Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Bahas Berita › DJP Mulai Pengawasan Kepatuhan Pajak dengan Compliance Risk Management (CRM)?
DJP Mulai Pengawasan Kepatuhan Pajak dengan Compliance Risk Management (CRM)?
JAKARTA — Setelah menunggu beberapa lama, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akhirnya menerapkan pengawasan kepatuhan berbasis risiko atau compliance risk management (CRM).
Dengan penerapan CRM, proses pengawasan wajib pajak bisa lebih optimal dan mampu memetakan kepatuhan berdasarkan profil kepatuhan wajib pajak.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, implementasi CRM merupakan bagian dari program reformasi perpajakan.
Selain itu CRM juga kelanjutan dari program amnesti pajak dan transparansi informasi keuangan yang memungkinkan otoritas pajak membangun profil risiko wajib pajak secara lebih canggih dan akurat.
''Dengan profil risiko yang semakin canggih tersebut DJP dapat melayani wajib pajak secara lebih
spesifik disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan wajib pajak yang bersangkutan,'' kata Yoga melalui keterangan resminya, Jumat (13/9/2019).Yoga menekankan, kepada wajib pajak yang ingin patuh, pihaknya akan membantu agar mudah dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Sebaliknya kepada wajib pajak yang dengan sengaja menolak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, otoritas pajak akan tegas menindak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun paradigma ini menggantikan cara pandang lama di mana antara wajib pajak dan DJP terdapat sikap saling tidak percaya dan curiga yang menghambat terciptanya kepatuhan sukarela yang berkelanjutan. Dalam model lama tersebut semua wajib pajak diperlakukan secara seragam, sehingga justru menimbulkan ketidakadilan antara wajib pajak patuh dan tidak patuh.
Sementara itu, penerapan pengawasan berbasis risiko ini akan membantu DJP dalam melayani wajib pajak dengan lebih adil dan transparan sekaligus mengelola sumber daya secara lebih efektif dan lebih efisien sehingga pada akhirnya dapat membantu mewujudkan kepatuhan yang lebih optimal dan berkelanjutan.
Sumber: https://ekonomi.bisnis.com/read/20190916/259/11486 73/pengawasan-pajak-berbasis-crm-mulai-diterapkan
Menurut hemat Saya tetap saja yang "diperhatikan" adalah Wajib Pajak ( Patuh & terutama yang Tidak Patuh ), istilahnya yang dipancing ya cuma yg sudah masuk kandang .. bgmn dengan "bibit-bibit" yang belum masuk kandang, yang belum jadi Wajib Pajak tidak pernah diperhatikan .. logika saja, kalau yg kena terus Wajib Pajak yang sudah ada dikandang , lama-lama malas juga,ilfil juga .. kalau semua warga negara dijadikan Wajib Pajak itu baru adil, tdk ada kecemburuan lagi, semua kena, jadi tarif pajak bisa turun tapi database wp lebih banyak ..
- Originaly posted by paopao:
kalau semua warga negara dijadikan Wajib Pajak itu baru adil
yaa..ngak bisa juga kayak gini rekan @paopao , yg merupakan wajib pajak yg sudah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. mungkin maksudnya warga negara yg sudah memenuhi persyratan subjektif & objektif seperti yg di amanatkan KUP dan belum mau mempunya NPWP ini yg harus jadi prioritas oleh DJP.
ya juga sih yang pantas… dan layak … kadang malah tidak ada NPWP… ?