Putusan Mahkamah Agung Nomor : 29/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014 yang telah berkeku


 

PUTUSAN
Nomor 29/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:

  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2508/PJ./2014 tanggal 8 Oktober 2014;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;


melawan:


YYY, tempat kedudukan di Jalan DD, Nomor Y, RT C, Klandasan Ulu Balikpapan, Kalimantan Timur;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;


Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
  1. Dasar Koreksi Terbanding;
    1. SKPKB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2009: 00079/207/09/721/11 tanggal 5 Juli 2011;
      Bahwa berdasarkan, hasil pemeriksaan atas pemenuhan kewajiban pajak Pemohon Banding untuk Tahun Pajak 2009, Terbanding telah menetapkan koreksi sebagai berikut:
      1. Sengketa: Koreksi Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan Kepada Pemungut PPN;
        Bahwa penyerahan kepada pemungut PPN dikoreksi positif karena komisi ke PT Patra Drilling Kontraktor sebesar 3% yaitu sejumlah Rp1.047.208.566,00 seharusnya tidak dikurangkan dari nilai penjualan karena berdasarkan Undang-Undang PPN Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa yang dapat dikurangkan dari DPP adalah potongan harga, tidak termasuk potongan harga adalah bonus, premi, komisi atau balas jasa lainnya, yang diberikan dalam rangka menjualkan Barang Kena Pajak;
      2. Sengketa: Koreksi Pajak Keluaran;
        Bahwa di dalam invoice dan Faktur Pajak Keluaran Masa Pajak Maret 2009 dapat diketahui bahwa Pemohon Banding melakukan penyerahan kepada pemungut, namun Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan dan memperlihatkan SSP Pemungut, serta setelah diklarifikasi melalui MPN (OPDP/TIP) tidak ditemukan adanya setoran PPN yang dipungut oleh pemungut atas nama Pemohon Banding, sehingga Terbanding berkesimpulan bahwa PPN terutang/pajak keluaran menurut Pemohon Banding sebesar Rp3.510.025.903,00 atas penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan Pemohon Banding ke pemungut belum dilakukan pemungutan dan penyetoran sehingga PPNnya harus ditagih;
    2. Surat Keputusan Keberatan Nomor KEP-121.K/WPJ.14/2012 tanggal 28 September 2012;
      Bahwa berdasarkan pemberitahuan hasil penelitian keberatan yang disampaikan kepada Pemohon Banding, Terbanding menyampaikan alasan sebagai berikut:
      • Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ("UU PPN") menyebutkan jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;
      • Pasal 1 angka 6 Undang-Undang PPN menyebutkan Jasa Kena Pajak ("JKP") adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini;
      • Pasal 1 angka 7 Undang-Undang PPN menyebutkan Penyerahan JKP adalah setiap kegiatan pemberian JKP sebagaimana dimaksud dalam angka 6;
      • Bahwa dalam surat keberatannya Pemohon Banding menyatakan telah melakukan penyerahan jasa drilling kepada BUT Total E&P Indonesie (”TOTAL"), yang bertindak sebagai pemungut PPN. Hal ini sesuai dengan Amendemen Kontrak Nomor 1 atas Kontrak Nomor 4600001229 antara TOTAL dengan PT Patra Drilling Contractor ("Patra") yang menyebutkan bahwa pembayaran kontrak jasa pengeboran ditujukan kepada Global Tender Barges;
        Bahwa sebagai konsekuensi atas penyerahan jasa kepada pemungut, sesuai dengan lampiran Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005 tentang Penunjukan Kontraktor Bagi Hasil, Kontraktor Kontrak Karya, dan Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan PPN dan PPn BM beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya, Wajib Pajak mempunyai kewajiban antara lain membuat Faktur Pajak Standar dan Surat Setoran Pajak ("SSP") atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak ("BKP") dan atau Jasa Kena Pajak ("JKP") kepada Kontraktor dan Pemungut;
        Bahwa akan tetapi, pada saat pemeriksaan Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan dan memperlihatkan SSP Pemungut yang seharusnya menjadi tanggung jawab Pemohon Banding untuk membuatnya. Kemudian setelah klarifikasi melalui MPN (OPDP/TIP), tidak ditemukan adanya setoran PPN yang dipungut oleh pemungut atas nama Pemohon Banding. Dengan demikian atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh Pemohon Banding tidak dapat dibuktikan telah disetor PPN sehingga harus ditagih kepada Pemohon Banding melalui penerbitan SKPKB;
      • Bahwa mengenai koreksi positif atas komisi ke Patra sebesar 3% yaitu sejumlah Rp1.047.208.566,00, Terbanding (Peneliti) berpendapat bahwa koreksi tersebut sudah sesuai karena sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang PPN Pasal 1 angka 17 bahwa yang dapat dikurangkan dari Dasar Pengenaan Pajak adalah potongan harga, tidak termasuk potongan harga adalah bonus, premi, komisi, atau balas jasa lainnya, yang diberikan dalam rangka menjualkan BKP;
        Bahwa berdasarkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-121.K/WPJ.14/2012 tanggal 28 September 2012, Terbanding menolak keberatan yang diajukan oleh Pemohon Banding dan mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan SKPKB PPN Masa Pajak Maret 2009 Nomor 00079/207/09/721/11 tanggal 5 Juli 2011, dengan perincian sebagai berikut:
        Uraian Semula
        (Rp)
        Ditambah/(Dikurangi)
        (Rp)
        Menjadi
        (Rp)
        PPN Kurang/(lebih) Bayar 3.387.532.365 0 3.387.532.365
        Sanksi Bunga 1.626.015.534 0 1.626.015.534
        Jumlah Pajak yang masih harus/(lebih) dibayar 5.013.547.899 0 5.013.547.899
  2. Alasan Pemohon Banding;
    1. Sengketa: Koreksi Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan Kepada Pemungut PPN;
      Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding pada DPP PPN sebesar Rp1.047.208.566,00 dengan alasan sebagai berikut:
      • Bahwa DPP PPN sebesar Rp1.047.208.566,00 merupakan peredaran usaha ZZZ atas bagian/haknya dalam pelaksanaan jasa pengeboran yang dilakukan oleh Pemohon Banding dan ZZZ kepada Total E&P Indonesie berdasarkan kontrak penyerahan jasa drilling Nomor 4600001229 beserta amandemennya;
      • Bahwa atas jasa kontraktor yang ditagih langsung oleh ZZZ sejumlah Rp1.047.208.566,00 tersebut juga sudah dilaporkan sebagai penyerahan kepada Total E&P Indonesie oleh yang bersangkutan;
      • Bahwa pada saat proses keberatan berlangsung, Terbanding sendiri telah mengakui bahwa imbalan jasa kontraktor yang menjadi peredaran usaha ZZZ adalah sebesar Rp1.047.208.566,00 atau 3% dari nilai kontrak, yang dapat dibuktikan melalui penetapan KPP PMA III berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya;
      Bahwa berdasarkan penjelasan diatas Pemohon Banding berpendapat bahwa Terbanding telah menetapkan kewajiban PPN atas objek yang sama terhadap Pemohon Banding dan ZZZ (Pengenaan Pajak Ganda), sehingga berdasarkan penjelasan dan fakta yang ada, koreksi DPP PPN sebesar Rp1.047.208.566,00 harus dibatalkan;
    2. Koreksi Pajak Keluaran;
      Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding pada pajak keluaran yang harus dipungut sendiri sebesar Rp3.510.025.903,00 dengan alasan sebagai berikut:
      • Berdasarkan ketentuan pasal 16A ayat (1), Undang-Undang PPN, Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
      • Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 16A ayat (1) Undang-Undang PPN dinyatakan secara tegas bahwa "Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pemungut Pajak Pertambahan Nilai berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang dipungutnya. Meskipun demikian, Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tetap berkewajiban untuk melaporkan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai";
      • Bahwa berdasarkan ketentuan di atas seharusnya dapat dipahami bahwa atas penyerahan jasa drilling oleh Pemohon Banding kepada Total E&P Indonesie (Pemungut PPN), maka kewajiban pemungutan PPN yang terutang telah berpindah kepada pemungut PPN yang bersangkutan dan bukan lagi menjadi kewajiban Pemohon Banding selaku pemberi jasa. Dengan kata lain Pemohon Banding tidak lagi memiliki kewenangan untuk memungut PPN dari Total E&P Indonesie selaku pihak penerima jasa kena pajak karena Total E&P Indonesia merupakan Pemungut PPN;
      • Bahwa dalam proses pemeriksaan dan keberatan Pemohon Banding telah menyampaikan informasi bahwa atas penyerahan jasa kena pajak (Jasa Drilling) yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada Total E&P Indonesie, selaku pemungut PPN, Total E&P Indonesie telah melakukan penyetoran PPN. Namun demikian, PPN yang dipungut oleh pemungut PPN tersebut telah disetorkan dengan menggunakan identitas ZZZ dan sampai dengan saat surat banding ini Pemohon Banding sampaikan, setoran PPN tersebut masih dalam proses pemindahbukuan oleh KPP Migas (sebelumnya diproses oleh KPP PMA III) dari ZZZ kepada Pemohon Banding;
      • Bahwa berdasarkan fakta dan penjelasan di atas menurut Pemohon Banding atas kondisi dimana tidak ditemukan adanya setoran PPN Pemungut atas nama Pemohon Banding atas penyerahan JKP kepada pemungut PPN adalah sepenuhnya bukan kesalahan Pemohon Banding karena:
      • Secara tegas Pasal 16A ayat (1), Undang-Undang PPN menyebutkan bahwa Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga, tunduk pada ketentuan tersebut Wajib Pajak tidak memiliki kuasa atau kewenangan untuk melakukan pemungutan PPN yang terutang atas penyerahannya kepada Pemungut PPN;
      • Dalam hal terjadi kesalahan atas setoran PPN Pemungut tersebut, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan;
      Bahwa dengan kata lain, hal-hal tersebut diatas terjadi diluar kuasa Pemohon Banding, sehingga tidak semestinya Pemohon Banding dikenai kewajiban untuk membayar PPN tersebut. Oleh karena itu Pemohon Banding berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas pajak keluaran yang harus dipungut sendiri sebesar Rp3.510.025.903,00 harus dibatalkan;
  3. Kesimpulan dan Permohonan;
    Bahwa berdasarkan alasan Banding yang Pemohon Banding kemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa:
    1. Terbanding melalui KPP PMA III telah menetapkan bahwa peredaran usaha PT ZZZ adalah sebesar 3% dari nilai kontrak dan setoran PPN oleh Pemungut PPN yang diakui hanya sebesar 3% dari nilai kontrak;
    2. PPN yang terutang atas penyerahan jasa drilling yang dilakukan oleh Pemohon Banding telah disetorkan oleh Total E&P Indonesie selaku pemungut PPN yang ditunjuk oleh Negara, sehingga tidak ada PPN yang harus dibebankan pemungutannya kepada Pemohon Banding;
      Bahwa berdasarkan penjelasan dan kesimpulan di atas, Pemohon Banding menyampaikan permohonan kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memutuskan perkara ini untuk dapat membatalkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-121.K/WPJ.14/2012 Tanggal 28 September 2012 tentang Keberatan Pemohon Banding atas SKPKB PPN Masa Pajak Maret 2009 Nomor 00079/207/09/721/11 tanggal 5 Juli 2011, dengan perhitungan jumlah PPN seharusnya sebagai berikut:
      Uraian SKPKB
      (Rp)
      Pemohon Banding
      (Rp)
      Koreksi yg
      Seharusnya
      Dibatalkan
      (Rp)
      Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN 35.100.259.025 34.053.050.459 1.047.208.566
      Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri 3.510.025.903 - 3.510.025.903
      Kredit Pajak 122.493.538 122.493.538 -
      PPN yang Kurang (Lebih) Bayar 3.387.532.365 (122.493.538) 3.510.025.903
      Lebih Bayar yang Sudah dikompensasikan ke Masa
      Pajak Berikutnya
      - - -
      Jumlah Kurang (Lebih Bayar) 3.387.532.365 (122.493.538) 3.510.025.903
      Sanksi Bunga Pasal 13 (2) KUP 1.626.015.534 - 1.626.015.534
      Sanksi Kenaikan Pasal 13 (3) huruf c KUP - - -
      PPN y.m.h. Dibayar 5.013.547.899 (122.493.538) 5.136.041.439
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-121.K/WPJ.14/2012 tanggal 28 September 2012, tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Maret 2009 Nomor 00079/207/09/721/11 tanggal 5 Juli 2011, atas nama: YYY, NPWP 02.xxxx, beralamat di Jalan DD, Nomor Y, RT C, Klandasan Ulu Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan perhitungan sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak PPN Rp 35.100.259.025,00
Pajak Keluaran yang harus dipungut/bayar sendiri Rp                        0,00
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp      122.493.538,00
PPN Kurang (Lebih) Bayar Rp (    122.493.538,00)
Dikompensasi ke Masa Pajak berikutnya Rp                        0,00
PPN Yang Masih Harus (Lebih) Dibayar Rp (    122.493.538,00)

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 23 Juli 2014 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2508/PJ./2014 tanggal 8 Oktober 2014 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 15 Oktober 2014 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-3395/5.2/PAN/2014 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 7 Agustus 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan jawaban sampai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pengajuan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014, atas nama YYY (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor P.611/SP.33/2014 tertanggal 16 Juli 2014 dan diterima secara langsung pada tanggal 24 Juli 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201407240279;
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014 ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
    • Koreksi atas Pajak Keluaran sebesar Rp3.510.025.903,00;
    yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
  4. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan uraian sebagai berikut:
    1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Halaman 74:
      Bahwa berdasarkan bukti-bukti serta keterangan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat bahwa berdasarkan Kontrak Kerja antara Total E&P Indonesie dengan PT ZZZ sebagai pihak yang menandatangani kontrak a quo, diketahui bahwa status Pemohon Banding yang menggantikan posisi Pride Foramer s.a.s merupakan pihak yang benar-benar melaksanakan pekerjaan/kegiatan jasa drilling dari Total E&P Indonesie. Adapun status PT ZZZ dalam hal ini hanyalah sebagai perantara (agent) yang mendapatkan komisi atas pekerjaan/kegiatan jasa drilling dari Total E&P Indonésie. Hal ini sesuai dengan keterangan Pemohon dalam persidangan bahwa prosedur melalui PT ZZZ ini terpaksa dilakukan karena berdasarkan peraturan yang berlaku, yang boleh menandatangani kontrak hanya perusahaan Indonesia, sedangkan Pemohon Banding bukan perusahaan lokal Indonesia;
      Bahwa berdasarkan pemeriksaan dokumen pendukung dan keterangan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat mengingat dalam transaksi ini adalah berupa penyerahan jasa drilling oleh Pemohon Banding kepada Total E&P Indonésie yang bertindak sebagai Pemungut PPN, maka kewajiban pemungutan PPN yang terutang atas jasa tersebut merupakan kewajiban Pemungut PPN yang bersangkutan, yaitu Total E&P Indonesia, dan bukan lagi menjadi kewajiban Pemohon Banding selaku pemberi jasa, sesuai dengan Pasal 16A ayat (1) beserta penjelasannya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.d. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
      Bahwa sesuai ketentuan tersebut, Majelis berpendapat Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertransaksi dengan Pemungut PPN, maka PKP tidak perlu memungut PPN karena yang berkewajiban memungut, melaporkan dan menyetorkan adalah Pemungut PPN. Namun PKP berkewajiban untuk melaporkan atas transaksi (penyerahan BKP/JKP) dengan Pemungut PPN;
      Bahwa sesuai surat keberatan, surat banding dan pernyataan dalam persidangan, diketahui Pemohon Banding melalui agennya yakni PT ZZZ bertransaksi dengan Total E&P Indonesie, maka PPN telah dipungut dan disetorkan oleh Pemungut PPN;
      Bahwa menurut Majelis, Pemohon Banding juga telah menyatakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak (Jasa Drilling) yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada Total E&P Indonésie, selaku Pemungut PPN, Total E&P Indonesie telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN, dengan menggunakan identitas ZZZ, yang kemudian dilakukan pemindahbukuan terhadap setoran PPN sebesar Rp3.510.025.903,00 ke ZZZ sebesar Rp77.424.473,00 dan ke Pemohon Banding (YYY (GTB) sebesar Rp2.515.714.849,00 oleh Terbanding (KPP Migas) pada tanggal 16 Januari 2013 dengan perincian sebagai berikut:
      No SK Pemindahbukuan Jumlah SSP
      (Rp)
      Dipindahbukuan
      ke ZZZ
      (Rp)
      ke YYY
      (Rp)
      1 PBK-00019/l/WP J ,07/KP. 1003/2013 3.385.974.511 0 3.385.974.511
      2 PBK-00017/I/WPJ.07/KP.1003/2013 124.051.392 104.720.857 19.330.535
      Total 3.510.025.903 104.720.857 3.405.305.046
      Bahwa sesuai bukti SSP yang dibuat oleh Total E&P Indonesie dengan atas nama PT ZZZ sebagai agen Pemohon Banding sebesar 100%, maka dengan demikian Majelis berpendapat atas transaksi a quo sebenarnya PPN teiah dipungut dan dilaporkan oleh Total E&P Indonesie, hanya nama yang tercantum dalam SSP adalah PT ZZZ, sehingga tidak diperlukan pembuktian;
      Bahwa dengan demikian, berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat bahwa koreksi atas Pajak Keluaran sebesar Rp3.510.025.903,00 tidak dapat dipertahankan;
    2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
      1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
        Pasal 69 ayat (1):
        “Alat bukti dapat berupa:
        1. Surat atau tulisan;
        2. Keterangan ahli;
        3. Keterangan para saksi;
        4. Pengakuan para pihak; dan/atau
        5. Pengetahuan Hakim”;
        Pasal 76:
        Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
        Pasal 78:
        “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
        Pasal 91 huruf e:
        Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
        e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
      2. Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN):
        Pasal 1 angka 5:
        Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai. termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan;
        Pasal 1 angka 6:
        Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini;
        Pasal 1 angka 7:
        Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6;
        Pasal 1 angka 17:
        Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang;
        Pasal 1 angka 18:
        Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak;
        Pasal 1 angka 19:
        Penggantian adalah niiai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak;
      3. Lampiran angka II Peraturan Menteri Keuangan Repubiik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005 tentang Penunjukan Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya, mengatur:
        Angka 1:
        Rekanan wajib membuat Faktur Pajak Standar dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan atau JKP kepada Kontraktor;
        Angka 3:
        SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan yang bersangkutan tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor sebagai penyetor atas nama Rekanan;
        Angka 7:
        LembaMembar SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 6 diberikan kepada pihak terkait setelah PPN dan atau PPn BM yang dipungut oleh kontraktor disetor kepada Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
        Angka 9:
        Faktur Pajak Standar dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn BM;
    3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan faktafakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan penjelasan sebagai berikut:
      1. Pertama: Koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas Pajak Keluaran sebesar Rp3.510.025.903,00 telah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005;
        Bahwa dalam Lampiran angka II Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005 tentang Penunjukan Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya, diatur sebagai berikut:
        Angka 1, Rekanan wajib membuat Faktur Pajak Standar dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan atau JKP kepada Kontraktor;
        Angka 3, SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan yang bersangkutan tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor sebagai penyetor atas nama Rekanan;
        Angka 7, Lembar-lembar SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 6 diberikan kepada pihak terkait setelah PPN dan atau PPn BM yang dipungut oleh kontraktor disetor kepada Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
        Angka 9, Faktur Pajak Standar dan SSP merupakan bukti pemungutan dan PPn BM;
        Maka berdasarkan peraturan tersebut diatas serta fakta persidangan bahwa:
        1. Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menunjukkan dan memperlihatkan SSP PPN dari Pemungut atas nama Termohon Peninjauan Kembali sebagai dasar bahwa PPN telah dipungut dan disetor, serta setelah diklarifikasi melalui Modul Penerimaan Negara (OPDP/TIP) tidak ditemukan adanya setoran PPN yang dipungut oleh Pemungut PPN atas nama Termohon Peninjauan Kembali;
        2. Diketahui bahwa SSP PPN dari Pemungut terkait transaksi Termohon Peninjauan Kembali dengan Total E&P Indonesie telah disetorkan oleh Pemungut, tetapi dengan menggunakan identitas ZZZ;
        3. Bahwa berdasarkan pengakuan Termohon Peninjauan Kembali dipersidangan, bahwa SSP Pemungut yang menyertai Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Termohon Peninjauan Kembali bernilai 100% dari nilai pekerjaan yang ditagihkan, dengan identitas dan NPWP Patra;
        Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat atas pertimbangan Mejelis Hakim yang sepakat dengan pendapat Termohon Peninjauan Kembali yang menyatakan bahwa atas penyerahan jasa drilling oleh Termohon Peninjauan Kembali kepada Total E&P Indonesie (Pemungut PPN), maka kewajiban pemungutan PPN yang terutang telah berpindah kepada Pemungut PPN yang bersangkutan dan bukan lagi menjadi kewajiban Termohon Peninjauan Kembali selaku pemberi jasa, sehingga Termohon Peninjauan Kembali tidak lagi memiliki kewenangan untuk memungut PPN dari Total E&P Indonesie selaku pihak penerima Jasa Kena Pajak karena Total E&P Indonesia merupakan Pemungut PPN;
        Adalah tidak tepat, karena koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali adalah terkait pelaksanaan pekerjaan antara Termohon Peninjauan Kembali dengan PT ZZZ. Bukan antara Termohon Peninjauan Kembali dengan Total E&P Indonesie sebagaimana fakta persidangan tersebut di atas. Sehingga bentuk penyerahan yang terjadi antara Termohon Peninjauan Kembali dengan PT ZZZ adalah penyerahan biasa kepada penerima jasa bukan kepada pemungut PPN oleh karena itu sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang PPN perlu dipungut Pajak Keluarannya oleh Termohon Peninjauan Kembali kepada PT ZZZ selaku penerima jasa;
        Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa atas penyerahan jasa Termohon Peninjauan Kembali ke ZZZ harus dipungut Pajak keluarannya sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang PPN dikarenakan dalam fakta persidangan diketahui bahwa SSP PPN dari Pemungut dalam hal ini adalah Total E&P Indonesie telah disetorkan oleh Pemungut dengan menggunakan identitas ZZZ, berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kontrak antaraTotal E&P Indonesie selaku pemungut yang telah menyetorkan Faktur Pajak dan SSP dengan menggunakan identitas ZZZ telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005. Sementara pelaksanaan pekerjaan antara Termohon Peninjauan Kembali dengan PT ZZZ adalah penyerahan Jasa yang terutang PPN sebagaimana tersebut dalam Pasal 4 Undang-Undang PPN sehingga harus dipungut Pajak Keluaran atas penyerahannya;
        Dengan demikian atas koreksi pajak keluaran yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali kepada Termohon Peninjauan Kembali g telah tepat sesuai dengan Pasal 4 huru f a Undang-Undang PPN;
      2. Kedua: Atas koreksi terhadap Pajak Keluaran Pemohon Banding tersebut telah dilakukan Pemindahbukuan;
        Bahwa atas koreksi Pemohon Peninjauan Kembali terhadap Pajak Keluaran Termohon Peninjauan Kembali yang didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005 tersebut di atas, diketahui jika Termohon Peninjauan Kembali menyatakan bahwa melalui KPP Migas pada tanggal 16 Januari 2013, Pemohon Peninjauan Kembali telah melakukan pemindahbukuan terhadap setoran PPN sebesar Rp3.510.025.903,00 ke ZZZ sebesar Rp.77.424.473,00 dan ke Pemohon Banding BUT YYY (GTB) sebesar Rp2.515.714.849,00 dengan perincian sebagai berikut:
        No SK Pemindahbukuan Jumlah SSP
        (Rp)
        Dipindahbukuan
        ke ZZZ
        (Rp)
        ke YYY
        (Rp)
        1 PBK-00019/l/WPJ.07/KP. 1003/2013 3.385.974.511 0 3.385.974.511
        2 PBK-00017/I/WPJ.07/KP.1003/2013 124.051.392 104.720.857 19.330.535
        Total 3.510.025.903 104.720.857 3.405.305.046
      3. Ketiga: Bahwa Pemindahbukuan yang telah dilakukan tersebut tersebut tidak sesuai dengan Romawi II Angka 1, 3, 7 dan 9 lampiran Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005 tentang Penunjukan Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya, pada sub bahasan mengenai Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran;
        Berdasarkan Romawi II Angka 1, 3, 7 dan 9 lampiran Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005;
        Angka 1, Rekanan wajib membuat Faktur Pajak Standar dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan atau JKP kepada Kontraktor;
        Angka 3, SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan yang bersangkutan tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor sebagai penyetor atas nama Rekanan;
        Angka 7, Lembar-lembar SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 6 diberikan kepada pihak terkait setelah PPN dan atau PPn BM yang dipungut oleh kontraktor disetor kepada Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
        Angka 9, Faktur Pajak Standar dan SSP merupakan bukti pemungutan dan PPn BM;
      4. Bahwa berdasarkan semua uraian di atas Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat:
        Bahwa atas penyerahan Jasa Kena Pajak antara Termohon Peninjauan Kembali dengan PT ZZZ, yang bertindak menjadi rekanan dalam kerjasama pelaksaan pekerjaan proyek yang didapat PT ZZZ dari Total E&P Indonesie adalah Termohon Peninjauan Kembali (BUT YYY);
        Atas kedudukannya sebagai rekanan tersebut maka sesuai dengan Romawi II Angka 1 lampiran Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005, dalam keadaan ideal Termohon Peninjauan Kembali lah yang memiliki kewajiban untuk Membuat Faktur Pajak dan SSP atas penyerahan JKP yang dilakukannya;
        Penjelasan lebih lanjut sesuai dengan Romawi II Angka 3 lampiran Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005, maka atas Faktur Pajak dan SSP yang seharusnya dibuat oleh Termohon Peninjauan Kembali tersebut atas SSP yang dibuat pada kolom NPWP/identitas dibubuhkan NPWP dan Identitas Termohon Peninjauan Kembali dengan ditandatangani oleh PT ZZZ;
        Maka atas SSP yang dilakukan pemindahbukuan dari sebelumnya dengan indentitas PT ZZZ dan ditandatangani oleh Total E&P Indonesie menjadi SSP dengan identitas Termohon Peninjauan Kembali (BUT Global Tender Burges) akan menjadi tidak jelas siapa yang menandatangani SSP tersebut. Ketidakjelasan penandatanganan SSP tersebut juga berarti tidak jelas pula siapa yang bertindak sebagai pemberi proyek (kontraktor) dalam ruang lingkup pekerjaan Termohon Peninjauan Kembali;
        Ketidakjelasan akan siapa yang bertindak sebagai pemberi proyek (kontraktor) dalam ruang lingkup pekerjaan Termohon Peninjauan Kembali yang menyebabkan Pemindahbukuan yang dilakukan menjadi tidak jelas juga sesuai dengan fakta persidangan yang menggambarkan bahwa:
        1. Sampai dengan proses persidangan berakhir tidak terdapat pembetulan SPT Masa PPN yang dilakukan oleh TOTAL, di mana SPT Masa PPN TOTAL masih mencantumkan transaksi antara TOTAL dengan PATRA, bukan dengan Termohon Peninjauan Kembali;
        2. Sampai dengan persidangan tanggal 30 Januari 2014 Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menunjukkan pemenuhan syarat-syarat pembatalan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam PER-13/PJ/2010, yaitu:
        • Bukti atau dokumen yang membuktikan adanya pembatalan transaksi;
        • Bukti atau dokumen dari TOTAL dan PATRA selaku PKP pembeli yang menyatakan transaksi dibatalkan;
        • Bukti bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah mengirimkan surat pemberitahuan dan fotokopi Faktur Pajak yang dibatalkan kepada KPP tempat Termohon Peninjauan Kembali dikukuhkan dan KPP tempat TOTAL M dan PATRA dikukuhkan;
        Dengan demikian maka Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat berdasarkan fakta persidangan serta Romawi II Angka 1, 3, 7 dan 9 lampiran Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.03/2005, atas proses pemindahbukan yang dilakukan telah menyalahi peraturan perundang-undangan sehingga tidak procedural. Maka sesuai dengan berdasarkan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas Putusan Majelis Hakim a quo diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
    4. Bahwa sesuai dengan Pasal 84 Undang-Undang Pengadilan Pajak huruf f dinyatakan Putusan Pengadilan Pajak harus memuat pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa, sedangkan dalam sengketa banding ini tidak dapat diketahui apakah bukti yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah sesuai dengan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena terdapat bukti yang belum disampaikan dalam persidangan;
    5. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar Putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014 harus dibatalkan;
  5. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.53872/PP/M.IIB/16/2014 tanggal 3 Juli 2014 yang menyatakan:
    Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-121.K/WPJ. 14/2012 tanggal 28 September 2012, tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Maret 2009 Nomor 00079/207/09/721/11 tanggai 5 Juli 2011, atas nama: YYY, NPWP 02.xxxx, beralamat di Jalan DD, Nomor Y, RT C, Klandasan Ulu Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan perhitungan menjadi sebagaimana perhitungan tersebut di atas;
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
  • Bahwa yang menjadi pokok permasalahan dalam sengketa ini adalah: Apakah benar Pemohon Banding berkewajiban membayar PPN Masa Pajak Maret 2009 atas Jasa Drilling kepada Total E&P?
  • Bahwa Judex Facti sudah benar, karena penyerahan Jasa Kena Pajak (Jasa Drilling) yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada Total E&P Indonesie, selaku Pemungut PPN, Total E&P Indonesie telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN, dengan menggunakan identitas ZZZ yang kemudian dilakukan pemindahbukuan terhadap setoran PPN sebesar Rp3.510.025.903,00 ke ZZZ sebesar Rp104.720.857,00 dan ke Pemohon Banding (BUT YYY / GTB) sebesar Rp3.405.305.046,00 oleh Terbanding (KPP Migas) pada tanggal 16 Januari 2013;
Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017 oleh Dr. CCC, S.H., C.N., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. AAA, S.H., M.Hum. dan BBB, S.H., M.H., Hakim- Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd.

Dr. AAA, S.H., M.Hum.

ttd.

BBB, S.H., M.H.

Ketua Majelis,

ttd.

Dr. CCC, S.H., C.N.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd.

DDD, S.H., M.H.


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx