Putusan Mahkamah Agung Nomor : 256/B/PK/Pjk/2016

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.52242/PP/M.XIB/16/2014, tanggal 30 April 2014 yang telah ber


 

PUTUSAN
Nomor 256/B/PK/Pjk/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, beralamat di Jalan DFG No.40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
  1. AAA, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak ;
  2. BBB, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
  3. CCC, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
  4. DDD, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU- 2051/PJ./2014, tanggal 20 Agustus 2014, Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT ADF, beralamat di Jalan FG, Cawang II, Jakarta 13630, diwakili oleh GH, selaku Direktur;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.52242/PP/M.XIB/16/2014, tanggal 30 April 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Keputusan Terbanding Nomor KEP-879/WPJ.19/BD.05/2011 (KEP-879) tertanggal 22 September 2011 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 26 September 2011 tentang keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Masa Pajak Juni 2008 Nomor 00334/207/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 (SKPKB PPN) sebagaimana telah dibetulkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00110/WPJ.19/KP.0203/2011 tanggal 1 Juni 2011 perihal Pembetulan Atas Keputusan Pembetulan Nomor KEP-00078/WPJ.19/KP.0203/2011 tanggal 19 Mei 2011, dengan ini Pemohon Banding mengajukan banding atas keputusan tersebut di atas dengan penjelasan dan alasan sebagai berikut:

Dasar Hukum
Bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Pengadilan Pajak (UU Nomor 14 Tahun 2002), Pemohon Banding mengajukan banding atas KEP-879 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN;

Latar Belakang
Bahwa KPP Wajib Pajak Besar Dua menerbitkan SKPKB PPN dengan jumlah pajak kurang bayar sebesar Rp700.911.198,00;
Bahwa atas SKPKB tersebut, Pemohon Banding telah mengajukan keberatan dengan surat Nomor L-PGI/10-134/IX/FIN/TK tertanggal 24 September 2010 yang diterima oleh KPP Wajib Pajak Besar Dua pada tanggal 24 September 2010;
Bahwa atas keberatan Pemohon Banding tersebut di atas, Terbanding telah mengeluarkan surat keputusan KEP-879 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN dengan isi menerima sebagian permohonan keberatan Pemohon Banding dan mengurangkan jumlah PPN yang masih harus dibayar dalam SKPKB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Juni 2008 Nomor 00334/207/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 sebagaimana telah dibetulkan terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00110/WPJ.19/KP.0203/2011 tanggal 1 Juni 2011 perihal Pembetulan Atas Keputusan Pembetulan, dengan rincian sebagai berikut:

NO. URAIAN SEMULA
(Rp)
DITAMBAH/
(DIKURANGI)
(Rp)
MENJADI
(Rp)
1.
PPN yang kurang/lebih bayar 483.086.443 (29.284.869) 453.801.574
2.
Sanksi Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP 217.824.755 (14.074.019) 203.750.736
3.
Sanksi Kenaikan Pasal 13 ayat (3) KUP 0
29.320.875 29.320.875
4.
Jumlah PPN yang masih harus/lebih dibayar 700.911.198 (14.038.013) 686.873.185

Materi Pokok Banding
Bahwa perhitungan PPN menurut Keputusan Terbanding Nomor KEP-879 dibandingkan dengan perhitungan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

NO. URAIAN PEMOHON
BANDING
(Rp)
KEP-879
(Rp)
SENGKETA
(Rp)
REF
1.
DPP Penyerahan kepada Bukan Pemungut 230.821.775.190 234.788.299.929 3.966.524.739 1
2.
Retur Penjualan 3.497.216.203 0
3.497.216.203 2
3.
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 19.696.709.402 19.645.242.516 51.466.886 3
4.
Jumlah PPN yang masih harus/lebih dibayar 0
686.873.185 686.873.185 4

  1. Koreksi atas DPP Penyerahan kepada bukan pemungut sebesar Rp469.308.536
Dasar Koreksi Pemeriksa
Bahwa koreksi sesuai dengan koreksi Peredaran Usaha di PPh Badan;

Menurut Terbanding
Bahwa Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding dengan alasan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa atas DPP Penyerahan kepada bukan pemungut sebesar Rp469.308.536,00 sudah sesuai dengan ketentuan dan data-data yang ada;

Menurut Pemohon Banding
Bahwa sebelum Pemohon Banding menyampaikan penjelasan lebih lanjut terkait sengketa DPP Penyerahan kepada bukan pemungut, perlu Pemohon Banding jelaskan bahwa Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua telah melakukan dua kali pembetulan atas SKPKB PPN Masa Pajak Juni 2008 Nomor 00334/207/08/092/10, dimana pembetulan terakhir tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00110/WPJ.19/KP.0203/2011 tanggal 1 Juni 2011 tentang Pembetulan Atas Keputusan Pembetulan Nomor KEP-00078/WPJ.19/KP.0203/2011 tanggal 19 Mei 2011;

Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding yang menyetujui koreksi Pemeriksa. Koreksi tersebut ditetapkan berdasarkan koreksi peredaran usaha di PPh Badan dalam SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010. Pemohon Banding telah menyampaikan keberatan atas SKPLB PPh Badan tersebut dalam surat keberatan Pemohon Banding Nomor L-PGI/10-129/IX/FIN/TK tanggal 24 September 2010 atas SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010;

Bahwa terkait dengan nilai sengketa DPP Penyerahan kepada bukan pemungut yang mengalami perubahan dari Rp3.966.164.697,00 menurut surat keberatan Pemohon Banding Nomor L-PGI/10-134/IX/FIN/TK tentang pengajuan keberatan atas SKPKB PPN Masa Pajak Juni 2008 Nomor 00334/207/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 menjadi Rp3.966.524.739,00 (Rp234.788.299.929,00 – Rp230.821.775.190,00) sesuai Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan, atas selisih perubahan angka DPP Penyerahan kepada bukan pemungut sebesar Rp360.042,00, Pemohon Banding mohon penjelasan karena hal ini mengubah angka sengketa Pemohon Banding.
Menurut Pemohon Banding, nilai sengketa DPP Penyerahan kepada bukan Pemungut adalah sebesar Rp3.966.164.697,00 dengan rincian sebagai berikut:

KOREKSI JUMLAH (Rp)
DPP Penyerahan kepada bukan pemungut 468.948.494
Retur Penjualan 3.497.216.203
Total 3.966.164.697

Bahwa dilain pihak Pemohon Banding ingin menegaskan bahwa sengketa atas retur penjualan merupakan bagian dari koreksi atas DPP Penyerahan kepada bukan Pemungut. Namun, hasil penelitian Tim Peneliti memisahkan koreksi atas retur penjualan dari koreksi DPP Penyerahan kepada bukan Pemungut;
Bahwa Pemohon Banding tidak sependapat dengan keputusan Tim Peneliti tersebut mengingat sesungguhnya sengketa retur penjualan tersebut merupakan bagian dari sengketa DPP Penyerahan kepada bukan Pemungut sebagaimana Pemohon Banding sebutkan dalam surat keberatan Pemohon Banding;
Bahwa Pemohon Banding mohon agar koreksi DPP Penyerahan kepada bukan Pemungut yang dihitung berdasarkan koreksi Peredaran Usaha ini dibatalkan sesuai dengan permohonan Pemohon Banding untuk membatalkan koreksi yang sama dalam keberatan Pemohon Banding terhadap SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010;
Bahwa adapun alasan keberatan Pemohon Banding atas koreksi Peredaran Usaha dalam SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 adalah sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Pemeriksa yang dihitung berdasarkan pengujian arus piutang karena perhitungan arus piutang yang dilakukan Pemeriksa tidak benar, dengan alasan sebagai berikut:
  • Terdapat dua kali Perhitungan atas Penerimaan

- Bahwa Pemeriksa telah menggunakan seluruh penerimaan yang tercatat dalam akun Penerimaan Kas, Penerimaan Bank DF dan Penerimaan Bank MN sebagai penerimaan atas penjualan tanpa mempertimbangkan penjelasan atas tata cara pencatatan penerimaan tersebut;
-
Bahwa perhitungan Pemeriksa tersebut menyebabkan terjadinya dua kali perhitungan penerimaan karena Akun Penerimaan Kas sebesar Rp119.309.959.271 adalah akun yang berfungsi sebagai akun perantara ("working account"). Penerimaan yang dicatat dalam akun Penerimaan Kas ini akan dipindah ke akun Penerimaan Bank DF ataupun akun Penerimaan Bank MN SO dalam waktu-waktu tertentu;
-
Bahwa sedangkan perhitungan Arus Piutang Pemeriksa hanya menggunakan sisi debit dari masing-masing akun. Pemeriksa tidak memperhitungkan proses pemindahan dari akun Penerimaan Kas keakun-akun Bank yang seharusnya, yaitu dengan mempertimbangkan sisi kredit dalam akun Penerimaan Kas yang berfungsi untuk mengeliminasi sisi debit atas penerimaan yang dipindahkan ke akun Penerimaan Bank. Apabila Pemeriksa memperhitungkan sisi kredit dalam akun Penerimaan Kas tersebut tidak akan terjadi dua kali pengakuan atas pelunasan piutang;
-
Bahwa dengan mempertimbangkan kondisi dimana transaksi yang dicatat dalam akun Penerimaan Kas adalah bersifat sementara maka seharusnya semua penerimaan dalam akun ini tidak dianggap sebagai bagian dari pelunasan piutang;

  • Disamping itu, tercatat dalam akun Penerimaan Bank DF adalah penerimaan yang tidak berhubungan dengan pelunasan piutang dagang.
    Sehingga pelunasan ini seharusnya dikeluarkan dari perhitungan Arus Piutang;
  • Pemeriksa tidak menambahkan penerimaan atas pelunasan piutang yang Pemohon Banding catat dalam akun XV sebesar Rp93.537.613.859,00;
Bahwa dalam tabel di bawah ini, Pemohon Banding sertakan perhitungan arus piutang yang sebenarnya:
Arus Penerimaan Bank
Piutang akhir tahun 94.210.340.821
Pelunasan Piutang Usaha:
XV 93.537.613.859
Penerimaan Bank – DF Pusat 2.291.900.578.397
Penerimaan Bank – MN SO 93.570.359.128
Penjualan Including PPN 2.573.218.892.205
Dikurangi:
Piutang awal tahun 140.055.512.065
PPN dipungut sendiri 221.912.324.351
Penjualan menurut arus bank 2.211.251.055.789
Penjualan menurut SPT 2.163.290.756.621
Selisih penjualan 47.960.299.168
Rekon
Cash discount 29.832.872.686
Rebate 18.127.426.482

47.960.299.168
Selisih Rekonsiliasi -

Bahwa berdasarkan alasan/penjelasan yang Pemohon Banding sampaikan di atas dan data-data yang telah Pemohon Banding sampaikan, maka terlihat bahwa koreksi atas Peredaran Usaha tidak dapat dipertahankan dengan demikian tidak terdapat penetapan PPN 10% sebagaimana dalam koreksi Pemeriksa;
Bahwa Pemohon Banding mohon agar Majelis Hakim dapat membatalkan koreksi Pemeriksa ini;
  1. Koreksi atas Retur Penjualan sebesar Rp3.497.216.203,00
Dasar Koreksi Pemeriksa
Bahwa berdasarkan penelitian atas sample bukti nota retur yang disertakan dalam pembahasan, diketahui bahwa terdapat nota retur yang tidak ditandatangani dan dicap oleh pembeli sehingga Pemeriksa tidak dapat mengakui sebagai retur penjualan yang mengurangi DPP PPN;
Menurut Terbanding
Bahwa Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding dengan alasan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa atas retur penjualan sebesar Rp3.497.216.203,00 sudah sesuai dengan ketentuan dan data-data yang ada;
Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi yang ditetapkan Pemeriksa dan hasil penelitian Terbanding dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding telah memberikan keterangan dan pembuktian atas Nota Retur yang telah dikoreksi Pemeriksa. Namun pembuktian tersebut tidak diterima oleh Tim Pemeriksa dan Terbanding dimana hal ini menyebabkan terjadinya dua kali pemungutan PPN atas objek pajak yang sama. Dua kali pemungutan PPN terjadi karena:
  1. Retur yang ditolak Pemeriksa seharusnya berfungsi untuk meng-eliminasi PPN yang dilaporkan atas penjualan yang berhubungan dengan retur tersebut;
  2.  Sehingga di dalam Laporan SPT Masa PPN Pemohon Banding, setelah retur yang ditolak Pemeriksa, terdapat PPN atas penjualan pertama (yang seharusnya diretur) dan Penjualan yang terjadi setelah retur;
Bahwa sebagaimana telah Pemohon Banding jelaskan dalam surat Keberatan dan proses Penelitian, di bawah ini Pemohon Banding sertakan penjelasan lengkap atas Nota Retur yang telah dikoreksi;
  1. Nota Retur dengan kondisi yang lengkap

Bahwa pada saat pemeriksaan Pemohon Banding telah mempersiapkan sample nota retur. Namun sample tersebut tidak diterima oleh Pemeriksa karena terdapat sample nota retur yang menurut Pemeriksa tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu untuk kondisi yang Pemohon Banding jelaskan dalam huruf b dan c di bawah ini. Sehingga secara keseluruhan nota retur yang Pemohon Banding sampaikan ditolak oleh Pemeriksa;
Bahwa penolakan/koreksi Pemeriksa atas nota retur tersebut menyebabkan terjadinya kesalahan perhitungan PPN dalam SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Juni 2008 karena terdapat dua kali pembayaran PPN atas penjualan yang sama. Dengan penolakan Nota Retur, Pemeriksa tetap mengakui penjualan barang yang sebenarnya telah dikembalikan/di-retur dan juga faktur pajak pengganti yang telah dilaporkan atas setiap nota retur yang diterima;
Bahwa dalam hal ini, Pemohon banding mohon Terbanding untuk membatalkan koreksi yang menolak Retur Penjualan tersebut;

  1. Retur Penjualan akibat kesalahan administrasi Perusahaan. Bahwa dalam menjalankan administrasi penjualan, yaitu menerima pesanan, mempersiapkan faktur penjualan (yang juga merupakan faktur pajak) Pemohon Banding menggunakan sistem komputerisasi dengan karyawan perusahaan sebagai operatornya. Kesalahan dalam menjalankan operasi tersebut seringkali terjadi, antara lain adalah pengetikan kode dan jenis barang yang dipesan, jumlah barang yang dipesan. Setelah menyadari adanya kesalahan tersebut sistem komputerisasi perusahaan tidak memungkinkan adanya pembetulan faktur penjualan (termasuk faktur pajak) tanpa melakukan pembatalan atas faktur yang sudah dikeluarkan tersebut.

Untuk memperbaiki kesalahan ini perusahaan melakukan tindakan-tindakan berikut:

  1. Para operator melakukan pembatalan dengan menggunakan cara adanya retur barang. Pemilihan dengan cara retur barang disebabkan karena jumlah persediaan telah berkurang pada saat faktur penjualan dikeluarkan sehingga dengan cara retur barang, jumlah persediaan dapat dikembalikan ke jumlah semula. Nota retur tersebut kemudian ditandatangani oleh petugas perusahaan yang berwenang dan dibubuhi cap perusahaan;
  2. Setelah menerbitkan nota retur dan membatalkan transaksi penjualan yang salah, perusahaan menerbitkan faktur penjualan dan faktur pajak yang baru;
  3. Setiap bulan perusahaan melaporkan seluruh dokumen perpajakan PPN yang telah dikeluarkan dalam SPT Masa PPN. Hal ini Pemohon Banding lakukan dengan lengkap untuk menghindari adanya kurang bayar PPN pada bulan yang bersangkutan. Sehingga Kas Negara tidak mengalami kerugian apapun;
  4. Dari sisi pembeli, faktur pajak yang diterima adalah faktur pajak yang sebenarnya sehingga pembeli tetap dapat menggunakan kredit pajak atas PPN yang sudah mereka lunasi dengan memakai faktur pajak yang sah;

Bahwa penolakan/koreksi Pemeriksa atas nota retur tersebut menyebabkan terjadinya kesalahan perhitungan PPN dalam SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Juni 2008 karena terdapat dua kali pembayaran PPN atas penjualan yang sama. Dengan penolakan Nota Retur, Pemeriksa tetap mengakui penjualan barang yang sebenarnya telah dikembalikan/di-retur dan juga faktur pajak pengganti yang telah dilaporkan atas setiap nota retur yang diterima;
Bahwa oleh sebab itu Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi pada nota retur tersebut;

  1. Retur Penjualan yang berasal dari pembeli yang tidak mempunyai NPWP Bahwa penjualan produk Panasonic juga dilakukan kepada dealer dengan menggunakan faktur pajak sederhana. Hal in disebabkan karena pada saat terjadinya transaksi penjualan, dealer tersebut tidak mempunyai informasi yang lengkap untuk pembuatan faktur pajak standar, sebagai contoh beberapa dealer bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP);

Bahwa pada saat-saat tertentu para dealer tersebut kemudian melakukan pengembalian atas barang produk Panasonic yang telah dibeli. Peraturan perpajakan mengharuskan pembeli memberikan nota retur kepada penjual sebagai dokumen yang sah atas pengembalian barang yang dilakukan.
Pembuatan nota retur tersebut tidak dapat dilakukan oleh dealer karena belum memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
Bahwa dengan demikian guna melancarkan proses penjualan tanpa menyebabkan kerugian negara akibat perhitungan PPN yang tidak tepat, perusahaan setuju untuk menyiapkan nota retur ini atas nama si pembeli.
Hal tersebut Pemohon Banding lakukan karena tidak terdapat prosedur perpajakan yang mengatur tata cara pengembalian barang dari pembeli yang bukan PKP;
Bahwa disamping itu, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan huruf a dan b, telah terjadi dua kali pengenaan PPN atas penjualan yang sama dengan adanya penolakan nota retur ini. Dimana Pemeriksa tetap mengakui penjualan barang yang sebenarnya telah dikembalikan/di-retur dan juga faktur pajak pengganti yang telah dilaporkan atas setiap nota retur yang diterima;
Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, Pemohon Banding mohon agar koreksi Pemeriksa dapat dibatalkan;


  1. Sengketa atas Pajak Masukan (PM) yang dapat diperhitungkan sebesar Rp51.466.886,00
Dasar Koreksi Pemeriksa
Bahwa Pemeriksa melakukan koreksi atas PM Dalam Negeri berdasarkan jawaban klarifikasi faktur pajak dari KPP tempat penerbit faktur pajak dengan jawaban “Tidak Ada”;
Menurut Terbanding
Bahwa Terbanding menerima sebagian keberatan Pemohon Banding yaitu sebesar Rp29.320.874,00 dari nilai sengketa sebesar Rp80.787.760,00 dimana keberatan yang diterima oleh Tim Peneliti merupakan kompensasi lebih bayar PPN Masa Pajak Mei 2008 yang belum diperhitungkan oleh Pemeriksa;
Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi PM senilai Rp51.466.886,00 yang ditetapkan dengan alasan konfirmasi negatif dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa Pemeriksa tidak dapat melakukan koreksi ini walaupun telah menerima konfirmasi negatif dari KPP tempat penerbit faktur pajak dengan alasan tanggung jawab renteng mengingat Pemohon Banding telah melunasi PPN pada setiap terjadinya pembelian barang ataupun penggunaan jasa untuk setiap PPN masukan yang Pemohon Banding laporkan dalam SPT Masa PPN bulan Juni 2008;
Bahwa Pemohon Banding juga tidak meyakini bahwa hasil konfirmasi yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa atas jawaban “Tidak Ada” mempunyai tingkat akurasi yang tinggi. Berdasarkan pengalaman Pemohon Banding, hasil konfirmasi dengan jawaban “Tidak Ada” seringkali terjadi karena kesalahan administrasi dari kantor pajak yang bersangkutan sehingga sangatlah tidak adil atas kesalahan tersebut, Pemohon Banding dikenakan sanksi tidak boleh mengkreditkan PPN yang benar-benar telah Pemohon Banding bayar. Dalam hal tersebut, Pemohon Banding berpendapat bahwa Tim Pemeriksa tidak seyogyanya menjadikan hasil konfirmasi dengan jawaban “Tidak Ada” sebagai dasar koreksi tetapi Tim Pemeriksa harus melihat dokumen pendukung Pemohon Banding dalam mengkreditkan PPN yang telah dibayar oleh Pemohon Banding tersebut;
Bahwa berdasarkan uraian penjelasan di atas, dalam hal Pemohon Banding dapat menunjukkan bukti bahwa atas PPN yang dikoreksi tersebut telah dibayar maka seharusnya tidak terdapat koreksi atas Pajak Masukan sebagaimana yang dilakukan oleh Pemeriksa;
Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding di atas, Pemohon Banding mohon atas koreksi-koreksi tersebut di atas dapat dibatalkan.
Pemohon Banding bersedia memberikan bukti – bukti pendukung pada saat proses persidangan berlangsung;
Bahwa sesuai dengan penjelasan dan alasan yang Pemohon Banding uraikan di atas, maka perhitungan PPN Masa Pajak Juni 2008 atas nama Pemohon Banding menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut:

URAIAN PEMOHON BANDING
(Rp)
DPP Penyerahan kepada bukan pemungut 230.821.775.190
Retur Penjualan 3.497.216.203
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 19.696.709.402
Jumlah PPN yang masih harus dibayar -

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.52242/PP/M.XIB/16/2014, tanggal 30 April 2014, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-879/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 22 September 2011 tentang Keberatan Wajib Pajak atas SKPKB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Juni 2008 Nomor 00334/207/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010, atas nama PT ADF, NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jalan FG, Cawang II RT 003/12, Jakarta 13630, sehingga PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Juni 2008 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

1.   Dasar Pengenaan Pajak
2.   Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri
3.   Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan
4.   Penghitungan PPN Kurang Bayar
5.   Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
6.   PPN yang kurang/lebih dibayar
7.   Sanksi Administrasi:
      a.    Bunga Pasal 13 ayat (2) UU KUP
      b.    Kenaikan Pasal 13 ayat (3) UU KUP
8.   Jumlah pajak yang masih harus/lebih dibayar
 Rp 232.733.581.306,00
 Rp   23.273.358.131,00
 Rp  (23.054.917.875,00)
 Rp        218.440.256,00
 Rp          29.320.875,00
 Rp        247.761.131,00

 Rp        104.851.323,00
 Rp          29.320.875,00
 Rp        381.933.329,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.52242/PP/M.XIB/16/2014, tanggal 30 April 2014, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 03 Juni 2014, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2051/PJ./2014, tanggal 20 Agustus 2014, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 27 Agustus 2014, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-I.2642/PAN/2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27 Agustus 2014;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 09 Februari 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 17 Maret 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo, antara lain berbunyi sebagai berikut:

1.1.
Tentang Koreksi Koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00
Koreksi DPP Penyerahan kepada Bukan Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 berasal dari koreksi omzet (peredaran usaha) pada berkas sengketa banding PPh Badan untuk Tahun Pajak 2008 sebesar Rp5.627.381.927,00 (April 2008 s.d. Maret 2009) yang dibagi 12 bulan;
Atas koreksi DPP PPN tersebut di atas, Majelis berpendapat sebagaimana pendapat Majelis untuk sengketa omzet pada sengketa banding PPh Badan yang telah diputus dengan Putusan Nomor Put-52240/PP/M.XIB/15/2014, dengan pendapat sebagai berikut:
"Bahwa atas sengketa peredaran usaha sebesar Rp5.627.381.927,00, berdasarkan penjelasan, bukti-bukti yang disampaikan para pihak dan pelaksanaan uji bukti pada tanggal 12 Oktober 2012 yang dituangkan dalam Berita Acara Pengujian Bukti, Majelis berpendapat:
  • Atas sengketa penerimaan kas yang menurut Terbanding adalah Rp119.309.959.271,00, Pemohon Banding menyatakan penerimaan yang sebenarnya adalah Rp119.805.263.882,00, dalam hal ini Terbanding pada saat uji bukti menyetujuinya, dengan demikian Majelis sependapat bahwa penerimaan kas adalah sebesar Rp119.805.263.882,00.
  • Atas sengketa Debit Bank MN SO (titipan) Rp24.411.146.447,00, dimana menurut Pemohon Banding penerimaan yang sebenarnya adalah Rp24.418.146.447,00 lebih besar Rp7.000.000,00. Penerimaan tersebut setelah dikurangi dengan tagihan biaya promosi dan dealer sebesar Rp1.857.795.197,00 sehingga piutang usaha yang sebenarnya Rp26.275.571.592,00, Terbanding setuju dengan pendapat Pemohon Banding, namun akun accrued biaya (marketing) sebesar Rp1.857,425.145,00 harus diperhitungkan sebagai unsur penambah pelunasan piutang untuk mencerminkan jumlah pelunasan piutang. Majelis berpendapat karena penerimaan kas sudah dikurangi dengan biaya promosi (di offset) maka penerimaan kas harus dihitung dengan menambah berapa nilai yang di offset, hal ini sejalan dengan pendapat Terbanding;

Atas sengketa penerimaan Bank MN SO dimana Terbanding menyatakan sebesar Rp95.806.302.657,00 dan Pemohon Banding menyatakan sebesar Rp93.537.613.859,00.
Pemohon Banding dalam uji bukti menyatakan setuju dengan pendapat Terbanding sehingga Majelis berpendapat tidak ada sengketa lagi;

  • Atas sengketa penerimaan Bank DF, Terbanding menyatakan sebesar Rp2.293.937.817.831,00 sedangkan Pemohon Banding dalam surat bandingnya menyatakan sebesar Rp2.291.900.578.397,00. Dalam uji bukti Pemohon Banding menyampaikan data bahwa penerimaan Bank DF adalah Rp2.293.719.765.042,00 berbeda Rp218.052.789,00 dari Risalah Terbanding dan dalam uji bukti disetujui oleh Terbanding;
Pemohon Banding menjelaskan dalam penerimaan Bank DF tersebut terdapat Rp3.567.720.200,00 yang belum dicatat sebagai pengurangan akun piutang tetapi masih dicatat sebagai Advance Receipt untuk 3 penerimaan tanggal 31-03-2009 dan 1 penerimaan tanggal 30-03-2009;
Berdasarkan hai-hai tersebut Majelis berpendapat dapat menerima permohonan Pemohon Banding atas penerimaan Bank DF, namun demikian karena Pemohon Banding dalam perhitungan SPT menghitung penerimaan Bank DF sebesar Rp2.291.900.578.397,00, mengingat bahwa tidak dilakukan pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU KUP yang berbunyi:
"Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan," maka penerimaan Bank DF sesuai dengan yang dijadikan perhitungan Pemohon Banding dalam SPT/Surat Banding yaitu Rp2.291.900.578.397,00;
Dengan demikian penjualan dihitung kembali sebagaimana tabel berikut: (tabel 2).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan serta perhitungan di atas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding sebesar Rp1.541.934.822,00 harus dibatalkan karena telah dibuktikan oleh Pemohon Banding dokumen pendukungnya, sedangkan sisanya sebesar Rp4.085.447.105,00 tetap dipertahankan";
Berdasarkan uraian pertimbangan di atas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding terhadap DPP PPN sebesar Rp340.453.925,00 (Rp4.085.447.105,00 dibagi dua belas) tetap dipertahankan sesuai hasil penghitungan omzet pada berkas sengketa PPh Badan dan sisanya sebesar Rp128.494.569,00 dibatalkan;
1.2.
Tentang Koreksi Retur Penjualan sebesar Rp3.497.216.203,00
  1. Retur Penjualan Administrasi;

Atas retur penjualan administrasi Majelis berpendapat bahwa Pembeli belum menerima fisik BKP maupun Faktur Pajak sehingga Pembeli tidak dapat menerbitkan Nota Retur;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 mengatur tata cara pembuatan nota retur apabila Faktur Pajak telah diterima oleh Pembeli, sedangkan dalam sengketa retur administrasi terungkap bahwa pihak pembeli tidak pernah menerima Faktur Pajak sehingga ketentuan Terbanding bahwa retur harus dibuat oleh Pembeli, tidak dapat dilaksanakan;
Mengingat sengketa ini adalah ekualisasi dengan PPh Badan dan retur dimaksud sudah diakui di PPh Badan maka sengketa retur administrasi yang merupakan sengketa yuridis, Terbanding tidak dapat membuktikan bahwa Pemohon Banding telah melanggar ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, maka Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan;

  1. Retur Penjualan Fisik.

Atas retur penjualan fisik, Majelis berpendapat bahwa Pembeli telah menerima fisik BKP maupun Faktur Pajak dan Pembeli telah menerbitkan Nota Retur. Atas dasar Nota Retur yang diterbitkan Pembeli seharusnya Pemohon Banding melaporkan Nota Retur tersebut dalam SPT Masa PPN diterimanya Nota Retur tersebut.
Oleh karena itu penerbitan Nota Retur yang dilakukan oleh Pemohon Banding tidak sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, maka koreksi Terbanding tetap dipertahankan.
Berdasarkan uraian pertimbangan di atas, maka Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding terhadap Retur Penjualan sebesar Rp1.926.224.054,00 tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan karena tidak dapat dibuktikan oleh Terbanding telah terjadi pelanggaran ketentuan yang didalilkan oleh Terbanding sebagai dasar hukum dan alasan koreksi, sedangkan sisanya koreksi sebesar Rp1.570.992.149,00 tetap dipertahankan karena sudah benar dan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;

  1. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:

2.1.
Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), antara lain menyatakan sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
  1. surat atau tulisan;
  2. keterangan ahli;
  3. keterangan para saksi;
  4. pengakuan para pihak; dan/atau
  5. pengetahuan Hakim
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak”;
Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.”
Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
Pasal 84 ayat (1):
“Putusan Pengadilan Pajak harus memuat:
  1. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa”;
Pasal 91 huruf e:
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2.2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPN), antara lain mengatur:
Pasal 4 ayat (1)
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
  1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  2. Impor Barang Kena Pajak;
  3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
  5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
  6. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
  7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
  8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Tata Cara Pengurangan PPN dan PPnBM untuk BKP yang dikembalikan (KMK-596), antara lain mengatur :
Pasal 1
(1)  Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan oleh pembeli mengurangi :
  1. Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak penjual sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 3
(1)  Dalam hal terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur kepada Pengusaha Kena Pajak penjual;
(3)  Nota Retur sekurang-kurangnya mencantumkan :
  1. Nomor urut;
  2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
  3. Nama, alamat dan NPWP pembeli;
  4. Nama, alamat, NPWP, serta nomor dan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak;
  5. Macam, jenis, kuantum dan harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
  6. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan;
  7. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan;
  8. Tanggal pembuatan Nota retur;
  9. Tanda tangan pembeli.
(4)  Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur;
2.4.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar (PER-159), antara lain mengatur :
Lampiran VIII huruf A.
Tata Cara Penggantian Faktur Pajak Standar yang Cacat, Rusak, Salah Dalam Pengisian, atau Salah Dalam Penulisan :
  1. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak atau kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Standar Pengganti terhadap Faktur Pajak Standar Pengganti terhadap Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan;
  2. Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud dalam butir 1;
  3. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang telah ditetapkan;
  4. Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir I, diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam penulisan atau salah dalam pengisian tersebut;

  1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak terkait putusan Majelis yang tidak mempertahankan Koreksi dengan alasan sebagai berikut:
3.1
Tentang Koreksi, Koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00;
a)
Pemohon Peninjauan Kembali melakukan koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 sesuai dengan koreksi Peredaran Usaha di PPh Badan Tahun Pajak 2008 yaitu sebesar Rp5.627.381.927,00 yang dihitung berdasarkan hasil pengujian pelunasan piutang;
b)
Dalam proses penelitian keberatan, koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 tetap dipertahankan karena berdasarkan penelitian terhadap administrasi dan surat keberatan Termohon Peninjauan Kembali diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali juga mengajukan keberatan terhadap koreksi Peredaran Usaha dalam SKPLB PPh Badan Tahun Pajak 2008 Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 dengan Surat Nomor L-PGI/10-129/FIN/TK tanggal 24 September 2010 dan sesuai hasil penelitian terhadap keberatan atas SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 Tahun Pajak 2008, telah diputuskan untuk menolak dan mempertahankan koreksi Pemeriksa/Pemohon Peninjauan Kembali terhadap peredaran usaha sebesar Rp5.627.381.927,00 sebagaimana tertuang dalam Lap-343/WPJ.19/BD.05/2011 dan Surat Keputusan Nomor KEP-343/WPJ.19/BD,05/2011 tanggal 27 April 2011;
c)
Termohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali sesuai dengan permohonan Termohon Peninjauan Kembali untuk membatalkan koreksi yang sama dalam keberatan Termohon Peninjauan Kembali terhadap SKPLB PPh Badan Nomor 00046/406/08/092/10 tanggal 25 Juni 2010 dengan penjelasan sebagai berikut:
1)
Terdapat dua kali Perhitungan atas penerimaan;
2)
Disamping itu, tercatat dalam akun Penerimaan Bank DF adalah penerimaan yang tidak berhubungan dengan pelunasan piutang dagang. Sehingga pelunasan ini seharusnya dikeluarkan dari perhitungan Arus Piutang;
3)
Pemohon Peninjauan Kembali tidak menambahkan penerimaan atas pelunasan piutang yang Termohon Peninjauan Kembali catat dalam akun XV sebesar Rp93.537.613.859,00
d)
Dalam putusannya, Majelis berpendapat sebagaimana pendapat Majelis untuk sengketa omzet pada sengketa banding PPh Badan yang telah diputus dengan Putusan Nomor Put-52240/PP/M.XIB/15/2014. Dalam putusan tersebut Majelis menyatakan bahwa Majelis dapat menerima permohonan Termohon Peninjauan Kembali atas penerimaan Bank DF, namun demikian karena Termohon Peninjauan Kembali dalam perhitungan SPT menghitung penerimaan Bank DF sebesar Rp2.291.900.578.397,00, mengingat bahwa tidak dilakukan pembetulan sebelum dilakukan pemeriksaan, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU KUP. Dengan demikian koreksi Pemohon Peninjauan Kembali sebesar Rp1.541.934.822,00 harus dibatalkan karena telah dibuktikan oleh Termohon Peninjauan Kembali dokumen pendukungnya, sedangkan sisanya sebesar Rp4.085.447.105,00 tetap dipertahankan. Berdasarkan hal tersebut maka Majelis berkesimpulan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali terhadap DPP PPN sebesar Rp340.453.925,00 (Rp4.085.447.105,00 dibagi dua belas) tetap dipertahankan sesuai hasil penghitungan omzet pada berkas sengketa PPh Badan dan sisanya sebesar Rp128.494.569,00 dibatalkan;
e)
Berdasarkan ketentuan, fakta serta data-data diatas, Pemohon PK berpendapat sebagai berikut :
1)
Koreksi DPP PPN atas penyerahan bukan kepada Pemungut sebesar Rp468.948.494,00 merupakan hasil ekualisasi dengan koreksi peredaran usaha di PPh Badan yang telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dengan Putusan Nomor Put.52240/PP/M.XIB/15/2014;
Adapun atas koreksi peredaran usaha di PPh Badan sebesar Rp5.627.381.927,00 dalam Putusan Nomor Put.52240/PP/M.XIB/15/2014 tersebut telah dilakukan evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
  • Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh mengatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
  • Berdasarkan uji arus piutang terdapat selisih penjualan yang merupakan objek PPh yang belum dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali;
  • Pada saat uji bukti di persidangan, perhitungan akhir selisih peredaran usaha menurut Pemohon Peninjauan Kembali adalah sebesar Rp5.904.633.750 dan menurut Termohon Peninjauan Kembali sebesar Rp 479.488.405,00 dimana selisihnya berasal dari akun accrued biaya marketing sebesar Rp1.857.425.145,00 dan akun penerimaan Bank DF sebesar Rp3.567.720.200,00;
  • Atas accrued biaya marketing sebesar Rp1.857.425.145,00 dapat dijelaskan sebagai berikut:
    • Terdapat pelunasan piutang sebesar Rp26.275.571.592,00, namun pada saat pelunasan, dealer mengurangi jumlah piutang usaha yang seharusnya dibayar dengan tagihan atas biaya promosi dari dealer sebesar Rp1.857.795.197,00 sehingga jumlah yang diterima melalui Bank MN SO adalah sebesar Rp 24.418.146.447,00
    • Jurnal dari transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
      Bank MN So                                Rp 24.418.146.447,00
      Accrued biaya (marketing)             Rp   1.857.425.145,00
      Account Receivable                       Rp 26.275.571.592,00
    • Dari jurnal tersebut terlihat bahwa penerimaan tersebut mengurangi piutang dagang (AR) sebesar Rp 26.575.571.592,00, sehingga transaksi tersebut berhubungan dengan penjualan;
    • Dengan demikian pencatatan akun accrued biaya marketing sebesar Rp 1.857.425.145,00 harus diperhitungkan sebagai unsur penambah pelunasan piutang untuk mencerminkan jumlah pelunasan piutang;
  • Atas selisih perhitungan penerimaan bank DF sebesar Rp3.567.720.200,00 karena Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan bahwa selisih tersebut bukan sebagai pelunasan piutang, maka jumlah penerimaan Bank DF yang dimasukkan dalam perhitungan adalah sebesar 293.719.765.042,00;
  • Dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali berendapat koreksi atas selisih peredaran usaha sebesar Rp5.904.633.750,00 karena perhitungannya sudah benar dan sesuai dengan bukti-bukti yang sebenarnya;
  • Dalam perkembangan persidangan, majelis menghitung kembali peredaran usaha berdasarkan uji arus piutang dimana majelis memasukkan akun accrued biaya marketing sebesar Rp.857.795.197,00 sebagai unsur penambah piutang dan penerimaan Bank DF (sesuai dengan nilai pada SPT Tahunan PPh badan) sebesar Rp2.291.900.578.397,00 sehingga perhitungan omset berdasarkan uji arus piutang menurut majelis adalah sebagai berikut :

Uraian
Cfm Majelis
Piutang Usaha Akhir  94.210.340.821
Pelunasan Piutang Usaha
-   Penerimaan Kas 119.805.263.882
     Debit Bank-MN SO (titipan)  (26.275.571.592)
     Penerimaan Kas net 93.529.692.290
     Accrued market 1.857.425.145
     Penerimaan Bank-MN So 95.806.302.657
     Penerimaan Bank-DF 2.291.900.578.397
     Penerimaan Bank-BOT -
     Penerimaan Bank-OPQ -
     Penjualan inlclude PPN 2.577.304.339.310
     Dikurangi:
     Piutang Usaha awal