaksi …….................................. Rp       5.000,00
3. Administrasi …................................ Rp2.489.000,00
Jumlah …............................................ Rp2.500.000,00



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



H. PQT, S.H.
NIP. XX0000XXX