Putusan Mahkamah Agung Nomor : 146/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57980/PP/M.XIIIA/16/2014 tanggal 2 Desember 2014 yang telah b


 

PUTUSAN
Nomor 146/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal AF Nomor 40-42, Jakarta XXXX0, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. AA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. BB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. CC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. DD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal AF, Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-869/PJ./2015 tanggal 27 Februari 2015;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT FGH, tempat kedudukan di Jalan GHJ, Nomor 151, RT. 008, RW. 011, Ancol, Jakarta Utara;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57980/PP/M.XIIIA/16/2014 tanggal 2 Desember 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
  1. DASAR-DASAR FORMAL;
    1. Pengajuan Surat Keberatan;
      Bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00002/207/04/022/12 tanggal 30 Oktober 2012 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2004 yang telah diajukan Keberatan oleh Pemohon Banding melalui surat Nomor 03/DIPKB/1/13 tanggal 10 Januari 2013 yang diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Satu berdasarkan LPAD Nomor PEM:01000199\022\jan\2013 tanggal 15 Januari 2013 sehingga pengajuan keberatan Pemohon Banding sudah memenuhi jangka waktu sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983;
    2. Pengajuan Surat Banding;
      Bahwa Keputusan Terbanding Nomor Kep-1963/WPJ.06/2013 tanggal 5 Desember 2013 sebesar Rp11.729.000,00 tentang Keberatan Pemohon Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00002/207/04/022/12 tanggal 30 Oktober 2012 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2004 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 5 Desember 2013 sehingga dengan demikian pengajuan banding yang diajukan Pemohon telah memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
      Bahwa Pemohon Banding telah mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor Kep-1963/WPJ.06/2013 tanggal 5 Desember 2013 sebesar Rp11.729.000,00 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00002/207/04/022/12 tanggal 30 Oktober 2012 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2004 disertai dengan alasan-alasan yang jelas, sehingga dengan demikian pengajuan banding sudah memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

      Atas SKPKB-00002/207/04/022/12
      PPN Kurang Bayar
      Syarat Banding 50%
      PPN yang sudah dibayar Pemohon Banding:
      a.   Menurut SPM PPN -SKPKB
      b.   SSP Tanggal 28 Nov 2012
            TOTAL



      Rp    1.765.000,00
      Rp  11.729.000,00
      Rp  13.494.000,00 (>50%)
      Rp  9.690.000,00
      Rp  5.111.867,00

      Bahwa dengan demikian Pemohon Banding sudah memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
  1. ALASAN BANDING;
Bahwa Pemohon Banding Tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan sebagai berikut:
  1. Bahwa dalam proses terbitnya SKPKB PPN Masa Januari s.d. Desember 2004 Nomor 00002/207/04/022/12 tanggal 30 Oktober 2012 Pemohon Banding tidak menerima surat pemberitahuan jangka waktu pemeriksaan dan hasil pemeriksaan, selain itu Pemohon Banding juga tidak diberikan hak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan, dengan demikian proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Terbanding tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 jo. 545/KMK.04/2000 jo. KEP 722/PJ/2001;
  2. Bahwa terhadap substansi koreksi Pemohon Banding menyatakan tidak setuju dengan fakta-fakta sebagai berikut:
    1. Bahwa Faktur Pajak yang diterima oleh Pemohon Banding adalah merupakan bukti pemungutan pajak yang sah, sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985, yang menyatakan Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak merupakan bukti pemungutan pajak yang sah;
    2. Bahwa Jumlah PPN Yang Masih Harus Dibayar sebagaimana tercantum dalam Kep-1963/WPJ.06/2013 sebesar Rp11.729.000,00 yang terdiri dari:
      PPN Kurang Dibayar
      Bunga Pasal 13 ayat (2)
      Jumlah PPN yang masih harus dibayar
      Rp    7.925.000,00
      Rp    3.804.000,00
      Rp  11.729.000,00

    Bahwa terhadap PPN Kurang Dibayar sebesar Rp 7.925.000,00 adalah berupa Faktur Pajak Masukan dari:
    PT KLM
    Total
    Rp    7.925.000,00
    Rp    7.925.000,00

    1. Bahwa Terbanding menyatakan PT KLM diduga sebagai penerbit Faktur Pajak bermasalah...dst. Pemohon Banding sangat berkeberatan dengan pernyataan Terbanding karena dugaan bukan bukti dan seharusnya dalam membuat koreksi Terbanding menggunakan bukti bukan dugaan;
    2. Bahwa Pernyataan Terbanding yang menyatakan PT KLM diduga sebagai penerbit Faktur Pajak bermasalah dikarenakan pembeliannya berhubungan secara bertingkat dengan PT XY yang namanya termasuk dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-46/PJ.52/2006 tanggal 12 April 2006 tentang Perubahan Kedelapan Atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.52/2003 tentang Daftar dan Sanksi atas Pemohon Banding yang diduga menerbitkan Faktur Pajak tidak sah, Pemohon Banding sangat tidak setuju dengan alasan bahwa Pemohon Banding tidak ada hubunganya dengan PT XY;
    3. Bahwa Pemohon Banding sudah memberikan bukti-bukti kepada Terbanding berupa arus barang dan arus uang terkait dengan Faktur Pajak yang pengkreditannya ditolak oleh Terbanding;
    4. Bahwa terhadap pernyataan Terbanding yang menyatakan alamat PT KLM selaku penerbit Pajak tidak diketahui atau tidak dikenal, sehingga Faktur Pajak tidak sah dan tidak dapat dikreditkan, maka Pemohon Banding sangat tidak setuju dengan alasan Terbanding karena pada prinsipnya suatu Perusahaan menjadi Pengusaha Kena Pajak harus mendapat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari Terbanding;
    5. Bahwa faktanya dengan sudah dikukuhkannya PT KLM sebagai PKP maka menurut Undang-Undang PPN PT Lintas Cakrawala berhak menerbitkan Faktur Pajak dan selanjutnya Pemohon Banding yang kemudian sudah membayar PPN selanjutnya mengkreditkannya, namun yang terjadi adalah Terbanding menolak pengkreditan Faktur Pajak dengan alasan faktur pajak tidak sah sesuai dengan Surat Edaran Terbanding Nomor SE-27/PJ.52/2003 tentang Daftar Dan Sanksi Atas Pemohon Banding yang kemudian sudah membayar PPN selanjutnya mengkreditkannya, namun yang terjadi adalah Terbanding menolak pengkreditan Faktur Pajak dengan alasan faktur pajak tidak sah sesuai dengan Surat Edaran Terbanding Nomor SE-27/PJ.52/2003 tentang daftar dan sanksi atas Pemohon Banding yang diduga menerbitkan Faktur Pajak tidak sah maka hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi Pemohon Banding;
    6. Bahwa pengukuhan dan pencabutan PKP Penjual adalah merupakan hak/wewenang dari kantor pelayanan pajak di mana penjual terdaftar, sehingga dengan dikukuhkannya status PKP Penjual oleh kantor pelayanan pajak maka dalam hal ini KPP telah memberikan kewenangan kepada PKP Penjual untuk memungut PPN atas penyerahan barang/jasa kena pajak yang dilakukannya kepada Pemohon Banding, dan sebagai bukti pemungutan PPN maka PKP Penjual menerbitkan Faktur Pajak;
    7. Bahwa apabila PKP Penjual kemudian lalai dan tidak menyetorkan serta melaporkan PPN yang telah dipungutnya, maka hal tersebut sepenuhnya merupakan hubungan hukum antara Terbanding selaku pihak otoritas yang telah memberikan pengukuhan PKP dengan pihak PKP Penjual selaku pihak yang menerima pengukuhan PKP, maka seharusnya Terbanding dapat melakukan tindakan pemeriksaan dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar kepada PKP Penjual apabila memang terbukti PKP Penjual tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya;
    Bahwa Pemohon Banding juga tidak setuju dengan Terbanding dalam hal proses pemeriksaan yang faktanya adalah Bahwa Terbanding sama sekali tidak memberikan pertimbangan atas fakta yang sudah disampaikan Pemohon Banding dalam surat keberatannya dari mulai latar belakang proses terbitnya SKPKB PPN Masa Januari s.d. Desember 2004 Nomor 00002/207/04/022/12 tanggal 30 Oktober 2012 yang faktanya adalah jangka waktu pemeriksaan serta fakta bahwa Pemohon Banding tidak menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, Pemohon Banding tidak diberikan hak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan, dengan demikian proses pemeriksaan yang dilakukan Terbanding tidak sesuai ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000 jo. 545/KMK.04/2000 jo. KEP 722/PJ/2001;

    Bahwa berdasarkan uraian yang Pemohon Banding sampaikan maka Pemohon Banding menyatakan tidak ada kerugian Negara atas pengkreditan Faktur Pajak yang dilakukan oleh Pemohon Banding, bahkan koreks Terbanding telah menimbulkan ketidakadilan bagi Pemohon Banding karena Pemohon Banding harus membayar 2 X Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan BKP/JKP yang sama;
    Bahwa demikian surat permohonan banding ini Pemohon Banding buat agar demi tercapainya keadilan untuk mengambil keputusan, atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat lain, mohon putusan yang seadil adilnya (Ex PQR);
    Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57980/PP/M.XIIIA/16/2014 tanggal 2 Desember 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
    Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1963/WPJ.06/2013 tanggal 5 Desember 2013 tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari s.d. Desember 2004 Nomor 00002/207/04/022/12 tanggal 30 Oktober 2012, atas nama: PT FGH, NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jalan GHJ, Nomor 151, RT.008, RW. 011, Ancol, Jakarta Utara, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut:
    Dasar Pengenaan Pajak :
    - Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri .…………………………....
    - Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN ..............................
    Jumlah seluruh penyerahan ..............................................................................
    Perhitungan PPN Kurang Bayar :
    - Pajak Keluaran yang dipungut/dibayar sendiri .....................................……….
    - Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan .........................................……….
    - Dibayar dengan NPWP sendiri.........................................................................
    Jumlah perhitungan PPN kurang bayar ................................……………...........
    Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan Ke Masa Pajak berikutnya …...
    PPN yang kurang dibayar ..................................................................................

    Rp  242.498.483,00
    Rp    96.900.000,00
    Rp  339.398.483,00

    Rp      9.690.000,00
    Rp      7.925.000,00
    Rp      1.765.000,00
    Rp                    0,00
    Rp                    0,00
    Rp                    0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57980/PP/M.XIIIA/16/2014 tanggal 2 Desember 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 18 Desember 2014 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU 869/PJ./2015 tanggal 27 Februari 2015 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 9 Maret 2015 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-I.1002/PAN.Wk/2015 yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 8 Maret 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 8 April 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57980/PP/M.XIIIA/16/2014 tanggal 2 Desember 2014 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding),sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57980/PP/M.XIIIA/16/2014 tanggal 2 Desember 2014 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak):
    “Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
  1. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
  1. Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57980/PP/M.XIIIA/16/2014 tanggal 3 April 2014, atas nama PT FGH (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 23 Desember 2014 sesuai Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Dokumen 201412230594;
  2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.57980/PP/M.XIIIA/16/2014 tanggal 2 Desember 2014 ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalahsebagai berikut:
    Koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp7.925.000,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
  1. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajaksebagaimana tertuang dalam putusan a quo, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap dokumen-dokumen dalam berkas banding diketahui Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp7.925.000,00 dengan alasan Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding tersebut merupakan Faktur Pajak Masukan yang diterbitkan oleh Penjual yang merupakan Faktur Pajak tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.52/2006 tanggal 12 April 2006 tentang Perubahan Kedelapan Atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.52/2003 Tentang Daftar dan Sanksi Atas Wajib Pajak Yang Diduga Menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah, sehingga terhadap Pajak Masukan tersebut merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;
      Bahwa berdasarkan Berita Acara Konseling dengan Pemohon Banding Nomor BA-12/WPJ.06/KP.10/2012 tanggal 12 Juli 2012 dan Berita Acara Nomor BA-17/WPJ.06/KP. 10/2012 tanggal 10 Agustus 2012, Pemohon Banding belum merespon klarifikasi data berupa Pajak Masukan yang diterbitkan oleh PKP yang termasuk dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.52/2006 tanggal 12 April 2006, sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan rincian Pajak Masukan sebagai berikut:
      No
      Nama Wajib Pajak
      NPWP
      Kode FP
      Jumlah
      No. Urut Se
      1.
      PT. KLM
      0X.XXX.XXX.X-0XX.000
      Tidak ada
      7.925.000
      -
      Bahwa yang dimaksud dengan Faktur Pajak tidak sah menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.52/2003 tanggal 27 Oktober 2003 tentang Daftar dan Sanksi Atas Wajib Pajak Yang Diduga Menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah adalah:
  1. Faktur Pajak yang diterbitkan atas suatu transaksi oleh Wajib Pajak yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Wajib Pajak yang alamatnya tidak diketahui atau tidak dikenal;
  3. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Wajib Pajak yang menggunakan nama, NPWP dan Nomor Pengukuhan PKP milik orang pribadi atau badan lain;
  4. Faktur Pajak yang secara formal memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, tetapi tidak memenuhi secara material yaitu tidak ada penyerahan barang dan atau uang, atau barang tidak diserahkan kepada pembeli sebagaimana tertera pada Faktur Pajak;
Bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan:
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
  1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga:
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan hasil pengujian arus uang dan arus barang serta bukti-bukti pendukung berupa: Faktur Pajak, Invoice, Surat Jalan dan Bukti Pembayaran;
Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap bukti-bukti yang diserahkan Pemohon Banding dalam persidangan tersebut diketahui bahwa kode Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
No
Nama Wajib Pajak
NPWP
Jumlah
(Rp)
Kode Faktur Pajak
1.
PT. KLM
0X.XXX.XXX.X-0XX.000
7.925.000 EXJAG-0XX : 0000XX0, 0000XXX,0000XXX
Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap Faktur Pajak tersebut, Majelis berpendapat Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding tersebut memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
Bahwa berdasarkan Pasal 69 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa: “Alat bukti dapat berupa pengetahuan Hakim”, dan Pasal 75 menyatakan:
“Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya";
Bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa: Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Bahwa dalam memori penjelasan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa: Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap bukti-bukti yang diserahkan Pemohon Banding, bahwa berdasarkan data dan fakta a quo, Majelis berpendapat Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding adalah Faktur Pajak yang sah dan dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan koreksi positif Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp7.925.000,00 tidak memiliki dasar yang kuat, sehingga tidak dapat dipertahankan;
  1. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
    2.1.
    Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
    Pasal 69 ayat (1):
    Alat bukti dapat berupa:
    1. Surat atau tulisan;
    2. Keterangan ahli;
    3. Keterangan para saksi;
    4. Pengakuan para pihak; dan/atau
    5. Pengetahuan Hakim;
    Pasal 76:
    Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
    Penjelasan Pasal 76:
    Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan;
    Pasal 77 ayat (3):
    Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung;
    Pasal 78:
    Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
    Penjelasan Pasal 78:
    Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
    Pasal 84 ayat (1) huruf f:
    Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
    1. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
    Pasal 91 huruf c dan huruf e:
    Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
    1. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c;
    1. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    2.2.
    Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan UU KUP), mengatur sebagai berikut:
    Pasal 1 angka 25:
    Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
    Pasal 1 angka 27:
    Pemeriksaan Bukti Permulaan adaiah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan;
    Pasal 1 angka 31:
    Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya;
    Penjelasan Pasal 39A:
    Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai;
    Demikian juga bukti pemotongan pajak dan bukti pemungutan pajak merupakan sarana untuk pengkreditan atau pengurangan pajak terutang sehingga setiap penyalahgunaan Faktur Pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dapat mengakibatkan dampak negatif dalam keberhasilan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan. Oleh karena itu, penyalahgunaan tersebut berupa penerbitan dan/atau penggunaan Faktur Pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dikenai sanksi pidana;
    2.3.
    Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:
    Pasal 1 angka 24:
    Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak;
    Pasal 9 ayat (8) huruf f:
    Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
    Pasal 13 ayat (5):
    Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
    1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
    2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
    3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
    4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
    5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
    6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
    7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
    Penjelasan Pasal 13 ayat(5):
    Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan.
    Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya.Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
    Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar;
    2.4.
    Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;
    Pasal 14 ayat (3):
    Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terhadap Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
    2.5.
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.52/2003 tentang Daftar dan Sanksi Atas Wajib Pajak Yang Diduga Menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah dan Perubahannya:
    1. Yang dimaksud dengan Faktur Pajak tidak sah adalah:
    1. Faktur Pajak yang diterbitkan atas suatu transaksi oleh Wajib Pajak yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
    2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Wajib Pajak yang alamatnya tidak diketahui atau tidak dikenal;
    3. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Wajib Pajak yang menggunakan nama, NPWP dan Nomor Pengukuhan PKP milik orang pribadi atau badan lain;
    4. Faktur Pajak yang secara formal memenuhi ketentuan Pasal 13 (5) Undang-Undang PPN, tetapi tidak memenuhi secara material yaitu tidak ada penyerahan barang dan atau uang, atau barang tidak diserahkan kepada pembeli sebagaimana tertera pada Faktur Pajak;
    2.6.
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-132/PJ/2010 tentang Langkah-Langkah Penanganan Atas Penerbitan Dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah:
    1. Yang dimaksud dengan Faktur Pajak Tidak Sah adalah:
    1. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya;
    2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP);
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajaksebagaimana diuraikan dalam butir V.I di atas, dengan alasan sebagai berikut:
      3.1.
      Bahwa koreksi atas Pajak Masukan dikarenakan Wajib Pajak Penjual yakni PT KLM diduga sebagai penerbit Faktur Pajak bermasalah karena pembelian PT KLM berasal dari CV YY. Adapun Faktur Pajak Masukan CV YY berasal dari PT XY yang namanya termasuk, dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.52/2006 tanggal 12 April 2006 tentang Perubahan Kedelapan atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.52/2003 tentang Daftar dan Sanksi atas Wajib Pajak yang diduga menerbitkan Faktur Pajak tidak sah;
      3.2.
      Bahwa dalam persidangan, Termohon Peninjauan Kembali secara garis besar menyampaikan hal sebagai berikut (halaman 28-30 putusan):
      -
      Terdapat himbauan dari Pemohon Peninjauan Kembali kepada Termohon Peninjauan Kembali untuk melakukan pembetulan SPT, dalam hal ini Termohon Peninjauan Kembali menolak melakukan pembetulan karena apa yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali sudah benar dan sesuai dengan prosedur;
      -
      Bahwa dalam halaman 8 laporan hasil pemeriksaan bukti permulaan di paragraf terakhir, dinyatakan: "dari hasil pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana diuraikan di atas, Tim Pemeriksa menyimpulkan:
      1)
      Tidak dapat ditemukan adanya bukti permulaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh PT FGH);
      2)
      Oleh karena keempat penerbit yg diduga penerbit faktur pajak bermasalah tidak dapat ditemukan pada alamat terdaftar dan tidak menyetor PPN yang telah dipungut dari PT FGH, maka Pajak Masukan yang telah dikreditkan PT FGH dengan nilai PPN Rp7.925.000,00 tidak dapat dikreditkan;
      -
      Pernyataan Pemohon Peninjauan Kembali dalam persidangan bahwa Termohon Peninjauan Kembali dapat memilih PPN yang dibayarkan untuk dikreditkan atau dibebankan tidak dapat diterima karena hal tersebut akan membebani Termohon Peninjauan Kembali 2 kali, yakni PPN telah dibayarkan kemudian membebankan pembayaran tersebut sebagai biaya. Seharusnya Pemohon Peninjauan Kembali mengacu pada ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN;
      -
      Pajak Masukan yang Termohon Peninjauan Kembali terima adalah sah dan dapat dikreditkan;
      3.3.
      Bahwa dalam penjelasan tertulis Termohon Peninjauan Kembali secara garis besar menyampaikan (halaman 31-32 putusan):
      Bahwa Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Bandingtersebut secara material merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, oleh karenanya Faktur Pajak yang Pemohon Bandingterima tidak termasuk ke dalam Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN, yaitu dengan penjelasan sebagai berikut:
      -
      Pajak Masukan tersebut diperoleh setelah Pemohon Banding dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, sehingga Pajak Masukan tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Pemohon Bandingkarena tidak termasuk ke dalam Faktur Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf a Undang-Undang PPN;
      -
      Faktur Pajak Masukan tersebut merupakan Faktur Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam rangka untuk melakukan penjualan kepada para Konsumen Pemohon Banding, sehingga berdasarkan data dan fakta hukum yang sebenarnya bahwa Pajak Masukan tersebut merupakan Pajak Masukan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding, sehingga tidak termasuk ke dalam Pajak Masukan yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang PPN;
      -
      Pajak Masukan tersebut merupakan Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak yang dibeli oleh pihak konsumen Pemohon Bandingdan bukan merupakan Pajak Masukan atas perolehan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, combi, sehingga berdasarkan data dan Fakta hukum bahwa Pajak Masukan tersebut dapat dikreditkan karena bukan merupakan Pajak Masukan yang termasuk ke dalam Pasal 9 ayat (8) huruf d Undang-Undang PPN;
      -
      Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan Pemohon Banding merupakan Faktur Pajak Standar dan telah memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN dan bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana, sehingga berdasarkan data dan fakta hukum yang sebenarnya Pajak Masukan tersebut dapat dkreditkan karena tidak termasuk ke dalam Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf e dan huruf f Undang-Undang PPN;
      3.4.
      Bahwa Majelis Hakim berpendapat sebagai berikut:

      Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap Faktur Pajak tersebut, Majelis berpendapat Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding tersebut memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;

      Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap bukti-bukti yang diserahkan Pemohon Banding, bahwa berdasarkan data dan fakta a quo, Majelis berpendapat Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding adalah Faktur Pajak yang sah dan dapat dikreditkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali;
      3.5.
      Bahwa berdasarkan uraian di atas disampaikan hal-hal sebagai berikut:
      1. Koreksi Pajak Masukan dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dikarenakan Wajib Pajak Penjual yakni PT KLM diduga sebagai penerbit Faktur Pajak bermasalah karena pembelian PT KLM berasal dari CV YY. Adapun Faktur Pajak Masukan CV YY berasal dari PT XY yang namanya termasuk, dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.52/2006 tanggal 12 April 2006 tentang Perubahan Kedelapan atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.52/2003 tentang Daftar dan Sanksi atas Wajib Pajak yang diduga menerbitkan Faktur Pajak tidak sah;
      2. Bahwa berdasarkan penelusuran dalam Masterfile Wajib Pajak Aplikasi Portal DJP dan SIDJP diketahui hal-hal sebagai berikut:
        Nomor FP Tanggal FP Jumlah Keterangan
        EXJAG-0XX-0000XX0 12/2/2004 3,100,000 SPT Masa Pajak Februari 2004
        EXJAG-0XX-0000XXX
        1/6/2004 1,600,000 SPT Masa Pajak Juni 2004
        EXJAG-0XX-0000XXX 6/7/2004 3,225,000 SPT Masa Pajak Juli 2004

        7,925,000
      1. Bahwa berdasarkan penelusuran dalam berkas persidangan diketahui hal-hal sebagai berikut:
        -
        Dalam Konsep Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan Nomor Konsep LPBP-06/WPJ.06/BD.0700/2012 tanggal 28 Mei 2012 halaman 6 huruf b alinea 1-2 disebutkan:
        Atas dugaan penggunaan faktur pajak yang tidak sah, pemeriksa melakukan pengujuan dengan teknik menelusuri (Tracing) transaksi pembelian dalam buku pembelian baik bukti intern maupun extern serta bukti pembayarannya sampai ke mutasi rekening koren untuk meyakini kebenaran terjadinya (existence) dan keabsahan (validity) transaksi pembelian;
        Dari pengujian tersebut diperoleh hasil bahwa semua pencatatan transaksi pembelian didukung dengan dokumen-dokumen berupa invoice, Faktur Pajak, Surat Pengiriman Barang/Tanda Terima Barang dan kuitansi pembayaran. Dengan demikian, berdasarkan pengujian dokumen disimpulkan pembelian yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT PPh Badan benar terjadi dan sah (valid);
        -
        Halaman 7-8 laporan:

        PT KLM NPWP 0X.XXX.XXX.X-0XX.000 sedang dilakukan penyidikan untuk tahun pajak 2007 sampai dengan Tahun Pajak 2009;

        Dari hasil pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana diuraikan di atas, Tim Pemeriksa menyimpulkan:
        1)
        Tidak dapat ditemukan adanya bukti permulaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh PT DFG;
        2)
        Oleh karena PT KLM tidak dapat ditemukan pada alamat terdaftar dan tidak menyetor PPN yang telah dipungut dari PT DFG, maka pajak masukan yang telah dikreditkan oleh PT DFG dengan nilai PPN Rp7.925.000,00 tidak dapat dikreditkan;
        -
        Dalam berkas persidangan terdapat copy dokumen pendukung berupa Faktur Pajak, kuitansi pembayaran bermeterai dan Nota Faktur, invoice, serta surat jalan;
      1. Bahwa berdasarkan data-data di atas disampaikan hal-hal sebagai berikut:
      1. Bahwa dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang PPN disebutkan “Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama”;
        Pasal 1 angka 24 Undang-Undang PPN:
        Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak;
      2. Bahwa dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.52/2003 tentang Daftar dan Sanksi Atas Wajib Pajak Yang Diduga Menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah dan perubahannya disebutkan:
          1. Yang dimaksud dengan Faktur Pajak tidak sah adalah:
      1. Faktur Pajak yang diterbitkan atas suatu transaksi oleh Wajib Pajak yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
      2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Wajib Pajak yang alamatnya tidak diketahui atau tidak dikenal;
      3. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Wajib Pajak yang menggunakan nama, NPWP dan Nomor Pengukuhan PKP milik orang pribadi atau badan lain;
      4. Faktur Pajak yang secara formal memenuhi ketentuan Pasal 13 (5) Undang-Undang PPN, tetapi tidak memenuhi secara material yaitu tidak ada penyerahan barang dan atau uang, atau barang tidak diserahkan kepada pembeli sebagaimana tertera pada Faktur Pajak;
        1. Bahwa dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-132/PJ/2010 tentang Langkah-Langkah Penanganan Atas Penerbitan Dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah disebutkan:
          1. Yang dimaksud dengan Faktur Pajak Tidak Sah adalah:
      1. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya;
      2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP);
      1. Bahwa pada saat pemeriksaan telah dilakukan permintaan data dan keterangan melalui surat yang ditujukan ke alamat sesuai dengan alamat Wajib Pajak Penjual (PT KLM) terdaftar, namun surat tersebut tidak pernah direspon oleh Wajib Pajak tersebut;
      2. Bahwa berdasarkan penelusuran terhadap keberadaan Pengurus (Sdr. M. OPQ) PT KLM juga tidak membuahkan hasil, karena alamat yang dicantumkan oleh pengurus tersebut ditempati oleh orang lain, dan yang bersangkutan tidak mengenalnya;
      3. Bahwa PT KLM sedang dilakukan tindakan penyidikan terkait dengan dugaan tindak pidana perpajakan yang dilakukan;
      4. Bahwa berdasarkan penelusuran dalam artikel yakni http://bisniskeuangan.VV.com/read/2011/05/13/145  3211/Manipulasi.Faktur.Pajak.2.Orang.Dibekuk, serta http://www.MNO.com/nasional/2011/05/13/perusah aan-beromset-rp-290-m-untungnya-hanya-01-persen diketahui PT KLM diduga menerbitkan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya;
      5. Bahwa dalam Penjelasan Pasal 39A Undang-Undang KUP disebutkan “Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai. Demikian juga bukti pemotongan pajak dan bukti pemungutan pajak merupakan sarana untuk pengkreditan atau pengurangan pajak terutang sehingga setiap penyalahgunaan Faktur Pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dapat mengakibatkan dampak negatif dalam keberhasilan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan;
      6. Bahwa dalam Penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN disebutkan “Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil“;
      7. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan sekaligus sebagai sarana untuk mengkredirkan Pajak Masukan, sehingga kebenaran formal dan materil mutlak diperlukan;
      8. Bahwa kebenaran formil dan materil tersebut terkait dengan:
        -
        Penerbit (penjual) yakni benar merupakan PKP, benar identitasnya (nama, alamat, dsb), serta
        -
        Faktur Pajak yakni format, hal-hal yang harus dicantumkan di dalamnya, serta kebenaran transaksi yang tercantum;
      1. Bahwa alamat yang dicantumkan PT KLM tidak dapat ditemukan (cfm LPBP) serta diduga menerbitkan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya, sehingga pada dasarnya faktur pajak yang diterbitkannya tidak mengandung kebenaran formil dan/atau materil sebagai syarat yang harus dipenuhi dalam Faktur Pajak;
      2. Bahwa berdasarkan penelusuran dalam SIDJP atas SPT Masa PPN Masa Pajak Januari s.d. Desember keempat WP Penjual tersebut di atas, memang pada dasarnya faktur pajak tersebut telah dilaporkan dalam SPT Masa, namun demikian mengingat kebenaran formil dan atau materil atas faktur tersebut diragukan, maka atas Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan oleh Pembeli (Termohon Peninjauan Kembali);
      3. Bahwa dengan demikian, koreksi atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp7.925.000,00 sudah benar;
      4. Bahwa Majelis Hakim telah keliru dan mengabaikan ketentuan bahwa Faktur Pajak harus benar secara formil dan materil. Dalam hal ini, lawan transaksi Termohon Peninjauan Kembali merupakan Wajib Pajak yang diduga menerbitkan Faktur Pajak tidak sah, sehingga Faktur Pajak yang diterbitkannya mengandung ketidakbenaran formil dan/atau materiil sehingga atas Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan oleh Termohon Peninjauan Kembali;
      5. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis untuk tidak mempertahankan koreksi Pajak Masukan y