Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Pemotongan/Pemungutan SKB PP 46 sdh terbit rekannn..

  • SKB PP 46 sdh terbit rekannn..

  • metzcren

    Member
    26 September 2013 at 8:39 am
  • metzcren

    Member
    26 September 2013 at 8:39 am

    PER – 32.PJ.2013 tg Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan Pemungutan PPh Bagi WP berdasar PP 46

  • kasitaugaya

    Member
    26 September 2013 at 8:44 am
    Originaly posted by metzcren:

    PER – 32.PJ.2013 tg Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan Pemungutan PPh Bagi WP berdasar PP 46

    Di ortax belom ada.
    Di pajak go id juga belum ada.

    Link plz…

  • metzcren

    Member
    26 September 2013 at 8:51 am
    Originaly posted by kasitaugaya:

    Link plz…

    broken nih tiba2 link nya.. @_@
    email aja gan..

  • kasitaugaya

    Member
    26 September 2013 at 8:58 am
    Originaly posted by metzcren:

    broken nih tiba2 link nya.. @_@

    Broken heart kaga ada bang?

    Originaly posted by metzcren:

    email aja gan..

    Ga punya email gan, pos surat aja apa? 😡

  • priadiar4

    Member
    26 September 2013 at 9:20 am

    KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR PER-32/PJ/2013
    TENTANG
    TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN
    PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK PENGHASILAN
    BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG
    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU
    DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 14 huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
    b. bahwa dalam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
    c. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
    2. Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 94 TAHUN 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran Negara Republik Tahun 2013 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5424);
    5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.

    Pasal 1
    Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan :
    1. Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu adalah Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
    2. Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang untuk selanjutnya disebut Surat Keterangan Bebas adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain yang dapat dikreditkan.

    Pasal 2
    Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final kepada Direktur Jenderal Pajak.

    Pasal 3
    (1) Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Keterangan Bebas.
    (2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Pasal 4
    (1) Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan syarat:
    a. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukannya Surat Keterangan Bebas
    b. menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib Pajak yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat diajukannya Surat Keterangan Bebas;
    c. menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.
    d. ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.
    (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk setiap pemotongan dan/tau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23.

    Pasal 5
    (1) Atas permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan:
    a. Surat Keterangan Bebas; atau
    b. surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas,
    dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
    (2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
    (3) Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlewati.

    Pasal 6
    Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud Pasal 3 berlaku sampai dengan berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

    Pasal 7
    (1) Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan untuk setiap transaksi yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final apabila telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan.
    (2) Permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan syarat:
    a. menunjukkan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1);
    b. menyerahkan bukti penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu untuk setiap transaksi yang akan dilakukan dengan pemotong dan/atau pemungut berupa Surat Setoran Pajak lembar ke-3 yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, kecuali untuk transaksi yang dikenai pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas:
    1) impor;
    2) pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
    3) pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;
    4) pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri;
    c. mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut Pajak Penghasilan dan nilai transaksi pada kolom yang tercantum dalam Surat Keterangan Bebas.
    d. ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.
    (3) Fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
    a. satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan;
    b. satu lembar untuk diserahkan Wajib Pajak kepada Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut;

  • priadiar4

    Member
    26 September 2013 at 9:21 am

    sambungan…

    (3) Fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
    a. satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan;
    b. satu lembar untuk diserahkan Wajib Pajak kepada Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut;
    c. satu lembar untuk diserahkan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong dan/atau pemungut terdaftar
    (4) Legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja sejak permohonan legalisasi diterima lengkap.
    (5) Legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diberikan apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi.

    Pasal 8
    Bentuk formulir untuk:
    (1) permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I;
    (2) surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II
    (3) Surat Keterangan Bebas untuk pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III;
    (4) Surat Keterangan Bebas untuk pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 22 impor menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV;
    (5) Surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dibuat menggunakan formulir sebagaimana
    Lampiran V;
    (6) permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI,
    yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

    Pasal 9
    (1) Setelah Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain bagi Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu diajukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
    (2) Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-1/PJ/2011 bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, tetap berlaku sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan.

    Pasal 10
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 25 September 2013

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK

    ttd.

    A. FUAD RAHMANY

  • metzcren

    Member
    26 September 2013 at 9:21 am

    http://www.pajak.go.id/tkb/engine/rule_engine/engi ne/peraturan/view.php?id=7e4429bf8fcc328eb0f058274 3865a66

  • kasitaugaya

    Member
    26 September 2013 at 9:26 am

    Weleh, kok keknya makin ribet cara minta SKB -____-

  • metzcren

    Member
    26 September 2013 at 9:31 am
    Originaly posted by kasitaugaya:

    Weleh, kok keknya makin ribet cara minta SKB -____-

    ribetnya sebenarnya pas legalisasi trus tiap mau dipotong atau dipungut..
    Gpp lah gan.. biar ga dipotong ama dipungut…

  • hangsengnikkei

    Member
    26 September 2013 at 1:46 pm

    yaelah ruwet amat sih…jadi bisa diasumsikan dgn pasti kl pake akrual basis ya…cuma harus berapa kali bolak balik kpp ini kl begini caranya??kl setiap hari ada puluhan bahkan ratusan transaksi mabok ora ini son??

  • kasitaugaya

    Member
    26 September 2013 at 1:48 pm
    Originaly posted by hangsengnikkei:

    kl setiap hari ada puluhan bahkan ratusan transaksi mabok ora ini son??

    Mabok gila bro…
    Bolak balik bank, bolak balik KPP.
    Ratusan transaksi = ratusan SSP + ratusan legalisasi SKB, hihihihihihi..

  • metzcren

    Member
    26 September 2013 at 1:50 pm
    Originaly posted by hangsengnikkei:

    mabok ora ini son??

    anti mabok kan sudah banyak beredar gan.. @_@

  • hangsengnikkei

    Member
    26 September 2013 at 1:53 pm

    muncul pertanyaan di benak saya, berarti kudu lgsg bayar pph final nya tiap kali nerbitin invoice guna menghindari ada yg terlanjur motong, kl gt aturan soal batas akhir pembayaran ditiadakan ajalah

    *bikin mumetdotcom

  • metzcren

    Member
    26 September 2013 at 2:08 pm
    Originaly posted by hangsengnikkei:

    muncul pertanyaan di benak saya, berarti kudu lgsg bayar pph final nya tiap kali nerbitin invoice guna menghindari ada yg terlanjur motong, kl gt aturan soal batas akhir pembayaran ditiadakan ajalah

    kalo menurut gw seh kayak asas timbal balik rekan..
    oke, kata DJP ente dikasih SKB nih,.. tp timbal baliknya apa>??
    setorin dl SSP nya… 🙂
    masa minta SKB tp pajak nya ga disetor.. ibaratnya minta hak tp kewajiban ga dipenuhi.. @_@

Viewing 1 - 15 of 23 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now