Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1062/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPh Pasal 23

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.49483/PP/M.XV/12/2013, tanggal 16 Desember 2013 yang te


 

PUTUSAN
Nomor 1062/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

PT. YYY, tempat kedudukan di Jalan SSS, RT. Y/ RW.D, Rawa Terate, Cakung, Jakarta Timur, dalam hal ini memberi kuasa kepada: Dr. KKK, S.H., M.Sc., berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 27002/SEIDTAX/III/2014 tangggal 27 Maret 2014;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

melawan:


DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40-42, Jakarta, selanjutnya memberi kuasa kepada:
  1. ABC Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
kesemuanya beralamat di Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40-42, Jakarta, berkewarganegaraan Indonesia, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3062/PJ/2014 tanggal 17 November 2014;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.49483/PP/M.XV/12/2013, tanggal 16 Desember 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-284/PJ.07/2009 Tanggal 5 Mei 2009 (yang Pemohon Banding terima pada tanggal 7 Mei 2009) mengenai Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 23 Tahun 2005 Nomor: 00002/203/05/092/08 Tanggal 28 April 2008, dengan alasan dan penjelasan sebagai berikut:
  1. Penerbitan SKPKB PPh Pasal 23 Tahun 2005 Nomor: 00002/203/05/092/08 Tanggal 28 April 2008;
    Bahwa setelah Pemohon Banding teliti kembali ternyata SKPKB PPh Pasal 23 Tahun 2005 Nomor: 00002/203/05/092/08 Tanggal 28 April 2008 diterbitkan karena Pemeriksa Pajak melakukan koreksi atas DPP PPh 23 yang Pemohon Banding laporkan sebesar Rp5.953.461.140,00 Rincian koreksi dan PPh 23 terutang adalah sebagai berikut:
    Uraian DPP Menurut
    Pemohon Banding (Rp)
    DPP Menurut
    Pemeriksa dan Penaliti (Rp)
    Selisih
    yang menjadi koresi (Rp)
    Dasar Pengenaan Pajak 23.626.489.235 29.579.950.375 5.953.461.140
    PPH Terhutang 1.338.335.013 1.693.192.248 354.857.235
    Kredit Pajak (1.338.335.013) (1.338.335.013) -
    PPh Ktuang (Lebih) Bayar - 354.857.235 354.857.235
    Sanksi Administrasi Bunga Pasal 13(2) KUP - 92.262.881 92.262.881
    Jumlah PPh yang masih harus dibayar 447.120.116 447.120.116
  2. Permohonan Keberatan;
    Bahwa atas diterbitkannya SKPKB PPh Pasal 23 Tahun 2005 Nomor: 00002/203/05/092/08 Tanggal 28 April 2008, dengan Surat Nomor 43/V/TaxSE1D/2008 tanggal 7 Mei 2008 Pemohon Banding mengajukan keberatan dan dengan keputusan Terbanding Nomor KEP-284/PJ.07/2009 Tanggal 5 Mei 2009 keberatan tersebut telah ditolak, sehingga perhitungan PPh 23 terutang menjadi sebagai berikut:
    Uraian Semula (Rp) Ditambah/(Dikurangi)
    (Rp)
    Menjadi (Rp)
    Dasar Pengenaan Pajak 29.579.950.375 - 29.579.950.375
    PPH Terhutang 1.693.192.248 - 1.693.192.248
    Kredit Pajak 1.338.335.013 - 1.338.335.013
    PPh Ktuang (Lebih) Bayar 354.857.235 - 354.857.235
    Sanksi Administrasi Bunga Pasal 13(2) KUP 92.262.881 - 92.262.881
    Jumlah PPh yang masih harus dibayar 447.120.116 - 447.120.116
  3. Permohonan Banding;
    Bahwa Keputusan Terbanding Nomor KEP-284/PJ.07/2009 Tanggal 5 Mei 2009 tersebut tidak dapat Pemohon Banding terima dan karenanya mengajukan banding dengan alasan penjelasan sebagai berikut:
    1. Didalam DPP PPh 23 menurut SPT Pemohon Banding sebesar Rp23.626.489.235,00 belum termasuk dengan DPP dari SPT yang dilaporkan di cabang ke KPP setempat sejumlah Rp119.168.314,00 sehingga DPP menurut SPT Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
      Uraian SPT Pusat SPT Menjadi (Rp)
      Dasar Pengenaan Pajak 23.626.489.235 119.168.314 23.745.657.549
      PPH Terhutang 1.338.335.013 7.136.226 1.345.471.239
      Kredit Pajak (1.338.335.013) (7.136.226) (1.345.471.239)
      PPh Ktuang (Lebih) Bayar - - -
      Sanksi Administrasi Bunga Pasal 13(2) KUP - - -
      Jumlah PPh yang masih harus dibayar - - -
    2. Dengan demikian maka koreksi Pemeriksa seharusnya adalah sebagai berikut :
      Uraian DPP menurut Pemohon Banding (Rp) DPP menurut
      Pemeriksa dan Peneliti (Rp)
      Selisih yang
      menjadi koreksi
      (Rp)
      Dasar Pengenaan Pajak 23.745.657.549 29.579.950.375 5.834.292.826
      PPH Terhutang 1.345.471.239 1.693.192.248 347.721.009
      Kredit Pajak (1.345.471.239) (1.345.471.239) -
      PPh Ktuang (Lebih) Bayar 347.721.009 347.721.009
      Sanksi Administrasi Bunga Pasal 13(2) KUP 90.407.462 90.407.462 
      Jumlah PPh yang masih harus dibayar 438.128.471  438.128.471
    3. Setelah Pemohon Banding teliti kembali,ternyata didalam jumlah DPP menurut Pemeriksa Pajak terdapat transaksi yang tidak terhutang PPh Pasal 23, dengan rincian sebagai berikut :
      Perkiraan Jumlah Koreksi
      (Rp)
      Keterangan
      No Nama
      802013020 WELFARE 71.838.937 Pemindahan saldo buku sebelum merger
      803046020 OFFICE EQUIP.MAINTENANCE 1.816.344.465 Objek PPH Pasal 26 dipotong thn.2006
      803046060 MOULD MAINTENANCE 94.700.000 Objek PPH Pasal 26 dipotong thn.2006
      811040010 RESEARCH & DEVELOPMENT 22.226.400 Objek PPH Pasal 26 dipotong thn.2006
      811046020 OFFICE EQUIP. MAINTENANCE 657.832.547 Objek PPH Pasal 26 dipotong thn.2006
      811054010 TELEPHONE 863.719.651 Objek PPH Pasal 26 dipotong thn.2006
      811056021 DISPLAY MATERIAL 67.250.000 Objek PPH Pasal 4 (2)
      811056030 BILBOARD 1.208.483.887 Objek PPH Pasal 26 dipotong thn.2006
      811056031 SIGNBOARD -5.688.000 Rekassifikasi
      811065010 CONSULTANT 435.108.522 PPH 23 dipotong pada pembayaran
      811066020 TRAINNING 153.611.069
      DIVIDEND,PAYMENT 448.548.392 Objek PPH Pasal 26 dipotong dm.2006
      5.833.975.870
Bahwa berikut ini penjelasan Pemohon Banding terhadap Ledger yang menurut pemeriksa terhutang PPh Pasal 23;
  1. Ledger 802013020 — Welfare, dan Ledger 811040010 — Research & Development;
    Bahwa transaksi tersebut adalah pemindahbukuan saldo dari pembukuan PT. ZZZ (sebelum merger) ke dalam pembukuan Pemohon Banding (setelah merger). Perlu Pemohon Banding jelaskan bahwa pada tahun 2005 telah dilakukan merger antara PT. ZZZ dengan PT. ZZZ dan PT. ZZZ adalah perusahaan yang "tinggal" setelah merger tersebut;
    Bahwa sehubungan dengan merger tersebut Terbanding telah menerbitkan surat Keputusan Nomor : KEP.48/WPJ.19/2005 tanggal 13 Oktober 2005, tentang Persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalilian harta dalam rangka penggabungan usaha. Mutasi debet dalam Ledger seperti hal tersebut di atas menurut pendapat Pemohon Banding tidak terhutang pajak;
  2. Ledger 803046020 — Office Equipment Maintenance, dan Ledger 803046060 — Mould Maintenance;
    Bahwa jumlah tersebut adalah transaksi pembebanan biaya Maintenance Software yang Pemohon Banding bayarkan kepada Sharp Corporation di Jepang. Sehingga sesuai dengan ketentuan yang berlaku transaksi tersebut tidak terhutang PPh Pasal 23. Adapun PPh yang terutang telah Pemohon Banding potong, bayar, dan laporkan pada saat pembayaran kepada Sharp Corporation terjadi;
  3. Ledger 811054010 — Telephone;
    Bahwa didalam ledger ini ada enam transaksi pembebanan biaya internet yang ditagih oleh Sharp Corporation setiap bulan dalam jumlah tetap. Mengingat pihak penagih adalah subjek Pajak Luar Negeri maka Pemohon Banding memperhitungkan PPh Pasal 26. Pemotongan, setor dan lapor Pemohon Banding lakukan saat transaksi pelunasan Pemohon Banding lakukan;
  4. Ledger 811056021 — Display Material;
    Bahwa jumlah dimaksud adalah transaksi pembelian jasa dan material promosi kepada NBEE. Terhadap jasanya Pemohon Banding potong dan laporkan PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 2% x Rp67.250.000,00 bukti potong No.06/PPH 4 (2)/Jakons/VI/2005 dalam SPT Masa Juni 2005;
  5. Ledger 811056030 — Billboard;
    Bahwa jumlah yang dikoreksi tersebut adalah:
    1. Transaksi pembayaran sewa tempat pemasang Billboard kepada Match Advertising senilai Rp100.000.000,00, PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang Pemohon Banding telah pungut, setor dan laporkan. Bukti potong Nomor 01/PPH4(2)/XI/2005 dan Nomor 02/PPH4(2)/XI/2005 sebesar 10% dari netto atau 10% x (Rp100.000.000,00 /0.9) = Rp11.111.111,00 masing-masing Rp5.555.556,00 telah Pemohon Banding laporkan dalam SPT Masa November 2005;
    2. Pembebanan biaya sewa tempat pemasangan Billboard kepada Dentsu Inc.Kansai, PPH Pasal 26 terutang telah Pemohon Banding pungut, setor dan laporkan. Bukti Potong Nomor : 01/PPH26/1/2006 sebesar 20% x Rp1.097.372.775,00 = Rp219.474.555,00 dalam SPT Masa Januari 2006;
  6. Ledger 811065010 Consultant;
    Bahwa jumlah yang dikoreksi adalah transaksi pembayaran Audit Fee sebesar Rp250.000.000,00 dan Amortisasi Management Fee sebesar Rp240.000.000,00 sedangkan sisanya adalah transaksi - reklassifikasi dari Ledger 811053010 yang mengkredit Ledger 811065010. Namun pemeriksa tidak menggunakan jumlah yang sama di ledger 811053010 sebagai posisi lawan, sehingga dalam Ledger 811065010 terlihat sebagai mutasi debet yang terhutang PPH Pasal 23;
    Bahwa atas Audit Fee tersebut telah Pemohon Banding potong PPH Pasal 23 pada saat pembayaran yakni pertama pada 28 Agustus 2006 sebesar Rp150.000.000,00 dan Pemohon Banding potong, setor dan laporkan PPH Pasal 23 sebesar 7.5% atau Rp11.250.000,00 Bukti potong Nomor 124/PPH23/VIII/2006 tanggal 28 Agustus 2006 dalam SPT Masa Agustus 2006 dilaporkan dengan tanda terima Nomor S-003693/PPH2326/WPJ.19/KP.0203/2007. Pembayaran berikutnya pada tanggal 11 Oktober 2006 sebesar Rp100.000.000,00 dan Pemohon Banding potong, setor dan laporkan PPH Pasal 23 sebesar 7.5% atau Rp7.500.000,00 Bukti potong Nomor 114/PPH23/X/2006 tanggg 11 Oktober 2006 dalam SPT Masa bulan Oktober 2006 dilaporkan dengan Tanda Terima Nomor S-003114/PPH2326/WPJ.19/ KP.0203/2006 tanggal 20 November 2006;
    Bahwa sedangkan amortisasi Management Fee sebesar Rp240.000.000,00 adalah transaksi pemindahbukuan dari pembukuan ZZZ sebelum merger. Sebagaimana Ledger 802011060 — Canteen, Ledger 802013020 — Welfare, dan Ledger 811040010 — Research & Development, pemindahbulcuan ini terlihat sebagai mutasi debet biaya terhutang PPh Pasal 23, padahal transaksi yang telah lampau;
  7. Ledger 811066020 Training;
    Bahwa jumlah yang dikoreksi adalah transaksi pembebanan biaya perjalanan dan akomodasi mendatangkan karyawan Sharp Corporation dari Jepang untuk memberikan pelatihan di YYY. Atas biaya yang timbul ditagih oleh Sharp Corporation sebesar Rp75.111.069,00. Jumlah lainnya sebesar Rp78.000.000,00 adalah transaksi pemindahbukuan dari pembukuan ZZZ sebelum merger. Terbanding telah menerbitkan surat Keputusan Nomor KEP.48/WPJ.19/2005 tanggal 13 Oktober 2005, tentang Persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha. Oleh karena itu terdapat mutasi debet dalam Ledger seperti hal tersebut di atas yang tidak terhutang pajak;
  8. Deviden Payment;
    Bahwa jumlah yang dikoreksi adalah transaksi pembayaran dividen kepada pemegang saham PT. GGG Tunggal dan PT. MMM masing-masing sebesar 3.58% x Rp6.264.506.650,00 atau Rp224.274.193,00 PPh 23 terutang telah Pemohon Banding pungut, setor dan laporkan pada saat Pemohon Banding membayarkan dividend tersebut, tanggal 30 September 2005 Bukti potong PPH Pasal 23 Nomor 117/PPH23/IX/2005 tanggal 30 September 2005 dan 118/PPH23/IX/2005 tanggal 30 September 2005 dalam SPT Masa September 2009 tanda terima lapor Nomor : S-001465/PPH2326/ WPJ.19/KP.0203/2005;
Bahwa berdasarkan bukti dan penjelasan diatas, Pemohon Banding tetap berpendapat bahwa transakasi yang dikoreksi Pemeriksa Pajak adalah transaksi yang tidak terhutang PPh Pasal 23, sehingga perhitungan PPh Pasal 23 terhutang adalah sebagai berikut:
Uraian Perhitungan Pemeriksa dan Peneliti (Rp) Koreksi yang harus dibatalkan (Rp) Perhitungan seharusnya (Rp)
Dasar Pengenaan Pajak 29.579.950.375 5.834.292.826 23.745.657.549
PPH Terhutang 1.693.192.248 347.721.009 1.345.471.239
Kredit Pajak (1.345.471.239) (1.345.471.239)
PPh Ktuang (Lebih) Bayar 347.721.009 347.721.009
Sanksi Administrasi Bunga Pasal 13(2) KUP 90.407.462 90.407.462
Jumlah PPh yang masih harus dibayar 38.128.471 438.128.471

Bahwa Pemohon Banding sampaikan bahwa jumlah PPh 23 terutang sesuai dengan Keputusan Terbanding KEP-284/PJ.07/2009 Tanggal 5 Mei 2009 sebesar Rp447.120.116,00 telah Pemohon Banding bayar sejumlah Rp447.120.116,00;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.49483/PP/M.XV/12/2013, tanggal 16 Desember 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-284/PJ.07/2009 tanggal 5 Mei 2009, tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak April 2005 sampai dengan Maret 2006 Nomor : 00002/203/05/ 092/08 tanggal 28 April 2008, atas nama : PT. YYY, NPWP 01.xxxx, beralamat di Jalan SSS, RT. Y/ RW.D, Rawa Terate, Cakung, Jakarta Timur;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.49483/PP/M.XV/12/2013, tanggal 16 Desember 2013, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 7 Januari 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 27002/SEID-TAX/III/2014 tangggal 27 Maret 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 3 April 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 3 April 2014;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 29 Oktober 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 2 Desember 2014;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Bahwa sesuai dengan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (”UU Pengadilan Pajak”), pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan PK atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  2. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 49483/PP/M.XV/12/2013 diucapkan pada sidang terbuka tanggal 16 Desember 2013dan secara riil dikirim melalui kantor Pos (sesuai dengan stempel pos) pada tanggal yang tidak dapat diketahui, dan biaya perkara sebesar Rp2.500.000,00 telah Pemohon PK setorkan pada tanggal 1 April 2014 (Vide Bukti P-9);
  3. Bahwa berdasar Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak, pengajuan PK yang didasarkan pada alasan Pasal 91 huruf e Undang-Undang yang sama, harus diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak Keputusan Pangadilan Pajak dikirim. Sesuai dengan bukti tersebut diatas, nyata pengajuan PK ini telah dilakukan memenuhi ketentuan mengenai jangka waktu tersebut. Selanjutnya berdasarkan dokumen terlampir, pengajuan PK ini, selain telah memenuhi Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak tersebut, juga telah memenuhi ketentuan dan tata cara pengajuan PK sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2002. Sehubungan dengan hal itu mohon kiranya Majelis Hakim Agung Yang Mulia menyatakan pengajuan PK ini dapat diterima;
Bahwa selanjutnya, berdasarkan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak, pengajuan Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung Republik Indonesia, dapat dilakukan dalam hal apabila terdapat putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Bahwa selanjutnya perkenankan Pemohon PK menyampaikan ke hadapan Majelis Hakim Agung Yang Mulia, dasar pengajuan PK yaitu Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak, berikut penjelasan dan bukti bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.- 49483/PP/M.XV/12/2013 diucapkan pada sidang terbuka tanggal 16 Desember 2013 merupakan putusan, yang sebagaimana akan dibuktikan dalam uraian berikut ini, adalah Putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

Bahwa pertama-tama, sehubungan dengan pernyataan Pemohon PK tersebut diatas, ke hadapan Majelis Hakim Mahkamah Agung Mulia, Pemohon PK ingin mengemukakan diktum Putusan dan amar menimbang dari Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-49483/PP/M.XV/12/2013 diucapkan pada sidang terbuka tanggal 16 Desember 2013 (”Putusan”), terlebih dahulu;
  1. Mengenai Putusan;
    1. Bahwa diktum Putusan Pengadilan Pajak tersebut berbunyi:

      M E N G A D I L I

      Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-284/PJ.07/2009 tanggal 05 Mei 2009 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak April Tahun Pajak 2005 sampai dengan Maret 2006, Nomor: 00002/206/05/092/08/ tanggal 28 April 2008, atas nama : PT. YYY, NPWP 01.xxxx, beralamat di Jalan SSS, RT. Y/ RW.D, Rawa Terate, Cakung, Jakarta Timur;
    2. Amar menimbang;
      Bahwa untuk memahami dan mendalami hal-hal yang menjadi dasar dari diktum Putusan tersebut, apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka perlu dibahas apa yang tercantum dalam amar menimbang, yang dihimpun dan disarikan dari pembahasan dalam persidangan. Dengan kata lain, sesuai atau tidaknya suatu Putusan pengadilan selalu dapat dilihat dari amar menimbangnya, sebagai dasar dari alur pemikiran hukum yang bermuara pada diktum Putusan;
      Bahwa dalam amar menimbang, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa:
      1. Yang menjadi pokok sengketa dalam banding adalah koreksi atas dasar pengenaan (obyek) pajak penghasilan Pasal 23 Masa Pajak April 2005 sampai dengan Maret 2006, di mana menurut Pemohon Banding, dasar pengenaan pajak penghasilan Pasal 23 tersebut bukanlah merupakan obyek pajak penghasilan Pasal 23;
      2. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa koreksi Terbanding berasal dari akun General Ledger Pemohon Banding yang merupakan pembebanan yang berupa biaya atas jasa out sourcing, catering, sewa, jasa teknik dan tenaga ahli, yang merupakan pembebanan yang atasnya dikenakan pemotongan PPh Pasal 23;
      3. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa bukti-bukti pendukung yang ditunjukkan Pemohon Banding dalam persidangan,tidak dapat memperlihatkan jenis-jenis maupun wujud dari transaksi yang terdapat dalam koreksi Terbanding, sehingga Majelis tidak meyakini atas transaksi-transaksi tersebut merupakan transaksi seperti yang dimaksud Pemohon Banding dalam surat bandingnya;
  2. Kewenangan Mahkamah Agung;
    Bahwa berdasarkan:
    1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut sebagai “UUD 1945”) menyatakan, "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi";
    2. Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 menyatakan, "Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang";
    3. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan "Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi";
    4. Pasal 89 sampai dengan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pahjak mengatur dan memberi wewenag kepada Mahkamah Agung RI untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara Peninjauan Kembali Sengketa Pajak yang diajukan oleh para pihak;
      Bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimna diuraikan di atas, Mahkamah Agung RI memiliki kewenangan Untuk memeriksa, megadili dan memutus PK yang diajukan Pemohon Penijauan kembali;
  3. Kasus Posisi;
    Dalam bagian ini, akan dipaparkan kasus posisi dalam sengketa ini, yang akan memperlihatkan bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.-49483/PP/M.XV/12/2013 diucapkan pada sidang terbuka tanggal 16 Desember 2013 adalah putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan alasanalasan sebagaimana berikut:
    1. Ringkasan Sengketa:
      Bahwa dari Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.- 49483/PP/M.XV/12/2013 terlihat bahwa:
      • Termohon PK memperlakukan suatu jumlah dalam suatu akun Pemohon PK sebagai obyek PPh 23, sementara Pemohon PK tidak menganggap bahwa jumlah tersebut merupakan obyek PPh 23;
      • Termohon PK menyandarkan pendapatnya pada ekualisasi;
      • Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa total koreksi PPh pasal 23 oleh Termohon PK adalah sebesar Rp5.953.461.140, sedangkan Pemohon PK dalam surat bandingnya menyatakan bahwa koreksi yang disengketakan adalah sebesar Rp5.833.975.870. (terdapat perbedaan angka);
      • Termohon PK tidak memenuhi permintaan Pemohon PK untuk merinci obyek PPh 23 yang dikoreksi, namun sebaliknya hanya memberikan suatu perhitungan ekualisasi tanpa rincian. Oleh karenanya tidak jelas apa saja yang merupakan obyek PPh 23, dan hal ini tidak dibuktikan oleh Termohon PK. Sementara di lain pihak, Pemohon PK hanya dapat mengira-ngira, karena memang yang seharusnya membuktikan adalah Termohon PK;
      • Majelis Hakim Pengadilan Pajak menanggap bahwa Pemohon PK otomatis menerima bahwa selisih dari total koreksi sebagaimana pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yaitu sebesar Rp5.953.461.140 dan yang terdapat dalam surat banding Pemohon PK yaitu sebesar Rp5.833.975.870, yaitu sebesar Rp119.485.270 telah diterima oleh Pemohon PK. Hal ini adalah merupakan keganjilan, mengingat jumlah yang diajukan Pemohon PK adalah jumlah yang ditemukan Pemohon PK dalam mengira-ngira obyek yang dikenakan PPh Pasal 23 oleh Pemohon PK. Hal ini tidak otomatis dapat diartikan, bahwa Pemohon PK menyetujui angka Rp5.953.461.140 sebagaimana pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak, dan menyetujui bahwa selisihnya merupakan obyek PPh 23. Dengan kata lain, Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah melakukan suatu konstruksi hukum tanpa dasar;
      • Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak mengulas bahwa angka Rp13.823.356.140 yang disampaikan oleh Pemohon PK (dahulu Pemohon Banding) adalah salah satu bukti bahwa tidak ada lagi objek PPh 23 yang belum dibayar;
      • Kemudian dalam bantahannya, Termohon PK telah mengemukakan angka yang sama dengan Pemohon PK, yaitu Rp5.833.975.870, dan membuat perinciannya. Hal ini tidak konsisten dengan angka Rp5.953.461.140 yang dianggap Termohon PK merupakan obyek PPh 23. Sehingga Termohon PK sendiri ternyata tidak dapat merinci apa saja sebenarnya objek PPh 23 tersebut;
      • Terdapat bahasan Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengenai catering, jasa konsultan dan lain sebagainya, yang menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak adalah sesuai dengan norma hukum PPh Pasal 23. Namun hal ini tidak ada kaitannya dengan angka yang disampaikan Termohon PK dalam persidangan;
    2. Prosedur dalam melakukan proses koreksi tidak dipenuhi oleh Terbanding (Sekarang Termohon PK);
      Majelis Hakim Pengadilan Pajak sama sekali tidak mempertimbangkan bahwa Terbanding tidak memenuhi prosedur dan/atau ketentuan dalam melakukan proses koreksi. Karena kecacatan formil ini, maka SKPKB yang berdasarkan pada proses koreksi tersebut tidak memenuhi ketentuan dari suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang sah, sehingga SKPKB tersebut adalah batal demi hokum;
      Dasar hukum dan batasan dalam melakukan koreksi;
      Bahwa sebagaimana diketahui, sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang sekarang berlaku, khususnya Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang KUP, dalam menentukan pajak terutang Indonesia menganut ”asas self asssesment” yang memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan melapor pajak yang terutang dalam bentuk suatu Surat Pemberitahuan (SPT). Namun demikian manakala Pejabat Pajak menemukan bukti bahwa dalam SPT dimaksud tidak dilaporkan keadaan yang sebenarnya, Pejabat Pajak tersebut, melalui mekanisme pemeriksaan, sesuai dengan Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 31 Undang-Undang KUP, dapat menagih kekurangan pajak yang kurang dibayar melalui ketetapan pajak, yang dalam Hukum Administrasi Negara disebut Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) atau dikenal juga dengan nama beschikking;
      Bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang membatasi kewenangan Termohon PK (semula Terbanding) dalam mengeluarkan suatu SKPKB yang sah adalah sebagaimana berikut:
      • Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang KUP tentang pemeriksaan pajak menyatakan bahwa:
        ”Pendapat dan kesimpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti-bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”; 
      • Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang KUP menyatakan bahwa prosedur pemeriksaan diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan. Sebagai pelaksanaan dari Pasal 31 Undang-Undang KUP tersebut telah diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 545/KMK.04/2000 yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 123/PMK.03/2006;
      • Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.03/2006 menyatakan bahwa pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
      • Kemudian Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/ PMK.03/2006 menyatakan bahwa Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait;
      Bahwa lebih lanjut, memang benar, terdapat suatu situasi dan kondisi tertentu, asumsi atau perkiraan dapat digunakan, hanya dalam hal yang bersifat pengecualian. Adapun mengenai hal-hal yang dikecualikan tersebut harus dinyatakan secara rinci dalam peraturan perundangundangan.
      Dalam Undang-Undang KUP disebutkan sebagai berikut:
      • Didalam Penjelasan umum Undang-Undang KUP, Pasal 12 ayat (1) jo. ayat (2) dan Pasal 28 ayat (7) Undang-Undang KUP, dinyatakan bahwa sistem pajak Indonesia menganut sistem self assesment atas actual income (penghasilan sebenarnya berdasar pembukuan untuk semua Wajib Pajak Badan);
      • Pengecualian diberikan kepada sebagian Wajib Pajak tertentu, untuk dapat memilih bahwa pajaknya dihitung berdasarkan metode perkiraan;
      Bahwa batasan mengenai penghitungan pajak berdasarkan perkiraan atau asumsi disebutkan dalam penjelasan Pasal 13 ayat (1) jo Pasal 29 ayat (3) b Undang-Undang KUP, yaitu dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT walaupun sudah ditegur atau Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban pembukuan menurut Pasal 28 Undang-Undang KUP, atau tidak memenuhi permintaan pemeriksa menurut Pasal 29 Undang-Undang KUP;
      Bahwa selanjutnya Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang PPh juga memberikan pengecualian tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak, yaitu menghitung dengan tidak berdasar fakta hukum (dengan metode tertentu), namun terbatas pada transaksi-transaksi yang melibatkan hubungan Istimewa;
      Bahwa dari ketentuan Undang-Undang Pajak tersebut, pengecualianpengecualian
      dijabarkan dengan jelas dalam undang-undang perpajakan. Di luar pengecualian-pengecualian tersebut, perhitungan pajak tunduk pada norma umum, yaitu berdasarkan fakta;
      Bahwa dari kesemua persyaratan tentang perkscualian tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan Pemohon PK (semula Pemohon Banding);
      Bahwa dengan demikian, Pemohon PK, dalam hal ini, tidak memenuhi unsur-unsur dalam Pasal-Pasal pengecualian tersebut, sehingga perlakuan pajak terhadap penghasilan Pemohon PK, harus tunduk pada norma hukum umum, yaitu berdasarkan fakta. Sebagaimana telah diungkapkan dalam persidangan, fakta berupa pembukuan Pemohon PK yang telah diaudit oleh suatu Kantor Akuntan Publik;
      Penentuan dasar pengenaan pajak tidak dapat hanya disandarkan pada ekualisasi, yang hanya merupakan perhitungan konsep matematis;
      Bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, ternyata Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memperkuat pendapat Termohon PK, bahwa SKPKB yang menjadi permasalahan dalam sengketa ini dikeluarkan atas dasar suatu ekualisasi, yaitu suatu perhitungan konsep matematis. Bahwa dari suatu akun pengeluaran, Terbanding telah memperkirakan bahwa transaksi-transaksi yang terdapat dalam akun tersebut merupakan obyek PPh 23, tanpa melihat dan/atau memeriksa apakah benar demikian secara substansi. Sehingga dengan kata lain, Termohon PK baru menemukan indikasi, yang dapat mengarah pada suatu perkiraan;
      Bahwa prinsip equalisasi atau persamaan matematis tidak termasuk dalam prinsip dalam hukum pajak. Prinsip ini biasa digunakan untuk membantu dalam pemeriksaan pajak. Namun demikian prinsip ini hanya berfungsi sebagai indikator atau petunjuk, yang masih harus dibuktikan, sesuai dengan prinsip pembuktian dalam hukum pajak sebagaimana diuraikan di atas. Dan perlu Pemohon PK tekankan, bahwa kewajiban pembuktian ini adalah berada pada Termohon PK, sebagaimana dapat dilihat dari dasar-dasar hukum yang diajukan di atas. SPT Pemohon PK hanya dapat dikoreksi jika terdapat dasar dan/atau bukti materiil yang kuat, dan dapat dibuktikan oleh Termohon PK. Sehingga adalah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahwa saat Termohon PK tidak dapat mengajukan bukti materiil yang kuat, kewajiban pembuktian dibebankan, tanpa dasar hukum, kepada Pemohon PK. Lebih tidak adil lagi, bahwa Pemohon PK juga tidak mengetahui apa yang harus dibuktikan, karena atas indikasi yang didapat dari ekualisasi tersebut, Termohon PK tidak pernah memberikan penjelasan rinci, sehingga Pemohon PK hanya dapat mengira-ngira. UU KUP hanya mewajibkan pembuktian dilakukan oleh Wajib pajak (posisi Pemohon PK) hanya dalam hal SPT tidak disampaikan. Sementara dalam hal ini, SPT telah disampaikan oleh Pemohon PK. Selain itu, bila dilihat Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 mengenai Pengadilan Pajak, terutama pasal 46, maka terlihat, yang diperiksa adalah Terbanding (sekarang Termohon PK). Sehingga sudah sepantasnya kewajiban untuk membuktikan perhitungan Termohon PK adalah berada pada Termohon PK itu sendiri;
      Sehingga dengan demikian, Termohon PK belum membuktikan bahwa perkiraan yang muncul akibat indikasi tersebut adalah benar adanya. Termohon PK belum memeriksa dan belum menemukan bukti yang kuat telah adanya penyimpangan dari peraturan perpajakan. Pendek kata, Termohon PK menerbitkan SKPKB hanya berdasarkan pada suatu indikasi. Undang-Undang KUP sama sekali tidak mengatur bahwa Pemohon PK sebagai Wajib Pajak diberikan kewajiban untuk membuktikan suatu perhitungan yang dilakukan Termohon PK. Jika diatur demikian, tidak adil jika Wajib Pajak harus mengira-ngira apa saja yang dijadikan dasar perhitungan yang dilakukan oleh orang lain (Termohon PK);
      Oleh karena sebagaimana diuraikan di atas, suatu SKPKB harus didasarkan pada bukti materiil dan data yang kuat, serta harus melalui pemeriksaan, maka dapat disimpulkan bahwa suatu SKPKB, suatu KTUN, yang diterbitkan hanya berdasarkan suatu indikasi yang belum dibuktikan kebenarannya, tidak memenuhi syarat sahnya suatu KTUN, dan oleh karenanya batal demi hukum. Sehingga Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang membenarkan kesahan SKPKB yang demikian adalah suatu putusan yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
      Penentuan suatu hutang pajak dengan ekualisasi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
      Bahwa sebagaimana amanat Pasal 23A UUD 1945, hutang pajak hanya dapat timbul dari undang-undang. Sebagaimana tersebut di atas, bahwa timbulnya hutang pajak untuk pajak penghasilan Pasal 23 Undang-Undang PPh hanya dapat didasarkan pada ketentuan itu. Sehingga tidak ada cara lain, Termohon PK harus membuktikan, dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak harus mencermati dan memutus berdasarkan pada apakah unsur-unsur yang disebutkan dalam UU PPh pasal 23 terpenuhi unsur-unsur ini harus benar nyata, dan bukan hasil rekaan dari proses ekualisasi saja;
    3. Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah menyetujui terjadi pengenaan pajak dua kali terhadap suatu objek yang sama;
      Sebagaimana telah diuraikan dalam banding dari Pemohon PK dan dalam persidangan, bahwa atas obyek yang dikenakan PPh 23 oleh Termohon PK tersebut telah dilakukan pembayaran PPh. Sehingga pengenaan PPh 23 atas obyek tersebut adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali, suatu hal yang amat dihindari dalam perpajakan;
    4. Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan bahwa Termohon PK melanggar azas-azas umum pemerintahan yang baik (AAUPB);
      Pengadilan Pajak adalah, sesuai dengan penjelasan pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah pengadilan khusus di lingkungan peradilan Tata Usaha Negara. Oleh karenanya, apabila peraturan perundang-undangan khusus (lex specialis) di bidang perpajakan/pengadilan pajak tidak mengatur mengenai suatu masalah, aturan masalah tersebut tunduk pada peraturan yang berlaku bagi bidang Tata Usaha Negara;
      AAUPB adalah konsep azas umum dalam menyelenggarakan pemerintahan yang sudah lama dikenal dalam sistem hukum Indonesia, sebagai azas-azas yang harus dipatuhi pemerintah dalam menjalankan tugasnya, sebagai suatu bentuk perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah. Terbukti sudah banyak jurisprudensi yang menerapkan AAUPB sebagaimana dirangkum oleh Jazim Hamidi, S.H., M.H., dan Winahyu Erwiningsih, S.H., MnH., Not, (diberikan pengantar oleh Prof. Paulus E. Lotulung) dalam “Yurisprudensi tentang Penerapan Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak”, PT. Tata Nusa Jakarta, Maret 2000;
      Selain dari Yurisprudensi, hukum tertulis pun telah mengakui keberadaan AAUPB, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Pemerintahan Yang Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang azas-azasnya adalah:
      1. Asas Kepastian Hukum;
      2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
      3. Asas Kepentingan Umum;
      4. Asas Keterbukaan;
      5. Asas Proporsionalitas;
      6. Asas Profesionalitas;
      7. Asas Akuntabilitas;
      Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam telah mengabaikan fakta bahwa Termohon PK telah melanggar azas-azas tersebut di atas dengan telah melakukan suatu koreksi hanya berdasarkan pada indikasi, dan bukan bukti. Setidaknya Termohon PK telah melanggar:
      • Asas kepastian hukum, dengan melakukan sesuatu di luar prosedur yang ditentukan peraturan perundang-undangan;
      • Asas tertib penyelenggaraan Negara, bahwa Termohon PK mengabaikan prosedur yang telah ditentukan;
      • Asas keterbukaan dan akuntabilitas, bahwa Termohon PK tidak menjawab, dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak mewajibkan untuk menanggapi permintaan Pemohon PK agar obyek PPh 23 sebagaimana didalilkan oleh Termohon PK, dirinci dan dijabarkan sehingga secara materiil terlihat apa saja obyek tersebut.
      Permintaan Pemohon PK tersebut adalah dalam rangka membuktikan apakah indikasi yang berasal ekualisasi benar adanya secara materiil;
    5. Bahwa SKPKB nomor 00002/206/05/092/08/ tanggal 28 April 2008 adalah cacat hukum dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum;
      Bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, baik syarat prosedural (menerbitkan SKPKB tanpa dilakukan pemeriksaan, dan hanya didasarkan pada indikasi/bukan bukti) maupun material (tidak diketahui sebenarnya apa saja yang dijadikan obyek PPh 23) dari SKPKB Nomor 00002/206/05/092/08/ tanggal 28 April 2008 tidak terpenuhi;
      Bahwa tidak dipenuhinya salah satu saja dari persyaratan prosedural atau persyaratan material diancam dengan cacat hukum dan dengan akibat hukuman batal demi hukum atau nietig;
      Bahwa didalam literatur (khususnya mengenai Hukum Administrasi Negara), pengertian cacat hukum terjadi manakala atas suatu produk hukum dinyatakan melanggar norma hukum yang berlaku, dan karenanya tidak memenuhi syarat formal ataupun syarat material, sehingga sejak awal keputusan hukum tersebut dinyatakan tidak pernah ada (van rechtswege nietig);
      Bahwa sesuai dengan pendapat Utrecht, dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, penerbit Pustaka Tinta Mas, tahun 1994, halaman 106 s.d 111, cacat hukum mengandung arti bahwa keputusan dimaksud sejak tanggal diterbitkannya dianggap tidak pernah terjadi, sehingga tidak menimbulkan akibat hukum apapun bagi para pihak (Ex tunct);
      Bahwa Menurut Prof. H.D. Van Wijk, dalam bukunya "Hoofdstukken van Administratief Recht", Uitgeverij Lemma BV- Utrecht- 1994 hal. 777. yang telah diperbaharui oleh Prof. Willem Konijnenbelt dan Prof. Ron. M. van Male, dalam hal suatu gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dimenangkan seluruhnya atau sebagian, maka KTUN itu dinyatakan batal (vernietigd). KTUN yang dibatalkan secara hukum dianggap tidak pernah ada, namun apabila berdasar KTUN yang dibatalkan tersebut telah diterbitkan ketetepan maka akibat hukum bagi pihak ketiga yang timbul dari penetapan tersebut tetap berlaku;.
      Prof Dr Laica Marzuki.,S.H. pada seminar terbatas yang diadakan oleh Mulaiwan&Partners pada hari Jumat tanggal 10 Februari 2012 (Bukti P-10) juga berpendapat bahwa keputusan yang dinyatakan cacat hukum oleh Majelis Hakim, baik untuk sebagian maupun seluruhnya, secara hukum dianggap tidak pernah ada;
      Bahwa akibat dari dinyatakannya sebagai cacat hukum, maka SKPKB nomor 00002/206/05/092/08/ tanggal 28 April 2008 tidak memiliki kekuatan hukum apapun karena secara hukum tidak pernah ada;
    6. Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengeluarkan suatu putusan yang dasar pertimbangannya tidak jelas;
      Bahwa terlihat dari huruf a sampai e di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak sama sekali tidak mempertimbangkan amanat pasal 23A UUD 1945, bahwa pengenaan pajak harus berdasarkan Undang-undang. Majelis Hakim Pengadilan Pajak serta merta mengakui bahwa ekualisasi yang bukan berdasarkan fakta dapat dijadikan dasar untuk menerbitkan SKPKB, sementara hal ini bertentangan dengan Undang-Undang KUP.
      Dalam menerima ekualisasi yang bukan berdasarkan fakta ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak sama sekali tidak mempertimbangkan atau menyebutkan dasar hukum mana yang mendasari dapatnya ekualisasi dijadikan dasar perhitungan perhitungan pajak. Sehingga dengan kata lain, Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengeluarkan suatu Putusan yang pertimbangannya tidak jelas;
      Sedangkan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 mengenai pengadilan pajak jelas menyatakan bahwa putusan pengadilan harus mencantumkan alasan. Sedangkan dalam putusan Nomor Nomor : Put.49483/PP/M.XV/12/2013 diucapkan pada sidang terbuka tanggal 16 Desember 2013, alasan ini tidak ada, karena dalam putusan ini Majelis Hakim Pengadilan Pajak menerima tanpa analisa lebih lanjut, apa yang didalilkan oleh Termohon PK;
      Putusan yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang matang (onvoldoende gemotiveerd), sesuai yurisprudensi adalah batal demi hukum (Bukti P-10);

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-284/WPJ.07/2009 tanggal 5 Mei 2009, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak April 2005 sampai dengan Maret 2006 Nomor 00002/203/05/092/08 tanggal 28 April 2008 atas nama Pemohon Banding, NPWP 01.001.880.2-092.000, adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak April 2005 sampai dengan Maret 2006 sebesar Rp5.833.975.870,00; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo oleh Pemohon Banding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali telah melakukan pembayaran dan tidak dapat membuktikan sebaliknya bahwa perkara a quo merupakan double pemungutan, karena penerbitan keputusan Terbanding telah dilakukan sesuai prosedur dan terukur dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Termohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tetap dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali : PT. YYY, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : PT. YYY tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 19 Juni 2017 oleh Dr. CCC, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr.AAA, S.H., M.S., dan Dr. BBB, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.

Anggota Majelis :

ttd.
Dr.AAA, S.H., M.S.

ttd.
Dr. BBB, S.H., C.N.

Ketua Majelis,

ttd.
Dr. CCC, S.H., M.H.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd.

DDD, S.H., M.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx