Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1643/B/PK/PJK/2016

Kategori : PPh Badan

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-38653/PP/M.IV/99/2012, Tanggal 12 Juni 2012 yang telah berkeku


 

PUTUSAN
Nomor 1643/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1492/PJ/2012 tanggal 27 September 2012;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;

melawan:


KOPERASI XXX, beralamat di Gd. ZZZ, Blok YY  Jl. AAA, Senayan, Jakarta 10xxx, diwakili oleh AAA selaku Ketua;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;

Mahkamah Agung tersebut;


Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-38653/PP/M.IV/99/2012, Tanggal 12 Juni 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tidak memproses permohonan Penggugat dengan Surat No. 85/Kopkapindo/1209 tanggal 23 Desember 2009 Hal Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun 2005;

Bahwa kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tidak mempunyai itikad baik untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta dan peraturan pelaksananya) dengan menerbitkan Surat No. S-3263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011;

Bahwa Penggugat menyampaikan Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun 2005 didasarkan pada fakta bahwa untuk Tahun 2005 telah dilakukan pembayaran/pemotongan pajak yang tidak seharusnya terutang atas penghasilan berupa dividen yang diterima/diperoleh Penggugat yang bukan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000. Bahwa Dividen yang diterima oleh Penggugat bukan merupakan dividen sudah ditegaskan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan Surat No. S-1179/PJ.031/2009 tanggal 10 September 2009;

Bahwa status SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005 menunjukkan Kurang Bayar;

Bahwa sebelum mengajukan Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun 2005 dengan Surat No. 85/ Kopkapindo/1209 tanggal 23 Desember 2009, Penggugat telah mengajukan Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun 2005 dengan Surat No. 72/Kopkapindo/1009 tanggal 30 Oktober 2009 dan sudah dijawab dengan Surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009 yang berisi sebagai berikut:
  1. Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga mendasarkan permasalahan Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun 2005 pada ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya;
  2. Berdasarkan ketentuan tersebut, Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga memberitahukan bahwa permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun 2005 dapat diproses sepanjang permohonan tersebut diajukan melalui SPT Tahunan PPh Badan.
Bahwa Penggugat tidak mengajukan gugatan atas Surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009 karena Surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009 menurut Penggugat bukan merupakan Keputusan, dengan alasan sebagai berikut:
  1. Bahwa surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009 tidak menyatakan menolak permohonan Penggugat, dan ini sejalan dengan pilihan dasar hukum yang dipilih oleh pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga;
  2. Bahwa dasar hukum yang digunakan oleh Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga dengan dasar hukum yang digunakan oleh Penggugat adalah sama yaitu Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya. Berdasarkan ketentuan dalam penjelasan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 bahwa permohonan tersebut harus ditindaklanjuti dengan proses pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005. Jadi dengan memilih Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya sebagai dasar hukum, maka pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga harus memproses dengan melakukan pemeriksaan. Memilih Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya sebagai dasar hukum, Penggugat simpulkan bahwa pihak KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tidak menolak permohonan Penggugat, tetapi justru merupakan kesanggupan dari pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga untuk memproses permohonan Penggugat tersebut dengan proses pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005;
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya sebagai dasar hukum, menjadikan Penggugat masih berprasangka baik kepada pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga bahwa akan menindaklanjuti ketentuan pasal yang telah dipilihnya sebagai dasar hukum yaitu ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya, karena secara jelas dalam penjelasannya dijelaskan bahwa tindak lanjutnya berupa pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Badan. Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 memang permohonan pengembalian pajak yang tidak seharusnya terutang harus didasarkan pada pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang dapat berstatus kurang bayar/nihil/lebih bayar yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (permohonan restitusi). Jadi pernyataan Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga bahwa permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun 2005 dapat diproses sepanjang permohonan tersebut diajukan melalui SPT Tahunan PPh Badan adalah memang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya, dalam konteks bahwa kelebihan bayar tersebut diberikan dengan melalui proses pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005. Dalam hal ini Surat Pemberitahuan tidak harus lebih bayar, Surat Pemberitahuan Kurang Bayar pun bisa diproses dan jika hasil pemeriksaan menunjukkan lebih bayar maka harus diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Jadi Penggugat sependapat memang harus didasarkan/melalui pemeriksaan Surat Pemberitahuan dalam konteks ini adalah melalui pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan PPh Badan Tahun 2005. Fakta menunjukkan bahwa Penggugat telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005 dan telah membayar/dipotong PPh atas dividen yang diterima/diperoleh yang secara dasar hukum Pasal 4 ayat (1) huruf f bukan merupakan objek pajak. Dengan demikian, seharusnya Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga segera menindaklanjuti pernyataannya dalam Surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009 dengan melakukan pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005 dan menerbitkan SKPLB PPh Badan Tahun 2005. Namun demikian, Pelaksanaan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya sebagai dasar hukum yang secara sadar telah dipilih sendiri oleh pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga ternyata tidak konsisten (tidak sama) dengan dasar hukum yang sudah dipilihnya dan dikemukakannya dalam surat S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009 tersebut, karena sampai dengan sekarang Penggugat belum diperiksa dan belum menerima SKPLB PPh Badan Tahun 2005. Penggugat berpendapat bahwa Surat Pemberitahuan yang dimaksud dalam dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya tidak harus Surat Pemberitahuan dengan status Lebih Bayar, karena konteks Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya adalah tidak harus Surat Pemberitahuan status lebih bayar. Jelas-jelas dinyatakan dalam penjelasan bahwa Surat Pemberitahuan bisa kurang bayar atau nihil. Sekali lagi Penggugat sampaikan bahwa pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga harus konsisten dengan pilihan Pasal dalam Undang - Undang KUP yang telah dipilihnya dan dinyatakan dalam Surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009 dan tentunya harus konsisten menindaklanjuti dengan pemeriksaan. Sekali lagi Penggugat tegaskan bahwa Surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009 adalah Bukan Keputusan Penolakan tetapi justru merupakan Pemyataan Kesanggupan untuk memproses permohonan PPh yang tidak seharusnya terutang Tahun 2005 yang Penggugat ajukan, sejalan dengan dasar hukum yang dinyatakan oleh pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga yaitu Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya;

Bahwa namun demikian setelah menanti beberapa minggu, ternyata tidak ada kesadaran hukum dan itikad baik dari pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga untuk melaksanakan ketentuan pasal yang telah dipilihnya sebagai dasar hukum yaitu Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 secara taat asas, yang ditunjukkan dengan tidak adanya saat mulai proses pemeriksaan atas permohonan Penggugat. Tidak jelasnya kapan proses pemeriksaan dimulai/diadakan, terus terang membuat Penggugat khawatir permohonan Penggugat terbengkalai dan Penggugat juga khawatir hak Penggugat dipetieskan secara sepihak oleh Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tanpa alasan yang legal;

Bahwa oleh karena itu, Penggugat mengajukan kembali Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun 2005 dengan surat lainnya yang berbeda yaitu dengan surat No. 85/Kopkapindo/1209 tanggal 23 Desember 2010 sekaligus menjelaskan duduk persoalan dan penafsiran yang benar terhadap Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000, sekaligus dalam Surat No. 86/Kopkapindo/1209 tanggal 23 Desember 2009 Penggugat tegaskan bahwa Penggugat mengajukan permohonan PPh tidak seharusnya terutang berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 dan berdasarkan/melalui SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005, dalam konteks bahwa tindak lanjut yang benar adalah dengan dilakukan pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005 dan jika hasil pemeriksaan lebih bayar maka harus diterbitkan SKPLB;

Bahwa namun lagi-lagi pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tidak mempunyai itikad baik untuk memproses permohonan Penggugat, Penggugat menunggu dan menunggu, tetapi tidak kunjung datang kejelasan tentang tindak lanjut atas permohonan Penggugat. Penggugat merasa hak Penggugat diabaikan dan tidak ada kepastian hukum dalam pelaksanaan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya. Suasana kepastian hukum sudah seharusnya dapat diciptakan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak maupun masyarakat Wajib Pajak. Berikan hak Wajib Pajak sepanjang sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

Bahwa setelah sekitar 6 bulan menunggu, Penggugat meminta kejelasan tentang proses tindak lanjut atas permohonan pengembalian tidak seharusnya terutang Tahun 2005 dengan Surat No. 22/Kopkapindo/0610 tanggal 11 Juni 2010 Hal Mempertanyakan Proses Tindak Lanjut atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Tidak Seharusnya Terutang Tahun 2005. Surat ini Penggugat sampaikan kepada pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga untuk mempertanyakan proses tindak lanjut atas surat permohonan Penggugat baik surat No. 72/Kopkapindo/1009 tanggal 30 Oktober 2009 maupun surat No 85/Kopkapindo/1209 tanggal 23 Desember 2009. Hal ini menunjukkan bahwa atas surat No. 72/Kopkapindo/1009 tanggal 30 Oktober 2009 belum diberikan Keputusan oleh pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, maka wajar dan sah-sah saja jika Penggugat mengajukan permohonan lagi dengan surat No 85/Kopkapindo/1209 tanggal 23 Desember 2009, dan setelah kedua upaya tersebut tidak membuahkan hasil sesuai harapan, Penggugat juga berhak dan sah-sah saja Penggugat mempertanyakan proses tindak lanjut atas permohonan hak Penggugat dengan mempertanyakan proses tindak lanjut permohonan PPh Yang Tidak Seharusnya Terutang Tahun 2005 dengan Surat No. 22/Kopkapindo/0610 tanggal 11 Juni 2010;

Bahwa namun pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga ternyata benar-benar tidak mempunyai itikad baik untuk menjadi pelaksana Undang-Undang pajak yang baik, sehingga menerbitkan surat No. S-3263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 setelah sebelumnya secara lisan berkali-kali Penggugat menanyakan proses tindak lanjut permohonan Penggugat. Adapun isi dari surat No. S-3263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 adalah sebagai berikut :
  1. Menanggapi surat Penggugat No. 22/Kopkapindo/0610,
  2. Penggugat mengajukan permohonan pengembalian atas PPh yang tidak seharusnya terutang sejumlah Rp 1.215.269.600,00,
  3. Surat tersebut yang inti dan maksudnya sama dengan surat sebelum No. 072/Kopkapindo/1009 tanggal 30 Oktober 2009 telah ditanggapi dengan surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009.
Bahwa dengan menerbitkan Surat No. S-3263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 berarti menunjukkan sebagai berikut:
  1. Tidak ada langkah maju atau tahapan kegiatan yang dilakukan oleh pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga dalam memproses surat permohonan Penggugat (proses tindak lanjut atas permohonan Penggugat berjalan ditempat) yang ditunjukkan dengan tidak adanya saat mulai proses pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005. Seharusnya sejak membuat pernyataan dalam Surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009 bahwa dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya, maka pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga harus pro-aktif menindaklanjuti dengan proses pemeriksaan. Namun kenyataannya Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga justru mengingkari pasal dasar hukum yang telah dipilihnya sendiri tersebut.
  2. Pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga telah mengabaikan Pasal 17 Undang-undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya, dan ini berarti menentang hukum pajak yang positif berlaku.
  3. Dengan mengabaikan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya, berarti Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tidak menghormati Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah R.I. yang telah menyusun dan mengesahkan undang-undang tersebut yang berarti juga tidak menghormati seluruh rakyat Indonesia, karena DPR merupakan wakil rakyat seluruh Indonesia.
  4. Berdasarkan alasan a s.d. c tersebut di atas, maka Penggugat menyimpulkan bahwa pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga telah membuat Keputusan tidak memproses permohonan PPh Yang Tidak Seharusnya Terutang Tahun 2005 yang Penggugat ajukan.
Bahwa penantian Penggugat yang sudah cukup lama benar-benar tidak dihargai oleh pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Oleh karena itu Penggugat juga menyimpulkan bahwa pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tidak profesional, karena tidak melaksanakan aturan main yang telah dipilih sendiri dan yang memang benar-benar berlaku untuk kasus permohonan PPh yang Tidak Seharusnya Terutang, yaitu Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya;

Bahwa disebutkan bahwa Surat No. S-3263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 menanggapi surat Penggugat No. 22/Kopkapindo/0610, namun dalam surat Penggugat No. 22/Kopkapindo/0610 juga memuat pemberitahuan bahwa Penggugat mempertanyakan tindak lanjut atas surat Penggugat No. 85/Kopkapindo/1209 tanggal 23 Desember 2009 yang juga sudah diterima oleh pihak KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Dengan demikian, menanggapi surat No, 22/Kopkapindo/0610 berarti juga menanggapi surat Penggugat No.085/Kopkapindo/1209 tanggal 23 Desember 2009 tersebut. Dengan demikian Surat No. S-3263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 merupakan jawaban atas surat Penggugat No. 85/Kopkapindo/1209 tanggal 23 Desember 2009. Dengan memberikan jawaban yang sama dengan jawaban dalam surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009 tanpa memproses lebih lanjut berarti pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tidak ada langkah maju dalam tahapan kegiatan untuk memproses permohonan Penggugat dan benar-benar tidak memahami isi dan makna Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 berserta penjelasannya, yang ditunjukkan dengan tidak adanya proses lebih lanjut untuk melaksanakan ketentuan Pasal tersebut. Sekali lagi Penggugat sampaikan di sini bahwa Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 beserta penjelasannya tidak mengharuskan Surat Pemberitahuan harus lebih bayar, tetapi Surat Pemberitahuan yang dimaksud bisa kurang bayar/nihil. Dalam konteks ini, permohonan Penggugat seharusnya diproses karena sudah sesuai Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 dan penjelasan (yang juga sudah diakui oleh pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga dalam Surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009) dan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005 juga sudah Penggugat sampaikan dengan status kurang bayar. Dengan demikian seharusnya tidak ada masalah dengan permohonan Penggugat, karena sudah sesuai dengan dasar hukum tersebut dan sudah ada SPT Tahunan PPh Badan yang tinggal diperiksa saja oleh pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga. Dengan mengakui menggunakan dasar hukum Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 sudah seharusnya pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga bertanggung jawab, beritikad baik, dan konsisten dengan pilihan dasar hukum yang digunakan sebagaimana telah disebutkan dalam S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tanggal 30 November 2009. Dengan menerbitkan S- 263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 yang isinya pada intinya sama dengan S-90/WPJ.06/KP.16/2009 namun tidak melakukan proses lebih lanjut sesuai ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 Penggugat menduga bahwa pihak kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga bersikeras berpendapat bahwa Surat Pemberitahuan yang dimaksud adalah Surat Pemberitahuan Iebih bayar dan Penggugat menyimpulkan bahwa pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga telah membuat Keputusan tidak memproses permohonan Penggugat. Padahal Surat Pemberitahuan yang dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tidak harus lebih bayar tetapi bisa juga Surat Pemberitahuan kurang bayar/nihil. Pihak KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tidak konsisten, pilihan pasal dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tetapi menafsirkan SPT PPh Badan Tahun 2005 harus SPT Lebih bayar, jelas-jelas salah penafsiran yang menimbulkan gagal tafsir. Seharusnya dengan memilih Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 berserta penjelasannya sebagai dasar hukum, pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tidak boleh mengabaikan permohonan Penggugat dan harus diproses sesuai amanat Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 dan penjelasannya tersebut. Seharusnya pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga mau dan mampu menjadi pelaksana Undang-Undang secara baik, benar, dan konsisten dengan tidak mengabaikan hak Wajib Pajak. Wajib Pajak jangan hanya dituntut melaksanakan kewajiban saja, tetapi tentunya harus diberikan hak-haknya secara taat asas;

Bahwa jika dugaan Penggugat benar, yaitu bahwa pihak KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga bersikeras bahwa SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005 harus lebih bayar baru bisa diperiksa, seharusnya pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga menggunakan Pasal 17 B Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 berserta penjefasannya dan seharusnya dinyatakan dalam surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009. Jelas-jelas yang dinyatakan dalam surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 bukan menggunakan Pasal 17 B Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000, tetapi menggunakan Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No, 16 Tahun 2000. Sekali lagi Penggugat tegaskan, seharusnya pihak Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga tidak mengingkari pilihan dasar hukum yang telah dinyatakan dalam surat No. S-90/WPJ.06/KP.16/2009 tersebut;

Bahwa mengingat sangat pentingnya kepastian dan keadilan hukum dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan sehubungan dengan Pajak Yang Tidak Seharusnya Terutang tersebut dan dalam suasana sistem administrasi perpajakan yang telah modern dengan tingkat renumerasi pegawai pajak yang tinggi, di mana masing-masing pihak baik pihak Tergugat maupun Penggugat harus memegang kejujuran, maka sudah seharusnya pihak kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga secara taat hukum dan taat asas harus melaksanakan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (termasuk penegasannya) sebagai berikut:
  1. Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 berserta penjelasannya;
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-31/PJ.2/1988 (belum pernah dicabut). SE-31/PJ.2/1988 ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 kecuali pada masalah proses pemberian pengembalian harus dengan pemeriksaan. Di luar hal itu SE-31/PJ.2/1988 tidak bertentangan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tanggal 16 September 1988;
  3. Keputusan Menteri Keuangan No. 545/KMK.04/2000;
  4. Butir G.3. a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-04/PJ.04/2007 tanggal 25 Juli 2007. SE-04/PJ.04/2007 memang ditujukan untuk Tahun 2007, tetapi mengingat acuan Undang-Undang yang diterapkan untuk Tahun 2007 adalah sama dengan Tahun 2006, maka SE-04/PJ.04/2007 relevan untuk diterapkan terhadap Tahun 2006, karena perlakuan terhadap tahun 2006 harus sama dengan Tahun 2007;
  5. Butir I.D.2 huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-10/PJ.04/2008 tanggal 31 Desember 2008; dan
  6. Surat Penegasan Direktur Jenderal Pajak No. S-1179/PJ.031/2009 tanggal 10 September 2009.
Bahwa sesuai ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE- 31/PJ.2/1988 tanggal 16 September 1988 bahwa proses penyelesaian atas permohonan pajak yang tidak seharusnya Terutang adalah 30 (tiga puluh) hari setelah data yang diperlukan lengkap;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-38653/PP/M.IV/99/2012, Tanggal 12 Juni 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan gugatan Penggugat atas Surat Tergugat Nomor : S-3263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 tentang Tanggapan atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun Pajak 2005, atas nama: Koperasi XXX, NPWP: 01.xxxx, beralamat di Gd. ZZZ, Blok YY  Jl. AAA, Senayan, Jakarta 10xxx;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-38653/PP/M.IV/99/2012, Tanggal 12 Juni 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 6 Juli 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1492/PJ/2012 tanggal 27 September 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 1 Oktober 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 1 Oktober 2012;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 26 Desember 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 15 Februari 2013;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali Tentang Tidak dipertahankannya Surat Tergugat Nomor : S-3263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 tentang Tanggapan atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun Pajak 2005 , oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  2. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
      Halaman 24 alinea ke-9:
      “Bahwa berdasarkan uraian di atas Surat Gugatan Nomor: 031/Kopkapindo/0511 tanggal 31 Mei 2011 memenuhi ketentuan formal Pengajuan Gugatan”.
      Halaman 29 alinea ke-8
      “Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan dan data yang ada pada berkas gugatan maka Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan sebagian gugatan Penggugat atas penerbitan Surat Tergugat Nomor: S-3263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 tentang Tanggapan atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun Pajak 2003”:
    1. Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan :
      Pasal 1 angka 4 :
      Keputusan adalah suatu penetapan tertulis dibidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang – undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan Undang – Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
      Pasal 31 ayat (3) :
      Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan, atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP dan peraturan perundang – undangan perpajakan yang berlaku.
      Pasal 40 ayat (2) :
      Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan,
      Pasal 40 ayat (3) :
      Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya keputusan yang digugat,
      Pasal 40 ayat (6) :
      Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.
      Pasal 78:
      “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan Keyakinan Hakim.”
    2. Bahwa Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 (selanjutnya disebut UU KUP) menyatakan :
      “Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
      1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang,
      2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26,
      3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak,
      4. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak, hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak”.
    3. Bahwa Pasal 1 angka 9 UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 51 Tahun 2009, menyatakan:
      “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
    4. Bahwa yang menjadi pokok sengketa gugatan ini adalah penerbitan Surat
      Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor : S- 3263/ WPJ.06 / KP.1610 / 2011 tanggal 5 Mei 2011 tentang Tanggapan atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan yang Seharusnya Tidak Terhutang Tahun Pajak 2005. Dimana surat tersebut adalah merupakan jawaban dari Surat Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) Nomor : 22 / Kopkapindo / 0610 tanggal 11 Juni 2010 hal mempertanyakan proses tindak lanjut atas permohonan pengembalian PPh yang seharusnya tidak terhutang Tahun 2005.
    5. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dengan suratnya Nomor : 031 / Kopkapindo / 0511 tanggal 31 Mei 2011 mengajukan gugatan, dengan alasan sebagai berikut :
      • Bahwa permohonan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah memenuhi ketentuan formal sebagaimana di atur dalam Pasal 23 dan Pasal 32 UU KUP, Pasal 40 ayat (1), (2), dan (3) serta Pasal 41 UU Pengadilan Pajak, sehingga dapat dipertimbangkan lebih lanjut, Bahwa secara materiil benar - benar terdapat PPh Yang Seharusnya Tidak Terhutang Tahun Pajak 2005 yang telah Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) bayar / dipotong oleh pihak ketiga, yaitu deviden yang diterima oleh koperasi adalah bukan merupakan Objek Pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) UU PPh. Oleh karena itu Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) berhak untuk mengajukan permohonan pengembalian PPh yang tidak seharusnya terhutang Tahun Pajak 2005,
      • Berdasarkan hal tersebut, terdapat cukup alasan untuk menindaklanjuti permohonan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tersebut dengan proses pemeriksaan dan setelah melakukan pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) wajib / segera menerbitkan SKPLB dimana hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU KUP beserta penjelasannya.
    6. Bahwa berdasarkan hasil penelitian terhadap berkas gugatan yang ada, uraian / kronologis timbulnya Objek Gugatan yaitu berupa Surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor : S- 3263 / WP106 /KP.1610 / 2011 tanggal 5 Mei 2011 tentang Tanggapan atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun Pajak 2005 adalah sebagai berikut :
      • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2005 tanggal 31 Maret 2006 yang menyatakan kurang bayar sebesar Rp.1.167.975.752,00.
        Dalam SPT tersebut terdapat kredit pajak PPh Pasal 23 atas pemotongan dividen oleh PT BBB sebesar Rp. 1.328.806.781,00 dan PT AAA sebesar Rp403.922.767,00
      • Bahwa atas SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2005 tersebut Penggugat mengajukan permohonan pengembalian atas Pajak Penghasilan yang tidak seharusnya terutang sejumlah Rp. 2.900.705.300,00 melalui suratnya Nomor : 072 / Kopkapindo /1009 tanggal 30 Oktober 2009 dengan alasan bahwa dividen yang diterima selama tahun 2005 tidak termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan,
      • Bahwa atas permohonan pengembalian atas Pajak Penghasilan yang tidak seharusnya terutang tersebut dijawab oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga) dengan Surat Nomor : S- 90/WPJ.06 / KP.16 / 2009 tanggal 30 November 2009, yang menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 17 UU KUP permohonan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) untuk diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) atas Pajak Penghasilan yang tidak seharusnya terutang untuk Tahun Pajak 2005 dapat diproses sepanjang permohonan tersebut diajukan melalui SPT Tahunan PPh Badan,
      • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) mengajukan kembali Surat Permohonan Pengembalian atas Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak terhutang untuk Tahun Pajak 2005 dengan surat Nomor : 085 / Kopkapindo / 1209 tanggal 23 Desember 2009 dan surat Nomor : S- 22 / Kopkapindo / 0610 tanggal 11 Juni 2010 Hal Mempertanyakan Proses Tindak Lanjut Atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak terhutang Tahun Pajak 2005,
      • Bahwa atas surat permohonan tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dalam hal ini Kepala KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga telah menyampaikan jawaban dengan surat Nomor : S- 3263/WPJ.06 / KP.1610 / 2011 tanggal 5 Mei 2011 tentang Tanggapan atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun Pajak 2005, yang menjelaskan bahwa surat tersebut telah ditanggapi dengan surat Nomor : S- 90 / WPJ.06 / KP.16 /2009 tanggal 30 November 2009.
    7. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa gugatan di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.38652/PP/M.IV/99/2012 tanggal 12 Juni 2012 dan data-data pada berkas gugatan, diketahui hal-hal sebagai berikut :
      10.1. Bahwa Surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor : S- 3263 / WPJ.06 / KP.1610 / 2011 tanggal 5 Mei 2011 adalah merupakan surat tanggapan atas Surat Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) Nomor : S- 22 /Kopkapindo / 0610 tanggal 11 Juni 2010 Hal Mempertanyakan Proses Tindak Lanjut Atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak terhutang Tahun Pajak 2003, dimana dalam surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tersebut dijelaskan bahwa permohonan pengembalian pajak penghasilan yang seharusnya tidak terhutang Tahun Pajak 2005 telah dijawab – ditanggapi oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan surat Nomor : S- 90 / WPJ.06 / KP.16 /2009 tanggal 30 November 2009, dengan demikian dalam arti lain bahwa Surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor : S- 3263 / WPJ.06 / KP.1610 / 2011 tanggal 5 Mei 2011 bukan merupakan penetapan dan atau keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) atas permohonan pengembalian PPh yang tidak seharusnya terhutang Tahun Pajak 2005 yang diajukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
      10.2. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 51 Tahun 2009 dinyatakan bahwa suatu keputusan (Keputusan Tata Usaha Negara) harus memiliki memenuhi unsur – unsur sebagai berikut :
      1. Penetapan tertulis,
      2. Dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara,
      3. Mendasarkan diri kepada peraturan perundang-undangan,
      4. Memilik 3 (tiga) sifat tertentu, yaitu konkrit, individual dan final, dan
      5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
      10.3. Bahwa Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP menyatakan bahwa Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26.
      10.4. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU Pengadilan Pajak dinyatakan bahwa yang dimaksud Keputusan adalah suatu penetapan tertulis dibidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang – undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan Undang – undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
      10.5.  Dengan demikian berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Keputusan dalam perpajakan harus memenuhi unsur sebagai berikut:
      1. Penetapan tertulis (yang dimaksud penetapan tertulis ini adalah suatu keputusan yang bentuk dan isinya telah ditentukan atau baku), dan
      2. Ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan perpajakan. Oleh karena itu untuk menentukan suatu penetapan tertulis merupakan suatu keputusan atau bukan tidak hanya ditentukan oleh isinya saja (makna tersirat) melainkan ditentukan bentuk, isi dan dasar penerbitan (peraturan perpajakan yang menjadi dasar terbitnya keputusan tersebut), sebagai contoh Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak Yang Tidak benar, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Penolakan Permohonan Keberatan Tidak memenuhi Ketentuan Formal, dan lain lain.
      10.6. Bawa terkait dengan Pasal 23 ayat (2) huruf b UU KUP yang menjadi dasar pertimbangan hukum untuk penentuan pemenuhan formal pengajuan gugatan ini bentuk kongkritnya dalam perpajakan adalah seperti Surat Pemberitahuan Permohonan Keberatan Tidak Memenuhi Persyaratan Formal, Surat Keputusan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak, Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak, dan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
      10.7. Berdasarkan data dan fakta sebagaimana diuraikan tersebut di atas dan memperhatikan ketentuan perpajakan yang terkait sebagaimana diuraikan pula di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) berpendapat bahwa Surat Tergugat Nomor : S- 3263 / WPJ.06 / KP.1610 / 2011 tanggal 5 Mei 2011 bukan merupakan penetapan tertulis dan atau keputusan karena surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tersebut tidak memenuhi unsur untuk dapat dikatagorikan sebagai Keputusan (tidak dikeluarkan berdasarkan perturan perundangan perpajakan, tidak bersifat final dan tidak menimbulkan akibat hukum), melainkan hanya merupakan surat penjelasan atas pertanyaan yang diajukan secara tertulis oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
      10.8. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas dan sesuai dengan dasar hukum serta data dan fakta yang terungkap dalam persidangan dapat disimpulkan dan diusulkan :
      • Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa Surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor : S-3263 / WPJ.06 / KP.1610 / 2010 tanggal 05 Mei 2011 adalah bukan merupakan keputusan atau penetapan tertulis dari Direktorat Jenderal Pajak, karena surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tersebut tidak memenuhi unsur –unsur suatu keputusan, melainkan surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tersebut adalah hanya merupakan surat penjelasan. Oleh karena Surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor : S-3263/WPJ.06/KP.1610/ 2011 tanggal 5 Mei 2011 bukan merupakan penetapan dan atau keputusan maka atas surat tersebut tidak dapat diajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b UU KUP.
        Dengan demikian permohonan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) atas Surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor : S- 3263 /WPJ.06 /KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 tidak memenuhi ketentuan formal, sehingga tidak dapat diproses lebih lanjut.
      • Bahwa berdasarkan kesimpulan diatas, maka terhadap Putusan Majelis Hakim yang ”Mengabulkan Sebagian” permohonan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) atas Surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor : S- 3263 / WPJ.06 / KP.1610 / 2011 tanggal 5 Mei 2011 dengan alasan bahwa surat gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) memenuhi ketentuan formal Pasal 23 ayat (2) UU KUP sehingga Majelis berpendapat permohonan gugatan agar Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) melakukan pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005 atas nama Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dikabulkan adalah tidak tepat, karena berdasarkan data, keterangan dan peraturan perundangan yang berlaku terbukti bahwa surat gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak memenuhi ketentuan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b UU KUP, sehingga seharusnya Majelis tidak mempertimbangkan dan atau memproses lebih lanjut permohonan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tersebut.
    8. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) atas sengketa gugatan di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan.

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan gugatan Penggugat atas Surat Tergugat Nomor : S-3263/WPJ.06/KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 tentang Tanggapan atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun Pajak 2005, atas nama Penggugat, NPWP : 01.xxxx, adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu tidak dipertahankannya Surat Tergugat Nomor : S-3263/WPJ.06/ KP.1610/2011 tanggal 5 Mei 2011 tentang Tanggapan atas Permohonan Pengembalian Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Tahun Pajak 2005, oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori dari Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo gugatan Penggugat atas penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) PPh Badan Tahun 2005 tidak dilakukan oleh Tergugat sebagaimana seharusnya dan oleh karenanya koreksi Tergugat (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (4) jo. Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 30 November 2016, oleh Dr. FFF, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, CCC, S.H., M.Hum., dan DDD, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh GGG, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.



Anggota Majelis :

ttd./CCC, S.H., M.Hum.

ttd./DDD, S.H., M.H.

Ketua Majelis,

ttd./Dr. FFF, S.H., M.S.
   


Biaya - biaya : 
1. Meterai......................  Rp       6.000,00
2. Redaksi ....................  Rp       5.000,00
3. Administrasi .............  Rp 2.489.000,00
    Jumlah .....................  Rp 2.500.000,00
Panitera Pengganti,

ttd./GGG, S.H.



Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


(NN, S.H.)
NIP xxxxxxxx