Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 506/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor 40-42, Jakarta, 12190, dalam hal ini memberikan kuasa
kepada :
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan kembali, Sub Direktorat Peninjauan
Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-2775/PJ/2015 tanggal 27 Juli 2015;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan;
PT. AAA, tempat kedudukan di Jalan QQQ Nomor XX (Mall WWW Batanghari),
Pasar Jambi, Kota Jambi;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.61001/PP/M.IB/25/2015, tanggal 22 April 2015 yang telah berkekuatan
hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali
dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa sesuai dengan definisi dari Objek Pajak Penghasilan menurut
Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 adalah "setiap tambahan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama
dan dalam bentuk apapun". Berdasarkan defenisi tersebut, menurut
pendapat Pemohon Banding penerimaan listrik dari Tenant bukanlah
merupakan penghasilan, dikarenakan listrik yang diterima adalah sebesar
pemakaian Tenant atau Customer yang diukur melalui meteran listrik yang
terpasang dimasing-masing tenant, dan dihitung sesuai dengan tarif dari
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN);
Bahwa penerimaan listrik bukan merupakan komponen dari nilai persewaan
seperti yang dinyatakan dalam Surat Keputusan Keberatan tersebut di
atas, karena penerimaan listrik hanya sebesar pemakaian beban listrik
yang dipakai oleh masing-masing Tenant untuk dibayarkan kepada PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN) bersama-sama pemakaian listrik untuk
fasilitas umum lainnya yang ditanggung oleh Pemohon Banding;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.61001/PP/M.IB/25/2014, tanggal 22 April 2015 yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-56/WPJ.27/2014 tanggal 10 Januari
2014 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Juli 2011 Nomor
00014/240/11/331/13 tanggal 15 April 2013, atas nama PT. AAA, NPWP
0X.XXX.XXX.X-XXX.000, Alamat Jalan QQQ Nomor XX (Mall WWW Batanghari),
Pasar Jambi, Kota Jambi, sehingga jumlah pajak yang masih harus dibayar
adalah sebagai berikut:
DPP PPh Pasal 4
ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang
Kredit Pajak
PPh yang kurang dibayar
Sanksi Administrasi
Jumlah pajak yang masih harus dibayar |
Rp78.713.182,00
Rp 7.871.318,00
Rp
7.871.318,00
Rp
0,00
Rp
0,00
Rp
0,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61001/PP/M.IB/25/2015,
tanggal 22 April 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali
pada tanggal 5 Agustus 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-2775/PJ/2015 tanggal 27 Juli 2015, diajukan permohonan
peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak
pada tanggal 3 Agustus 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 3
Agustus 2015;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 8 Desember
2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14
Januari 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. |
Tentang
Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali
ini adalah sebagai berikut:
Sengketa tentang koreksi positif DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final Masa
Pajak Agustus 2011 sebesar Rp236.298.315,00 yang tidak dapat
dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak; |
II. |
Tentang
Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca,
memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.61001/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut,
karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta
hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau
setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti
maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya,
sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah
digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang
nyatanyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra
legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku,
dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
1. |
Bahwa
pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa a quo ini
sebagaimana tertuang dalam putusan a quo pada halaman 51-52, yang
antara lain berbunyi sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat penerimaan
Pemohon Banding dari para tenant yang terkait dengan penggantian biaya
beban pemakaian listrik dari PLN dan pemakaian air bersih dari PDAM
yang nyata-nyata menjadi beban langsung para tenant, bukan merupakan
pendapatan Pemohon Banding, sebagaimana ketentuan yang diatur dalam
Pasal 4 Ayat (1) huruf i dan Pasal 4 Ayat (2) huruf d Undang-Undang PPh;
Bahwa Terbanding menyatakan, penagihan penggantian biaya listrik kepada
para Tenant tidak murni berasal dari beban listrik dari PT Perusahaan
Listrik Negara karena Pemohon Banding juga menyediakan fasilitas genset
sebagai cadangan darurat bila listrik dari Perusahaan Listrik Negara
dipadamkan, sedangkan jaringan listrik menyatu dan tetap melalui Kwh
Meter PT Perusahaan Listrik Negara; Bahwa dalam persidangan Pemohon
Banding dapat membuktikan bahwa yang ditagih dari para tenant adalah
benar-benar tagihan dari Perusahaan Listrik Negara yang tercatat dalam
Kwh Meter masingmasing Tenant;
Bahwa Majelis berpendapat pengaturan jaringan listrik yang dipasang PT
Perusahaan Listrik Negara adalah sampai titik Kwh Meter, sedangkan
untuk jaringan emergency dengan sumber daya listrik dari genset
(emergency) disambungkan pada titik jaringan distribusi setelah Kwh
Meter Perusahaan Listrik Negara terpasang, dengan menggunakan teknologi
tertentu yang secara otomatis menggantikan listrik dari Perusahaan
Listrik Negara yang terputus/padam tanpa melalui Kwh Meter, dan
penyambungan jaringan emergency tersebut harus seizin dan di bawah
pengawasan PT Perusahaan Listrik Negara; Bahwa apabila listrik yang
dihasilkan oleh genset (emergency) disambungkan pada titik jaringan
sebelum Kwh Meter yang dipasang oleh PT Perusahaan Listrik Negara
(sebagaimana dalil Terbanding), maka sesuai dengan sifat dan
karakteristik listrik, mengakibatkan listrik yang dihasilkan oleh
genset (emergency) tersebut akan tersambung ke seluruh jaringan PT
Perusahaan Listrik Negara yang akan dikonsumsi tidak hanya oleh kawasan
WWW Batanghari, tetapi dikonsumsi oleh seluruh pemakai listrik yang
jaringannya terhubung dengan kawasan WWW Batanghari yang sama-sama
mengalami pemadaman oleh PT Perusahaan Listrik Negara;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat bahwa dalil
Terbanding yang menyatakan listrik yang melalui Kwh Meter juga berasal
dari genset yang disediakan oleh Pemohon Banding pada saat terjadi
pemadaman oleh PT Perusahaan Listrik Negara, tidak didasarkan pada
fakta dan bukti-bukti yang cukup dan terkait;
Bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut Majelis
berkesimpulan, koreksi Terbanding atas DPP Pasal 4 Ayat (2) Final untuk
Masa Agustus 2011 sebesar Rp236.298.315,00 (dua ratus tiga puluh enam
juta dua ratus sembilan puluh delapan ribu tiga ratus lima belas
Rupiah) tidak dapat dipertahankan sehingga harus dibatalkan; |
2. |
Bahwa
ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang
digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai
berikut:
2.
1. |
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Undang-Undang Pengadilan
Pajak), antara lain menyebutkan :
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil,
sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan; |
2.
2. |
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
(Undang-Undang PPh), mengatur bahwa:
Pasal 4 ayat (2) huruf d:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: d.
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah; |
2.
3. |
Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan
atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (PP 5), antara
lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 1:
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan
Tanah dan/atau Bangunan, diubah sebagai berikut:
1. |
Ketentuan
Pasal 2 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2:
(1) |
Atas
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang diterima atau
diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong
Pajak, wajib dipotongPajak Penghasilan oleh penyewa; |
(2) |
Dalam
hal penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak maka Pajak Penghasilan yang
terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang
menerima ataumemperoleh penghasilan; |
|
2. |
Ketentuan
Pasal 3 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3:
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen)
dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat
final; |
|
2.
4. |
Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.03/2002 Tentang
Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 Tentang
Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan,dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (KMK-120), antara
lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 1:
Mengubah ketentuan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor
394/KMK.04/1996, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut:
Pasal 2:
(1) |
Besarnya
Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun
Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan
atau bangunan dan bersifat final; |
(2) |
Yang
dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang
dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk
apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa
termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya
fasilitas lainnya dan "service charge" baik yang peijanjiannya
dibuatsecara terpisah maupun yang disatukan; |
|
2.
5. |
Keputusan
Terbanding Nomor KEP-227/PJ./2002 Tentang Tata Cara Pemotongan dan
Pembayaran, Berta Pelaporan Pajak Penghasilan dari Persewaan Tanah
dan/atau Bangunan (KEP-227), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 1:
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan
adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang
menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah
dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya
pemeliharaan, biaya keamanaan dan service charge baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan
perjanjian persewaan yang bersangkutan;
Pasal 2:
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah,
rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung
pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor,
toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final;
Pasal 3:
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi
maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan
atau bangunan; |
2.
6. |
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ.53/2003 Tentang Dasar
Pengenaan Pajak Atas Service Charge dalam Rangka Kegiatan Jasa
Persewaan Ruangan (SE-14), antara lain mengatur sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak atas service charge dalam rangka kegiatan
persewaan ruangan adalah penggantian, yakni sebesar nilai tagihan
service charge yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa; |
|
3. |
Bahwa
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan
berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak
sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.61001/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015 serta berdasarkan
penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) dan faktafakta yang nyata-nyata terungkap pada
persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan
Pajak sebagaimanadiuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan
sebagai berikut:
3.1. |
Bahwa
Termohon Peninjauan Kembali sebagai pengelola Gedung WWW Batanghari
melakukan penyewaan space ruangan berikut fasilitas pendukungnya bagi
pelaku usaha (Tenant); |
3.2.
|
Bahwa
berdasarkan perjanjian sewa ruangan antara Termohon Peninjauan Kembali
dengan para tenant (penyewa), antara lain dijelaskan tentang fasilitas
dan spesifikasi teknis ruangan, serta biaya pelayanan Service Charge,
sebagai berikut:
Fasilitas dan spesifikasi teknis ruangan berupa:
(1) |
Lantai
Ruangan; |
(2)
|
Dinding
Ruangan; |
(3) |
AC
Central; |
(4) |
Listrik
disediakan Termohon Peninjauan Kembali dan disediakan meteran. Biaya
pemakaian listrik dibebankan kepada penyewa berdasarkan pemakaian
masing-masing sesuai dengan tarif yang ditetapkan Perusahaan
ListrikNegara tanpa biaya tambahan; |
(5) |
Air
Bersih dengan sumber PDAM. Biaya pemakaian air dibebankan kepada
penyewa berdasarkan pemakaian masing-masing; |
(6) |
Sambungan
telepon disediakan. Biaya pemakaian telepon dibayar oleh penyewa
langsung ke Telkom;
Biaya service charge meliputi:
(1) |
Pemeliharaan
gedung dan fasilitas umum seperti lift, eskalator, penerangan umum, air
conditioner, genset, dan toilet umum; |
(2) |
Biaya
kebersihan umum dan keamanan dalam komplek; |
(3) |
Biaya
asuransi gedung; |
(4) |
Biaya
pemakaian Kwh listrik untuk penerangan umum dan pemakaian air untuk
umum; |
|
|
3.3. |
Bahwa
berdasarkan penelitian Pemohon Peninjauan Kembali,
penerimaan/pendapatan yang diperoleh Termohon Peninjauan Kembali dari
para tenant adalah sebagai berikut:
- Penerimaan dari sewa ruangan;
- Penerimaan dari listrik dan air, serta;
- Penerimaan dari service charge;
Bahwa terkait dengan penerimaan sewa ruangan dan service charge,
diketahui tidak ada sengketa karena penerimaan tersebut telah terutang
PPh Pasal 4 ayat (2) Final;
Bahwa yang menjadi sengketa dalam banding yang juga merupakan sengketa
dalam Permohonan Peninjauan Kembali ini adalah apakah penerimaan
pembayaran listrik dan air juga terutang PPh Pasal 4 ayat (2) Final
atau tidak;
Bahwa dengan demikian sengketa yang terjadi adalah sengketa yuridis dan
tidak ada sengketa materil; |
3.4. |
Bahwa
ketentuan perpajakan terkait dengan sengketa ini adalah sebagai berikut:
3.4.1.
|
Pasal
4 ayat (2) huruf d Undang-Undang PPh:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah; |
3.4.2. |
Pasal
3 PP 5:
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen)
dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat
final; |
3.4.3. |
Pasal
2 KMK-120:
(1) |
Besarnya
Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun
Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan
ataubangunan dan bersifat final; |
(2) |
Yang
dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang
dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk
apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa
termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya
fasilitas lainnya dan "service charge" baik yang peijanjiannya
dibuatsecara terpisah maupun yang disatukan; |
|
3.4.4. |
Pasal
1 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002.
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan
adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang
menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah
dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya
pemeliharaan, biaya keamanaan dan service charge baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan
perjanjian persewaan yang bersangkutan; |
|
3.5.
|
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat berdasarkan ketentuan dalam
KEP-227, yang menjadi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) adalah jumlah bruto
dari penghasilan yang dibayarkan atau terutang pihak penyewa
berdasarkan penghasilan dari sewa tanah, bangunan, biaya perawatan,
biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan juga service charge dengan
tarif final sebesar 10% (sepuluh persen);
Bahwa dengan demikian, Termohon Peninjauan Kembali berkewajiban untuk
mengenakan tarif Pajak PPh Pasal 4 ayat (2) atas biaya tersebut kepada
penyewa sejumlah bruto tersebut, bukan hanya dari jumlah service
charges dan sewa ruangan saja; |
3.6. |
Bahwa
Putusan Pengadilan Pajak atas sengketa yang sejenis telah diputuskan
Hakim Pengadilan Pajak dengan Putusan Nomor
Put.55121/PP/M.VIIIA/25/2014 dimana dalam putusan tersebut koreksi yang
Pemohon Peninjauan Kembali lakukan dipertahankanMajelis Hakim; |
3.7. |
Bahwa
sebagai tambahan informasi, pada persidangan tanggal 16 Juli 2014
Majelis Hakim sudah meminta kepada Termohon Peninjauan Kembali untuk
membuat:
- Daftar rincian tagihan listrik dan air untuk masing-masing tenant;
- Daftar penerimaan pembayaran listrik dan air dari masing-masing
tenant;
- Rekonsiliasi terhadap tagihan asli dari PLN dan PDAM;
Bahwa akan tetapi Termohon Peninjauan Kembali tidak pernah memenuhi
permintaan Majelis Hakim tersebut dan tidak memberikan source document
untuk membuktikan alasan bandingnya, sampai dengan berakhirnya masa
persidangan; |
3.8. |
Bahwa
Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Bahwa dalam Memori Penjelasannya, dinyatakan sebagai berikut: Keyakinan
Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan; Bahwa menurut Pemohon Peninjauan
Kembali, putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi
jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku,
dengan demikian putusan Majelis Hakim tidak sesuai dengan ketentuan
Pasal 78 UU Pengadilan Pajak; |
3.9. |
Bahwa
berdasarkan uraian di atas, putusan Majelis Hakim yang tidak
mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas sengketa koreksi
DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Agustus 2011 sebesar
Rp236.298.315,00 diajukan PeninjauanKembali ke Mahkamah Agung; |
|
4. |
Bahwa
berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas
secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan
dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di
Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra
legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put.61001/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015
harus dibatalkan; |
|
III. |
Bahwa
dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor
Put.61001/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015 yang menyatakan:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-56/WPJ.27/2014 tanggal 10 Januari
2014 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Agustus 2011 Nomor:
00014/240/11/331/13 tanggal 15 April 2013, atas nama : PT AAA, NPWP:
0X.XXX.XXX.X-XXX.000, Alamat: Jl. QQQ Nomor XX (Mall WWW Batanghari),
Pasar Jambi, Kota Jambi, sehingga jumlah pajak yang masih harus dibayar
menjadi sebagaimana tersebut di atas, adalah tidak benar dan
nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku; |
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan,
karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya
banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor
KEP-56/WPJ.27/2014 tanggal 10 Januari 2014, mengenai keberatan atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 4
ayat (2) Final Masa Pajak Agustus 2011 Nomor 00014/240/11/331/13
tanggal 15 April 2013 atas nama Pemohon Banding, NPWP
0X.XXX.XXX.X-XXX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi
nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
- Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali
dalam
perkara a quo yaitu Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Juli 2011 sebesar
Rp236.298.315,00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji
kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh
Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan
Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti
yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis
Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa pengaturan jaringan
listrik yang dipasang PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah sampai
titik Kwh Meter, sedangkan jaringan emergency dengan sumber daya
listrik dari Genset yang disambungkan pada titik distribusi setelah Kwh
Meter PLN terpasang yang telah mendapatkan izin PT. Perusahaan Listrik
Negara (PLN) disediakan oleh Pemohon Banding sekarang Termohon
Peninjauan Kembali disediakan dalam rangka apabila terjadi mengalami
pemadaman, sehingga koreksi Pemohon Peninjauan Kembali dahulu
Terbanding tidak memiliki landasan yang mendasar dan oleh karenanya
koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara
a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak
Penghasilan;
- Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan
Pajak
yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan
sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima
ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Rabu, tanggal 17 Mei 2017 oleh Dr. H. DTG, S.H., M.H., Hakim Agung
yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr.
H.HBP, S.H., M.S., dan WLS, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai
Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis
tersebut dan dibantu oleh JNB, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan
tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota
Majelis :
ttd./
Dr. H.HBP,S.H.,M.S.
ttd./
WLS, S.H., M.H. |
Ketua
Majelis,
ttd./
Dr. H.DTG, S.H., M.H. |
|
Panitera Pengganti,
ttd./
JNB, S.H., M.H. |
Biaya-biaya :
1. Meterai ........................................
Rp 6.000,00
2. Redaksi ........................................
Rp 5.000,00
3.
Administrasi ................................. Rp
2.489.000,00
Jumlah .............................................
Rp 2.500.000,00 |
|
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara
H. LQF, SH.
NIP. : XXXX0XXXXXXX0XX00X
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.