Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Bahas Berita › Minim Kontribusi, Kemenkeu Kaji Treshold Bagi Wajib Pajak UMKM
Minim Kontribusi, Kemenkeu Kaji Treshold Bagi Wajib Pajak UMKM
Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah tengah menyasar penerimaan pajak dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seiring minimnya kontribusi kelompok ini ke penerimaan pajak.
Salah satu persoalan yang menjadi perhatian pemerintah adalah penerapan ambang batas atau threshold pengusaha kena pajak atau PKP yang dianggap pemerintah menjadi penyebab menurunnya pembayaran pajak secara normal.
''Porsi UMKM yang besar ini menyebabkan pembayaran rezim normal berkurang dan rezim final bertambah,'' kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu, Senin (12/10/2020).
Febri memaparkan, pemerintah terus melakukan kajian untuk merumuskan kebijakan pemajakan yang adil bagi UMKM pada masa depan. Otoritas fiskal bahkan telah memetakan tiga kondisi pemajakan yang secara umum terjadi di sektor UMKN.
Pertama, porsi UMKM semakin besar dalam perekonomian. Namun, karena kebijakan threshold PKP yang terlalu tinggi yakni di angka Rp4,8 miliar, jumlah pembayaran dengan rezim normal meningkat. Sementara itu, rezim PPh final bertambah.
Kedua, tingginya threshold menyebabkan banyak pengusaha UMKM yang tidak masuk dalam sistem perpajakan. Ketiga, jumlah belanja pajak atau tax expenditure UMKM tembus ke angka Rp64,6 triliun yang terdiri PPh senilai Rp22,6 triliun dan PPN senilai Rp42 triliun.
''Inilah yang harus dilakukan reformasi bersama-sama,'' jelasnya.
Adapun, rencana reformulasi kebijakan PPN ini ditegaskan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam PMK No.77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020 – 2024 melalui penyusunan rancangan undang-undanh (RUU) Pajak atas Barang dan Jasa.
Salah satu penekanan dalam rancangan UU Pajak Barang dan Jasa adalah meningkatkan tingkat kepatuhan PPN di Indonesia serta memperluas tax base sehingga dapat meningkatkan penerimaan dari PPN.
Selain itu melalui beleid ini pemerintah juga menjelaskan dengan tax base PPN yang semakin luas, potensi penerimaan pajak akan semakin meningkat, sehingga kebutuhan belanja APBN dapat lebih dipenuhi dari penerimaan pajak.
''Perluasan tax base pengenaan pajak konsumsi tersebut dilakukan melalui penataan ulang perlakuan pajak atas barang dan jasa yang lebih membatasi pemberian fasilitas dan pengaturan ulang batasan pengusaha kena pajak,'' tegas penjelasan beleid itu.
Dalam catatan Bisnis, reformulasi PKP dan pembatasan pemberian fasilitas pembebasan PPN bukan barang baru. Pemerintah dalam beberapa kesempatan acap kali mengungkapkan jika dibandingkan dengan negara lain threshold PKP dan pembebasan PPN di Indonesia cukup banyak dan tinggi.
Batasan omzet pengusaha kecil yang wajib dikukuhkan sebagai PKP senilai Rp4,8 miliar yang tercantum dalam PMK No. 197/PMK.03/2013 yang efektif sejak 1 Januari 2014. Sebelum peraturan itu disahkan, PKP yang dikenakan senilai Rp600 juta.
Batasan PKP di Indonesia sebesar Rp4,8 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan negara Vietnam maupun Malaysia.
Karena terlalu tinggi ada indikasi kecurangan yang dilakukan PKP modusnya dengan memecah usaha supaya di bawah threshold tujuannya untuk memperoleh tarif final 0,5 persen.
Begitupula dengan pembebasan PPN atau tax exemption yang semakin memperbesar gap penerimaan pajak yang seharusnya dipungut pemerintah.
Sumber: https://ekonomi.bisnis.com/read/20201012/259/13038 37/ambang-batas-pengusaha-kena-pajak-dikaji-kemenk eu-sasar-lebih-banyak-umkm
Waduh, mau dikurangi jadi berapa ini, apa belum cukup diatur di PP 23 untuk pajak UMKM ya kan udah ada batas waktunya
Luar biasah
Originaly posted by abdulmukti:Waduh, mau dikurangi jadi berapa ini, apa belum cukup diatur di PP 23 untuk pajak UMKM ya kan udah ada batas waktunya
mungkin akan ada klausul untuk memperbarui pasal tsb rekan
yg kmaren aja belum sepenuhnya bayar semua, ini udah mau buat baru lagi aturannya, bikin pusinggggg hahaha
- Originaly posted by almirasabrina:
yg kmaren aja belum sepenuhnya bayar semua, ini udah mau buat baru lagi aturannya, bikin pusinggggg hahaha
ini seninya perpajakan rekan..berbanding sejajar dg accounting…
cemungutttt…rajin baca, rajin bertanya, rajin bereksperimen…insha alloh "pinter" heheheh,,,,,(maafff…..) sebenarnya yang jadi masalah bukan masalah PPh tapi masalah PPN. Memang dalam penerapan PPh final UMKM yang diatur dalam PP 23/2018 diatur mengenai batasan waktu tetapi walaupun sudah lewat batas waktu dan tidak dapat menerapkan PPh final, tetapi WP tersebut tetap tidak wajib sebagai PKP, karena batasan UMKM yaitu Rp 4,8 M.
Memang ini menjadi dilema, karena kalau konsumen dari WP bukan PKP maka akan sangat memberatkan bagi konsumen karena tidak bisa mengkreditkan PPN dan menjadi "extra cost" bagi pembeli.