Peraturan Pemerintah Nomor : 21 TAHUN 1989

Kategori : PPh

Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito Dan Tabungan


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 1989

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA, SERTIFIKAT DEPOSITO DAN TABUNGAN
 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

Menimbang :

  1. bahwa pajak merupakan salah satu perwujudan dari kewajiban warga negara untuk bersama-sama turut serta dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional;
  2. bahwa sebagai sumber utama penerimaan Negara, pengelolaan pajak perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan perkembangan kemampuan riil masyarakat dan laju pembangunan nasional;
  3. bahwa dalam rangka pengelolaan pajak, diperlukan pula adanya perlakuan yang sama di antara berbagai piranti pengerahan dana masyarakat melalui perbankan;
  4. bahwa sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu mengatur kembali pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan dengan Peraturan Pemerintah;

 

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2842);
  2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865);
  3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
  4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263);

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA, SERTIFIKAT DEPOSITO DAN TABUNGAN.

 

Pasal 1

(1)

Atas penghasilan berupa bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 15% (lima belas persen) dan bersifat final.

(2)

Untuk keperluan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah wajib potong.

 

Pasal 2

Dikecualikan dari pemotongan pajak dan masih tetap ditangguhkan pengenaan pajaknya adalah bunga atas deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan yang nilai seluruh deposito dan tabungannya untuk setiap deposan dan/atau penabung tidak melebihi jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 

Pasal 3

(1)

Dikecualikan dari pemotongan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) adalah bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan yang diterima oleh :

  1. Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf j Undang-undang Pajak Penghasilan 1984; dan
  2. Perorangan yang seluruh penghasilannya termasuk penghasilan berupa bunga yang diterimanya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
(2)

Bank tetap memotong pajak atas penghasilan berupa bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan milik Yayasan atau perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 15% (lima belas persen).

(3)

Yayasan dan perorangan yang penghasilannya dipotong sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat mengajukan restitusi atas pemotongan pajak tersebut.

(4)

Tata cara pengajuan restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

 

Pasal 4

(1)

Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank sebagai wajib potong melakukan penyetoran hasil pemotongan pajak secara kolektif tanpa menyebut nama atau keterangan lain yang menyangkut pemilik deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan.

(2)

Jumlah deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 serta bunganya tidak dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahun PPh), kecuali untuk Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a.

 

Pasal 5

Pelaksanaan teknis lebih lanjut Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Keuangan.

 

Pasal 6

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1988 tentang Pajak atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan dinyatakan tidak berlaku lagi.

 

Pasal 7

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 1989. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Desember 1989
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

S O E HA R T O

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Desember 1989
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd.

M O E R D I O N O

 

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1989 NOMOR 42




PENJELASAN
ATAS 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 1989

TENTANG 

PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO BERJANGKA, SERTIFIKAT DEPOSITO DAN TABUNGAN

 

 

UMUM

Dalam rangka menunjang pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat, peran serta seluruh lapisan masyarakat perlu terus ditingkatkan melalui pelaksanaan Undang-undang Perpajakan yang makin mantap sesuai dengan jiwa dan tujuan yang telah ditetapkan. Disamping itu dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, dana yang dihimpun oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) melalui berbagai piranti pengerahan dana masyarakat telah semakin berkembang. Berhubung dengan itu, maka perlakuan perpajakan untuk semua jenis piranti pengerahan dana masyarakat melalui bank dan LKBB tersebut perlu disamakan. Walaupun demikian, dipandang perlu untuk masih memberikan penangguhan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) kepada mereka yang benar-benar tergolong sebagai deposan dan penabung kecil. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1988 tentang Pajak atas Bunga Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan perlu ditinjau kembali.

 

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan deposito berjangka dan sertifikat deposito dalam Peraturan Pemerintah ini adalah deposito berjangka, dalam rupiah maupun valuta asing pada bank serta sertifikat deposito yang diterbitkan oleh Bank atau Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) di Indonesia yang jangka waktunya 30 (tiga puluh) hari sampai dengan 24 (dua puluh empat) bulan kecuali yang dimiliki Bank atau LKBB; sedangkan yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan pihak ke tiga pada Bank yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank penyelenggara tabungan. Adapun setoran lunas Ongkos Naik Haji (ONH) bukan merupakan tabungan sehingga tidak dikenakan pajak.

Pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini bersifat final. Oleh karena itu penghasilan Wajib Pajak berupa bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan tidak digabungkan dengan penghasilan-penghasilan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Dengan demikian deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan beserta bunganya tidak dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) PPh Wajib Pajak yang bersangkutan.

Demikian pula Pajak Penghasilan yang dipotong tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan dari sumber yang lainnya.

Perlu ditegaskan bahwa atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan yang :

  1. ditempatkan pada bank-bank di luar negeri; atau
  2. dimiliki oleh bank atau LKBB,

serta bunga deposito berjangka dan sertifikat deposito yang berjangka waktu kurang dari 30 (tiga puluh) hari atau lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan dan bunga atas surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tetap dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 2

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi mereka yang benar-benar tergolong deposan atau penabung kecil. Adapun yang dimaksud dengan deposan atau penabung kecil adalah deposan atau penabung yang jumlah seluruh depositonya dan atau tabungannya baik pada Bank yang sama atau pada Bank yang lain tidak melebihi jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Perlu ditegaskan kembali bahwa sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia, dan tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha di Indonesia, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik, pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan, Perusahaan Jawatan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan bukan merupakan subyek pajak.

Dengan demikian tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan termasuk Pajak Penghasilan atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan. Oleh karena itu selain dari yang disebut dalam Pasal 3 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 tersebut seperti misalnya setiap unit tertentu dari badan Pemerintah yang melakukan kegiatan usaha secara teratur di bidang sosial ekonomi, persekutuan, dan perkumpulan seperti asosiasi atau himpunan pengusaha, organisasi karyawan, organisasi isteri karyawan, organisasi kemasyarakatan, sosial, olahraga dan sebagainya yang memiliki deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan tetap dipotong PPh sebesar 15% dan bersifat final.

Disamping itu, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 bagi dana pensiun yang disetujui Menteri Keuangan, penghasilan yang diperoleh dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, tidak termasuk sebagai obyek Pajak Penghasilan.

Pasal 3

Ayat (1)

Huruf a

Dalam Pasal 4 ayat (3) huruf j Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 dinyatakan bahwa penghasilan Yayasan dari modal sepanjang penghasilan itu semata-mata digunakan untuk kepentingan umum tidak termasuk sebagai obyek Pajak Penghasilan. Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila suatu Yayasan menanamkan modalnya dalam bentuk deposito berjangka, sertifikat deposito atau tabungan dan penghasilan berupa bunga yang diperolehnya semata-mata digunakan untuk membiayai kegiatan sosial dari Yayasan tersebut, maka penghasilan berupa bunga tersebut tidak termasuk sebagai obyek Pajak Penghasilan

Huruf b

Bagi perorangan yang seluruh penghasilannya termasuk bunga deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan yang tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), pajak yang dipotong atas bunga tersebut dapat dimintakan restitusi berdasarkan tata cara yang ditetapkan Menteri Keuangan.

Ayat (2)

Untuk menentukan apakah bunga deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan yang diterima oleh Yayasan tersebut memang benar-benar digunakan untuk membiayai kegiatan sosial dari Yayasan, diperlukan tindakan penelitian. Oleh karena itu terhadap pembayaran bunga tersebut dipotong Pajak Penghasilan terlebih dahulu. Apabila kemudian terbukti bunga tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan sosial dari Yayasan tersebut, maka pajak yang telah dipotong dapat direstitusi melalui SPT Tahunan PPh Yayasan yang bersangkutan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 1989. Dengan demikian, pengenaan pajak atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan diberlakukan atas bunga yang menjadi hak deposan atau penabung sejak tanggal 1 Desember 1989.

 

 

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3399